22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampah–sampah organik termasuk daun–daun yang sudah tua ternyata memiliki nilai lebih dan bisa berguna. Salah satu pemanfaatan daun yang sudah tua adalah untuk pembuatan kompos. Dengan memanfaatkan salah satu jenis sampah alam yaitu daun yang sudah tua, maka kita bisa membuat kompos. Daun-daun yang sudah tua dan berguguran sebaiknya tidak dibuang begitu saja di tempat pembuangan akhir. Harus ada pemanfaatan lebih lanjut untuk mengurangi masalah timbunan sampah juga. Salah satu pemanfaatan daun yang sudah tua adalah dengan menyulapnya kembali menjadi sesuatu yang berguna yaitu kompos.
Peningkatan produksi pertanian, tidak terlepas dari penggunaan bahan kimia, seperti pupuk buatan/anorganik dan pestisida. Penggunaan pupuk buatan/kimia dan pestisida saat ini oleh petani kadang kala sudah berlebihan melebihi takaran dan dosis yang dianjurkan, sehingga menggangu keseimbangan ekosistem dan mengakibatkan pencemaran lingkungan. Disamping itu tanah cendrung menjadi tandus, organisme-organisme pengurai seperti zat-zat renik, cacing-cacing tanah menjadi habis, demikian juga binatang seperti ular pemangsa tikus, populasi menurun drastis. Pemakaian pupuk pada waktu yang bersamaan (awal musim hujan) oleh petani, mengakibatkan sering terjadi kelangkaan pupuk di pasaran, walaupun ada harganya sangat tinggi, sehingga sebagian petani tidak sanggup membeli. Hal ini mengakibatkan tanaman menjadi tidak diberi pupuk dan produksi yang dihasilkan tidak optimal. Maka dari itu diperlukan ada trobosan lain untuk mengatasi hal tersebut, salah satu diantaranya adalah pembuatan pupuk organik (kompos).
Tujuan
Dapat mengetahui teknik pembuatan kompos dengan menggunakan activator green posco
Dapat membuat kompos dari sampah organik dan domestik secara efisien.
1.3 Manfaat
Dapat mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pembuatan kompos
Dapat mengetahui pengelolaan sampah organik
Memanfaatkan sampah berupa daun menjadi sesuatu yang lebih berguna yaitu kompos.
Dapat mengurangi pencemaran lingkungan oleh sampah organik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial (tidak lengkap) dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artificial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaeorobil (Modifikasi dari J.H. Crawford,2003). Sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis. Khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energy. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan activator pengomposan.
Kompos merupakan hasil penguraian dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat oleh populasi berbagai macam mikroorganisme dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Wikipedia.org). Kompos memiliki kandungan hara NPK yang lengkap meskipun persentasenya kecil. Kompos juga mengandung senyawa-senyawa lain yang sangat bermanfaat bagi tanaman.
Daur ulang limbah menjadi sesuatu yang lebih berguna sangat dianjurkan untuk mengurangi akibat dan dampak terhadap lingkungan. Pemanfaatan sampah kota menjadi pupuk dalam bentuk kompos merupakan alternatif yang sangat baik. Limbah sebagai bagian dari lingkungan abiotik, merupakan salah satu mata ranatai pemindahan energi dan materi di antara komponen komunitas. Secara alamiah, alam cenderung mendahulukan buangan yang lebih mudah dirombak, sedang selebihnya dalam batas-batas tertentu akan ditenggang oleh alam. Akan tetapi bila kuantitas limbah yang tidak mudah dirombak mulai membengkak, tentunya kesetimbangan dinamis tadi tidak dapat lagi dipertahankan. Di sinilah andil tanah sebagai pameran pembantu (auxiliary function) dalam meredam kegoyahan lingkungan. Baik sebagai sistem penyaring, penyangga, maupun sebagai sistem transformasi bahan pencemar – dalam hal ini limbah (Schoeder, 1984).
Bahan organik yang dapat berupa pupuk organik atau pupuk hijau dalam sistem pertanaman dapat berfungsi sebagai bufer (penyangga) dan penahan lengas, di samping pengaruhnya terhadap perbaikan sifat kimia tanah. Kualitas pupuk organik ditentukan oleh komposisi bahan dasar pupuk organik tersebut dan tingkat perombakannya. Pupuk organik (kompos) berbahan dasar beraneka (sampah kota) sehingga mempunyai kandungan total hara yang tidak seragam. Kematangan kompos ditandai dengan telah hancurnya bahan dasar, suhu kembali mendekati suhu udara dan berwarna hitam, keadaan tersebut biasanya mempunyai nisbah C/N 10-15 (Donahue et al., 1977).
Pengomposan sendiri merupakan proses penguraian senyawa-senyawa yang terkandung dalam sisa-sisa bahan organik (seperti jerami, daun-daunan, sampah rumah tangga, dan sebagainya) dengan suatu perlakuan khusus. Hampir semua bahan yang pernah hidup, tanaman atau hewan akan membusuk dalam tumpukan kompos (Outterbridge, 1991).
Pengomposan dapat dilakukan pada kondisi aerobik dan anaerobik.Pengomposan secara aerobik ialah dekomposisi bahan organik dalam kondisi dengan kehadiran oksigen (udara), produk utama dari metabolis biologi aerobik adalah air dan panas. Pengomposan secara anaerobik ialah dekomposisi bahan organik dalam kondisi dengan ketidakhadiran oksigen (udara) , produk utama dari metabolis biologi anaerobik adalah metana , karbon dioksida , dan senyawa intermediate dengan berat molekul rendah (Haung, 1980)
Dalam pembuatan kompos ini dapat dikemukakan 3 cara yaitu cara Krantz, Indore, dan Macdonald.
Cara Krantz yaitu dengan menggunakan bahan-bahan mentah (serasah, sampah organik, dan lain-lain) ditumpuk sampai setinggi 50 cm atau lebih. Kemudian diberi pupuk kandang sebagai aktifator, setelah beberapa hari temperature mencapai 50oC-60oC, temperatur ini bisa mematikan kuman-kuman serta biji-biji tanaman pengganggu. Tumpukan diinjak-injak sehingga keadaan menjadi anaerob, selanjutnya ditambahkan bahan-bahan mentah sehingga tumpukan mencapai sekitar 80 cm, demikian seterusnya perlakuan penamabahan dilakukan sampai tumpukan menjadi tinggi sekitar 1,5 m. kemudian tumpukan harus ditutup dengan lapisan tanah bagian atasnya, perlakuan demikian untuk mencegah kehilangan N lebih lanjut dan juga melindungi kompos dari pengaruh teriknya sinar matahari. Setelah 3 bulan biasanya kompos telah matang dan dapat dipergunakan (Sutejo, 2002).
Cara Indore yaitu dengan menggunakan bahan-bahan mentah (serasah, sampah, bahan organik, dll) ditumpuk berlapis-lapis setinggi ± 60 cm dengan ukuran panjang x lebar 2,5 x 2,5 cm. Setiap lapis tingginya sekitar 15 cm, jadi bagi ketinggian 60 cm harus dibuat 4 lapis. Diantara lapisan-lapisan diberikan pupuk kandang sebagai lapis yang tipis, atau disiram dengan cairan pupuk kandang. Lakukan perlakuan pembalikan, lapisan-lapisan kompos itu secara teratur, yaitu pada hari ke-15, 30 dan 60. Pembalikan ini dimaksud untuk meratakan penguraian. Pada pembalikan ini lapisan 1 dan ke 4 disatukan dan juga lapisan ke 2 dan ke 3 disatukan dan tumpukan ke 1 diletakkan dibawah dan tumpukan ke 2 diatasnya setelah umur kompos 60 hari kedua tumpukan disatukan dan dilakukan pembalikan secara merata. Agar kompos tetap dalam keadaan anaerob perlu ditempatkan dibawah atap agar tidak terkena air hujan (Sutejo, 2002).
Cara Macdonald menggunakan bahan-bahan mentah, (batang-batang kecil dan daun-daunan, serasah atau sampah tanaman) dimasukkan kedalam tempat tumpukan bahan-bahan mentah dan mencapai tinggi sekitar 1 m, setiap 20 cm tinggi tumpukan diberi aktifator misalnya pupuk kandang atau sayuran yang telah busuk untuk pengembangan bakteri. Didalam tumpukan itu akan menimbulkan panas, dalam keadaan panas biji-biji tanaman dan larva hama tanaman dapat terbunuh. Pada waktu kering segera siramkan cairan pupuk kandang secukupnya dan kemudian tutup kembali. Setelah 2 sampai 3 bulan kompos dapat digunakan (Sutejo, 2002).
Menurut Richard (2005), mikroorganisme yang bekerja pada proses pengomposan adalah jamur, bakteri, dan actinomycetes. Pada kondisi optimal tumpukan kompos akan mencapai temperatur sekitar 50 sampai 65°C (120 sampai 150°F), yang disebabkan oleh proses panas metabolisme mikroorganisme dan panas ini dapat menjadi indikator bahwa proses pembuatan kompos berjalan sempurna. Dalam proses ini terjadi proses kimiawi dimana pertumbuhan mikroorganisme memerlukan campuran nutrien yang benar terutama campuran karbon dan nitrogen.
Bentuk fisik bahan kompos berupa ukuran partikel dan kadar airnya sangat berpengaruh pada proses pembentukan kompos dan juga panas yang dapat dihasilkan selama proses dekomposisi berlangsung. Beberapa faktor penting yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan kompos, antara lain : kadar air bahan, temperatur saat pengomposan, pH, bau yang ditimbulkan (odor), keberadaan jasad renik dalam bahan yang dikomposkan (bakteri, cacing, jamur), padatan bahan kompos (volatile solids) (Richard, 2005).
2.2 Manfaat Kompos
Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman, yang mengandung suatu kompleks organik makromolekular yang mengandung banyak kandungan seperti fenol, asam karboksilat, dan alifatik hidroksida. Mempunyai kemampuan meningkatkan unsur hara tersedia seperti Ca, Mg, dan K, kompos juga merupakan sumber energi jasad mikro serta memberikan warna gelap pada tanah. Rachman Sutanto (2002) mengemukakan bahwa dengan pupuk organik sifat fisik, kimia dan biologi tanah menjadi lebih baik. Kompos memiliki kontribusi terbesar terhadap kebertahanan dan kesuburan tanah. Tanah keras akan menjadi lebih gembur, dan akan mengoptimalkan perkembangkan akar tanaman dan kompos merupakan sumber makanan bagi tanaman yang akan berperan baik bagi pembentukan dan menjaga struktur tanah. Tanah yang miskin akan unsur hara menjadi subur. Tanah masam akan menjadi lebih netral. Senyawa humus juga berperan dengan sangat memuaskan terutama dalam pengikatan bahan kimia toksik dalam tanah dan air. Selain itu tanah yang baik dapat meningkatkan kapasitas kandungan air tanah, membantu dalam menahan pupuk anorganik larut-air, mencegah penggerusan tanah, menaikan aerasi tanah, dan juga dapat menaikkan fotokimia dekomposisi pestisida atau senyawa-senyawa organik toksik. Dengan demikian sudah selayaknya pupuk-pupuk organik yang kaya akan humus ini menggantikan peran dari pupuk-pupuk sintesis dalam menjaga kualitas tanah. Tanaman yang diberi kompos tumbuh lebih subur dan kualitas panennya lebih baik daripada tanaman tanpa kompos. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek :
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman :
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas serap air tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Komponen kompos yang paling berpengaruh terhadap sifat kimiawi tanah adalah kandungan humusnya. Humus dalam kompos mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Humus yang menjadi asam humat atau asam lainnya dapat melarutkan zat besi (Fe) alumunium (Al) sehingga fosfat yang terikat besi dan alumunium akan lepas dan dapat diserap oleh tanaman. Selain itu, humus merupakan penyangga kation yang dapat mempertahankan unsur hara sebagai bahan bahan makanan untuk tanaman. Kandungan kimiawi kompos dapat dilihat didalam tabel 1.
Bahan
Kadar
Nitrogen (%)
1,33
P2O5 (%)
0,83
K2O (%)
0,36
Humus (%)
53,70
Kalsium (%)
5,61
Zat Besi (%)
2,1
Seng (ppm)
285
Timah (ppm)
575
Tembaga (ppm)
65
Kadmium (ppm)
5
PH
7,2
Sumber : Ir Djuarnani Nan, M.Sc. dkk. 2005
Kompos juga berfungsi sebagai pemasok makanan bagi mikroorganisme di dalam tanah seperti kapang, bakteri, Actinomycetes, dan protozoa sehingga dapat meningkatkan dan mempercepat proses dekomposisi bahan organik.
Kompos sebagai hasil dari pengomposan dan merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki fungsipenting terutama dalam bidang pertanian antara lain : Pupuk organik mengandung unsur hara makro dan mikro.Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah.Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara, memperbesar daya ikat tanah berpasir.Memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah.Membantu proses pelapukan dalam tanah.Tanaman yang menggunakan pupuk organik lebih tahan terhadap penyakit.
2.3 Bahan-bahan Pembuat Kompos
Menurut Djuarnani Nan, dkk. (2005) pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya : limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar atau kota, kertas, kotoran atau limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll.
Berdasarkan komponen yang dikandungnya:
Bahan organik lunak
Bahan organik dikatakan lunak jika bahan tersebut sebagian besr terdiri dari air. Bahan yang termasuk dalam kategori ini adalah buah-buahan, sayur-sayuran, limbah kebun termasuk potongan rumput dan dedaunan, serta limbah dapur
Bahan organik keras
Bahan organik keras memiliki kadar air relative rendah dibandingkan dengan jumlah total berat bahan tersebut. Contoh bahan organik keras adalah dedaunan segar, bunga, dan hasil pemotongan pagar hidup
Bahan selulosa
Bahan selulosa merupakan bahan yang struktur selulornya sebagian besar terdiri dari selulosa dan lignin dengan kadar air yang relative rendah. Bahan ini akan didekomposisikan dengan sangat lambat, bahkan tidak sama sekali. Contohnya adalah sisipan kayu, jerami padi, daun kering, kulit pohon, dan kertas.
Limbah protein
Limbah protein merupakan limbah yang mengandung banyak protein, seperti kotoran hewan, limbah dari pemotongan hewan, dan limbah makanan.Limbah yang mengandung banyak protein ini merupakan bahan pembuat kompos yang sangat bagus karena kandungan nutrisinya baik untuk pertumbuhan anaman.
Limbah manusia
Limbah manusia dan hewan yang dimaksud adalah kotoran (feses). Kotoran ini sangat disenangi mikroorganisme.
Berdasarkan asal bahannya:
Limbah Pertanian
Limbah dan residu tanaman, contohnya jerami padi, sekam padi,gulma, batang dan tongkol jagung, serta potongan pagar tanaman.
Semua bagian vegetative tanaman, contohnya batang pisang, serabut kelapa, dan dedaunan.
Limbah dan residu ternak, contohnya kotoran, limbah cair,dan limbah pakan.
Pupuk hijau, contohnya lamtoro, orok-orok, lupin, turi, dan rumput gajah.
Tanaman air, contohnya azolla, eceng gondok, gulma air, dan ganggang biru.
Penambat nitrogen, contohnya mikoriza, rizobium, dan biogas.
Limbah Industri
Limbah padat, contohnya kayu, kertas, serbuk gergaji, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan, dan limbah dari pemotongan hewan.
Limbah cair, contohnya alkohol, limbah dari pengolahan kertas, dan limbah dari pengolahan minyak kelapa.
Limbah Rumah Tangga
Sampah, contohnya tinja, urin, sampah rumah tangga, sampah kota, dan limbah dapur.
Garbage diartikan sebagai limbah yang berasal dari tumbuhan hasil pemeliharaan dan budi daya. Dapur rumah tangga, pusat perbelanjaaj pasar, dan restoran atau tempat yang menjual masakan olahan.
Rabbish mengandung berbagai limbah padat yang mudah terbakar yang berasal dari rumah, pusat perbelanjaaj dan kantor.
Sebaiknya dalam pembuatan pupuk kompos perbandingan penggunaan Sampah Coklat : Sampah Hijau yaitu (2:1). Karena apabila hanya menggunakan sampah coklat saja maka akan dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses pengomposannya.
Bahan yang sebaiknya dihindari untuk pembuatan pupuk kompos adalah:
Daging , ikan, kulit udang, tulang, susu, keju, lemak/minyak, karena dapat mengundang serangga seperti lalat sehingga proses pengomposan akan menimbulkan belatung.
Feses anjing, feses kucing ini dapat membawa penyakit.
Tanaman gulma / yang berhama karena hama akan masih terkandung dalam kompos.
2.4 Proses Dasar Pembuatan Kompos
Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap. Yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat.
Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan PH kompos. Suhu akan meningkat hingga diatas 500-700 C. suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi.Pada saat ini terjadi dekomposisi atau penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba didalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30%-40% dari volume atau bobot awal bahan.
Faktor yang mempengaruhi proses Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain :
Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas).Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos.Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembaban (Moisture content)
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air.
Kelembaban 40 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba.Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos.Temperatur yang berkisar antara 30 60o C menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60o C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
Kandungan hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan bahan berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba.Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Lama pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan.
Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
D. Strategi Mempercepat Proses Pengomposan
Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
Memanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan.
Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).
Menggabungkan strategi pertama dan kedua.
Memanipulasi Kondisi Pengomposan
Strategi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan.Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin.Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 2535:1.Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak.
Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.
2. Menggunakan Aktivator Pengomposan
Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba, baik bakteri, actinomicetes, maupun kapang/cendawan. Saat ini di pasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya : Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, dll.
Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan
Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah menggabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.
Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi pengomposan :
a. Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
b. Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
c. Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
d. Tingkat kesulitan pembuatan kompos
Teknologi Pengomposan
Metode atau teknologi pengomposan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat teknologi yang dibutuhkan, yaitu :
Pengomposan dengan teknologi rendah (Low – Technology)
Pengomposan dengan teknologi sedang (Mid – Technology)
Pengomposan dengan teknologi tinggi (High – Technology)
Pengomposan dengan Teknologi Rendah
Teknik pengomposan yang termasuk kelompok ini adalah Windrow Composting.Kompos ditumpuk dalam barisan tumpukan yang disusun sejajar.Tumpukan secara berkala dibolak-balik untuk meningkatkan aerasi, menurunkan suhu apabila suhu terlalu tinggi, dan menurunkan kelembaban kompos.Teknik ini sesuai untuk pengomposan skala yang besar. Lama pengomposan berkisar antara 3 hingga 6 bulan, yang tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan.
Pengomposan dengan Teknologi Sedang
Pengomposan dengan teknologi sedang antara lain adalah :
Aerated static pile : gundukan kompos diaerasi statis
Tumpukan/gundukan kompos (seperti windrow system) diberi aerasi dengan menggunakan blower mekanik.Tumpukan kompos ditutup dengan terpal plastik.Teknik ini dapat mempersingkat waktu pengomposan hingga 3 – 5 minggu.
Aerated compost bins : bak/kotak kompos dengan aerasi
Pengomposan dilakukan di dalam bak-bak yang di bawahnya diberi aerasi.Aerasi juga dilakukan dengan menggunakan blower/pompa udara.Seringkali ditambahkan pula cacing (vermikompos). Lama pengomposan kurang lebih 2 – 3 minggu dan kompos akan matang dalam waktu 2 bulan.
Pengomposan dengan Teknologi Tinggi
Pengomposan dengan menggunakan peralatan yang dibuat khusus untuk mempercepat proses pengomposan. Terdapat panel-panel untuk mengatur kondisi pengomposan dan lebih banyak dilakukan secara mekanis. Contoh-contoh pengomposan dengan teknologi tinggi antara lain :
Rotary Drum Composter
Pengomposan dilakukan di dalam drum berputar yang dirancang khusus untuk proses pengomposan. Bahan-bahan mentah dihaluskan dan dicampur pada saat dimasukkan ke dalam drum. Drum akan berputar untuk mengaduk dan memberi aearasi pada kompos.
Box/Tunnel Composting System
Pengomposan dilakukan dalam kotak-kotak/bak skala besar. Bahan-bahan mentah akan dihaluskan dan dicampur secara mekanik. Tahap-tahap pengomposan berjalan di dalam beberapa bak/kotak sebelum akhirnya menjadi produk kompos yang telah matang.
Sebagian dikontrol dengan menggunakan komputer.Bak pengomposan dibagi menjadi dua zona, zona pertama untuk bahan yang masih mentah dan selanjutnya diaduk secara mekanik dan diberi aerasi. Kompos akan masuk ke bak zona ke dua dan proses pematangan kompos dilanjutkan.
Mechanical Compost Bins
Sebuah drum khusus dibuat untuk pengomposan limbah rumah tangga.
2.5 Manfaat Penggunaan Bakteri
Menurut Outerbridge (1991), pengomposan timbul dari kegiatan mikroorganisme, sehingga diharapkan bahwa proses pengomposan akan lebih baik dengan penambahan inokulan dari kultur mikroorganisme. Mikroorganisme berkembangbiak dengan sangat cepat, dan dalam beberapa hari jumlah mereka dapat mencapai titik maksimum yang dimungkinkan oleh kondisi lingkungan dalam tumpukan kompos.Mikroorganisme yang umum terdapat pada kompos dapat dilihat pada Tabel 2. Mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan, seperti bakteri mendominasi semua tahap proses; jamur sering muncul setelah satu minggu; dan aktinomisetes membantu selama masa akhir (pemasakan).
Tabel 2. Mikroorganisme umum pada kompos
Jenis Mikroorganisme
Bakteri
Fungi
Mesofil
Pseudomonas spp.
Alternaria spp.
Achromobacter spp.
Cladosporium spp.
Bacillus spp.
Aspergillus spp.
Flavobacterium spp.
Mucor spp.
Clostridium spp.
Humicola spp.
Streptomyces spp.
Penicillium spp.
Termofil
Bacillus spp.
Aspergillus fumigatus
Streptomyces spp.
Mucor pusillus
Thermoactinomyces spp.
Chaetomium thermophile
Thermus spp.
Humicola lanuginosa
Thermomonospora spp.
Absidia ramosa
Microployspora spp.
Sporotrichum thermophile
Torula thermophile (yeast)
Thermoascus aurantiacus
Sumber : Sylvia et al. (2005)
BAB III
METODE PERCOBAAN
Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Akademi kimia Analisis Bogor Tanah Baru, yang berlokasi di Jalan Pangeran Sogiri No.283 Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, tanggal 25 Maret 2013.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam proses pembuatan kompos harus dipersiapkan.
Alat untuk pembuatan kompos
Sekop
Sarung tangan
Pipa paralon besar 1 buah
Pipa paralon kecil 4 buah
Terpal
Tali rafia
Thermometer
Timbangan kasar
Alat untuk Pengamatan
Ember
PH meter
Penggaris
Shaker
Erlenmayer
Corong
Kertas saring
Batang pengaduk
PH meter
Kantung plastik
Bahan
Sampah kebun berupa dedaunan sebanyak 10 kg dengan perbandingan sampah hijau dengan sampah coklat sebesar 2:1 (sehingga menghasilkan 3.4 kg sampah berdaun hijau dan 6.6 kg sampah berdaun coklat),
Serbuk gergaji
Air
Bakteri ecoguard
Cara Kerja (Pengukuran dan Perhitungan)
Sampah kebun dikumpulkan sebanyak 10 kg yang terdiri dari sampah daun hijau sebanyak 3.4 kg dan sampah daun coklat sebanyak 6.6 kg (rasio 2:1)
Sampah hijau (kebun) dan sampah coklat (daun-daun kering) dipotong-potong lalu direduksi sampai ukuran 2-5cm.
Sampah tersebut dicampur dan diaduk secara merata.
Serbuk gergaji ditambahkan sebanyak 10% dari total sampah.
Bakteri ecoguard ditambah pada sampah tersebut.
Setelah itu diaduk merata dan ditambahkan sedikit air.
Pupuk kandang ditambahkan kedalam tumpukan sampah.
Sampah dimasukkan ke wadah komposter.
Komposter diberi tanda sebagai tinggi awal kompos.
Pengecekan dilakukan setiap minggu selama 4 minggu.
Parameter yang diuji setiap minggu adalah pH, suhu dan ketinggian sampah.
Kompos dipanen setelah 4 minggu.
Kompos dikeluarkan dari komposter dan dijemur dibawah sinar matahari.
Kompos yang telah kering diayak atau disaring untuk mendapatkan kompos yang berukuran kecil.
Kompos dikemas dalam wadah plastic untuk disimpan.
Kompos siap digunakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kompos adalah hasil penguraian parsial campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artificial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan tertentu (hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik)
Sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi pembuatan bahan campuran yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Pada prinsipnya semua bahan yang berasal dari mahluk hidup atau bahan organik dapat buat menjadi pupuk kompos. Contohnya adalah seresah, daun-daunan, pangkasan rumput, ranting, dan sisa kayu dapat dikomposkan. Kotoran ternak, binatang, bahkan kotoran manusia bisa dikomposkan. Kompos dari kotoran ternak lebih dikenal dengan istilah pupuk kandang. Sisa makanan dan bangkai binatang bisa juga menjadi kompos. Ada bahan yang mudah dikomposkan, ada bahan yang agak mudah, dan ada yang sulit dikomposkan. Sebagian besar bahan organik mudah dikomposkan. Bahan yang agak mudah alias agak sulit dikomposkan antara lain: kayu keras, batang, dan bambu. Bahan yang sulit dikomposkan antara lain adalah kayu-kayu yang sangat keras, tulang, rambut, tanduk, dan bulu binatang.
Membuat kompos sangat mudah. Secara alami bahan organik akan mengalami pelapukan menjadi kompos, tetapi waktunya lama antara setengah sampai satu tahun tergantung bahan dan kondisinya. Agar proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat perlu perlakuan tambahan.
Pembuatan kompos dipercepat dengan menambahkan aktivator atau inokulum atau biang kompos. Aktivator ini adalah jasad renik (mikroba) yang bekerja mempercepat pelapukan bahan organik menjadi kompos. Bahan organik yang lunak dan ukurannya cukup kecil dapat dikomposkan tanpa harus dilakukan pencacahan. Tetapi bahan organik yang besar dan keras, sebaiknya dicacah terlebih dahulu. Aktivator kompos harus dicampur merata ke seluruh bahan organik agar proses pengomposan berlangsung lebih baik dan cepat.
Bahan yang akan dibuat kompos juga harus cukup mengandung air. Air ini sangat dibutuhkan untuk kehidupan jasad renik di dalam aktivator kompos. Bahan yang kering lebih sulit dikomposkan. Akan tetapi kandungan air yang terlalu banyak juga akan menghambat proses pengomposan. Jadi kelembabannya harus cukup. Bahan juga harus cukup mengandung udara. Seperti halnya air, udara dibutuhkan untuk kehidupan jasad renik aktivator kompos.
Untuk melindungi kompos dari lingkungan luar yang buruk, kompos perlu ditutup. Penutupan ini bertujuan untuk melindungi bahan/jasad renik dari air hujan, cahaya matahari, penguapan, dan perubahan suhu. Dan pada praktikum ini menggunakan alat atau wadah dalam pembuatan kompos yaitu komposter.
Bahan didiamkan selama beberapa waktu hingga kompos matang. Lama waktu yang dibutuhkan antara 2 minggu sampai 6 minggu tergantung dari bahan yang dikomposkan. Bahan-bahan yang lunak dapat dikomposkan dalam waktu yang singkat, 2 – 3 minggu.Bahan-bahan yang keras membutuhkan waktu antara 4 – 6 minggu. Ciri kompos yang sudah matang adalah bentuknya sudah berubah menjadi lebih lunak, warnanya coklat kehitaman, tidak berbau menyengat, dan mudah dihancurkan/remah.
Pada proses pembuatan kompos yang dilakukan di laboratorium Akademi Kimia Analisis Bogor secara komposter menggunakan bakteri ecoguard diperoleh data sebagai berikut :
NO
TANGGAL
SUHU KOMPOS (ºC)
TINGGI PENURUNAN KOMPOS (cm)
PH
1
01-04-2013
32,0
13,00
8,539
2
08-04-2013
31,7
14,00
7,007
3
15-04-2013
32,7
14,83
7,297
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa terjadi penyusutan volume yang ditandai dengan turunnya tinggi kompos di dalam komposter (wadah kompos). Hal ini disebabkan karena terjadinya pembusukan bahan-bahan organik di dalam kompos.
Penambahan serbuk gergaji di awal pembuatan kompos berfungsi untuk menimbulkan panas di dalam kompos dan sebagai sumber makanan dari pada bakteri tersebut. Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksoterm. Terjadinya peningkatan suhu di awal minggu pengomposan diperlukan untuk memicu terjadinya pembusukan.
Penambahan air di dalam kompos diperlukan untuk membentuk suasana lembab di dalam kompos sehingga bakteri bisa hidup dan berkembang untuk membantu proses pembusukan kompos.
Pengecekan kompos dilakukan secara berkala dengan cara melakukan pengadukan dan pengecekan pada pH, suhu dan tinggi kompos. Tujuan dilakukan pengadukan adalah agar pemanasan di dalam kompos dapat merata ke seluruh permukaan kompos. Proses pengecekan juga dilakukan untuk memberikan asupan udara ke dalam kompos sehingga bakteri tetap bertahan hidup. Namun perlu diperhatikan bahwa membuka komposter tidak boleh terlalu lama agar Nitrogen yang terkandung tidak terbang ke udara sehingga mengacaukan perhitungan.
Ciri-ciri kompos yang sudah jadi yaitu bentuk, bau dan warnanya sudah mirip denga tanah, hitam kecoklatan.Bila diremas terasa rapuh.Suhunya sekitar 350 celcius.Bila sudah memenuhi ciri-ciri seperti itu, berarti kompos yang kita buat telah jadi.Tumpukan kompos siap untuk dibongkar. Tetapi sebelum dipakai, kompos harus diangin-anginkan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar airnya hingga tinggal 15%. Caranya, hamparkan di lantai atau karung alas yang lebar.Kemudian dibolak-balik seperti menjemur padi. Bila sudah selesai, maka kompos siap untuk dikemas atau dipakai untuk dijadikan sebagai media tanam.
Dari praktikum pembuatan kompos yang dilakukan diperoleh hasil akhir yaitu kompos yang diperoleh lebih sedikit dari bahan kompos yang dipergunakan sebelumnya hal ini dikarenakan terjadinya proses pembusukan yang mengakibatkan penyusutan bahan. Pupuk kompos merupakan zat penyubur alami yang baik digunakan untuk tanaman dan tanah. Kompos mampu memperbaiki unsur hara di dalam tanah yang rusak sehingga tanaman bisa hidup di tanah tersebut. Walaupun hasil yang ditunjukkan relatif lama dibanding pupuk kimia namun tidak berbahya bagi lingkungan dan kesehatan. Sehingga tanaman yang dihasilkan termasuk tanaman organik yang bebas dari paparan bahan kimia.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Kompos adalah hasil penguraian parsial campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artificial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan tertentu (hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik). Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Dari praktikum pembuatan kompos yang dilakukan diperoleh hasil akhir yaitu kompos yang diperoleh lebih sedikit dari bahan kompos yang dipergunakan sebelumnya hal ini dikarenakan terjadinya proses pembusukan yang mengakibatkan penyusutan bahan. Ciri kompos yang sudah matang adalah bentuknya sudah berubah menjadi lebih lunak, warnanya coklat kehitaman, tidak berbau menyengat, dan mudah dihancurkan/remah. Pupuk-pupuk organik (kompos) yang kaya akan humus ini menggantikan peran dari pupuk-pupuk sintesis dalam menjaga kualitas tanah. Waktu yang diperlukan untuk memperoleh hasil kompos yang optimal yaitu membutuhkan waktu yang relatif lama dibanding pupuk kimia, namun pupuk ini tidak berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Sehingga tanaman yang dihasilkan termasuk tanaman organik yang bebas dari paparan bahan kimia.
5.2 Saran
Agar proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat perlu perlakuan tambahan.
Pembuatan kompos dipercepat dengan menambahkan aktivator atau inokulum atau biang kompos. Aktivator ini adalah jasad renik (mikroba) yang bekerja mempercepat pelapukan bahan organik menjadi kompos. Bahan organik yang lunak dan ukurannya cukup kecil dapat dikomposkan tanpa harus dilakukan pencacahan. Tetapi bahan organik yang besar dan keras, sebaiknya dicacah menjadi lebih kecil lagi. Aktivator kompos harus dicampur merata ke seluruh bahan organik agar proses pengomposan berlangsung lebih baik dan cepat. Bahan yang akan dibuat kompos juga harus cukup mengandung air. Bahan juga harus cukup mengandung udara. Seperti halnya air, udara dibutuhkan untuk kehidupan jasad renik aktivator kompos.
DAFTAR PUSTAKA
Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik (Pemasyarakatan dan Pengembangannya).Kanisius Yogyakarta
Radityanata, Decky dkk.2011. Makalah Kesuburan Tanah kompos. Politeknik Citra Widya Edukasi.
Sofian.2006. Sukses Membuat Kompos dari Sampah.Surabaya : Agromedia Pustaka.
Sudrajat. 2006. Seri Agriteknologi. Mengelola Sampah Kota.Surabaya : Penebar Swadaya
Nuryani dan Rachman.2002.Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan volume 3. Yogyakarta: UGM press
http://forum.detik.com/membuat-kompos-dan-pupuk-organik t71162.html
LAMPIRAN