A. Contoh Aritmia EKG dengan Kriterianya D. Ventrikel Region
(Idioventrikular Rhytm) Ciri-cirinya : Irama regular Frekwensi 20 - 40 x/menit Tidak ada gelombang P Komplek QRS lebar or lebih dari normal
(Accelerated Idioventrikular) Ciri-cirinya : Irama regular Frekwensi antara 40 - 100 x/menit Tidak ada gel P Komplek QRS lebar atau lebih dari normal, RR interval regular
(Ventrikel Takikardia/ VT) Ciri-cirinya : Irama regular Frekwensi 100-250x/menit
Tidak ada gelombang P Komplek QRS lebar atau lebih dari normal
(VT Polymorphic) Ciri-cirinya : Irama regular irregular Lainya sama dengan VT.
(ventrikel Fibrilasi/VF) Ciri-cirinya : Irama chaotic atau kacau balau No denyut jantung.
SA Node
( Sinus Bradikardia) Ciri-cirinya : Irama teratur RR interval jaraknya sama dalam 1 lead panjang PP interval jaraknya sama dalam 1 lead panjang
Komplek QRS harus sama dalam 1 lead panjang Impuls dari SA node yang ditandai dengan adanya gel P yang mempunyai bentuk sama dalam 1 lead panjang. Frekwensi (HR) dibawah 60x/menit Adanya gel P yang selalu diikuti komplek QRS Gel P dan komplek QRS normal dan sama bentuknya dalam satu lead.
(Sinus Takikardia) Ciri-cirinya): Sama dengan sinus bradikardia, yang membedakanya adalah frekwensi jantung (HR) lebih dari 100x/menit.
(Sinus Aritmia) Ciri-cirinya : Sama dengan kriteria sinus rhytme, yang membedakannya adalah pada sinus aritmia iramanya tidak teratur karena efek inspirasi & ekspirasi.
(Sinus Arrest) Ciri-cirinya: Gel P dan komplek QRS normal Adanya gap yang panjang tanpa adanya gelombang yang muncul. Gap ini jaraknya melebihi 2 kali RR interval.
(Sinus Blok) Ciri-cirinya : Sama dengan sinus arrest yaitu adanya gap tanpa adanya gelombang yang muncul, dimana jarak gapnya 2 kali dari RR interval.
Junctional Region
(Junctional Rhytm) Ciri-cirinya : Irama teratur Frekwensinya 40-60 x/menit Gelombang P bisa tidak ada, bisa terbalik (tidak bakal positip) Kompleks QRS normal Kalau frekwensinya lebih dari 40x/menit dinamakan slow
junctional
rhytm.
(Junctional Takikardia) Ciri-cirinya: Sama dengan junctinal rhytm, bedanya frekfensi atau HR pada junctional takikardia lebih dari 100 x/menit .
(Accelerated Junctional) Ciri-cirinya : Sama dengan junctional rhytm, bedanya frekwensi atau HR pada accelerated junctional antara 60-100 x/menit.
(Junctional Ekstra Sistole or PJC) Ciri-cirinya : Irama tidak teratur Ada premature beat sebelum waktunya, dengan adanya gel P yang terbalik atau tidak adanya gel P.
(Junctional Escape Beat) Ciri-cirinya : Irama irregular Komplek QRS normal Pada EKG normal yang seharusnya muncul normal beat pada beat berikutnya, tapi impuls normal diambil alih oleh juction region sehingga tampak pada EKG tidak adanya gel P, misalkan ada gel P tapi bentuknya akan terbalik.
(Supra Ventrikuler Takikardia/SVT) Ciri-cirinya : Irama teratur Frekwensinya lebih dari 150x/menit Gel P tertutup oleh gel T Komplek QRS normal dan tingginya harus sama ( ingat duri ikan)
(Paroksimal Supraventrikuler Takikardia/PSVT) Ciri-cirinya : Dari gambaran EKG normal tiba-tiba berubah menjadi gambaran EKG SVT. Frekwensinya lebih dari 150 x/menit
AV Blok first Degree Ciri-cirinya : Irama teratur Gel P normal, PP interval regular Komplek QRS normal, RR interval regular PR interval > 0,20 detik atau > 5 kotak kecil Panjang PR interval harus sama di setiap beat !! Misalkan panjang PR intervalnya 0,24detik, maka di tiap beat PR intervalnya harus sama yaitu 0,24detik.
(AV Blok 2nd Degree Type I atau Wenckebach) Ciri-cirinya : Irama irregular Gel P normal, PP interval regular Komplek QRS bisa normal juga bisa tidak normal, RR interval irregul ar PR interval mengalami perpanjangan, mulai dari normal PR interval dan memajang pada beat beri kutn ya , s ampai ada gel P ya ng tidak diikuti komple k QRS, kemudian kembali lagi ke normal PR interval dan seterusnya. Misalkan awalnya PR interval 0,16 detik, kemudian memanjang dibeat berikutnya 0,22 detik, terus memanjang lagi menjadi 0,28 detik, lalu ada gel P yang tidak diikuti oleh QRS, setelah itu kembali lagi ke normal PR interval yaitu 0,16 detik, dan seterusnya.
(AV Blok 2nd Degree Type II) Ciri-cirinya : Irama irregular Gel P normal, PP interval regular Komplek QRS bisa normal atau bisa juga tidak normal, RR interval irregular PR interval harus sama di tiap beat!! Panjangnya bisa normal dan lebih dari normal. Ada 2 atau lebih, gelombang P tidak diikuti oleh komplek QRS.
(AV Blok Total/Komplit) Ciri-cirinya : Irama regular Tidak ada hubungan antara atrium dengan ventrikel. Makanya kadang gelombang P muncul bareng dengan komplek QRS. Komplek QRS biasanya lebar dan bentuknya berbeda dengan komplek QRS lainya karena gel P juga ikut tertanam di komplek QRS, RR interval regular. Gel P normal, kadang bentuknya beda karena t ertanam di komplek QRS.
Otot Atrium
(PAC or AES)
Ciri-cirinya : Anda perhatikan normal gel P yang berasal dari SA node, gel P yang berasal dari otot
atrium tidak sama dengan gel P yang berasal dari SA node. PAC (premature atria l contraction)or AES ( atrial ekstra sistole) yaitu gel P yang muncul sebelum waktunya dan bentuk gelombangpun beda dengan normal gel P yang berasal dari SA node. Kalau anda temukan gel P yang berbeda dan muncul persis sama dengan waktu yang seharusnya, ini dinamakan Atrial escape beat.
(Atrial Flutter)
Ciri-cirinya : Irama teratur Ciri utama yaitu gelombang P yang mirip gigi gergaji (saw tooth). Komplek QRS normal, interval RR normal
(Atrial Takikardia) Ciri-cirinya : Irama teratur Komplek QRS normal PR interval <0,12detik dan Frekwensi jantungnya > 150x/menit Apabila gambaran EKG dari normal tiba tiba berubah menjadi Atrial takikardia maka gambaran ini dinamakan paroksimal atrial takikardia (PAT).
(Multifocal Atrial Takikardia)
Ciri-cirinya : Irama irreguler Kadang mirip dengan atrial fibrilasi, tapi pada MAT gel P masih terlihat dan tiap beat bentuk gelombang P nya berbeda (minimal 3 macam). Frekwensi > 100x/menit, PR intervalpun bervariasi, normal komplek QRS.
(Wandering Atrial Pacemaker) Ciri-cirinya : Sama dengan multifokal atrial takikardia, hanya pada wandering pacemaker HR nya normal.
B. Penyebab dan factor resiko gangguan irama jantung Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh : 1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi) 2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard. 3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obatobat anti aritmia lainnya 4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia) 5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung 6. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat. 7. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme) 9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung 10. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung) Faktor-faktor
tertentu
dapat
meningkatkan
resiko
terkena
aritmia
jantung atau kelainan irama jantung. Beberapa faktor tersebut diantaranya adalah: 1. Penyakit Arteri Koroner Penyempitan arteri jantung, serangan jantung, katup jantung abnormal, kardiomiopati, dan kerusakan jantung lainnya adalah faktor resiko untuk hampir semua jenis aritmia jantung. 2. Tekanan Darah Tinggi Tekanan darah tinggi dapat meningkatkan resiko terkena penyakit arteri koroner. Hal ini juga menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi kaku dan tebal, yang dapat mengubah jalur impuls elektrik di jantung. 3. Penyakit Jantung Bawaan Terlahir dengan kelainan jantung dapat memengaruhi irama jantung. 4. Masalah pada Tiroid Metabolisme tubuh dipercepat ketika kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid terlalu banyak. Hal ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur sehingga menyebabkan fibrilasi atrium (atrial fibrillation). Sebaliknya, metabolisme melambat ketika kelenjar tiroid tidak cukup melepaskan hormon tiroid, yang dapat menyebabkan bradikardi (bradycardia). 5. Obat dan Suplemen Obat batuk dan flu serta obat lain yang mengandung pseudoephedrine dapat berkontribusi pada terjadinya aritmia. 6. Obesitas Selain menjadi faktor resiko untuk penyakit jantung koroner, obesitas dapat meningkatkan resiko terkena aritmia jantung. 7. Diabetes
Resiko terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi akan meningkat akibat diabetes yang tidak terkontrol. Selain itu, gula darah rendah (hypoglycemia) juga dapat memicu terjadinya aritmia. 8. Obstructive Sleep Apnea Obstructive sleep apnea disebut juga gangguan pernapasan saat tidur. Napas yang terganggu, misalnya mengalami henti napas saat tidur dapat memicu aritmia jantung dan fibrilasi atrium. 9. Ketidakseimbangan Elektrolit Zat dalam darah seperti kalium, natrium, dan magnesium (disebut elektrolit), membantu memicu dan mengatur impuls elektrik pada jantung. Tingkat elektrolit yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat memengaruhi impuls elektrik pada jantung dan memberikan kontribusi terhadap terjadinya aritmia jantung. 10. Terlalu Banyak Minum Alkohol Terlalu banyak minum alkohol dapat memengaruhi impuls elektrik di dalam jantung serta dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya fibrilasi atrium (atrial fibrillation). Penyalahgunaan alkohol kronis dapat menyebabkan jantung berdetak kurang efektif dan dapat menyebabkan cardiomyopathy (kematian otot jantung). 11. Konsumsi Kafein atau Nikotin Kafein, nikotin, dan stimulan lain dapat menyebabkan jantung berdetak lebih cepat dan dapat berkontribusi terhadap resiko aritmia jantung yang lebih serius. Obat-obatan ilegal, seperti amfetamin dan kokain dapat memengaruhi jantung dan mengakibatkan beberapa jenis aritmia atau kematian mendadak akibat fibrilasi ventrikel (ventricular fibrillation). II. KOMPLIKASI DAN PENATALAKSANAAN
1. Gagal jantung Kegagalan ventrikel kiri selama fase akut dari infark miokard dihubungkan dengan prognosis yang buruk jangka pendek dan panjang. Gambaran klinis berupa sesak nafas, suara jantung ketiga (S 3 )dan ronchi paru yang mulanya pada daerah basal namun dapat meluas ke seluruh lapangan dari kedua paru. Namun demikian, kongesti paru yang nyata dapat terjadi tanpa tanda-tanda yang jelas. Auskultasi diulang pada daer ah jant ung dan paru dan dil akukan pada semua pasien sel ama
pe riode awal i nfark miokard, bers ama -sama dengan pengamat an ta nda tanda vital lainnya (Amstrong, 1972). Pengawasan
umum
termasuk
pemantauan
aritmia,
pemeriksaan
kelainan elektrolit, dan penegakan diagnosa dari keadaan yang terjadi be rsamaan
se perti
disfungsi
katub
atau
kel ainan
paru.
Kongesti
pulmonal dapat dini lai dengan menggunakan alat foto X -ray thorax yang mudah dibawa. Echokardiografi berguna dalam menilai fungsi ventrikel, dan menentukan kelainan, seperti regurgitasi mitral dan defek septum ventrikel, yang menyebabkan fungsi jantung menurun. Pada beberapa kasus, angiografi koroner mampu memberikan penilaian tambahan program terapetik. Dearajat kegagalan jantung dapat dikategorikan menurut klasifikasi killip; kelas 1 : tidak ada ronchi atau S 3 ; kelas 2 : ronchi pada kurang dari 50% lapangan paru atau adanya S 3 ; kelas 3 : ronchi lebih dari 50% dari lapangan paru; kelas 4 : shock.
Gagal Jantung Ringan dan Sedang Oksigen harus diberikan awal melalui masker atau intranasal, namun perlu juga diperhatikan adanya penyakit paru menahun. Derajat ringan gagal jantung seringkali berespons secara cepat terhadap diuretik, seperti halnya furosemid 10-40 mg yang diberikan perl ahan iv, diul ang dengan jarak setiap 1 -4 jam, bila diperl ukan. Bila tidak terdapat respons yang memuaskan, nitrogliserin iv atau nitrat oral dianjurkan. Dosisnya harus dititrasi sambil memantau tekanan darah untuk menghindari hipotensi. Pemakaian terapi ACE perlu di perti mbangkan dalam 24 -48 jam berikutnya
tanpa bukti
hipotensi atau gagal ginjal.
Gagal Jantung Berat Oksigen harus diberikan segera dan diuretik seperti
di
atas.
Kecuali
jika
pasien
loop diberikan
mengalami
hipotensi,
nitrogliserin iv sebaiknya diberikan, dimulai dengan 0,25 ug.kg - 1 per menit, dan ditingkatkan setiap 5 menit sampai terjadi penurunan
tekanan darah sampai 15mmHg atau sampai tekanan diastolik turun menjadi 90mmHg. Harus dipertimbangkan untuk mengukur tekanan aorta, dan output jantung dengan kateter serta cardiac index per menit.
Obat inotropik mungkin berguna jika ada hipotensi. Jika ada tanda-tanda
hipoperfusi
pada
ginjal,
dopamin
dianjurkan
untuk
memberikan dengan dosis 2,6-5 ug.kg - 1 per menit secara intra vena. Jika kongesti pulmoner dominan, dobutamin lebih dianjurkan dengan dosis awal 2,5 ug.kg - 1 per menit dan ditingkatkan secara bertahap setiap 5-10 menit sampai 10 ug.kg - 1 per menit atau sampai diperoleh perbaikan hemodinamik. Terapi ACE inhibitor dan phosphodi esterase mungkin dapat dipertimbangkan. Analisa gas darah juga harus dilakukan. Pemberian tekanan udara yang positif dapat diindikasikan bila tekanan oksigen tidak dapat dipertahankan sampai >60mmHg per 8-10 menit.
Tabel 2. Keadaan Hemodinamik pada IMA.
NO
STATUS
DATA HEMODINAMIK
1
Normal
TD normal HR dan RR normal, sirkulasi perifer bai k
2
Hiperdinamik
Takhikardi, BJ keras, sirkulasi perifer baik
3
Bradikardi hipotensi
Bradikardi, venodilatasi, J VP normal, perfusi jaringan meningkat
4
Hipovolumi
Venokonstriksi, JVP rendah, perfusi jaringan menurun
5
Infark ventrikel kanan
JVP meningkat, syok, perfusi jaringan turun, hipotensi, bradikardi
6
Gagal pompa
Takhipnu, takhikardi perfusi jaringan jelek, udema paru
7
Kardiogenik syok
Oliguri, hipotensi, takhikardi, udema paru, perfusi jaringan j elek (Eur. Heart. J. 1996)
2. Syok Kardiogenik Didefinisikan sebagai tekanan sistolik <90mmHg dan ada gejala penurunan
sirkulasi
perifer
ya ng
dit andai
dengan
vasokonst riksi
pe rife r, output uri ne ya ng rendah (<20ml per jam) dan penurunan kesadaran. Diagnosis syok kardiogenik ditegakkan bila kemungkinan terjadinya hipotensi dapat disingkirkan seperti hipovolemi, reaksi vasovagal, gangguan
elektrolit,
efek
samping
farmakologis,
atau
aritmia.
Umumnya dihubungkan dengan kerusakan pada ventrikel kiri tetapi dapat juga terjadi pada infark ventrikel kanan. Kelainan ventrikel harus diperiksa dengan EKG dan hemodinamiknya diukur dengan kateter balon. Pasien dengan s yo k kardiogenik dapat men ye babkan asidosis. Koreksi asidosis merupakan hal yang penting mengingat ketekolamin mempunyai efek pada medium asam.
3. Ruptur J antung dan Regurgitasi M itral Rupt ur dinding jant ung Ditemui pada 1-3% dari pasien IMA yang dirawat di rumah sakit. Pada 30-50% terjadi dalam 24 jam dan 80-90% terjadi pada 2 minggu pert ama. Ditandai
dengan
kolaps
dengan
perubahan
elektromekanikal
seperti aktivitas elektrik yang terus menerus dengan menurunnya cardiac output dan nadi. Biasanya fatal dalam beberapa menit dan sangat jarang untuk sempat dilakukan pembedahan.
Rupt ur dinding jant ung s ub akut Pada 25% kasus, darah dalam jumlah kecil memasuki ruang perikardi al dan menyebabkan per ubahan hemodinamik ya ng cepat. Gambaran berul ang
klinisnya dan
dapat
elevasi
berupa
s egmen
ST
reinfark tetapi
karena l ebih
nyeri
seri ng
yang be rupa
perburukan hemodinamik ya ng mendadak dengan hipot ensi ya ng transient dan terus menerus. Gejala klasik tamponade jantung tampak dan dapat diketahui dengan EKG. Pembedahan dapat dilakukan
dengan
mempertimbangkan
keadaan
klinis
penderita
mengingat
kebanyakan pada kasus ini diikuti oleh episode akut. Pembedahan dilakukan dengan teknik tanpa jahitan yang digambarkan oleh Pedro dkk. Yang tidak membutuhkan pintas kardiopulmoner.
Def ek Septum Ventrikel VSD muncul segera setelah miokard infark pada 1-2% dari semua kasus infark. Tanpa pembedahan, 54% mengalami kematian dalam minggu pertama, dan 92% dalam tahun pertama. Diagnosis pertama kali diduga karena terdapatnya bising sistolik yang keras disertai dengan perburukan klinis yang cepat. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan
EKG
dan/atau
mendeteksi
bertambahnya
oksigen
pada
ventrikel kanan. Bising yang terjadi dapat juga pelan dan bahkan tidak muncul. Terapi farmakologis dengan vasodilator nitrogliserin intravena dapat memperbaiki jika tidak ada syok kardiogenik, tetapi terapi dengan balon intraaortik merupakan metode paling efektif. Operasi merupakan satu-satunya harapan pada VSD pasca infark yang besar dengan syok kardiogenik. Tujuan utama pembedahan awal adalah penutupan defek yang memungkinkan menggunakan teknik argumentasi patch. Angiografi pre operasi seharus nya dilakukan. Grafts byp ass dilakukan sesuai kebutuhan. Prognosa post operasi yang jelek ditandai dengan syok kardiogenik, lokasi posterior, disfungsi ventrikel kanan, umur, waktu yang lama antara ruptur dan pembedahan.
Regugi rtasi Mi tral Biasanya regugirtasi mitral pada kasus ini ringan dan refluknya sementara. Bila terjadi regurgitasi akut diperlukan terapi agresif yaitu pembedahan. Kematian akibat mitral regurgitasi diakibatkan pen ye mpitan arteri s irkumfl eksa kiri dan kanan dengan ket erlibatan otot papilary posteromedial. Syok kardiogenik dan oedem paru dengan regurgitasi mitral yang berat membutuhkan operasi darurat. Angi ografi koroner dilakukan
bila kondisi pasien memungki nkan. Pada gagal jantung kongestif, kateterisasi primer dan reperfusi dengan trombolisis atau PTCA dapat dilakukan. Penggantian katup merupakan pilihan prosedur pada ruptur
dan
disfungsi
otot
papilary
walaupun
harus
diselek si.
Revaskularisasi dilakukan pada obstruksi pembuluh darah besar.
4. Ar itmia dan Gangguan K onduksi
Aritmia dan gangguan konduksi sering terjadi pada jam-jam awal infark miokard. Pada beberapa kasus, takikardi ventrikuler dan fibrilasi
ventrikel
sangat
membahayakan
dan
memerlukan
penanganan s egera. Seri ngkali a ritmi a ti dak membaha ya kan secara langsung
tetapi
merupakan
akibat
dari
beberapa
keadaan
yang
mendasarinya seperti iskemia, aktivitas yang berlebihan dari vagal, atau gangguan elektrolit.
Aritmia Ventrikuler Ritme ventrikuler yang ektopik sering terjadi pada hari pertama , dari aritmi a kompleks (kompl eks multiform, w akt u ya ng cepat, atau fenomena R on T). Kelainan tersebut sebagai prediksi kejadian fibrilasi ventrikuler masih dipertanyakan.
Takikardi ventrikuler Durasi ditoleransi
dan
yang tidak
cepat
dari
takikardi
membutuhkan
ventrikuler
penanganan,
tetapi
dapat dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan hipotensi dan gagal jantung. Lignocaine adalah obat pilihan, tetapi beberapa obat lain juga cukup efektif. Dosis awal 1mg per kg diberikan secara intravena, dan separuhnya diulang tiap 8-10 menit sampai maksimumnya 4mg. Hal ini dapat diteruskan dengan pemberian infus intravena untuk mencegah rekurensi. Countershock dibutuhkan bila ada takikardia ventrikuler yang menetap. Penting untuk membedakan takikardi ventrikuler yang sementara dan yang menetap. Penting
untuk
membedakan
takikardi
ventrikuler
dengan
irama
idioventrikuler yang dipercepat, biasanya tidak berbahaya dari proses repe rfusi dimana rate ventrikul er kurang dari 120 per menit.
Fibrilasi vent rikuler Jika alat defibrilator tersedia, defibrilasi yang cepat sebaiknya dilakukan. Jika tidak ada, pukulan prekordial bermanfaat untuk dilakukan.
Rekomendasi
dari
European
Resuscitation
Council
harus diikuti.
Aritmia Supraventrikuler Merupakan komplikasi dari 15-20% kasus infark miokard dan sering dihubungkan dengan kerusakan ventrikel kiri yang berat dan gagal j antung. Biasan ya bersifat self limited. Bias anya berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam dan berulang. Pada
beberapa
berlangsung efektif
kasus
dengan
dalam
tidak
singk at.
memperlambat,
memerlukan Di goksin tetapi
penanganan
merupa kan
amiodarone
obat
lebih
jika yang
manjur
dalam menghentikan aritmia. Countershock mungkin diperlukan tetapi
hanya
jika
terjadi
rekurensi
yang
tinggi.
Taki kardi
supraventrikuler yang lain sangat jarang terjadi dan biasanya self limited.
Pada
umumnya
berespon
terdapap
tekanan
si nus
karotikus, -blocker, lebih efektif jika tidak ada kontra indikasi, verapamil tidak dianjurkan. Countershock juga mungkin digunakan jika aritmi a tidak dapat ditoleransi.
Sinus Bradikardia dan Blok Jantung Merupakan
hal
yang
umum
terjadi
pada
jam-jam
pertama
khususnya pada infark inferior. Dapat disertai dengan hipotensi yang memerlukan atropin intra vena, dimulai dengan dosis 03-0,5 mg. Diulang sampai 1,5-2 mg. Jika gagal dengan atropin maka pacu jantung sement ara dianjurkan.
Bok penanga nan.
jantung Blok
derajat AV
pertama
tidak
( atriovent rikular)
membutuhkan
tipe
I derajat
dua
(Wenkebach) biasanya dihubungkan dengan infark inferior dan jarang men ye babkan efek ya ng buruk pada he modinamik. Bil a it u terjadi, atropin harus diberikan pertama kali : jika ini gagal, pacu jant ung harus dipas ang. Blok AV tipe II derajat dua (Mobitz) dan komplit blok merupakan
indikasi
bagi
pemasangan
suatu
elektrode
pacu
jant ung. Pacu jantung harus dikerjakan bila suatu den yu t jantung yang lambat tampak menjadi sebab dari hipotensi atau gagal jant ung. Bil a gangguan hemodinamik sangat parah, pemberian pacu jantung sekuens ial AV harus diperti mban gkan. Asistole
mungkin
mengikuti
blok
AV,
blok
bi-
atau
trifasikular atau countershock elektrik. Apabila suatu elektrode pacu j ant ung diperlukan, pacu j antung harus dicoba. J ika t idak, kompresi dada dan ventilasi harus segera diawali, dan pacu jant ung e ks t ernal dimulai. Suatu elektrode pacu jantung transvena harus dimasukkan seperti
yang
didiskusikan
di
atas
pada
keadaan
blok
atrioventrikular lanjut, dan dipertimbangkan bila blok bifasikular atau blok trifasikular terjadi. Banyak ahli jantung lebih memilih jalur subkl avia namun ini s eharusn ya dihindari pada keberadaan trombolisis atau antikoagulan. Tempat alternatif harus dipilih dalam situasi ini.
1.
Amstrong A. Duncan B. Oliver MF et al . Natural history of acute heart attacks: a community study. Br. Heart J 1972; 34: 67-80
2.
WHO MONICA Project. Myocardial infarction and coronary deaths in the World Health Organizatio n MONICA project. Circulation 1994; 90: 583-612 Stevenson R. Ranjadayalan K. Wilkinson P. Robets R. Timmis AD. Short and long-term prognosis of acute myocardial infarction since t he introduction of trombolysis. BMJ 1993; 307: 349-53 Hopper J. Pathik B. Hunt D. Chan W. Improved prognosis since 1969 of myocardial infarction treated in a coronary care unit: lack of relation with changes in severity. BMJ 1989; 299: 892-6
3.
4.
5.
Maynard C. Weaver WD. Litwin PE et al . Hospital mortality in acute myocardial infarction in the era of reperfusion therapy. Am J. Cardiol 1993; 72: 877-92