BAB I PENDAHULUAN Irama jantung normal adalah irama yang berasal dari nodus sinoatrial (nodus SA), yang datangsecara teratur dengan frekuensi antar 60-100 x/ menit, dan dengan hanaran yang tidak mengalami hambatan pada tingkat manapun. Gangguan irama jantung (Aritmia atau disritmia) dapat didefinisikan sebagai irama yang bukan berasal dari nodus SA, irama yang tidak teratur sekalipun berasal dari nodus SA, frekuensi kurang dari 60x/menit (Sinus Bradikardi) atau lebih dari 100x/menit (sinus takikardi) atau terdapat hambatan impuls supra atau intraventrikular. Di Amerika, lebih dari 850,000 orang dirawat di rumah sakit karena aritmia setiap tahunnya.
Di Amerika Utara, prevalensi Atrial Fibrilasi diperkirakan
meningkat dua sampai tiga kali lipat pada tahun 2050. Ini menunjukan bahwa kejadian aritmia semakin meningkat setiap tahunnya. Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan aritmia adalah peradangan jantung, gangguan sirkulasi koroner, intoksikasi obat, gangguan keseimbangan elektrolit, gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom, gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat, gangguan metabolic, gangguan endokrin, gangguan irama jantung akibat gagal jantung, tumor jantung atau penyakit degenerasi. Klasifikasi aritmia sendiri dibagi menjadi 2 yaitu gangguan impuls dan gangguan
sistem
konduksi.
Sebuah aritmia mungkin
"Silent" dan tidak
menimbulkan gejala apapun. Gejala-gejala yang mungkin muncul seperti palpitasi, dada berdebar – debar, pusing atau kepala terasa melayang, sesak napas, dada terasa
tidak nyaman atau nyeri dada, merasa lemah atau kelelahan (merasa sangat lelah), kesadaran menurun. Adapun tujuan penulisan refrat ini adalah untuk menambah wawasan mengenai aritmia, terutama dalam hal diagnosa dan penanganan awal untuk mencegah komplikasi lanjut yang bahkan dapat menyebabkan kematian.
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Normal EKG dinamakan sinus rhythm, sedangkan aritmia atau dysritmia adalah gangguan irama pada bioelektrikal jantung baik itu terjadi karena adanya gangguan pembentukan impuls atau gangguan pengahantaran impuls yang semua ini sebabkan oleh suatu penyakit yang terjadi pada sel pacemaker jantung atau pada sistem konduksi. Aritmia atau dysritmia bisa juga disebabkan karena proses fisiologi jantung sendiri atau pengaruh obat-obatan. (L.Brent Mitchell, 2010; Abu Nazmah, 2011) Saat istirahat, jantung normalnya teraktifkan dengan frekuaensi 60-100 denyut/menit. Irama abnormal jantung (Aritmia) bisa terlalu lambat (Bradiaritmia), terlalu cepat (Takiaritmia) atau terhalang (Blok). (Patrick Davey, 2009). B. Etiologi Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung :
1.
Irama abnormal dari pacu jantung.
2.
Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung.
3.
Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls melalui jantung.
4.
Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.
5.
Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hamper semua bagian jantung. Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat mengakibatkan aritmia antara
lain : 1.
Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi).
2.
Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3.
Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya.
4.
Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
5.
Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung.
6.
Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7.
Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
8.
Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
9.
Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
10. Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung. 11. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi jantung).
C. Klasifikasi Aritmia atau distrimia dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : 1. Aritmia karena gangguan pembentukan impuls a. Nodus SA 1) Takikardi Sinus (ST) 2) Bradikardi Sinus (SB) 3) Aritmia Sinus 4) Sinus Arest b. Atrium 1) Ekstrasistol atrial 2) Atrial takikardi 3) Flutter Atrial 4) Fibrilasi Atrial c. Nodus AV 1) Irama Junctional (UR) 2) Ekstrasistol Junctional 3) Takikardi Junctional d. Supraventrikel 1) Ektrasistol Supraventrikel 2) Takikardi Supraventrikel e. Ventrikel 1) Irama Idioventrikuler 2) Ekstrasistol Ventrikuler
3) Takikardi Ventrikel 4) Vibrilasi Ventrikel 2. Aritmia karena gangguan penghantaran impuls a. Blok Sinoatrial b. Blok Atrioventrikuler 1) Blok AV derajat 1 (First degree AV block) 2) Blok AV derajat 2 mobitz I (Weckenbach) 3) Blok AV derajat 2 mobitz II 4) Blok AV derajat 3 (Total AV block) c. Interventrikuler 1) Right bundle branch block (RBBB) 2) Left bundle branch block (LBBB) D. Jenis Aritmia serta Gambaran EKG 1. Aritmia Atrial Gelombang P merupakan depolarisasi atrium dan berbentuk positif (upright) serta pada EKG timbul sebelum tiap kompleks QRS jika stimulus dimulai dari nodus SA. Jika irama dimulai di tempat lain di atrium maka konfigurasinya akan berbeda. Disritmia atrial. Disritmia atrial merupakan kelainan pembentukan dan kelainan konduksi impuls listrik di atrium. Mekanisme yang mendasari adalah:
a. Gangguan automaticity (sel miokard di atrium mengeluarkan impuls sebelum impuls normal dari nodus SA). Penyebab tersering adalah iskemia miokard, keracunan obat, dan ketidakseimbangan elektrolit. b. Triggered activity (kelainan impuls listrik yang kadang muncul saat repolarisasi, saat sel sedang "tenang" dan dengan stimulus satu impuls saja sel-sel miokard "tersentak" beberapa kali). Penyebab tersering adalah hipoksia, peningkatan katekolamin, hipo-magnesemia, iskemia, infark miokard dan obat yang memperpanjang repolarisasi. c. Re-entry (keadaan dimana impuls kembali menstimulasi jaringan yang sudah terdepolarisasi melalui mekanisme sirkuit, blok unidirectional dalam konduksi serta perlambatan konduksi dalam sirkuit). Penyebab tersering adalah hiperkalemia dan iskemia miokard. 1) Kompleks Atrial Prematur (PAC) Satu kompleks tunggal muncul lebih awal dari kompleks sinus yang seharusnya. Setelah PAC, sinus ritme biasanya berlanjut. Penyebab tersering adalah mekanisme re-entry. - Laju
: biasanya 60-100x/menit, bisa saja lambat, jika
lebih dari 100x/menit disebut takikardia atrial. - Irama
: bisa ireguler.
- Gel. P
: ukuran, bentuk, arah bisa berubah dari beat to beat.
- Interval PR
: bervariasi
- Durasi QRS
: 0,10 detik atau kurang, kecuali ada perlambatan
konduksi intraventrikel.
2) Takikardia
supraventrikular
(SVT
=
supraventricular
tachycardia) atau takikardia Atrial Jalur re-entry pada takikardia supraventrikular dijumpai di nodus AV (50%), jalur asesoris lain (40%) serta di atrium atau nodus SA (10%). Karakteristik - Laju
: 100-250x/menit.
- Irama
: reguler.
- Gel. P
: kadang gelombang P tumpang tindih dengan
gelombang T dan disebut gelombang P'. - Durasi QRS
: 0,10 detik atau kurang, kecuali ada perlambatan
konduksi intraventrikel.
3) Kepak atrial (atrial flutter) Kepak atrial klasik diakibatkan adanya sirkuit re-entry yang khas serta kebanyakan melibatkan atrium kanan. Kelainan pada EKG biasanya dilihat pada lead II. Karakteristik:
-
Laju
: laju atrial 250-450x/menit.
-
Irama
: irama atrial teratur tetapi irama ventrikel bisa
teratur atau tidak bergantung konduksi atau blok atrioventrikular. -
Gel. P
: tidak bisa diidentifikasi dan berbentuk gigi gergaji
(sawtooth appearance). -
Interval PR
: tidak bisa diukur.
4) Fibrilasi atrial (AF=atrial fibrillation) Depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium, menyebabkan depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekuensi tinggi. Sentakan fokus ektopik pada struktur vena yang dekat dengan atrium (biasanya vena pulmonal) merupakan penyebab utama. Karakteristik: -
Laju
:laju
atrial
400-600x/menit,
laju
ventrikel
bervariasi. -
Irama
:irama ventrikel tidak teratur (jarak R-R ireguler)
-
Gel. P
:tak
dapat
diidentifikasi,
garis
baseline
bergelombang. -
Durasi QRS
:0,10 detik atau kurang, kecuali ada perlambatan
konduksi intraventrikel.
5) Sindrome Wolff Parkinson White (WPW) Suatu sindrom pre-eksitasi, konduksi impuls antegrade berjalan selain dari jalur konduksi normal juga melalui jalur tambahan lain. Jalur tambahan tersebut mempunyai konduksi lebih cepat sehingga membuat beberapa bagian dari ventrikel terdepolarisasi secara dini, yang menghasilkan pemendekan interval PR dan timbul gelombang delta pada kompleks QRS di EKG. Karakteristik: -
Laju
: laju atrial 60-100x/menit.
-
Irama
: teratur.
-
Interval PR
: kurang dari 0,22 detik.
-
Durasi QRS
: lebih dari 0,12 detik dan dijumpai gelombang delta
pada kompleks QRS.
2. Aritmia Ventrikel Pada keadaan tertentu (iskemia atau infark miokard), daerah di ventrikel menjadi mudah terangsang dan bisa menimbulkan gangguan irama dengan mekanisme re-entry, automaticity maupun triggered activity. Depolarisasi ventrikel abnormal akan diikuti repolarisasi ventrikel yang abnormal juga sehingga dijumpai perubahan pada gelombang T dan segmen ST. 1) Kontraksi ventrikel prematur (PVC =premature ventricular contraction) atau ventricular extra systole (VES) Keadaan ini muncul dari suatu lokasi di ventrikel yang ter”iritasi”. Mekanisme dasar berupa peningkatan automaticity atau re-entry di ventrikel. Perdefinisi, PVC adalah denyutan prematur yang muncul lebih dini dari denyutan yang diharapkan. Biasanya gelombang T menunjukkan arah yang berlawanan dengan arah kompleks QRS. Berbagai bentuk dan tipe PVC antara lain: a. PVC tipe uniformis atau multiformis Jika denyutan dini berasal dari lokasi anatomi yang sama dan bentuk PVC sama disebut uniformis dan jika bentuknya berbeda pada satu sedapan disebut multiformis walaupun belum tentu berasal dari lokasi yang berbeda.
b. PVC Tipe “R on T” Gelombang R dari PVC jatuh pada gelombang T denyutan sebelumnya.
c. PVC tipe berpasangan (couplets) Terdapat dua PVC berurutan, jika lebih dari tiga PVC sekaligus disebut salvo/run VT.
d. PVC Tipe Bigeminal Satu PVC di antara dua kompleks QRS normal.
e. PVC Tipe Trigeminal Satu PVC di antara tiga kompleks QRS normal.
f. PVC Tipe Quadrigeminal Satu PVC di antara empat kompleks QRS normal.
2) Accelerated Idioventricular Rhytm Irama ini sering dijumpai sebagai pertanda keberhasilan terapi reperfusi pada pasien IMA disertai elevasi ST dan onset < 12 jam. Karakteristik: - Laju
: 41-100x menit.
- Irama
: reguler.
- Gel. P
: Tidak ada
- Durasi QRS
: >0.12 detik, arah gelombang T berlawanan
dengan kompleks QRS.
3. Takikardia Ventrikel (VT = ventricular tachycardia) Keadaan ini ditandai dengan lebih dari tiga PVC berurtan dengan laju lebih dari 100x/menit . Jika muncul kurang dari 30 detik disebut nonsustained VT, jika lebih dari 3 detik disebut sustained VT. Berbagai bentuk dan tipe VT antara lain; a. VT tipe monomorfik Kompleks QRS dari VT mempunyai bentuk dan amplitudo yang sama berasal dari fokus tunggal atau jalur re-entry.
b. VT tipe polimorfik Kompleks QRS dari VT mempunyai bentuk dan amplitudo yang tidak sama, terdapat beberapa fokus jalur yang berbeda.
Takikardia ventrikel tipe polimorfik yang timbul pada interval QT yang memanjang disebut Torsade de pointes.
4. Fibrilasi ventrikel (VF=ventricular fibrillation) Aktivitas listrik yang kacau terjadi tanpa adanya depolarisasi ventrikel atau kontraksi. Terjadi akibat re-entry wavelet multipel di ventrikel. Pada VF tidak ada depolarisasi ventrikel yang terorganisasi sehingga tidak ada kontraksi miokard yang efektif dan tidak ada pulsasi nadi, terdiri dari VF kasar (coarse) dan VF halus (fine). VF merupakan aritmia yang fatal dan harus segera diterminasi. Karakteristik: - Laju
: Tidak dapat ditentukan
- Irama
: Kacau
- Gel. P
: Tidak ada
- Durasi QRS
: Tidak ada
5. Kepak ventrikel (ventricular flutter). Selama proses kepak ventrikel, otot ventrikel berdepolarisasi dalarn pola sirkular. Penyebab utama adalah mekanisme re-entry dengan frekuensi 300 kali per menit.
6. Asistol. Pada asistol sama sekali tidak ada aktivitas listrik ventrikel.
3. Aritmia Junctional Daerah antara nodus AV sampai ke sebelum percabangan berkas His disebut atrioventrikular (AV) junction. Irama yang berasal dari AV junction disebut disritmia junctional. Beberapa tipe irama junctional antara lain :
1) Junctional escape beats Irama ini terjadi karena pengambilalihan fungsi pacu jantung (escape pacemaker) oleh AV junction akibat kegagalan nodus SA membentuk impuls. Karakteristik: -
Laju
: bergantung irama dasar.
-
Irama
: reguler, timbul terlambat, biasanya
muncul setelah episode sinus arrest. -
Gelombang P
: bisa tidak ada.
-
Kompleks QRS
: sempit, depresi segmen ST.
2) Irama junctional dan takikardia junctional Irama ini terjadi pada sel pacu jantung di berkas His. Jika laju >100x/menit disebut takikardia junctional dan jika <60x/menit disebut irama junctional. Karakteristik : -
Laju
: bervariasi.
-
Irama
: teratur.
-
Gelombang P
: biasanya tidak ada.
-
Kompleks QRS
: sempit (<0,10 detik), kecuali ada
gangguan konduksi.
4. Gangguan Konduksi a. Nodus SA 1) Blok Sinoatrial Pada keadaan ini sel pacemaker di nodus SA memulai suatu impuls, tetapi konduksi impuls diblok saat impuls keluar dari nodus SA. Karakteristik : -
Laju
: bervariasi karena ada pause.
-
Irama
: ireguler.
-
Gel. P
: normal.
-
Interval PR
: normal.
-
Durasi QRS
: normal, kecuali ada gangguan konduksi
intraventrikel.
2) Sinus Arrest Terjadi gangguan automatisasi nodus SA dan sel pacemaker gagal membentuk impuls listrik pada satu atau lebih denyutan. Jika tidak ada sel lain yang bertindak sebagai pacemaker (biasanya di
"junction" atau ventrikel) maka keadaan akan berlanjut menjadi asistol dan henti jantung. Karakteristik : -
Laju
: bervariasi karena ada pause.
-
Irama
: ireguler.
-
Gel. P
: normal.
-
Interval PR
: normal.
-
Durasi QRS
: normal.
b. Nodus AV 1) Blok Atrioventrikular (Blok AV) Jaringan konduksi khusus yang menghubungkan konduksi listrik antara atrium dan ventrikel disebut AV junction. Setiap gangguan konduksi impuls pada nodus AV dan sistem HisPurkinje disebut blok AV. Interval PR merupakan kunci untuk membedakan tipe blok AV serta analisis lebar kompleks QRS merupakan kunci penentu lokasi blok. Blok AV dibagi atas: a) Blok AV derajat satu Terjadi keterlambatan transmisi impuls dari nodus SA ke ventrikel akibat perlambatan konduksi di nodus AV, tetapi bukan diblok. Karakteristik : -
Laju
: sesuai irama sinus atau kecepatan atrial.
-
Irama
: biasanya teratur.
-
Gelombang P
: normal.
-
Durasi QRS
: biasanya normal.
-
Interval PR
: konstan dan lebih dari 0,20 detik.
Konduksi impuls normal ke atrium, tetapi transmisi impuls memanjang lebih dari normal pada nodus AV dan konduksi normal
ke ventrikel. Blok AV derajat satu tidak berbahaya, karena setiap impuls mencapai ventrikel dengan kecepatan konduksi di ventrikel normal.
b) Blok AV derajat dua Mekanisme dasar berupa satu atau beberapa impuls dari atrial tidak dihantarkan ke ventrikel sehingga tidak membentuk kompleks QRS pada EKG. Jika bloknya terjadi pada nodus AV maka bloknya adalah blok derajat dua tipe satu dan jika bloknya terjadi di bawah atau setelah nodus AV (berkas His atau berkas cabang) disebut blok AV derajat dua tipe dua. Kunci penilaian adalah konstan tidaknya interval PR serta ada QRS missing (gelombang P yang tidak diikuti kompleks QRS). - Blok AV derajat dua tipe satu (Mobitz tipe I atau Wenckebach) Saat Impuls dari sinus dihantarkan melalui nodus AV akan terjadi perlambatan hantaran yang semakin besar (Interval PR semakin lama semakin panjang) sampai suatu saat gelombang P gagal dihantarkan dan tidak diikuti oleh kompleks QRS (QRS missing). Bloknya terjadi pada nodus AV sehingga gelombang QRS normal. Karakteristik : -
Laju
: laju atrial lebih besar dari laju ventrikel.
-
Irama
: irama ventrikel ireguler.
-
Gelombang P
: bentuk normal, beberapa gelombang P
tidak diikuti kompleks QRS. -
Durasi QRS
: biasanya normal.
-
Interval PR
: tidak konstan,semakin lama semakin
memanjang.
Kelainan ini biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi jika rasio konduksi sangat rendah bisa menyebabkan bradikardia dan penurunan curah jantung. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, infark miokard akut inferior, penyakit katup aorta serta
efek
obat-obat
yang
memperlambat
konduksi
AV
(penghambat beta, antagonis kalsium, dan digitalis). -
Blok AV derajat dua tipe dua (Mobitz tipe II) Keadaan ini timbul jika impuls di atrium gagal dihantarkan ke ventrikel tanpa penundaan konduksi yang progresif. Lokasi blok konduksi terletak di bawah nodus AV dan sering pada distal berkas His di berkas cabang. Karakteristik : - Laju
: laju ventrikel lebih lambat.
- Irama
: irama ventrikel ireguler.
- Gelombang P
: bentuk normal dan beberapa gelombang P
tidak diikuti kompleks QRS (ada QRS missing). - Durasi QRS
: biasanya melebar karena blok pada cabang
berkas. - Interval PR
: konstan.
Pada infark miokard akut inferior bisa terjadi blok AV dengan kompleks QRS sempit (lokasi blok di nodus AV), tetapi jika blok AV pada infark miokard akut anterior biasanya menunjukkan kompleks QRS lebar (lokasi blok di infranodus/berkas cabang). c) Blok AV derajat tiga (blok AV total/komplit Impuls dari atrium tidak dihantarkan ke ventrikel sehingga atrium dan ventrikel mengalami depolansasi secara terpisah satu dengan yang lain. Karakteristik : - Laju
: laju atrial lebih besar dari laju ventrikel.
- Irama
: teratur, tidak ada hubungan antara irama
atrial dan ventrikel. - Gelombang P
: normal.
- Durasi QRS
: bergantung lokasi escape pacemaker,
durasi QRS normal bila irama dari junctional dan melebar bila terdapat ventricular escape rhythm. - Interval PR
: tidak ada.
Jika pasien simtomatik, terapi awal berupa injeksi sulfas atropin secara intravena dan pemasangan pacu jantung sementara (transkutan) serta cari penyebab dasar (misal infark miokard akut, efek obat-obatan dan lain-lain). Jika kelainan menetap maka diatas, dengan implantasi pacu jantung menetap. Kelainan ini bisa juqa dijumpai pada pasien usia tua akibat degeneratif nodus AV.
c. Intraventrikular Pada keadaan normal, septum intraventrikel bagian kiri akan terstimulasi pertama sekali, kemudian impuls berjalan untuk menstimulasi septum kanan sehingga ventrikel kiri dan kanan akan berdepolarisasi
secara
bersamaan.
Konduksi
normal
akan
menghasilkan kompleks QRS sempit (durasi QRS <0,12 detik). d. Cabang Berkas (Bundle Branch) Blok cabang berkas merupakan gambaran konduksi impuls parsial maupun komplit pada cabang berkas. Hal ini menyebabkan perlambatan eksitasi salah satu ventrikel sehingga depolarisasi ventrikel tidak simultan. Konduksi di ventrikel lebih lambat sehingga menghasilkan kompleks QRS yang lebar (durasi QRS >0,12 detik). Untuk analisis, paling baik dilihat di sadapan VI dan V6. Beberapa kelainan blok cabang berkas adalah sebagai berikut: 1) Blok cabang berkas kanan (RBBB=right bundle branch block) Karakteristik RBBB: -
Pola rSR' di sadapan aVR dan VI.
-
Gelombang S lebar (durasi >0,04 detik) dan tumpul (slurred) di sadapan I, aVL, V5, dan V6.
-
Durasi kompleks QRS >0,12 detik (blok komplit) atau antara 0,10-0,12 detik (blok tidak komplit). Pola RBBB sering dijumpai pada pasien stenosis mitral, defek
septum atrial, IMA serta bisa juga suatu variasi normal.
2) Blok cabang berkas kiri (LBBB=left bundle branch block) Karakteristik LBBB: -
Kompleks QRS lebar dan bertakik (berbentuk huruf M) di sadapan I, aVL, V5 dan V6.
-
Tidak dijumpai gelombang Q di sadapan I, V5, dan V6.
-
Kadang disertai depresi segmen ST dan gelombang T inversi. di sadapan I, aVL, V5, dan V6.
-
Durasi kompleks QRS >0,12 detik (blok komplit) atau antara 0,10-0,12 detik (blok tidak komplit).
E. Diagnosis Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan tanda dan gejala seperti diatas, juga dilakukan pemeriksaan penunjang seperti :
1) Electrocardiogram Sebuah gambaran impuls listrik yang berjalan melalui otot jantung. Hasil EKG tercatat pada kertas grafik, melalui penggunaan elektroda yang melekat pada lengan, dada dan kaki. Hal yang perlu dinilai dari EKG adalah menentukan irama jantung (Rhythm), frekuensi (Heart Rate), Sumbu Jantung (Axis), ada atau tidaknya tanda hipertrofi, ada atau tidaknya tanda iskemia/infrak dan ada atau tidaknya tanda akibat gangguan lain seperti obat-obatan atau gangguan keseimbangan elektrolit. 2) Ambulatory Monitors a. Holter monitor: Rekorder kecil yang portable dimana menempel pada elektroda di dada pasien. Merekam ritme jantung secara kontinu selama 24 jam. b. Transtelephonic monitor: monitor kecil ditempelkan pada elektroda, biasanya di jari atau pergelangan tangan. Melalui alat ini, ritme jantung pasien dikirim melalui line telepon ke dokter. c. Transtelephonic monitor with a memory loop: rekorder kecil yang portable dipakai terus-menerus dalam jangka waktu tertentu untuk merekam dan menyimpan informasi ritme jantung pasien. 3) Strest Test Sebuah tes untuk merekam aritmia yang muncul atau memburuk dengan latihan. Tes ini membantu untuk menentukan apakah ada penyakit jantung atau jantung koroner yang menjadi penyebab kelainan ritme. 4) Echocardiogram Alat ultrasound untuk melihat jantung, menentukan jika ada kelainan otot atau katup jantung yang menyebabkan aritmia. Tes ini dilakukan saat istirahat atau dengan aktivitas.
5) Cardiac Catheterization Dengan menggunakan local anestesi, kateter dimasukan melalui pembuluh darah dan diarahkan dengan mesin x-ray. Pada kateter dimasukan kontras sehingga dapat tampak gambaran arteri koroner, rongga jantung dan katup. Tes ini dapat mendeteksi kerja otot dan katup jantung. 6) Electrophysiology Study Kateterisasi khusus jantung yang dapat mengevaluasi sistem konduksi jantung. Kateter dimasukan untuk merekam aktivitas elektrik jantung. Alat ini digunakan untuk menentukan penyebab kelainan ritme jantung dan penanganan yang sesuai. Selama tes, aritmia dapat dimunculkan dan dihentikan. 7) Tilt Table Test Merekam tekanan darah dan nadi setiap menitnya saat meja dinaikkan dengan posisi kepala diatas pada level yang berbeda-beda. Hasil tes ini digunakan untuk mengevaluasi ritme jantung, tekanan darah. 8) Elektrolit Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat memicu terjadinya disritmia. 9) Pemeriksaan Hormon Tiroid Peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan gangguan irama jantung atau disritmia. 10) Riwayat Penggunaan Obat-obatan
F. Penatalaksanaan Aritmia 1. Farmakoterapi Obat-obatan anti-aritmia menurut Vaughan-Williams Kelas I
Golongan sodium-channel blockade
Reduce phase 0 slope and peak of action potential.
IA
- moderate
Moderate reduction in phase 0 slope; increase APD; increase ERP.
IB
- weak
Small reduction in phase 0 slope; reduce APD; decrease ERP.
IC
- strong
Pronounced reduction in phase 0 slope; no effect on APD or ERP.
II
beta-blockade
Block sympathetic activity; reduce rate and conduction.
III
potassiumchannel blockade
Delay repolarization (phase 3) and thereby increase action potential duration and effective refractory period.
IV
calcium-channel blockade
Block L-type calcium-channels; most effective at SA and AV nodes; reduce rate and conduction.
Kelas Golongan Ia
Mekanisme Kerja
fastchannel blockers
Sediaan
Quinidine
Procainamide
Disopyramide
Mekanisme Kerja (Na+) channel block (intermediate association/dissociation)
Penggunaan
Ventricular arrhythmias
prevention of paroxysmal recurrent atrial fibrillation (triggered by vagal overactivity)
procainamide in WolffParkinson-White syndrome
Ib
Ic
II
III
Betablockers
Lidocaine
Phenytoin
Mexiletine
Flecainide
Propafenone
Moricizine
Propranolol
Esmolol
Timolol
Metoprolol
Atenolol
Bisoprolol
Amiodarone
Sotalol
Ibutilide
Dofetilide
Dronedarone
E-4031
(Na + ) channel block (fast association/dissociation)
treatment and prevention during and immediately after myocardial infarction , though this practice is now discouraged given the increased risk of asystole
ventricular tachycardia
atrial fibrillation
prevents paroxysmal atrial fibrillation
treats recurrent tachyarrhythmias of abnormal conduction system .
contraindicated immediately postmyocardial infarction.
decrease myocardial infarction mortality
prevent recurrence of tachyarrhythmias
K + channel blocker
Sotalol is also a beta blocker [ 2 ]
In Wolff-ParkinsonWhite syndrome
(sotalol:) ventricular tachycardias and atrial fibrillation
(Ibutilide:) atrial flutter and atrial fibrillation
+
(Na ) channel block (slow association/dissociation)
beta blocking Propranolol also shows some class I action
IV
slowchannel blockers
Verapamil
Diltiazem
Ca 2+ channel blocker
prevent recurrence of paroxysmal supraventricular tachycardia
V
Adenosine
Digoxin
Work by other or unknown mechanisms (Direct nodal inhibition).
reduce ventricular rate in patients with atrial fibrillation Used in supraventricular arrhythmias, especially in Heart Failure with Atrial Fibrillation, contraindicated in ventricular arrhythmias.
2. Non-Farmakoterapi a. Perubahan Pola Hidup Aritmia mungkin dapat berhubungan dengan gaya hidup tertentu. Jadi diharapkan menghindari factor resiko tersebut : -
Berhenti merokok
-
Membatasi konsumsi alcohol
-
Membatasi atau menghentikan konsumsi produk yang mengandung kafein ( teh atau kopi )
b. Kardioversi Pada pasien dengan aritmia yang persisten ( seperti atrial fibrilasi ), ritme yang normal terkadang tidak dapat didapatkan hanya dengan terapi farmokologi. Setelah pemberian anestesi, disalurkan syok elektrik
ke dada pasien yang akan mensinkronisasi jantung dan memacu jantung kembali ke normal ritme. c. Permanent Pacemaker Suatu alat yang mengirim impuls elektrik ke otot jantung untuk mendapatkan nadi yang normal. Pacemaker memiliki ‘pulse generator’ dan lead yang menghantarkan impuls dari generator ke otot jantung. Pacemaker biasanya digunakan untuk menghindari terjadinya denyut jantung yang lemah.