A. Koefisien Korelasi Biserial ( ) Hubungan antara peubah malar Y yang dapat diukur secara kuantitatif dan peubah malar X yang diubah sifatnya menjadi dikotomi, yakni terdiri dari dua kategori. Alasan perubahan menjadi dikotomi, mungkin sebagai akibat bahwa hanya dengan cara itu peubah tersebut dapat diamati. Hubungan kuantitatif antara peubah malar Y dan peubah malar X yang sifatnya dikotomi disebut korelasi biserial, dengan asumsi hubungan antara dua peubah itu linear dan mengikuti sebaran normal peubah dua dan salah satu peubahnya telah diubah menjadi peubah dikotomi. 1. Menghitung Rumus koefisien korelasi biserial adalah sebagai berikut: (̅
̅)
(̅
̅)
̅ ̅
Contoh : Berikut disajikan data: Skor 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99 100-109 110-119 120-129 130-139 Jumlah
1 3 10 27 30 26 21 7 5 130
Kelompok mahasiswa Lulus Gagal 2 6 4 11 21 16 7 3
70
Jumlah 2 7 7 21 48 46 33 24 7 5 200
Dari table sebaran normal diperoleh z = -0,385 dengan kurva proporsi
Skor
X
Kelompok mahasiswa Lulus (n1)
40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99 100-109 110-119 120-129 130-139 Jumlah ̅ ̅ ̅
44.5 54.5 64.5 74.5 84.5 94.5 104.5 114.5 124.5 134.5
1 3 10 27 30 26 21 7 5 130
Y1= X.n1
Gagal (n2)
0 54.5 193.5 745 2281.5 2835 2717 2404.5 871.5 672.5 12775
2 6 4 11 21 16 7 3
Jumlah
Y2= X.n2
89 327 258 819.5 1774.5 1512 731.5 343.5 0 0 70 5855
Total (n)
2 7 7 21 48 46 33 24 7 5
∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑
X 44.5 54.5 64.5 74.5 84.5 94.5 104.5 114.5 124.5 134.5 ̅)
∑ ( ∑ (̅
̅)
( (
2. Kesalahan Baku
)( )(
)( )
)
N 2 7 7 21 48 46 33 24 7 5 200
n(X- ̅ )2 4733.645 10456.76 5745.758 7304.273 3591.48 83.835 4251.143 10939.74 6879.758 8549.113 62535.5
Yt = X.n
89 381.5 451.5 1564.5 4056 4347 3448.5 2748 871.5 672.5 200 18630
Untuk menguji hipotesis nol bahwa koefisien korelasi biserial (rb) dating dari populasi dengan koefisien korelasi biserial, ρb (baca; rho b) sama dengan nol, diperlukan beberapa syarat. Apabila p atau q tidak kurang dari 0.005. Rumus kesalahan baku: √ √ Dari contoh tadi dapat diperoleh √(
)(
)
√ Karena nilai rb yang diperoleh lebih besar daripada 1.96 kesalahan bakunya ( rb/srb = 0.508/0.091 = 5.5824 > 1.96), kita menyimpulkan bahwa pada taraf signifikan α = 5% korelasi yang diambil tidak diambil secara kebetulan dari populasi yang korelasinya nol. 3. Pembahasan tentang Penggunaan besaran p,q, dan y dalam rumusan koefisien biserial yang digunakan menandakan peubah yang didikotomikan trsebar normal. Penyimpangan dari kenormalan dapat berakibat pada kesalahan penaksiran korelasi. Misalnya, dengan sebaran bimodal, hasil perhiotungan r dapat melebihi +1,0. Sebaran bimodal dan sebaran tidak normal lainnya sangat mungkin terjadi dalam sampel yang heterogen. Misalnya, terdapat perbedaaan jenis kelamin yang signifikan dan kedua jenis kelamin itu dimassukkan dalam sampel. Perhatian juga perlu dibrerikan pada sebaran peubah malar. Kemiringan yang tajam (extreme skewness) dapat mengindikasikan ketidak normalan. Sebaran tidak harus normal, tetapi harus unimodal dan agak simetris. Bentuk sebaran yang sangat miring (extreme skewed) dapat menghasilkan nilai r yang melebihi +1,0. 5. Mendikotomikan sebaran Terdapat situasi bahwa peubah Y diukur dengan skala malar, namun ada ketidak-teraturan yang memungkinkan tidak dapatnya diperoleh taksiran koefisien korelasi pearson yang baik. Dalam kasus seperti inu, koefisien korelasi biserial ( ) dapat membantu. Satu contoh situasi ini, sebaran yang terpotong (truncated distribution). Contoh lain, apabila terdapat sangat sedikit kategori untuk peubah Y dan meragukan apakah merupakan ukuran yang berskala dengan jarak yang sama. Contoh lain lagi, kemiringan yang tajam dari sebaran sampel Y sebagai akibat pengukuran yang kurang baik. Ternyata. sebelum menghitung rb, kita perlu mendikotomikan satu sebaran. Dalam menggunakan satu titik pemisahan, kita sebaliknya mendekati median sedekat mungkin.
B. KOEFISIEN KORELASI POINT-BISERIAL (
)
Apabila satu dari dua peubah dalam masalah korelasi betul-betul dikotomi (atau dikotomi murni), jenis koefisien yang sesuai adalah koefisien korelasi point-biserial ( ). Contoh peubah yang benar-benar dikotomi adalah jenis kelamin (lelaki dan perempuan). Sebaran bimodal atau sebaran khusus dengan kategori farik (descrete), apabila menunjukkan ketidakmalaran, lebih baik menggunakan koefisien korelasi point biserial ( ) daripada koefisien korelasi biserial. 1.
Menghitung rpb
Dengan menggunakan symbol-simbol yang telah dijelaskan, rpb dapat dihitung dengan rumus: (̅
̅)
√
Atau (̅
̅)
√
Atau (̅
̅ )√
Atau (̅
̅)
√
Contoh soal : Dalam sebuah sampel berukuran 51 siswa sekolahmenengah terdapat 24 lelaki dan 27 perempuan. Berat rerata berturut-turut 67,8 dan 56,6 kg. Simpangan baku sebaran gabungan adalah 13,2. Hitunglah koefisien korelasi point-biserial! Jawaban : -
-
Diketahui : = 51 Siswa = 24 Siswa = 27 Siswa Ditanyakan : =…? Penyelesaian :
̅ = 62,5 kg ̅ = 67,8 kg ̅ = 56,6 kg
Dengan rumus ( ̅̅̅ ̅̅̅ )
√
=
(
)
√(
)(
)
2. Menguji kesignifikan Hipotesis bahwa koefisien korelasi point-biserial populasi ρpb = 0 dapat diuji dengan dua cara, karena bergantung pada perbedaan antara dua rerata ̅̅̅ dan ̅ , menunjukkan secara signifikan selisih antara dua rerata ini dari nol menunjukkan korelasi yang signifikan. Uji t untuk perbedaan rerata dapat digunakan untuk menguji kesignifikanan koefisien korelasi ini. Uji langsung dapat juga dilakukan hanya untuk hipotesis yang menyatakan bahwa korelasi sama dengan nol. Pengujian sama dengan menguji korelasi Pearson, dan interpretasi dapat merujuk kepada sebaran student t. Untuk contoh, koefisin korelasi point-boserial, dengan n = 51, maka t: √
√ √
√
Menunjukkan korelasi yang signifikan di luar level 0,01 (nilai kritis ). Table nilai kritis korelasi Pearson r pada lampiran L dapat juga digunakan untuk menentukan kesignifikan . Jika nilai populasi ρpb tidak nol, rerata dari sebaran Student t tidak nol, sehingga penentuan batas-batas kepercayaan untuk setiap nilai hitung bukanlah persoalan mudah. 3. Diskusi tentang Karena tidak terbatas pada sebaran normal peubah dikotomi, penggunaannya lebih luas daripada . Apabila ada keraguan menghitung , koefisien dapat membantu. Untuk alasan ini, seharusnya lebih banyak digunakan. Walaupun merupakan koefisien korelasi hasil kali momen, tidak dapat dibandingkan dengan koefisien korelasi Pearson, atau walau dengan , sekalipun dihitung dari data yang sama. Dalam situasi khusus, dapat digunakan sebagai dasar untuk menaksir koefisien korelasi Pearson r. dalam rujukan kemalaran sebaran, jika dihitung, persyaratan yang sama berlaku seperti dalam koefisien korelasi Pearson atau koefisien korelasi biserial- sebarannya malar unimodal dan agak simetris. 4. Hubungan matematis antara dan Jika dan dihitung dari data yang sama, akan lebih besar daripada . Walaupun satu peubah sebetulnya malar dan tidak normal (dalam kasus ini sebaiknya digunakan), akan menaksir besarnya koefisien korelasi lebih rendah (under estimates). Dalam bentuk rumus, apabila sebaran normal terpenuhi, hubungan antara dan dinyatakan sebagai berikut:
(
√
)
Atau ( √
)