KLASIFIKASI HADIST SECARA KUANTITAS BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Rasulullah SAW memperingatkan para sahabat agar tidak menulis hadis, untuk menjaga kemurnian Al-Qur‟an Al- Qur‟an dan agar umat tidak mencampur adukkan Al -Qur‟an dan hadist. Khalifah Umar bin bin Abdul Aziz mengirim mengirim surat kepada gubernur dengan maksud dan saran agar dibukukan hadist. Sedangkan orang orang yang pertama kali membukukan hadist adalah Arrabi bin shabiy dan Said bin Abi Arabah dengan model pengumpulan yang belum terpisah antara hadist yang shahih, dhaif, dan atsar para sahabat . Hadist memiliki banyak banyak segi tinjauan, baik kualitas perawi ataupun kuantitas, kuantitas, peninjauan hadist yang diklasifikasikan hadist secara kuantitas disebut juga dengan peninjauan hadist berdasarkan segi jumlah orang yang meriwayatkan suatu hadist atau dari segi jumlah sanadnya. Jumhur Ulama membagi hadist secara garis besar menjadi 2 macam, yaitu hadist mutawatir dan hadis Ahad Untuk dapat mengkasifikasikan hadist secara kuantitas jumlah perawi, para penulis hadist menggunakan beberapa segi peninjauan yang berbeda. Sebagian melihat tentang pembagian hadist dari segi bagaimana proses penyampaian hadist dan sebagian lagi memilih dari segi jumlah perawinya. Disamping pembagian lain yang diikuti oleh sebagian ulama, yaitu pembagian hadist secara kuantitas ada 3 macam, yaitu hadist Mutawatir, Hadist Masyhur dan hadist ahad. Ada juga ulama yang membagi hadist berdasarkan kuantitasnya menjadi 2 bagian yaitu hadist mutawatir dan hadist ahad.
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadist Mutawatir, Ahad, Masyhur dan Pembagiannya 1. Hadis Mutawatir. a. Pengertian Hadis Mutawatir
Menurut bahasa, kata mutawatir adalah isem fael dari kata At- tawatur yang berarti al Tatabu yang artinya berturut- turut.1 Sedangkan menurut istilah Hadis mutawatir berarti:
Hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang, mustahil secara adat mereka sepakat untuk berdusta (yang diterimanya) dari sejumlah perawi yang sama dengan mereka, dari awal sanad hingga akhir dengan syarat tidak rusak (kurang) jumlah perawinya pada seluruh tingkatan.2
Dapat dikatakan bahwa Hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw yang dapat ditangkap oleh panca indera. Perawinya terdiri dari jumlah yang banyak, sekurang-kurangnya sepuluh orang, tapi ada juga yang berpendapat cukup dengan empat orang. Adapun syarat-syarat suatu hadist dikatakan mutawatir harus dengan memenuhi tiga persyaratan, antara lain yaitu: 1. Periwayatan dari para perawi harus berdasarkan tanggapan panca indera, artinya yang mereka sampaikan adalah benar-benar hasil pendengaran atau penglihatan sendiri. Jikalau periwayatannya itu hasil dari pemikiran sematamata atau hasil rangkuman dari peristiwa-peristiwa itu bukan mutawatir 3 2. Jumlah
perawinya
harus
mencapai
suatu
ketentuan
yang
tidak
memungkinkan mereka untuk bersepakat bohong. 4 Menurut Abu Thayyib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang sebagaimana saksi pada vonis terdakwa, sedangkan menurut Ash-habu,sy-Syafi‟I menentukan minimal 5 1
Nawir Yuslem,Ulumul Hadist , Jakarta; Mutiara Sumber Widya, 1998, h. 200 Muhammad Ajjaj al-Khatiby, Ujal al-adil, Beirut: Dar al- Fikr, 1981, h. 404. 3 Fatchur Rahman, Ikhtisar Musththalah Hadist , Bandung; Al-Ma‟arif, 1974, h. 79 4 Ahmad Muhammad Syakir ,Syarah Alfiyatu‟s Suyuthy. ,h.46; Muh.Mahfudh At-Tarmusy manhaj Dzawi‟n-nadhar ., h. 68-69 2
2
orang karena mengqiyaskan nabi ulul azmi. Sebagian ulama sekurangkurangnya 20 orang sebagaimana ketentuan Allah dalam surat Al-Anfal ayat 65, tentang sugesti Allah kepada orang mukmin yang tahan uji, yang hanya dengan berjumlah 20 orang saja mengalahkan 200 orang. 5
…. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh… (QS. Al-Anfal : 65)
3. Jumlah yang banyak itu berada pada semua tingkatan (thabaqat) sanad. 6
b. Klasifikasi hadist mutawatir
Pada ahli ushul membagi hadist Mutawatir kepada dua bagian. Yakni Mutawatir Lafdhy dan Mutawatir maknawy . 1. Mutawatir lafdhy adalah hadist yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan lainnya. Hadist Mutawatir Lafdhy disebut juga :
“ Hadist yang Mutawatir lafadhnya” Contoh hadist Mutawatir lafdhy, antara lain:
:
Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadist tersebut diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, dan sebagian ulama mengatakan bahwa hadist tersebut diriwayatkan oleh 62 orang sahabat dengan susunan redaksi dan m akna yang sama. Demikian juga hadist: )
(
“Sungguh Al-Qur‟an ini diturunkan dengan tujuh macam bacaan (qira‟at)”
5
Fatchur Rahman, Ikhtisar Musththalah …, h. 79 Syaikh Manna Al-Qaththan, Mabahisu fi ulumil Hadist , terjemahan oleh Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadist , Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2005,h. 110 6
3
Hadist ini diriwayatkan oleh berpuluh puluh sahabat dengan redaksi dan makna yang sama.
2. Mutawatir ma‟naw y adalah Hadis yang mutawatir yang rawi-rawinya berlainan dalam menyusun redaksi pemberitaan, tetapi berita yang berlainan susunan redaksinya itu terdapat persatuan pad prinsipnya (bersatu pada maknanya saja tidak bersatu pada lafadznya.7 Atau didefinikan :
Yaitu bahwa meriwayatkan sejumlah perawi, yang mustahil mereka bersepakat untuk melakukan dusta, akan beberapa peristiwa yang berbeda namun hakikat permasalahannya adalah sama, maka jadikanlah permasalahan itu Mutawatir.8 Contoh hadist Mutawatir maknawy tentang mengangkat tangan dikala berdo‟a:
)
(
“Konon Nabi Muhammad SAW tidak mengangkat kedua tangan beliau dalm do‟a-doa beliau, selain dalam do‟a shalat istisqa‟. Dan beliau mengangkat tangannya , hingga tampak putih-putih kedua ketiaknya. ” (Riwayat Bukhari Muslim) Hadist yang semacam itu,
tidak kurang dari 30 buah dengan redaksi
yang berbeda-beda. Antara lain hadist-hadist yang ditakhrijkan oleh Imam Ahmad, Al-Hakim dan Abu Dawud, yang berbunyi:
“Konon Rasulullah saw, mengangkat tangan, sejajar dengan kedua pundak beliau.”9
7
Fatchur Rahman, Ikhtisar Musththalah …, h. 83 Nawir Yuslem, Ulumul Hadis…,h. 206 9 Fatchur Rahman, Ikhtisar Musththalah …, h. 83 8
4
3. Hadis Ahad
a. Pengertian Hadis Ahad Kata ahad berarti “satu”. Khabar al-W āhid adalah kabar yang diriwayatkan oleh satu orang. 10 Sedangkan menurut istilah Ilmu Hadis, Hadis Ahad berarti :
.
“Hadis yang tidak memenuhi syarat mutawatir”.
‟Ajjaj al-Khathib, yang membagi hadis berdasarkan jumlah perawinya kepada tiga, bahwa ia mengatakan defenisi Hadis Ahad sebagai berikut:
. “Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu orang perawi, dua atau lebih, selama tidak memenuhi syarat-syarat Hadis Masyhur atau Hadis Mutawatir”. Dari definisi „Ajjaj al-Khathib di atas dapat dipahami bahwa Hadis Ahad adalah hadis yang jumlah perawinya tidak mencapai jumlah yang terdapat pada Hadis Mutawatir ataupun Hadis Masyhur. Di dalam pembahasan berikut, yang menjadi pedoman penulis adalh definisi yang dikemukakan oleh Jumhur Ulama Hadis, yang mengelompokkan Hadis Masyhur ke dalam kelompok Hadis Ahad. Adapun jenis-jenis Hadis Ahad terbagi kepada tiga macam, yaitu: Masyhur, „Aziz dan Gharib. 1. Hadis Masyhur.
Secara bahasa, kata masyhur adalah isim maf‟ul dari Syahara, yang berarti “al zhuhur”, yaitu nyata. Sedangkan pengertian Hadis Masyhur menurur istilah Ilmu Hadis adalah: .
10
Mahmud al-Thahhan, Taisir Musthalah al- Hadits ,Beirut: Dār al-Qur‟an al-Karim, 1399 H/1979 M, h. 18.
5
“Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih, pada setiap tingkatan sanad, selama tidak sampai kepada tingkat Mutawatir”.
Menurut Ibnu Hajar, Hadis Masyhur adalah: .
“Masyhur adalah Hadis yang memiliki jalan yang terbatas, yaitu lebih dari dua namun tidak sampai ke derajat Mutawatir”. Di samping itu juga ada istilah lain yang sering disamakan dengan Masyhur, yaitu al- Mustafidh. Dimana al-Mustafidh secara bahasa adalah isim fa‟il dari istifadha, berasal dari kata fadha, yang berarti “melimpah”. Para Ulama Hadis berbeda pendapat dalam memberikan definisi al-Mustafidh kepada tiga, antara lain: 1. Sama pengertiannya (muradif) dengan Masyhur. 2. Lebih khusus pengertiannya dari masyhur, karena pada Mustafidh disyaratkan kedua sisi sanadnya harus sama, sedangkan pada Masyhur tidak disyaratkan demikian. 3. Lebih luas dari Masyhur Hukum Hadis Masyhur tidak ada hubungannnya dengan shahih atau tidaknya suatu hadis, karena di antara Hadis Masyhur terdapat hadis yang mempunyai status Shahih, Hasan atau Dha‟if dan bahkan ada yang Maudhu‟. Akan tetapi, apabila suatu hadis masyhur tersebut berstatus shahih, maka hadis masyhur tersebut hukumnya lebih kuat daripada Hadis „Aziz dan Gharib.11 Selain Hadis Masyhur yang dikenal secara khusus di kalangan Ulama Hadis, sebagaimana yang telah dikemukakan definisinya di atas dan disebut dengan al-Masyhur al-Ishthilahi, juga terdapat Hadis Masyhur yang dikenal di kalangan ulama lain selain ulama Hadis dan di kalangan umat secara umum. Hadis Masyhur dalam bentuk yang terakhir ini disebut dengan al-Masyhur Ghair Ishthilahi yang mencakup hadis-hadis yang sanad -nya terdiri dari satu orang perawi atau lebih pada setiap tingkatannya, atau bahkan yang tidak mempunyai sanad sama sekali. Dengan demikian, Hadis Masyhur dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu:
11
Nawir Yuslem, Ulumul Hadist …, h. 207-208
6
(1). Hadis Masyhur di kalangan ahli hadis, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih. Contohnya hadis yang berasal dari Anas r.a., dia berkata:
. (
“Bahwasanya
)
Rasulullah SAW berkunut selama satu buan setelah ruku‟
mendo‟akan hukuman atas (tindakan kejahatan) penduduk Ri‟lin dan Dzakwan. (HR Bukhari dan Muslim).” (2). Hadis Masyhur di kalangan Fugaha, seperti hadis: (
).
“Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak. (HR Abu Daud dan Ibn Majjah”. (3). Hadis Masyhur di kalangan Ulama Figh, contohnya: (
).
“ Diangkatkan (dosa/hukuman) dari umatku karena tersalah(tidak disengaja), lupa, dan perbuatan yang dilakukan kerena terpaksa.(HR Ibn Majjah). (4).
Hadis Masyhur di kalangan Ulama Hadis, Fugaha, Ulama Ushul Figh dan kalangan awam, seperti: .
, )
(
“ Muslim yang sebenarnya itu adalah orang yang selamat menyelamatkan muslim-muslim lainnya dari akibat lidah dan tangannya, dan orang yang berjihad itu adalah orang yang pindah(meninggalkan segala perbuatan yang diharamkan Allah”. (HR Bukhari dan Muslim).
(5). Hadis Masyhur di kalangan ahli Nahwu, seperti:
7
.
“Sebaik - baik hamba adalah Shuhaib”
(6). Hadis Masyhur di kalangan awam, seperti: (
).
“Tergesa-gesa itu adalah dari (perbuatan) setan. (HR Tirmidzi). 2.
Hadis ‘Aziz
„Aziz menurut bahasa adalah shifah musyabbahat dari kata „azza – ya ‟izzu yang berarti qalla dan nadara, yaitu “sedikit” dan “jarang”; atau berasal dari kata ‟azza – ya ‟azzu yang berarti qawiya dan isytadda, yaitu “kuat” dan “sangat”.12 Menurut istilah Ilmu Hadis, ‟Aziz berarti:
. “Bahwa tidak kurang perawinya dari dua orang pada seluruh tingkatan sanad”. Definisi di atas menjelaskan bahwa Hadis ‟Aziz adalah Hadis yang perawinya tidak boleh kurang dari dua orang pada setiap tingkatan sanad -nya, namun boleh lebih dari dua orang, seperti tiga, empat atau lebih, dengan syarat bahwa salah satu tingkatan sanad harus ada yang perawinya terdiri atas dua orang. Hal ini adalah untuk membedakan dari Hadis Msyhur. Contoh Hadis ‟Aziz adalah: :
. “Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Hadis Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak beriman salah seorang kamu sehingga aku lebih dicintainya dari orang tuanya dan anaknya”.
12
Al- Thahhan, Taisir Musthalah al- Hadits..., h. 25
8
Hadis tersebut di atas diriwayatkan dari Abu Hurairah dan juga Anas, dan dari Anas oleh Qatadah dan ‟Abd al-Aziz ibn Shuhaib, dan diriwayatkan dari Qatadah oleh Syu‟bah dan Sa‟id, dan diriwayatkan dari ‟Abd al - ‟Aziz oleh Isma‟il ibn ‟Aliyah dan ‟Abu al- Waris. Dan diriwayatkan dari masing-masingnya oleh sekelompok (banyak) perawi. 3. Hadis Gharib
Menurut bahasa, kata gharib adalah shifah musyabbahat yang berarti al- munfarid atau al- ba‟id „an aqaribihi,13 yaitu “yang menyendiri” atau jauh dari kerabatnya”. Gharib menurut istilah Ilmu Hadis: .
“Yaitu: Hadis yang menyendiri seorang perawi dalam periwayatannya” Dari definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa setiap hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi, baik pada setiap tingkatan sanad atau pada sebagian tingkatan sanad dan bahkan mungin hanya pada satu tingkatan sanad, maka hadis tersebut dinamakan Hadis Gharib. Menurut Ulama Hadis, Hadis Gharib terbagi dua, yaitu: Gharib Muthlaq dan Gharib Nisbi. a. Gharib Muthlaq, yaitu: .
“Hadis yang menyendiri seorang perawi dalam periwayatannya pada ashal sanad.” 14 Contoh Hadis Gharib Muthlaq, mengenai niat: (
)
“Sesungguhnya seluruh amal itu bergantung pada niat”. Hadis niat tersebut hanya diriwayatkan oleh ‟Umar ibn al- Khattab sendiri di tingkat sahabat.
13
Al- Thahhan, Taisir Musthalah al- Hadits..., h. 26
14
Asal sanad adalah bagian (tingkatan) sanad yang padanya adalah sahabat. Apabila menyendiri
seorang sahabat dalam meriwayatkan suatu hadis, maka hadis tersebut dinamai Gharib Muthlaq. Lihat Thahhan , Taisir…, h. 28
9
b. Gharib Nisbi, adalah:
. “Hadis yang terjadi Gharib di pertengahan sanad-nya”. Hadis Gharib Nisbi ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh lebih dari seorang perawi pada asal sanad (perawi pada tingkat sahabat), namun dipertengahan sanadnya terdapat tingkat yang perawinya hanya sendiri (satu orang ). Asal sanad adalah bagian (tingkatan) sanad yang padanya adalah sahabat. Apabila menyendiri seorang sahabat dalam meriwayatkan suatu hadis, maka hadis tersebut dinamai Gharib Muthlaq. Contoh Hadis Gharib Nisbi, yaitu:
(
).
“Hadis yang diriwayatkan oleh Malik dari al- Zuhri dari anas r.a., bahwasanya Nabi SAW memasuki kota Mekkah dan di atas kepalanya terdapat al-mighfar (alat penutup kepala). (HR Bukhari dan Muslim).
B. Konsekuensi Pengingkaran Hadis Mutawatir, Ahad dan Masyhur
Umat islam sepakat
tentang keshahihan hadist yang termuat dalam shahih
Bukhari dan Shahih Muslim dan mereka menerimanya dengan baik. Para ulama juga telah menegaskan kedudukan kedua kitab ini sebagai kitab yang paling shahih setelah Al-Qur‟an. Tidak ada orang yang mengingkarinya kecuali Harun dan yang sehaluan dengannya berdasarkan prinsip bahwa kekuatan hadist sebagai sumber ajaran islam dan tidak sama kekuatannya dengan Al-Qur‟an.15 Menolak atau mengingkari hadis nabi yang terdiri dari hadist mutawatir, hadis ahad dan hadis masyhur adalah sebagai berikut: a. Menolak atau mengingkari hadis mutawatir adalah kekufuran yang nyata, karena hadist mutawatir pasti shahih dan membuahkan keyakinan (Yufiidul yaqiin). Hadis mutawatir semuanya maqbul, maka dihukumkan
bagi kafir
15
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, h. 28-30
10
orang yang menolaknya. 16 Penolakan hadis dimulai abad kedua
Hijriyah
yang berbeda pendapat dari ijma‟ (kesepakatan). Al- Baghdadi menjelaskan dalam bukunya Al-Fard Baina al-Firaq bahwa mereka itu kaum mu‟tazilah. Ia berkata sesungguhnya An-Nazzam (230 H) berkata bahwa hadist mutawatir bisa saja terdapat kedustaan didalamnya.17 b. Menolak dan mengingkari hadis ahad dan termasuk pula hadist masyhur adalah berdosa menurut
Para sahabat , tabi‟in dan salafi ,baik yang
menyatakan hadist ahad itu menunjukkan zhann ataupun yang menyatakan yakin , sepakat atas wajibnya mengamalkan hadis ahad.
18
Hadis ahad yang
diriwayatkan oleh perawi yang berintegritas baik adalah hujjah yang harus diamalkan dalam agama.19Hasil penelitian dari Abu Hamzah A.Hasan Basri pada tahun 1413 di Universitas LIPIA terkait bahasan ini sebagai berikut: pertama; makna qath‟I dan ilmu dharury, kedua; hadis ahad adalah qat‟I kesahihannya. Menolak Hadist nabi secara mutlak, baik mutawatir, ahad akan membahayakan diri seseorang, karena tentang kekuatan hadist nabi tersirat dari banyak firman Allah yaitu: Surat an-Najm ayat 3-4 :
“Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” Surat al-Hasyr ayat 7:
16
Nawir Yuslem, Ulumul Hadist …, h. 207 Abdul Qadir Bin Thaher al -Baghdadi, Al-Farqu Baina al-Firaq, Tahqiq Muhammad Mah yuddin, Dar al-Ma‟rifah, 429 H, h. 132, 143 -144 18 Al-Amidi, Al-Ahkam , h.64 19 Ibnu Hazm Al-Andalusi, Al-ihkam fi Ushulul Ahkam, Tahqiq Ahmad Syakir, Beirut: Dar al afaq al-jadidah, cet.pertama, tahun 1400 H, Juz 1.h.119 17
11
“…Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. ” C. Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Kehujjahan Hadist ahad
Permasalahan kehujjahan hadist ahad menghasilkan khilaf dan polemik yang bermacam-macam dikalangan ulama, antara lain: 1. Imam Syafi‟i Imam Syafi‟I berkata: “Seandainya diperbolehkan bagi seorang awam untuk mengatakan sesuatu dalam pembahasan ilmu khusus:”Kaum muslimin telah bersepakat dulu dan sekarang atas tetapnya khabar wahid (hadis ahad) dan berhenti diatasnya (yaitu menjadikannya sebagai hujjah).20 Secara keseluruhan Imam syafi,I berpendapat bahwa hadis ahad bisa dijadikan hujjah baik pada aqidah atau hukum. Berpondasikan firman Allah ta‟ala:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan
yang mukmin,
apabila
Allah
dan
Rasul-Nya
telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata (QS. Al-Ahzab: 36).
2. Abul-Mudhaffar As-Sam‟any Asy-Syafi‟I
20
Asy-Syafi‟I, Ar-Risalah, Maktabah Sahab, h. 154
12
Abul-Mudhaffar berkata: Sesungguhnya hadis , jika benar dari Rasulullah saw dan diriwayatkan oleh para imam yang tsiqah dan orang belakangan mereka menyandarkan kepada orang yang terdahulu mereka hingga keapada rasulullah dan diterima ummat, hadist itu mewajibkan ilmu dalam apa yang berkaitan dengan ilmu. Ini adalah perkataan orang yang menekuni As-sunnah. Sedangkan pendapat yang menyatakan hadis ahad tidak
membuahkan
ilmu
dengan
sendirinya
adalah
pendapat
Qadariyah
dan
Mu‟tazzilah.21Masih banyak nukilan para ulama ahlus sunnah yang senada ( untuk menerima dan mengamalkan hadis ahad dalam perkara aqidah dan keimanan. Baik secara manthuq ataupun secara mafhum seperti Abu Hanifah,
Malik
bin
Anas,
Ahmad bin hambal . 3. Kelompok Mu‟tazilah Kelompok penolak Kehujjahan hadist ahad ialah: mu‟tazilah tidak mau menjadikan hadis ahad sebagai hujjah dalam masalah aqidah. Diantara dalil mu‟tazilah adalah: a. Nabi menolak berita Dzul yadain ketika mengingatkan beliau dalam shalat b. Abu Bakar tidak menerima kabar Muqhirah dalam warisan untuk nenek sebelum ada saksi lain yaitu muhammad bin salamah c. Umar tidak terima hadist Abu Musa tentang izin sebelum ada saksi lain d. Aisyah
menolsk
hadis
hukuman
siksa
bagi
orang
yang
ditangisi
keluarganya22 Bantahan dari jumhur Ulama secara rinci ialah: a. Sebab Rasulullah tidak menerima kabar Dzul Yadain bukan tidak menerima kabar ahad, diperkirakan tidak mungkin hanya Dzul yadain yang mengetahui kesalahan nabi , sedangkan sangat banyak sahabat lain disana b. Hanya untuk mengetahui adakah orang yang mengatakan tersebut c. Umar hanya melakukan ricek agar para penyampai hadis tidak sembarangan d. Aisyah tidak menolak hadis , tetapi menakwilkan maknanya saja bahwa yang dimaksud orang Yahudi bukan orang Islam. 23
21
Risalah Al-Intishaar li- ahlil hadist , yang diringkas oleh as-Suyuthi dalam Shaunul Mantiq wal kalam, h.160-161 22 Http/tajnash.blogspot.com/2013/09/kehujjahan- hadis- ahad-dalam masalah.html?m=1
13
D. Kehujjahan Hadist Ahad Dalam Persoalan Aqidah
Kehujjahan Hadis Ahad dalam permasalahan aqidah, yaitu: 1. Kelompok Penolak Kehujjahan Hadist Ahad Pendapat ini bersumber dari mayoritas mu‟tazilah, diantara dalil yang mereka gunakan adalah: a. Firman Allah QS. An-Najm;29: 24 “Maka
berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari
peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi” Mereka menjelaskan ayat ini , Allah melarang kita menjadikan prasangka ( dhann) sebagai hujjah. b. Aqidah adalah sebuah keyakinan , maka untuk menetapkan keyakinan harus dengan dalil yang qat‟I (yakin)sedangkan hadis ahad hanya berfungsi dhan, tidak yakin. 2. Kelompok Pendukung Kehujjahan Hadist Ahad Ini adalah pendapat Jumhur ulama‟. Ada beberaaaaaapa dalil kuat yang dijadikan pendapat jumhur ulama, antara lain, sebagai berikut: a. Hadist tentang di utus Muaz ke Yaman. Bahwa Muaz diperintahkan untuk menyampaikan tauhid dulu kemudian baru perkara shalat, zakat dan puasa. Ini sebagai dalil qat‟I yang me nunjukkan hadis ahad bisa sebagai hujjah.Bila tidak bisa menjadi hujjah maka nabi Muhammad tidak mengutus muaz sendiri. b. Firman Allah QS.al-Maidah: 67: “Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara
23
Ibnu Qudamah Al Maqdisi , Raudhah An- Nadhir a‟la wa junnah Al -Munadhir , Ibnu Qudamah Al Maqdisi , Raudhah An-Nadhir …,,
24
14
kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.(QS.AL-Maidah:67) 25 Adapun Bantahan jumhur ulama terhadap penolakan hadis ahad sebagai hujjah pada aqidah adalah: Banyak ayat lain yang menjelaskan kewajiban menuntut ilmu, meskipun hanya sebagian orang saja yang tersebut dalam QS. At-Taubah 122, juga tentang tidak ada larangan pasti terhadap berita dari orang fasik QS. Al-Hujurat ayat 6, maka dhan pada surah at taubah ayat122 harus ditafsirkan lain seperti wahm.
KESIMPULAN
Dari isi makalah tentang Klasifikasi hadis secara kuantitas dapat disimpulkan bahwa:
1. pembagian lain yang diikuti oleh sebagian ulama, yaitu pembagian hadist secara kuantitas ada 3 macam, yaitu hadist Mutawatir, Hadist Masyhur dan hadist ahad. Ada juga ulama yang membagi hadist berdasarkan kuantitasnya menjadi 2 bagian yaitu hadist mutawatir dan hadist ahad.
2. Menolak hadist mutawatir menyebabkan kafir, menolak hadis ahad berdosa menurut Ulama ahlul sunnah, dan boleh menurut mu‟tazilah
3. Ulama ahlul sunnah mengharuskan kita berhujjah dengan hadis ahad, sedangkan mu‟tazilah tidak membenark an mengambil hujjah dari hadis ahad secara umum
4. Hadis ahad dapat dijadikan hujjah pada masalah aqidah, sedangkan mu‟tazilah tidak membolehkan dijadikan hujjah untuk aqidah dari hadis ahad.
25
Http/tajnash.blogspot.com/2013/09/kehujjahan- hadis- ahad-dalam masalah.html?m=1
15
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadist , Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2005 Ahmad Muhammad Syakir ,Syarah Alfiyatu‟s Suyuthy.
Muh.Mahfudh At-Tarmusy
manhaj Dzawi‟n-nadhar Asy-Syafi‟I, Ar-Risalah, Maktabah Sahab, Abdul Qadir Bin Thaher al-Baghdadi, Al-Farqu Baina al-Firaq, Tahqiq Fatchur Rahman, Ikhtisar Musththalah Hadist , Bandung; Al-Ma‟arif, 1974 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid 1 Ibnu Qudamah Al Maqdisi , Raudhah An- Nadhir a‟la wa junnah Al -Munadhir Ibnu Hazm Al-Andalusi, Al-ihkam fi Ushulul Ahkam, Tahqiq Ahmad Syakir, Beirut: Dar al afaq al-jadidah, cet.pertama, tahun 1400 H Http/tajnash.blogspot.com/2013/09/kehujjahan- hadis- ahad-dalam masalah.html?m=1 Mahmud al-Thahhan, Taisir Musthalah al- Hadits ,Beirut: Dār al-Qur‟an al-Karim, 1399 H/1979 M Muhammad Mahyuddin, Dar al-Ma‟rifah, 429 H, Muhammad Ajjaj al-Khatiby, Ujal al-adil, Beirut: Dar al- Fikr, 1981 Nawir Yuslem,Ulumul Hadist , Jakarta; Mutiara Sumber Widya, 1998 Risalah Al-Intishaar li- ahlil hadist , yang diringkas oleh as-Suyuthi dalam Shaunul Mantiq wal kalam
16
Syaikh Manna Al-Qaththan, Mabahisu fi ulumil Hadist ,
terjemahan oleh Mifdhol
Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadist , Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2005,
17