KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIST MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist Dosen Pengasuh : Jamhir, S.Ag.M.Ag Oleh :
TEUKU NORI NANDA NIM : 121108930 Ummu Laiyinah NIM :121108939
JURUSAN SYARI`AH MUAMALAH WAL IQTISHAD FAKULTAS SYARI`AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) AR-RANIRY BANDA ACEH
201
A. Pendahuluan Secara bahasa, hadits dapat berarti baru, dekat dan khabar (cerita). Sedangkan dalam tradisi hukum Islam, hadits berarti segala perkataan, perbuatan dan keizinan Nabi Muhammad SAW (aqwal, af’al wa taqrir). Akan tetapi para ulama Ushul Fiqh, membatasi pengertian hadits hanya pada ”ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum”, sedangkan bila mencakup, pula perbuatan dan taqrir yang berkaitan dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka namai dengan ”Sunnah”. Beranjak dari pengertian-pengertian di atas, menarik dibicarakan tentang kedudukan Hadits dalam Islam. Seperti yang kita ketahui, bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum primer/utama dalam Islam. Akan tetapi dalam realitasnya, ada beberapa hal atau perkara yang sedikit sekali Al-Qur’an membicarakanya, atau Al-Qur’an membicarakan secara global saja, atau bahkan tidak dibicarakan sama sekali dalam Al-Qur’an. Nah jalan keuar untuk memperjelas dan merinci keuniversalan Al-Qur’an tersebut, maka diperlukan Al-Hadits/As-Sunnah. Di sinilah peran dan kedudukan Hadits sebagai tabyin atau penjelas dari Al-Qur’an atau bahkan menjadi sumber hukum sekunder/kedua_setelah Al-Qur’an. Mengenai islan agama yang di bawa oleh Nabi Ibrahim dan agama manusia sebelumnya, dinyatakan dalam al-qur`an sebagai berikut :
Artinya : Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".(Qs al-baqarah ,ayat 132).
Islam adalah agama Allah yang di wahyukan kepada rasul-rasulnya untuk di ajarkan kepada manusia. Ia dibawa secara berantai dari satu generasi ke generasi lain, selanjutnya dari satu angktan ke angkatan berikutnya. Itu adalah rahmat hidayah dan petunjuk bagi manusia. Meskipun demikian tidak berarti semua sama persis antara islam yang di bawa Nabi Muhammad SAW dengan islam yang di bawa Nabi sebelumya.
Firman Allah sebagai berikut : Artinya :
``Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu``
B. Kedudukan Hadist Dalam Islam Seluruh umat islam, telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran islam. Ia mempati kedudukannya setelah Al-Qur`an. Keharusan mengikuti hadis bagi umat islam baik yang berupa perintah maupun larangannya, sama halnya dengan kewajiban mengikuti Al-Qur`an. Hai ini karena, hadis merupakan mubayyin bagi Al-qur`an, yang karenanya siapapun yang tidak bisa memahami Al-qur`an tampa dengan memahami dan menguasai hadis. Begitu pula halnya menggunakan hadis tampa Alqur`an. Karena Al-qur`an merupakan dasar hukum pertama, yang di dalamnya berisi garis besar syari`at. Dengan demikian, antara hadis dengan Al-qur`an memiliki kaitan erat, yang untuk mengimami dan mengamalkannya tidak bisa terpisahkan atau berjalan dengan sendiri-sendiri[1]. Al-Qur’an itu menjadi sumber hukum yang pertama dan Al-Hadits menjadi asas perundang-undangan setelah Al-Qur’an. Perbendaharaan Al-Hadits terhadap Al-Qur’an, tidak lepas dari salah satu dari tiga fungsi: 1. Berfungsi menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an. Maka dalam hal ini keduanya bersama-sama menjadi sumber hukum. Misalnya Allah didalam Al-Qur’an mengharamkan bersaksi palsu dalam firman-Nya Q.S Al-Hajj ayat 30 yang artinya “Dan jauhilah perkataan dusta.” Kemudian Nabi dengan Haditsnya menguatkan: “Perhatikan! Aku akan memberitahukan kepadamu sekalian sebesar-besarnya dosa besar!” Sahut kami: “Baiklah, hai Rasulullah. “Beliau meneruskan, sabdanya:”(1) Musyrik kepada Allah, (2) Menyakiti kedua orang tua.” Saat itu Rasulullah sedang bersandar, tiba-tiba duduk seraya bersabda lagi: ”Awas! Berkata (bersaksi) palsu”*2+ dan seterusnya (Riwayat Bukhari - Muslim). 2. Memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang masih Mujmal, memberikan Taqyid (persyaratan) ayat-ayat Al-Qur’an yang masih umum. Misalnya: perintah mengerjakan sholat, membayar zakat dan menunaikan ibadah haji di dalam Al-Qur’an tidak dijelaskan jumlah raka’at dan bagaimana cara-cara melaksanakan sholat, tidak diperincikan nisab-nisab zakat dan jika tidak dipaparkan cara-cara melakukan ibadah haji. Tetapi semuanya itu telah ditafshil (diterangkan secara terperinci dan ditafsirkan sejelas-jelasnya oleh Al-Hadits). Nash-nash Al-Qur’an mengharamkan bangkai dan darah secara mutlak, dalam surat Al-Maidah Ayat 3 “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi. Dan seterusnya. “Kemudian As-sunnah mentaqyidkan kemutlakannya dan mentakhsiskan keharamannya, beserta menjelaskan macam-macam bangkai dan darah, dengan sabdanya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai, dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai itu ialah bangkai ikan air dan bangkai belalang, sedang dua macam darah itu ialah hati dan limpa Menetapkan hukum atau aturanaturan yang tidak didapati di dalam Al-Qur’an. Di dalam hal ini hukum-hukum atau aturan-aturan itu hanya berasaskan Al-Hadits semata-mata. Misalnya larangan berpoligami bagi seseorang terhadap seorang wanita dengan bibinya, seperti disabdakan: “Tidak boleh seseorang mengumpulkan (memadu)
seorang wanita dengan“ ammah (saudari bapak)-nya dan seorang wanita dengan khalal (saudari ibu)nya*3+.” (H.R. Bukhari - Muslim).
Seluruh umat islam telah sepakat bahwa hadist rasul merupakan sumber dan dasar hukum islam setelah al-qur`an, dan umat islam di wajibkan mengikuti sunnah sebagai mana di wajibkan mengikuti Al-qur`an dan hadis. Al-qur`an dan hadist merupakan dua sumber syariat islam yang tetap,orang islam tidak mungkin memahami syari`at islam secara mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua sumber tersebut yaitu al-qur`an dan hadist.
1. Dalil Kewajiban Mengikuti Sunnah a.
Dasar iman
Banyak ayat al-qur`an dan hadist yang memberikan pengertian bahwa hadist itu merupakan sumber hukum islam selain al-qur`an yang wajib di ikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangannya. b.
Dasar Al-qur`an
Banyak ayat al-qur`an yang menerangkan tentang kewajiban mengikuti sunnah, mempercayai dan menerima segala yang di sampaikan oleh rasul kepada umatnya untuk di jadikan pedoman hidup manusia[4]. Di antara ayat-ayat yang di maksud adalah ,Firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 179 yang berbunyi : ى
Artinya: ``Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besa[5]r``Qs,Ali Imran (3):179).
Dan dalam ayat lain Allah SWT berfirman :
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya[6]``(Qs, Al-Anisa’ (4):136) Oleh karena itulah orang-orang mukmin di tuntut agar tetap beriman kepada Allah dan Rasulnya. Selain Allah memerintahkan umat islam agar pecaya kepada rasul SAW, juga menyuruhkan agar menaati segala bentuk perundang-undagan dan peraturan atau petunjuk yang di bawanya yaitu Alqur`an dan hadist serta sunnahnya[7]. Allah juga berfirman dalam surat Ali imran ayat 32 yang berbunyi :
Artinya : ``Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir[8]" (Qs, Ali Imran, (3):32)
Bentuk-bentuk ayat seperti ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan atau kewajiban taat terhadap semua yang di sampaikan oleh Rasul SAW.
c.
Dasar sunnah
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan keharusan menjadikan hadist sebagai pedoman hidup , di samping Al-qur`ansebagai pedoman utamanya.[9]
Rasullah Bersabda :
Artinya :
``Aku tinggalkan dua pusaka untuk mu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnahnya[10].(HR.Malik). Banyak peristiwa yang menunjukkan kesepakatan menggunakan hadist sebagai sumber hukum islam antara lain : a. Ketika Abu Bakar di bait menjadi khlifah, ia pernah berkata”saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang di amalkan/dilaksanakan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya.[11] b. Saat umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata:” saya tau engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu*12+’’. c. Pernah di tanya kepada ‘Abudullah bin Umar tentang ketentuan sholat safar dalam Al-qu`an. Ibnu umar menjawab :”Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu. Maka sesungguhnya kami berbuat. sebagai mana duduknya Rasulullah SAW, saya akan makan sebagaimana makannya Rasulullah dan saya Shalat sebagaimana shalatnya Rasulullah*13+’’. d. Diceritakan dari sa`id bin Musayyab bahwa ‘ Usman bin Affan berkata : saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, , saya akan makan sebagaimana makannya Rasulullah dan saya Shalat sebagaimana shalatnya Rasulullah ’’. d.
Dasar Ulama (ijma`)
Umat islam,kecuali mereka para penyimpang dan membuat kebohongan, telah sepakat menjadikan Hadis sebagai salah satu dasar hukum dalam beramal. Penerimaan mereka terhadap hadis sama seperti penerimaan merak terhadap Al-Qur`an, karena keduanya sama-sama di jadikan sumber hukum islam. Kesepakatan umat islam dalam mempercayai, menerima dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadis berlaku sepanjang zaman[14]. a. Sesuai Dengan Petunjuk Akal Kerasulan Nabi Muhammad SAW telah di akui dan di benarkan oleh umat islam. Ini menunjukkan adanya pengakuan, bahwa Nabi Muhammad membawa missi untuk mencegah amanat dari Zat yang mengangkat kerasulan itu, yaitu Allah SWT. Allah SWT bahkan menjadikan kerasulan ini sebagai salah satu dari prinsip keimanan[15].
2.Fungsi Sunnah Terhadap Al-qur`an Yang di maksud As-sunnah adalah Sunnah Nabi, yaitu segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad berupa perkataan,perbuatan,atau persetuajunnya (terhadap perkataan atau perbuatan para sahabatnya), yang di tunjukan sebagai syari’at bagi umat ini.
Namun menunjukkan bahwa masalah-masalah yang terdapat dalam al-qur`an dan juga di dalam hadist atau sunnah itu sangat penting untuk di imani, di jalankan dan di jadikan pedoman dasar oleh sitiap muslim[16]. Diantara maslah-masalh yang terjadi dalam al-qur`an di kemukakan pula dalam sunnah yaitu :
1. Kewajiban beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Di antaranya terdapat dalam surat al-a`raf ayat 158 yang berbunyi :
Artinya : ``maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang umi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk[17]
Adapun Nisbah as-sunnah dengan Al-Qur`an di tinjau dari segi penggunaan hujjah dan pengambilan hukum-hukum yang sederajat lebih rendah daripada Al-Qur`an. Artinya ialah bahwa seorang mujtahit dalam menetapkan hukum suatu peristiawa tidak akan mencari dalam as-sunnah terlebih dahulu, kecuali bila ia tidak mendapat ketentuan hukumnya di dalam Al-Qur`an. Hal itu di sebabkan karena Alqur`an menajdi dasar perundang-undangan dan sumber hukum pertama. Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, maka As-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi As-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut : 1. Bayan Tafsir, yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits : “Shallu kamaa ro-aitumuni ushalli” (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu : “Aqimush-shalah” (Kerjakan shalat). Demikian pula hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum” (Ambillah dariku perbuatan hajiku) adalah tafsir dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja*18+” ( Dan sempurnakanlah hajimu ). 2. Bayan Taqrir,
yaitu As-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Seperti hadits yang berbunyi: “Shoumu liru’yatihiwafthiru liru’yatihi” (Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah[19] : 185.
3. Bayan Taudhih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati”, adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah: 34, yang artinya sebagai berikut : “Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya dijalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih*20+”. 4. Bayan at-Tasyri` Kata at-tasyri` ,artinya pembuatan, mewujudkan,atau menetapkan aturan atau hukum. Maka yangd di maksud dengan bayan at-tasyri` di sini ialah penjelasan hadis yang berupa mewujudkan, mengadakan atau menetapkan suatu hukum atau aturan-aturan syara` yang di dapati nashnya dalam Al-qur`an[21]. 5. Bayan an-Nasakh Kata an-nasakh secara bahasa, bermacam-macam arti. Bisa berarti al-ibthal (membatalkan), atau alijalah (menghilangkan), atau at-tahwil (memindahkan), atau at-tagyir (mengubah). Dari pengertian di atas, bahwa ketentuan yang dating kemudian dapat menghapus ketentuan yang dating terdahulu. Hadis sebagai ketentuan yang dating kemudian dari pada al-Qur`an dalam hal ini dapat menghapus ketentuan atau isi kandungan Al-qur`an[22]. Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.
Jumhur ulama mengatakan bahwa al-sunnah merupakan urutan ke dua setelah al-qur`an. Untuk hal ini al-suyuthi dan al-Qasimi mengemukakan argumentasi rasional dan argumentasi tekstual[23]. Di antara argumentasi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Al-qur`an bersifat qath`i al-wurud, sedangkan al-Sunnah bersifat zhanni al-wurud. Karena itu yang qadh`i harus di dahulukan dari pada yang dzanni. 2. Al-Sunnah berfungsi sebagai penjabaran al-Qur`an. Ini harus di artikan bahwa yang menjelaskan berkedudukan setingkat di bawah yang di jelaskan.
3. Ada beberapa hadist dan atsar yang menjelaskan urutan dan kedudukan al-sunnah setelah alqur`an. Diantara dialog Rasulullah dengan Mu`az bin Jabal yang akan di utus ke negeri Yaman sebagai qadli. Nabi bertanya :``dengan apa kau putuskan suatu perkara’’? Mu`az menjawab,’’``dengan kitab Allah``. Jika tidak ada nashnya, maka dengan sunnah Rasul, dan jika tidak ada ketentuan dalam sunnahh, maka dengan berijtihad``. 4. Al-qur`an sebagai wahyu dari sang pencipta, Allah SWT,sedangkan hadist berasal dari hamba dan utusannya, maka selayaknya bahwa yang berasal dari sang pencipta lebih tinggi kedudukannya dari pada yang berasal dari hamba yang utusanNya[24]. Dalam Al-qur`an menyatakan bahwa kedudukan Al-sunnah sebagai sumber hukum islam setelah alqur`an berada dalam surat al-annisa ayat 59 yang berbunyi :
Artinya : ``Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu*25+”.
Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) kedua Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran Sunnah sebagai sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa, tetapai juga murtad hukumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri telah cukup menjadi alasan yang pasti tentang kebenaran Al-Hadits, ini sebagai sumber hukum Islam. Di dalam Al-Quran dijelaskan antara lain sebagai berikut:
1. Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapatkan siksa. (Al-Anfal: 13, Al-Mujadilah: 5, An-Nisa: 115).
Artinya :
``Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan RasulNya; dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaanNya.[26]
Dan Allah Juga Menerangkan dalam Surat Al-mujadilah bahwa orang yang menyalahi sunnah akan mendapat siksa, yang berbunyi :
ى
Artinya : ``Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.[27]
PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian singkat di atas tentang kedudukan hadis dalam islam,dalil yang mewajibkan mengikuti sunnah dan fungsi sunnah terhadap Al-qur`an, maka kami dapat menyimpulkan bahwa :
1. Secara bahasa, hadits dapat berarti baru, dekat dan khabar (cerita). Sedangkan menurut istilah, hadits berarti segala perkataan, perbuatan dan taqrir atau persetujuan yang disandarkan pada Nabi Muhammad SAW (aqwal, af’al wa taqrir).
2. Peran dan kedudukan Hadits adalah sebagai tabyin atau penjelas dari Al-Qur’an dan juga menjadi sumber hukum sekunder/kedua_setelah Al-Qur’an. 3. Dalam beberapa kasus, As-Sunnah dapat saja berdiri sendiri dalam menentukan hukum, hal ini didasarkan pada keterpeliharaan Nabi dari dosa dan kesalahan, khususnya dalam bidang syariat.Dan hal ini terbatas pada suatu perkara yang Al-Qur’an tidak menyinggungnya sama sekali, atau sulit ditemui dalil-dalilnya dalam Al-Qur’an. 4. Dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, As-Sunnah memiliki beberapa fungsi seperti; bayan tafsir yang menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak; Bayan Taqrir, berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an, dan; Bayan Taudhih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an.
Daftar Pustaka
Ash-Shiddieqy,Hasbi, 2004.Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,Jakarta,Bulan Bintang.
Nata,Abuddin, 2000, Al-qur`an Dan Hadis.Jakarata:PT RajaGrafindo.
Mudasir, 1999 , Ilmu Hadis. Cv.Pustaka Setia, Bandung.
Manna`Al-Qaththan, Syaikh 2005.Pengantar Studi Ilmu Hadis,Jakarta,Puataka Al-Kausar,
Saputra,Munzier, 2002, Ilmu Hadis.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,
Ranuwijaya,Utang,1996, Ilmu Hadis. Gaya Media Pratama Jakarta,
Yahya, Muktar,1986, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islami.Bandung :
Alma’afif.
[1] Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis, (jakarta : Gaya Media Pratama,1996) Hal 19
[2] Munzier Saputra,ilmu Hadis(Jakarta PT RajaGrafindo Persada:1993). hal 50 [3] Munzier Saputra. . .hal 52
[4] Syaikh Manna`Al-Qaththan,Pengantar Studi Imu Hadis,(Jakarta :Pustaka Alkausar,2005).hal 50 [5]Munzier Saputra,Ilmu Hadis,(Jakarta :PT RajaGrafindo,2002).hal 51
[6] Muktar yahya, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islami,(Bandung :PT Alma’arif).Hal44 [7] Munzier Saputra,Ilmu Hadis,(Jakarta:PT RajaGrafindo,2002).hal 53
[8] Muktar yahya. . .Hal 45
[9] Munzier Saputra. . . hal 52
[10]Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,( Jakarta: Gaya Media Pratama,1996) Hal 22
[11] Abuddin Nata,Al-qur`an Dan Hadis,(Jakarta:PT RajaGrafindo,2000).hal23
[12] Munzier Saputra,Ilmu Hadis,(Jakarta:PT RajaGrafindo,2002).hal 52
[13] Munzier Saputra. . .hal 53 [14]Utang Ranuwijaya. . .hal 23
[15] Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,( Jakarta: Gaya Media Pratama,1996) Hal 25
[16] Mudasir,ilmu hadis,(Bandung.CV Pustaka Setia),hal 206 [17] Mudasir. . .hal 207 [18] Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,( Jakarta: Gaya Media Pratama,1996). Hal 27 [19] Utang Ranuwijaya. . .hal 29 [20] Munzier Saputra,Ilmu Hadis,(Jakarta:PT RajaGrafindo,2002).hal [21] Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,( Jakarta: Gaya Media Pratama,1996). Hal 33 [22] Utang Ranuwijaya. . .Hal 37
[23] Abuddin Nata,AL-qur`an dan Hadis,(Jakarta:PT RajaGrafindo,2000). Hal 203 [24] Abuddin Nata. Hal 24-25
[25] Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,( Jakarta: Gaya Media Pratama,1996) Hal 4 [26] Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,(Jakarta:Bulan Bintang).hal
[27] Hasbi Ash-Shiddieqy. . . hal