Kepemimpinan dan Perubahan
Oleh : Akromul Ilma Wildani (115020200111074) (115020200111074) Andrissa Anugrah (115020200111080) Firlana Rahmania (115020200111081) (115020200111081) Nislam Anisah Putri (115020200111095) (115020200111095) Rr. Charisma Putri (11502020111101) (11502020111101)
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Mei 2013
Pengantar Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul " Kepemimpinan dan Perunbahan " tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan berbagai pihak , sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :. 1. Bapak Misbachudin Misbachudin Azzuhri, selaku Dosen Dosen kepemimpinan kepemimpinan atas segala segala bimbingannya. 2. Teman Teman teman sekelompo sekelompok k atas partisip partisipasin asinya ya dalam mengerj mengerjakan akan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. selanjutnya.
Malang, Maret 2013
Penulis
Pendahuluan A. Latar Belakang Organisasi masa kini menghadapi tantangan potensial. Agar dapat berhasil organisasi harus mengatasi secara efektif implikasi dari teknologi baru, globalisasi, iklim, sosial dan politik yang senantiasa berubah, konsolidasi industry, perubahan dalam preferansi pelanggan, standar kinerja, dan hokum berat. Memimpin perubahan mungkin adalah hal terberat yang Dihadapi pemimpin manapun, tetapi kecakapan ini mungkin merupakan pembeda paling baik antara manager dengan pemimpin, dan antara pemimpin medioker dengan yang luar biasa. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu mengenali factor situasional dan pengikut yang menghambat atau mendorong perubahan , menggambarkan visi yang luar biasa untuk masa depan, merumuskan serta mewujudkan rencana yang mewujudkan visi mereka dari mimpi menjadi kenyataan. Cakupan inisiatif perubahan begitu beragam. Pemimpin dapat menggunakan kecakapan dalam penetapan tujuan, pelatihan, bimbingan,delegasi maupun pemberdayaan untuk dapat secara efektif mengubah perilaku dan keahlian bawahan langsung mereka. Agar berhasil memimpin inisiatif perubahan berskala besar, pemimpin perlu memperhatikan
factor
mempengaruhi
kelompok
–
factor atau
situasional
generasi
ddan
mereka.
pengikut
Mereka
juga
yang harus
menggunakan kecerdasa, kecakapan, pemccahan masalah, kreativitas, serta nilai – nilai mereka untuk memilah mana yang penting dan menemukan solusi bagi perubahan yang dihadappi kelompok mereka dalam pelatihan dan perencanaan serta pengetahuan mereka tentang teknik motivasi dan dinamika kelompok agar dapat mendorong perubahan. Bab
ini
dimulai
dengan
menjelaskan
pendekatan
rasional
terhadap
perubahan dalam organisasi dan menerankan hal yang dapat pemimpin lakukan bila mereka ingin berhasil daalam perubahan. Selanjutnya denagn
pendekatan
alternative
terhadap
perubahan
–
kepemimpinan
transformational dan karismatik. Kami menutup denagn teori kepemimpinan transformational dan transaksional dari Bass
B. Rumusan Masalah •
Upaya apa saja yang dilakukan pemimpin untuk menghadapi perubahan ?
•
Bagaimana cara seorang pemimpin mengatasi pengikut yang menghambat perubahan ?
•
Bagaimana seorang pemimpin melakukan sebuah perubahan berskala besar untuk organisasinya ?
•
Mengapa ada perubahan – perubahan yang gagal ?
•
Bagaimana agar para pemimpin dapat melakukan perubahan yang baik untuk organisasinya ?
Pembahasan Pendekatan Rasional Terhadap Perubahan Dalam Organisasi Menurut buku Leadership: Enhancing the lessons of experience, 7 th edition yang ditulis oleh Hughes, Ginnet, and Curphy dijelaskan bahwa ; Model Beer menyajikan paduan bagi praktisi kepemimpinan yang ingin menerapkan inisiatif perubahan terhadap organisasi, juga alat diagnostic untuk memahami alasan inisiatif perubahan dapat gagal. Menurut Bert,
C (Jumlah Perubahan) = D (Ketidakpuasan) x M (Model) x P (Proses) x R (Perlawanan) D
pada rumus tersebut mewakili ketidakpuasan pengikut dengan kondisi
status quo.
M
melambangkan model untuk perubahan dan termasuk didalamnya
adalah visi sang pemimpin serta tujuan dan system yang perlu diubah untuk mendukung visi yang baru.
P
mewakili proses, yang berhubungan dengan
mengembangkan dan menerapkan rencana yang mengartikulasikan apa, siapa, kapan, di mana, dan bagaimana inisiatif perubahan.
R
adalah perlawanan ; orang-
orang melawan perubahan karena mereka takut kehilangan identitas atau hubungan social, dan rencana perubahan yang baik mengenali sumber-sumber penolakan seperti ini. Akhirnya,
C
adalah jumlah perubahan ( Amount of change).
Pemimpin dapat meningkatkan jumlah perubahan dengan meningkatkan level ketidakpuasan, meningkatkan kejelasan visi, mengembangkan rencana perubahan yang matang, atau dengan menurunkan jumlah penolakan pengikut. Dapat dilihat bahwa D x M x P adalah fungsi perkalian-meningkatkan ketidakpuasan tetapi tidak memiliki rencana akan memberikan perubahan yang kecil, sama halnya jika pengikut merasa senang dengan status quo akan sulit bagi pemimpin untuk mengajak
mereka
berubah,
terlepas
betapa
hebatnya
visi
atau
rencana
perubahannya. Model ini menyatakan perubahan dalam organisasi adalah proses yang sistematik, dan perubahan berskala besar dapat memakan waktu berbulanbulan jika bukan tahunan untuk dapat diterapkan. Praktisi kepemimpinan yang memahami model ini mampu dengan lebih baik mengembangkan perubahan dan mendiagnosis di mana inisiatif ini dapat terhambat.
Ketidakpuasan Tingkat ketidakpuasan pengikut adalah komposisi penting dari kemampuan pemimpin untuk memulai perubahan. Informasi mengenai ketidakpuasan pengikut dapat
diperoleh
dari survey kepuasan pegawai, catatan
keluhan, keluhan
pelanggan, atau dari percakapan dengan pengikut. Pengikut yang relative senang cenderung tidak condong pada perubahan, maka dari itu pemimpin yang ingin melakukan perubahan perlu mengambil tindakan untuk menurunkan tingkat kepuasan
pegawai/pengikut.
meningkatkan
ketidakpuasan
Kunci (D)
bagi
hingga
praktisi tahap
kepemimpinan
ketika
pengikut
adalah
cenderung
mengambil tindakan, tetapi ketidakkepuasan tersebut tidak sampai mengakibatkan pegawai/pengikut tidak keluar dari organisasi tersebut. Untuk meningkatkan ketidakkepuasan, pemimpin dapat berbicara tentang saingan
potensial,
teknologi,
atau
ancaman
hokum
atau
keprihatinan
pegawai/pengikut mengenai status quo.
Model Ada empat komponen utama dari variabel model (M) dalam rumus perubahan, yaitu, (1) pemindaian lingkungan, (2) visi, (3) penetapan tujuan baru
untuk mendukung visi, dan (4) perubahan system yang diperlukan. Yang dimaksudkan dari pemindaian lingkungan adalah bagaimana seorang pemimpin dapat memindai/mengamati SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat) dari organisasi tersebut. Sehingga dari informasi SWOT tersebut pada gilirannya dapat digunakan untuk perumusan visi untuk inisiatif perubahan. Penting untuk
memahami perbedaan antara visi
dan tujuan sebuah
organisasi. Visi adalah panduan bagaimana menentukan tindakan bagi sebuah organisasi, sedangkan tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh organisasi dan kapan itu akan tercapai. Oleh karena itu tujuan organisasi harus sejalan dengan visi organisasi tersebut, sehingga suatu tujuan organisasi dapat berfokus pada kondisi eksternal,
internal,
maupun
keduanya,
tergantung
pada
hasil
pemindaian
lingkungan dan visi organisasi. Setelah menentukan tujuan organisasi, pemimpin perlu menentukan system yang perlu berubah agar organisasi dapat memenuhi visi dan tujuannya. Pemimpin yang ingin inisiatif perubahan dalam organisasinya berhasil perlu mengambil pendekatan pemikiran system setelah menetapkan tujuan organisasi. Pendekatan
pemikiran
system
(system
thinking
approach)
meminta
pemimpin
untuk
memikirkan organisasi sebagai serangkaian system yang saling berkaitan, dan menjelaskan cara perubahan di satu system dapat mengakibatkan konsekuensi secara disengaja maupun tidak pada bagian lain dari organisasi. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan ingin meningkatkan pangsa pasar dan pemasukan, perusahaan itu mungkin mengubah system kompensasi untuk memotivasi personel penjualan untuk mengejar pelanggan-pelanggan baru. Tetapi, pendekatan ini juga dapat menyebabkan sejumlah masalah di bagian produksi, kendali mutu, akunting, dan
layanan
pelanggan. Pemimpin yang mengantisipasi masalah
ini
akan
Visi untuk meningkatkan kemungkinan melakukan perubahan system yang diperlukan -Tujuan strategis keberhasilan perubahan dalam organisasi. Gambar komponen penyejajaran organisasi Kapabilitas -Teknis Kepemimpin an
Sistem -Akunting Penjualan -SDM - IT
Budaya -Norma -Nilai bersama
Nilai bersama
Struktur -Cakupan kendali -Komposisi tim -Hirarki
Gambar diatas adalah grafik yang menggambarkan model system bagi praktisi kepemimpinan. Seluruh komponen model ini memengaruhi dan berinteraksi dengan komponen lainnya dalam model. Karenanya, pemimpin yang mengubah visi atau tujuan organisasi perlu memikirkan perubahan yang sepadan pada struktur, budaya, system, serta kapasitas pemimpin dan pengikut dalam organisasi. Sama halnya, perubahan dalam system informasi atau perekrutan dapat mempengaruhi kapasitas, budayam tujuannya.
Satu
struktur,
kunci
atau kemampuan
menuju
keberhasilan
organisasi untuk
perubahan
mencapai
organisasi
adalah
memastikan semua komponen dalam gambar diatas sudah sejalan.
Proses Komponen proses (P) dari model perubahan adalah ketika inisiatif perubahan menjadi nyata dan dapat dilakukan karena komponen ini berisikan pengembangan dan
eksekusi
dari
rencana
perubahan.
Rencana
perubahan
yang
baik
menjabarkan urutan peristiwa, penyampaian utama, garis waktu, pihak yang bertanggung jawab, ukuran, dan mekanisme umpan balik yang diperlukan untuk mencapai tujuan baru organisasi. Rencana ini juga dapat memuat langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan ketidakpuasan dan menangani penolakan yang telah diantisipasi, penjabaran kebutuhan pelatihan dan sumber daya, serta rencana komunikasi yang komprehensif agar seluruh pihak yang berhubungan dapat terus mendapat informasi. Perubahan akan terjadi hanya jika langkahlangkah tindakan yang dijabarkan dalam rencana perubahan sungguh-sungguh dilaksanakan.
Perlawanan Jenis pengikut dapat berubah dengan seiring nya adanya inisiatif perubahan, yang
sebelumnya
menjadi
pendukung
berubah
haluan
menjadi
penentang
perubahan, karena diperlukannya waktu sebelum keuntungan dari perubahan tadi terwujud. Pemimpin, pengikut, dan pemangku kepentingan lain sering kali beranggapan bahwa kinerja, produktivitasm atau layanan pelanggan akan segera mengalami kemajuan setelah digunakannya peralatan, system, perilaku baru, dan lain-lain. Namun demikian,seing kali ada penurunan dalam kinerja dan produktivitas di saat pengikut mempelajari system dan keahlian baru. Perbedaan antara ekspetasi awal dan kenyataan inilah yang disebut kesenjangan ekspektasi-
kinerja dan ini dapat menyebabkan frustasi, yang jika tidak ditangani dengan tepat akan memunculkan penolakan (Resistance, R), yang menyebabkan pengikut kembali ke perilaku dan system lama untuk menyelesaikan tugas. Pemimpin dapat membantu pengikut mengatasi rasa frustasi mereka dengan menetapkan ekspetasi yang realistis, menunjukan kesabaran, dan memastikan pengikut memperoleh kecakapan system dan keahlian yang baru sesegera mungkin. Rencana perubahan yang baik menanggapi adanya kesenjangan ekspetasi-kinerja dengan membangun program pelatihan dan bimbingan untuk meningkatkan level keahlian pengikut. Gambar kesenjangan ekspetasi-kinerja di jabarkan di bawah ini, Kinerj a
Ekspetasi Inisiatif perubahan yang diimplementasikan
Status quo
Kesenjangan
Alasan lain pengikut dapat
Kinerja Sesungguh nya
menolak
perubahan adalah kekhawatiran Waktu terhadap kerugian. Karena adanya perubahan, pengikut khawatir kehilangan kekuasaan, hubungan dekat dengan orang lain, imbalan, serta identitas mereka, atau disisi lain, dianggap tidak kompeten. Dan untuk mengatasi kekhawatiran ini
pemimpin dapat memberikan beberapa respon yang dijabarkan dalam table berikut ini.
Kehilangan/
Kemungkinan Tindakan Pemimpin
Kerugian Kekuasaan
Menunjukkan empati, kecakapan, mendengarkan dengan baik,
Kompetensi
dan cara-cara baru untuk membangun kekuasaan Pelatihan, bimbingan, bimbingan sebaya, bantuan pekerjaan,
Hubungan
dan lain-lain Membantu pegawai membangun hubungan baru sebelum
Imbalan
perubahan terjadi dan setelahnya Merancang dan menerapkan system imbalan baru untuk
Identitas
mendukung inisiatif perubahan Menunjukkan empati, menekan nilai dari peran yang baru
Pendekatan
Emosional
Organisasi:
Terhadap
Kepemimpinan
Perubahan
Dalam
Karismatik
Dan
Transformasional Menurut buku Leadership: Enhancing the lessons of experience, 7 th edition yang ditulis oleh Hughes, Ginnet, and Curphy dijelaskan bahwa ; Kepemimpinan Karismatik Pemimpin yang karismatik adalah individu yang penuh gairah yang bertekad kuat yang dapat menciptakan visi masa depan yang luar biasa. Melalui visi ini, mereka dapat memunculkan semangat tinggi. Melalui visi ini, mereka dapat memunculkan semangat tinggi dikalagan pengikutnya dan membangun ikata emosional yang kuat dengan mereka. Kombinasi antara visi yang luar biasa, emosi yang meninggi, dan ikatan pribadii yang kuat sering kali mendorong pengikut untuk mengarahkan usaha yang lebih besar dalam menghadapi tantangan organisasi atau sosial.
Kepemimpinan Karismatik: Tinjauan Historis
Dari penelitian – penelitian, mungkin karya Max Weber-lah yang paling penting. Weber beranggapan bahwa masyarakat dapat dikategorikan kedalan satu dari tiga sistem otoritas: tradisional, legal-rasional, dan karismatik. Dalam sistem otoritas tradisional, tradisi atau hukum tidak tertulis masyarakat mengatur siapa yang memiliki otoritas dan cara otoritas tersebut digunakan. Transfer otoritas dalam sistem semacam ini di dasarkan pada tradisi seperti meneruskan kekuasaan kepada anak pria pertama dari raja, setelah raja meninggal. Dalam sistem otoritas legal-rasonal, seseorang memiliki otoritas bukan karena tradisi atau hak lahir, melainkan karena aturan yang mengatur jabatan yang diemban. Misalnya, pejabat yang terpilih dan sebagian besar pemimpin dalam perusahaan non-profit atau pejabat diwajibkan mengambil tindakan tertentu karena posisi yang mereka jabat. Kedua sistem otoritas ini dapat dbedakan dengan sistem otoritas karismatik , ketika seseorang memperoleh otoritas karena sifat mereka yang layak diteladani. Pemimpin karismatik dianggap memiliki kualitas luar biasa atau kekuatan ilahiah yang membedakan mereka dengan manusia biasa. Menurut Weber, pemimpin karismatik datang dari pinggiran masyarakat dan muncul sebagai pemimpin saat terjadinya krisis sosialbesar. Para pemmpin ini mengajak masyarakat untuk fokus pada maslah yang dihadapinya. Karenanya, sistem otoritas karismatik biasanya merupakan hasil dari revolusi atas sistem otoritas tradisional dan legal-rasional. Sejumlah penulis berpendapat gerakan karismatik tidak apat terjadi kecuali saat masyarakat berada dalam krisis. Penuls lainnya berpendapat kepemimpinan karismatik adalah fungsi dari kualitas luar biasa dari sang pemimpin, bukan dari situasi. Akhirnya, beberapa penulis berpendapat bahwa kepemimpinan karismatik tidak bergantung pada kualitas pemimpin atau adanya krisis, melainkan pada reaksi para pengikut terhadap pemimpinnya. Menurut James McGregor Burns, iya meyakini kepemimpinan dapat mengambil satu dari dua bentuk. Kepemimpinan
transaksional terjadi saat pemimpin dan pengikut berada dalam semacam hubungan pertukaran untuk memnuhi kebutuhan. Contohnya, pertukaran uang dengan kerja, suara dengan keuntungan politis, dll. Bentuk kepemimpinan kedua adalah, kepemimpinan transformasional, yang mengubah status quo dengan mengunggah nilai nilai pengikut dan pemahaman
mereka
kepada
tujuan
yang
lebih
tinggi.
Pemimpin
transformasional
mengartikulasikan permasalahan mereka dalam sistem yang ada dan memiliki visi luar biasa mengenai bentuk masyarakat atatu organisasi baru. Para pemimpin ini juga mengajarkan pengikutnya cara menjadi pemimpin dan mengajak mereka mengambil
peran
aktif
dalam
gerakan
perubahan.
Semua
pemimpin
transformasional bersifat karismatik, tetapi tidak semua pemimpin karismatik bersifat transformasional. Pemimpin transformasional bersifat karismatik karena mereka dapat mengartikulasikan visi masa depan yang luar biasa dan membentuk ikatan emosional yang kuat dengan para pengikutnya. Pemimpin yang karismatik yang tidak transformasional dapat menciptakan visi dan membentuk hubungan emosional yang kuat dengan pengikut, tetapi mereka melakukannya untuk memnuhi kebutuhan sang pemimpinnya sendiri. Baik pemimpin karismatik maupun transformaasional
berusaha
mewujudkan
perubahan
organisasi
dan
sosial,
perbedaannya adalah apakah perubahan ini menguntungkan pemimpinnya atau pengikutnya. Burns menyatakan, kepemimpinan transformasional selalu melibatkan konflik dan perubahan, dan pemimpin transformasional harus bersedia menyambut konflik, memiliki musuh, banyak berkorban, serta tebal muka dan fokus pada usaha mencapai tujuan mereka. Pemimpin karismatik dipercaya memotivasi pengikutnya dengan megubah persepsi mereka mengenai kerja itu sendiri, menawarkan visi masa depan yang luar biasa, mengembangkan identitas kolektif di kalangan pengikutnya, serta meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam menyelesaikan pekerjaan. Pemimpin transformasional diyakini mencapai hasil yang lebih kuat karena mereka meningkatkan kesadaran
pengikutnyaakan
tujuan dan
cara
mencapainya, mereka meyakinkan pengikut untuk bertindak bagi kebaikan bersama kelompok, dan visi masa depan mereka membantu pengikut memenuhi kebutuhan tingkat tinggi mereka.
Sifat Pemimpin Visi Baik pemimpin tranformasional maupun pemimpin karismatik secara inheren berorientasi pada masa depan. Visi seorang pemimpin karismatik tidak terbatas pada gerakan sosial yang besar, pemimpin dapat mengembangkan visi yang luar biasa bagi organisasi atau level organisasi manapun. Visi ini dapat menstimulasi
atau
mempersatukan
usaha
pengikut,
yang
dapat
membantu
mendorong
penyelarasan dan perubahan organisasi serta tingkat kinerja yang lebih tinggi oleh pengikut. Ajaibnya visi seorang pemimpin sering kali adalah, semakin rumit masalah, semakin orang-orang tertarik pada solusi yang sederhana.
Keahlian Retorika Pemimpin karismatik dan tranformasional memiliki keahlian retorika yang hebat dan menggugah emosi pengikutnya serta mengispirasi mereka untuk mengikuti visinya. Pemimpin karismatik banyak menggunakan metafora, analogi, dan cerita daripada wacana abstrak dan membosankan untuk membingkai ulang isu dan menyampaikan pendapat mereka. Sering kali penyampaian pidato bahkan lebih penting dari isinya sendiri. Penyampaian yang buruk dapat mengurangi kekuatan isi yang hebat.
Membangun Citra dan Kepercayaan Pemimpin transformasional membangun kepercayaan pada kepemimpinan mereka serta ketercapaian tujuan mereka melalui citra yang menunjukkan kepercayaan diri yang tak tergoyahkan, keyakinan moral yang kuat, telada pribadi dan pengorbanan diri, serta taktik atau perilaku yang tidak konvensional. Sementara pemimpin transformasional
membangun
kepercayaan
dengan
menunjukkan
komitmen
terhadap kebutuhan pengikutnya di atas kepentingan pribadi, beberapa pemimpin karismatik begitu peduli dengan citra mereka hingga yang mereka lakukan tidak lebih hanya menerima pujian atas pencapaian orang lain atau melebih-lebihkan kemampuan mereka.
Kepemimpinan yang Dipersonalisasi Satu aspek yang paling penting dari kepemimpinan karismatik dan transformasional adalah sifat pribadi kekuatan sang pemimpin. Kepemimpinan yang disesuaikan dengan pribadi pengikutnya inilah yang tampaknya menyebabkan perasaan pemberdayaan yang tampak ada pada pengikut kepemimpinan karismatik atau
transformasional. Pemimpin karismati tampaknya lebih cakap dalam menangkap isyarat isyarat sosial dan cenderung ekspresif secara emosional. Pemimpin transformasional juga memberdayakan pengikutnya dengan memeberi mereka tugas yang menghasilkan kepercayaan diri yang meningkat dan menciptakan lingkungan dengan ekspektasi tinggi dan emosi positif.
Sifat Pengikut Identifikasi dengan Pemimpin dan Visinya Dua efek yang berkaitan dengan kepemimpinan karismatik meliputi perasaan kuat terhadap pemimpin dan kesamaan keyakinan pengikut dengan pemimpin. Efek ini menggambarkan semacam ikatan atau identifikasi dengan pemimpin secara pribadi serta investasi psikologis paralel pada tujuan atau kegiatan yang lebih besar dari dirinya sendiri.
Tingkatan Emosi yang Tergugah Emosi sering kali merupakan pendorong inisiatif perubahan berskala besar, dan pemimpin
karismatik
mempertahankannya,
sering termasuk
kali
akan
membuat
melakukan
pengikutnya
apapun
memikirkan
untuk tentang
ketidakpuasan mereka terhadap status quo atau membuat seruan yang penuh semangat secara langsung ke pengikut. Tetapi beberapa orang akan merasa tersaingi dengan visi dan gerakannya serta dapat memiliki emosi yang sama kuatnya dengan pengikut visi tersebut. Efek polarisasi dari pemimpin karismatik ini bisa jadi salah satu alasan hidup mereka umumnya berakhir dengan pembunuhan. Mereka yang terasingkan oleh pemimpin karismatik sama besar kemungkinannya untuk bertindak sesuai emosi merekea seperti pengikut gerakan tersebut.
Kesediaan untuk Setia pada Pemimpin Kesediaan untuk setia pada pada pemimpin melibatkan rasa segan mereka pada otoritas pemimpin. Akibatnya, pengikut sering kali secara alamiah dan rela tunduk pada otoritas dan superioritas sang pemimpin. Pengikut tampak berhenti berpikir kritis, mereka tidak banyak mempertanyakan maksud atau keahlian pemimpin, ketepatan visi atau inisiatif perubahan, maupun tindakan yang diambilnya untuk mewujudkan visinya.
Perasaan Terberdayakan Pengikut pemimpin karismatik tergerak untuk memiliki ekspektasi lebih besar dari diri mereka sendiri, dan mereka bekerja lebih giat untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Pengikut akan merasa lebih kuat dan berdaya pada saat yang sama mereka mensubordinasikan diri mereka pada pemimpin karismatik. Perasaan terberdayakan ini, saat dibarengi dengan tingkatan emosional yang tergugah serta visi masa depan pemimpin, sering kali menghasilkan peningkatan kinerja dalam organisasi, kelompok, atau tim atau perubahan sosial yang signifikan.
Sifat Situasional Hubungan antara pimpinan dan bawahan dalam konsep teori situasional Hersey dan Blancard (1992:181-192) dapat ditinjau dari : 1. Perilaku Hubungan, menyatakan tingkatan sejauh mana pemimpin melakukan hubungan dua arah dengan bawahan. Dimensi untuk mengukur perilaku hubungan dapat dilihat pada Tabel 1. 2. Perilaku Tugas, menyatakan tingkatan sejauh mana pemimpin memberikan petunjuk dan pengarahan kepada bawahannya. Dimensi untuk mengukur perilaku tugas dapat dilihat pada Tabel 2. 3. Tingkat Kematangan Bawahan, dinyatakan sebagai besarnya kemampuan dan kemauan dari bawahan untuk menyelesaikan tugasnya.
Tabel 1 Instrumen untuk Mengukur Perilaku Hubungan
Dimensi Perilaku Memberikan
Indikator Perilaku Memberikan dukungan dan dorongan
Sumber :
Mengkomunikasikan
Melibatkan orang-orang dalam diskusi yang
Blanchard
Hersey dan
bersifat ―memberi dan menerima‖ tentang (1992:191) Memudahkan
Memudahkan interaksi diantara orang-
interaksi Aktif menyimak
oran n a Berusaha mencari dan menyimak pendapat dan kerisauan orang-orangnya
Memberikan bantuan Memberikan balikan tentang prestasi orang-
Tabel 2 Instrumen untuk Mengukur Perilaku Tugas
Dimensi Perilaku Tugas
Penyusunan Tujuan Pengorganisasian Menetapkan Batas Waktu Pengarahan Pengendalian
Indikator Perilaku Menetapkan tujuan yang perlu dicapai orang-orang
Mengorganisasi situasi kerja bagi orangorangnya Menetapkan batas waktu bagi orangorangnya Memberikan arahan spesifik Menetapkan dan mensyaratkan adanya laporan regular tentang kemampuan pekerjaan
Sumber : Hersey dan Blanchard (1992:191)
Faktor Situasional ini banyak memainkan peran penting dalam menentukan apakah pemimpin tersebut karismatik atau tidak, karena ada kalanya individu
dipandang karismatik hanya saat berhadapan dengan situasi-situasi tertentu . Oleh karena itu situasi menyandang peran penting dalam pemimpin karismatik dan itu akan berguna untuk menentukan faktor yang memengaruhi kepemimpinan karismatik.
Mungkin salah satu faktor situasional terpenting yang berkaitan dengan kepemimpinan karismatik adalah ada atau tidaknya krisis . Para pengikut yang sudah puas dengan status quo relatif tidak memandang perlunya pemimpin karismatik. Namun di sisi lain, adanya suatu krisis yang akut membuat pengikut menginginkan seorang pemimpin yang mampu mengatasi masalah atau krisis yang mereka hadapi. Pemimpin yang karismatik diberikan kebebasan dan otonomi yang lebih luas untuk mengatur organisasi agar terbebas dari krisis. Pengikut cenderung temotivasi tinggi untuk mendukung progam dan perintah pemimpin karismatik karena mereka percaya bahwa dia dapat mengeluarkan organisasi dari masa krisis. Pemimpin yang karismatik cenderung membuat langkah yang radikal dan tidak terduga untuk memecahkan masalah yang ada. Sebagai contoh adalah mantan presiden Republik Indonesia almarhum Gus Dur. Beliau dipandang seseorang yang memiliki karisma yang luar biasa oleh para pengikutnya. Saat beliau menjadi presiden RI juga banyak mengeluarkan ide diluar pemikiran pada umumnya untuk menyelesaikan masalah yang ada di negeri ini. Sehingga banyak para pengikut yang masih setia kepada beliau walaupun Gus Dur sudah wafat. Jejaring Sosial juga dapat memengaruhi penyandang karisma. Cenderung seseorang yang memiliki karisma akan menyebar lebih cepat di organisasi yang memiliki jejaring sosial mapan. Sehingga semua orang mengenal setiap orang lainnya. Pemimpin karismatik lebih memegang peran dalam jejaring sosial yang dijalaninya ketimbang yang lain. Selain itu
masih
banyak variabel-variabel situasi
yang memengaruhi
karismatik pemimpin. Namun mungkin variabel yang paling sering diabaikan adalah
waktu. Dalam kepemimpinan karismatik dan tranformasional tidak dapat terjadi secara instan namun perlu waktu untuk itu. Dalam prosesnya seorang pemimpin harus dapat mengembangkan dan menyampaikan visi mereka, menggugah motivasi emosional pengikut, dan mengerahkan serta memberdayakan pengikut untuk mewujudkan visi mereka.
Pendapat Penutup Mengenai Sifat Pemimpin Karismatik Dan Transformasional Menurut buku Leadership: Enhancing the lessons of experience, 7 th edition yang ditulis oleh Hughes, Ginnet, and Curphy dijelaskan bahwa ; Pertama, definisi karismatik yang disandang pada pemimpin tertentu didasarkan pada hubungan mereka dengan pengikut, kepemimpinan karismatik juga dapat dipahami dengan cara memperhatikan kemampuan faktor pemimpin dan
situasional
memengaruhi
proses pengembangan ini. Hubungan antara
pemimpin karismatik dan pengikutnya sering kali hasil interaksi antara kualitas pemimpin, visi pemimpin memenuhi kebutuhan pengikut, serta faktor situasional tertentu. Kedua, sebelum karisma disandangkan pada seorang pemimpin maka seluruh sifat kepemimpinan karsmatik harus ada pada pemimpin tersebut. Ketiga kepemimpinan karismatik dapat muncul di mana saja dan tidak harus di pentas dunia. Keempat, ada beberapa individu yang terkenal dan terhormat seperti artis, musisi, atlet, politisi, dan lainnya dapat mengembangkan citra karismatik di mata pengagum dan pemuja mereka. Dalam kasus seperti ini bukanlah contoh dari kepemimpinan karismatik karena hanya ada berjalan dari satu arah. Mengingat kepemimpian karismatik adalah jalan dua arah. Tidak hanya pengikut yang mengembangkan ikatan emosional dengan pemimpin, tetapi pemimpin juga mengembangkan ikatan emosional pada pengikut. Jadi, kepemimpinan karismatik mempunyai banyak faktor yang memengaruhi dan situasional juga memiliki dampak pada karisma pemimpin. Menggunakan pendekatan emosional kepada pengikut untuk mendorong perubahan organisasi adalah cara pemimpin karismatik. Dengan memanfaatkan atau membuat krisis maka pemimpin lebih berhasil dalam mendorong perubahan organisasi. Visi yang disampaikan kepada pengikut yang berisi solusi untuk permasalahan di masa mendatang memberi gambaran pada pengikut tentang masa depan yang luar biasa. Pemimpin harus bersemangat saat memberikan visi kepada pengikut sehingga mereka termotivasi dan memberikan umpan balik yang memuaskan bagi organisasi.
Teori
Kepemimpinan
Transformasional
dan
Transaksional Bass Menurut buku Leadership: Enhancing the lessons of experience, 7 th edition yang ditulis oleh Hughes, Ginnet, and Curphy dijelaskan bahwa ; Kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang diemban oleh bawahan. Pemimpin di sini merupakan seseorang yang mendesain pekerjaan serta mekanismenya, sementara staf adalah seseorang yang melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan keahliannya masing-masing. Kepemimpinan ini lebih difokuskan pada peranannya sebagai manajer karena pemimpin
sangat
terlibat
dalam
aspek-aspek
prosedural
manajerial
yang
metodologis dan fisik. Untuk
lebih
memahami
kepemimpinan
transaksional,
Nawawi
menjelaskan
karakteristik dari kepemimpinan itu sebagai berikut: 1) Kepemimpinan ini cenderung kharismatik, melalui perumusan visi dan misi secara jelas, menanamkan kebanggaan pada organisasi dan pemimpin, memperoleh penghargaan, dukungan dan kepercayaan dari bawahan. 2) Kepentingan
ini
mengutamakan
inspirasi,
yang
mencakup
mengkomunikasikan harapan yang tinggi, menggunakan lambang-lambang dan slogan-slogan untuk memfokuskan usaha mengungkapkan sesuatu yang penting secara sederhana. 3) Kepemimpinan ini memiliki kemampuan memberikan rangsangan intelektual, menggalakkan penggunaan kecerdasan, membangun organisasi belajar, mengutamakan rasionalitas, dan melakukan pemecahan masalah secara teliti. 4) Kepemimpinan ini memberikan pertimbangan yang diindividualkan, memberi perhatian secara
pribadi, memperlakukan
bawahan
secara individual,
menyelenggarakan pelatihan dan menasehati. Salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional dan
transaksional
(Bass,
1990).
Gagasan
awal
mengenai
gaya
kepemimpinan
transformasional dan transaksional ini dikembangkan oleh James MacFregor Gurns yang
menerapkannya
dalam
konteks
politik.
Gagasan
ini
selanjutnya
disempurnakan serta diperkenalkan ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass (Berry dan Houston, 1993). Burn
(dalam
Pawar
dan
Eastman,
1997)
mengemukakan
bahwa
gaya
kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat dipilah secara tegas dan keduanya
merupakan
gaya
kepemimpinan
yang
saling
bertentangan.
Kepemimpinan transformasional dan transaksional sangat penting dan dibutuhkan setiap organisasi. Selanjutnya Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997; Keller, 1992) mengembangkan konsep kepemimpinan transformasional dan transaksional dengan berlandaskan pada pendapat Maslow mengenai hirarki kebutuhan manusia. Menurut Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) keterkaitan tersebut dapat dipahami dengan gagasan bahwa kebutuhan karyawan yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan rasa aman hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transaksional. Sebaliknya, Keller (1992) mengemukakan bahwa kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri, hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transformasional. Sejauhmana pemimpin dikatakan sebagai pemimpin transformasional, Bass (1990) dan Koh, dkk. (1995) mengemukakan bahwa hal tersebut dapat diukur dalam hubungan dengan pengaruh pemimpin tersebut berhadapan karyawan. Oleh karena itu, Bass (1990) mengemukakan ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan: 1) mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha; 2) mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan 3) meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri. Hubungan antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional 38 Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional, Bass (dalam Howell dan Hall-Merenda,
1999) mengemukakan adanya empat karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu: 1) karisma, 2) inspirasional, 3) stimulasi intelektual, dan 4) perhatian individual. Selanjutnya, Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemukakan bahwa hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni: 1) pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelasakan apa yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan; 2) pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan. 3) pemimpin
responsif
terhadap
kepentingan
pribadi
karyawan
selama
kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan. Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu imbalan kontingen, dan manajemen eksepsi. Berkaitan dengan perilaku
karyawan,
pengaruh
gaya
Podsakoff
kepemimpinan
dkk.
(1996)
transformasional
mengemukakan
terhadap
bahwa
gaya
kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin, motivasi, kepuasan kerja dan mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam suatu organisasi. Menurut Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan
hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan. Judge dan Locke (1993) menegaskan bahwa gaya kepemimpinan merupakan salah satu
faktor
penentu
mengungkapkan
kepuasan
bahwa
kerja.
keluarnya
Jenkins
(dalam
karyawan lebih
Manajemen,
1990),
banyak disebabkan oleh
ketidakpuasan terhadap kondisi kerja karena karyawan merasa pimpinan tidak memberi kepercayaan kepada karyawan, tidak ada keterlibatan karyawan dalam pembuatan keputusan, pemimpin berlaku tidak objektif dan tidak jujur pada karyawan. Pendapat ini didukung oleh Nanus (1992) yang mengemukakan bahwa alasan utama karyawan meninggalkan organisasi disebabkan karena pemimpin gagal memahami karyawan dan pemimpin tidak memperhatikan kebutuhankebutuhan karyawan. Dalam kaitannya dengan koperasi, Kemalawarta (2000) dalam
penelitiannya
menunjukkan
bahwa
kendala
yang
menghambat
perkembangan koperasi di Indonesia adalah keterbatasan tenaga kerja yang terampil dan tingginya turnover. Pada
dasarnya,
kepemimpinan
merupakan
kemampuan
pemimpin
untuk
mempengaruhi karyawan dalam sebuah organisasi, sehingga mereka termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam memberikan penilaian terhadap gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin, karyawan melakukan proses kognitif untuk menerima, mengorganisasikan, dan memberi penafsiran terhadap pemimpin (Solso, 1998). Berbagai penelitian yang dilakukan berkaitan dengan kepuasan kerja terutama dalam
hubungannya
dengan
gaya
kepemimpinan
transformasional
dan
transaksional. Penelitian yang dilakukan oleh Koh dkk. (1995) menunjukkan bahwa ada
hubungan
yang
signifikan antara
kepemimpinan
transformasional
dan
transaksional dengan kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Popper dan Zakkai (1994) menunjukkan bahwa pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap organisasi sangat besar. Sebagian besar yang kita ketahui mengenai sifat pemimpin, pengikut , dan situasional terkait kepemimpinan karismatik atau transformasional datang dari penelitian atas teori transformasional dan transaksional Bass. Bass menyakini pemimpin transformasional memiliki sifat pemimpin yang dijelaskan sebelumnya
dan menggunakan persepsi atau reaksi bawahan untuk menentukan apakah pemimpin memiliki
tersebut visi,
transformasional.
keahlian
retorika,
dan
Karenanya
pemimpin
pengelolaan
kesan
transformasional yang
baik
dan
menggunakannya untuk mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan pengikutnya. Pemimpin transformasional diyakini lebih berhasil dalam mendorong perubahan organisasi karena tergugahnya emosi pengikut serta kesediaan mereka untuk
bekerja mewujudkan visi sang pemimpin.
transaksional
tidak
memiliki
sifat
Sementara
tersebut.pemimpin
itu, pemimpin
transaksional
diyakini
memotivasi pengikut dengan cara menetapkan tujuan dan menjanjikan imbalan bagi kinerja mereka. Avolio dan Basss
berpendapat
bahwa kepemimpinan
transaksional dapat berdampak positif terhadap tingkat kepuasan dan kinerja pengikut, namun perilaku ini seringkali kurang dimanfaatkan karena keterbatasan waktu, keahlian dalam memimpin, ketidak percayaan dikalangan pemimpin bahwa imbalan dapat mendorong kinerja lebih baik. Kepemimpinan transaksional hanya melanggengakn status quo. Penggunaaan imbalan tidak menghasilkan perubahan jangka
panjang
seperti
pada
kepemimpinan
transformasional.
Bass
(1990)
mengemukakan ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan: 1. mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha 2. mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok 3. meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri. Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu imbalan kontingen, dan manajemen eksepsi. Bass mengembangkan sebuak kuisioner yang dikenal sebagai Multifactor Leadership Quesstionaire (MLQ) untuk menilai tingkatan pemimpin transformasional atau transaksional serta tingkat kepuasan dan kepercayaan pengikut pada pemimpinnya. MLQ adalah instrument umpan balik menyeluruh yang menilai lima factor transformasional , tiga factor transaksional, dan satu factor non kepemimpinan. Factor kepemimpinan
transformasional
menilai tingkatan kepemimpinan menanamkan rasa bangga pada disi orang lain, menunjukkan kekuasan dan kepercayaan diri, membuat pengorbanan diri, atau
memperjuangkan kemungkinan – kemungkinan baru, serta membantu pengikut menghadapi masalah yang mereka hadapi. Ketiga factor transaksional menilai tingkatan pemimpin mentapkan tujuan , memberikan imbalan saat target kerja terpenuhi, mengawasi tingkat kinerja pengikut, serta menengahi saat terjadi masalah. MLQ juga menilai factor lain yang disebut sebagai kepemimpinan laiszzers faire yang menilai tingkatan pemimpin menghindari tanggung jawab, gagal
mengambil
keputusan,
tidak
ada
saat
dibutuhkan,
atau
gagal
menindaklanjuti permintaan.
Pertanyaan dan Jawaban Presentasi 1. Mengapa ketidakpuasan merupakan factor yang penting dalam perubahan ? ( Mardhatilah Shanti ) Jawab : Karena kita seseorang berada di zona nyamannya yang membuat seseorang itu puas maka orang tersebut tidak akan mempunyai keinginan
dan inisiatif untuk berubah. Maka dari itu terkadang seorang pemimpin harus menciptakan ketidakpuasan bagi pengikutnya.
2. Apakah sebuah perubahan itu bisa dihitung dengan matematis seperti persamaan yang telah dijelaskan tersebut ? ( Reka Dio) Jawab : Persamaan tersebut bukanlah sebuah persamaan matematis, namun hanya menjelaskan factor – factor yang mendukung adanya perubahan. Faktor – factor tersebut salig terkait sehingga kami menjelaskan dalam bentuk seperti itu.
3. Apakah keahlian etorika yang dimiliki seorang pemimpin itu harus membuat bawahannya merasa penasaran ? ( Reka Dio) Jawab : bukan, keahlian retorika yang dimiliki seorang pemimpin merupakan keahlian berkomunikasi anatara pemimpin dan bawahannya.
4. Telah dijelaskan apabila pemimpin kharismatik merupakan pemimpin yang terbentuk karena reaksi pengikut. Reaksi pengikut yang seperti apa yag menciptakan pemimpin kharismatik ? (Rasmi) Jawab: Reaksi pengikut itu terbentuk secara alamiah. Pengikut tersebut akan menghormati, mengagumi pemimpin tersebut karena charisma yang dimiliki pemimpin tersebut.
5. Dalam skema 4 model perubahan tersebut apabila ada 1 faktor yang berubah, maka factor lainnya harus berubah. Bagaimana apabila struktur atau sistemnya yang berubah ? Jawab : Skema yang menggambarkan system ersebut memang saling terkait dan apabila terdapat actor yang berubah factor yang lain haruslah
menesuaikan factor yang berubah tersebut. Namun bila system / structurnya yang berubah, factor- factor dibawah factor tersebut itu harus menyesuaikan perubahannya. Sehingga tetap akan menjadi system.
6. Bila terdapat seorang pemimpin kharismatik yang tidak cakap, apakah ia masih bisa disebut pemimpin kharismatik ? (Lila Mirda) Jawab : pemimpin kharismatik tidak bergantung dengan kemampuan dan kecakapan
yang
dimiliki
seorang
pemimpin
tersebut,
namun
lebih
bergantung pada reaksi alamiah yang tercipta dari pengikutnya. Sebab, seorang pemimpin
kharismatik, akan tetap dihormati dan dikagumi
bawahannya dengan charisma yang ia miliki tanpa bergantung pada kemampuan dari seorang pemimpin tersebut .
Simpulan Dalam makalah ini kami telah membahas dua pendekatan besar terhadap perubahan dalam organisasi. Meskipun lini penelitian bebeda digunakan dalam menggembangkan rasional dan emosional terhadap perubahan, nyatanya dua pendekatan ini memiliki beberapa kesamaan penting. Dengan pendekatan rasional, pemimpin meningkatkan ketidakpuasan pengikut dengan menunjukkan masalah yang ada pada status quo, mengidentifikasi secara sitematis area perubahan yang diperlukan,
mengembangkan
visi masa depan, serta
mengembangkan
dan
menerapkan suatu rencana perubahan. Dalam pendekatan emosional, pemimpin mengembangkan dan mengartikulasikan visi masa depan, mengunggah emosi pengikut, dan memberdayakan pengikut untuk bertindak sesuai visinya. Pemimpin karismatik juga lebih cenderung muncul dalam kondisi yang tidak pasti atau krisis, dan bias saja menciptakan krisis untuk meningkatkan kemunghkinan pemimpin berkomitmen pada visi masa depannya.pendekatan rasional menaruh penekanan lebih pada keahlian analisis, perencanaan, dan manajemen. Sementara pendekatan emosional lebih menkankan keahlian kepemimpinan, hubungan pemimpin – pengikut , dn adanya krisis untuk mendorong perubahan dalam organisasi. Makalah ini juga menjelaskan langkah – langkah yang harus diambil praktisi kepemimpinan jika mereka ingin medorong perubahan dalam organisasi. Dalam makalah ini dijelaskan pula teori kepemimpinan transformasional dan transaksional bass. gaya kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin, motivasi, kepuasan kerja dan mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam suatuorganisasi. kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.
Bibliografi Hughes, Ginnet, and Curphy.2012, Leadership: Enhancing the lessons of experience, 7 th edition. NY:Mcgravo Hill., hlm 511- 545