FORDYCE’S GRANULER
Dibuat Oleh : Kelompok 1, Kelas B
Anggota : Trissa Rachmi
2009 11 141
Paramita Putri Priyanti
2009 11 156
Hanna Rouli
2011 11 066
Hari Adiyanto
2011 11 067
Hasna Luthfiyah
2011 11 068
Hendra Widya P
2011 11 069
Ilona Amalia
2011 11 070
Inneke Rachmawaty
2011 11 071
Irine Virginia
2011 11 072
Ismaeil Bahanan
2011 11 073
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA) 1
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang MahaEsa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Fordyce s Granuler . “
’
”
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namundemikian, tim penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Jakarta, 8 April 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
1
DAFTAR ISI
2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
3
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Fordyce s Granuler ’
4
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA
17 18
3
BAB I Pendahuluan
1. Latar Belakang
Kesehatan mulut merupakan elemen penting dari kesehatan umum dan kesejahteraan kehidupan. Kesehatan mulut yang baik akan memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif, untuk makan dan menikmati berbagai macam makanan, serta penting dalam kehidupan secara keseluruhan, untuk kepercayaan diri, dan untuk kehidupan sosial. Akan tetapi, berbagai macam penyakit mulut dapat mempengaruhi proporsi populasi dunia serta mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas. Terdapat berbagai macam penyakit yang dapat ditemukan di area mulut, yang dapat mempengaruhi baik jaringan keras ataupun jaringan lunak. Rentang dan kondisi penyakit-penyakit yang dapat diklasifikasikan sebagai penyakit mulut antara lain meliputi karies gigi, penyakit periodontal, kanker mulut, noma, erosi gigi dan fluorosis gigi. Penyakit mulut memiliki prevalensi yang cukup tinggi dan dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan dan individu cukup signifikan. Rasa sakit, rasa tidak nyaman, kesulitan tidur, terbatasnya fungsi menyantap makanan yang menyebabkan nutrisi buruk, dan tidak dapat beraktivitas seperti ke sekolah atau kantor akibat permasalahan dental merupakan dampak-dampak yang ditimbulkan dari berbagai macam penyakit mulut. Salah satu permasalahan kesehatan mulut yang paling sering diteliti adalah karies gigi, dimana permasalahan ini menyerang jaringan keras. Selain karies gigi, kondisi mukosa mulut, terutama penyakitnya juga merupakan permasalahan lain yang sangat sering terjadi pada populasi dunia. Studi ini akan fokus untuk membahas kondisi mukosa mulut yang mempengaruhi jaringan lunak pada area mulut. Penyakit mukosa mulut merupakan bagian dari penyakit mulut yang berdampak besar bagi pasien yang mengalaminya. Hal ini dapat terjadi karena mukosa mulut memiliki fungsi protektif yang secara signifikan dapat mempengaruhi kesehatan umum pasien. Beberapa studi telah dilakukan untuk mengetahui prevalensi dari penyakit mulut. Oleh karena itu, kami akan membahas mengenai penyakit mukosa mulut yaitu "Fordyce's Granuler" . 4
BAB II Pembahasan
Fordyce granules merupakan salah satu dari variasi pada struktur dan penampakan dari mukosa rongga mulut. Lesi ini merupakan suatu kondisi dimana terdapat kelenjar sebasea ektopik atau sebaceous choristomas (jaringan normal pada lokasi yang abnormal) pada mukosa rongga mulut. Normalnya, kelenjar sebasea terlihat pada dermal adnexa, dan memiliki asosiasi dengan folikel rambut; tetapi bagaimanapun juga fordyce granules tidak memiliki asosiasi dengan struktur rambut pada kavitas oral.
Fordyce granules sering disebut sebagai fordyce’s conditions, fordyce’s spots, fordyce disease, ectopic sebaceous glands, dan juga sering disebut sebagai seboglandulia buccalis. Kondisi ini awalnya dideskripsikan oleh Kolliker pada tahun 1861, tetapi dinamakan sesuai dengan nama Fordyce yang melaporkan kondisi yang sama pada tahun 1896.22 Etiologi dari fordyce granules ialah developmental origin. H. S. Goldman dan M. Z. Marder (1982) juga mengatakan bahwa fordyce granules bukan merupakan suatu penyakit, namun merupakan gangguan developmental.
Fordyce granules memilik karakteristik gambaran klinis berupa butiran- butiran berwarna putih kekuning-kuningan yang kecil, berbatas jelas, dan sedikit terangkat yang dapat terisolasi atau bergabung menjadi suatu kesatuan. Butiran-butiran ini sering terjadi secara bilateral dan simetris. Fordyce granules merupakan lesi yang asimtomatik dan sering 5
ditemukan pada pemeriksaan rutin. Terkadang, de ngan pemeriksaan menggunakan kaca mulut, duktus dari kelenjar dapat ditemukan. Biasanya, setiap glandula atau butiran memil iki diameter 1-2 mm, tetapi butiran-butiran tersebut dapat juga bergabung menjadi suatu kesatuan hingga mencapai beberapa sentimeter diameternya. Hal ini men yebabkan pasien dapat merasakan butiran-butiran ini dengan lidahnya. Tidak terdapat perubahan pada mukosa sekitarnya dan granula keadaannya tetap konstan sepanjang kehidupan pasien. Secara mikroskopis, fordyce’s granuler tampak sarang-sarang sel yang jernih dan membulat, 10-30 setiap sarang dan berkapsul dalam lamina propria dan submukosa.
Menurut R. A. Cawson dan E. W. Odell (2002), mukosa bukal merupakan lokasi utama, namun terkadang bibir dan bahkan walaupun jarang lidah pun dapat terlibat. Pernyataan ini sesuai dengan studi epidemiologi yang menunjukkan bahwa terdapat 71% kasus yang terjadi pada mukosa bukal dan 49% kejadian pada area bibir pada semua kelompok usia. Namun, K. Bork (1993) menyatakan bahwa lokasi yang paling sering ialah area bibir, tetapi mukosa bukal juga sering terlibat. Fordyce granules juga sering ditemukan pada anterior tonsillar pillar, alveolar ridge, gingiva, dan lidah namun sangat jarang ditemukan pada lokasi-lokasi ini dan dapat dianggap suatu keadaan yang ektopik bila ditemukan pada lokasi-lokasi ini. Fordyce granules tidak terlihat atau tidak lazim pada anak-anak, tetapi akan bertambah jumlahnya kira-kira pada masa pubertas dan setelahnya, dan akan lebih terlihat pada mukosa bukal pada hampir semua orang dewasa. Referensi lain juga menyatakan bahwa anak-anak lebih jarang memiliki penampakan butiran-butiran ini daripada orang dewasa karena kelenjar sebasea dan rambut belum mengalami perkembangan sempurna sampai dengan saat pubertas. Kondisi ini lebih sering terjadi pada pria daripada wanita s eiring bertambahnya usia. Dari studi di luar negeri, hal ini didukung dengan studi yang dilakukan di India oleh A. L. Mathew (prevalensi pada pria dan wanita secara berturut-turut ialah 8,9% dan 2,48%), studi di Israel oleh M. Gorsky (prevalensi pada pria dan wanita secara berturut-turut ialah 96,6% dan
6
93,7%), dan studi di Spanyol oleh M. J. Garcia-Pola Vallejo dan A. I. Martinez Diaz-Canel (55% pada pria dan 47,2% pada wanita). Hal ini juga sesuai dengan studi yang dilakukan Marija Kovac-Kavcic dan Uros Skaleric di Slovenia (62,7% pada pria dan 38% pada wanita) dan juga studi oleh dos Santos di Brasil.
Fordyce granules akan lebih jelas terlihat saat bibir terinflamasi, sebagaimana saat terjadinya infeksi herpes simpleks. Walaupun diagnosis klinis dari kondisi normal ini dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis, pasien yang menemukan kondisi ini dalam mulut mereka akan merasa takut bahwa kondisi ini adalah suatu kanker (cancer-phobia). Kelenjar ini sering dianggap sebagai penyakit oleh pasien, namun mereka dapat diyakinkan bahwa massa heterotopik dari jaringan kelenjar sebasea ini tidak memiliki tanda-tanda patologis. Bila dilakukan biopsi, maka akan terlihat bahwa kondisi ini menunjukkan kelenjar sebasea yang normal dengan 2 atau 2 lobul. Tetapi biasanya biopsi sama sekali tidak diperlukan karena fordyce granules dapat didiagnosa berdasarkan penampakan klinisnya saja. Diferensial diagnosisnya adalah
Distribusi bilateral dan penampakannya
Kurangnya gejala
Jika biopsi dilakukan, terlihat kelenjar sebaseus normal yang tidak mempunyai folikel rambut
Kondisi ini tidak menyebabkan ketidaknyamanan apapun, merupakan lesi j inak dan sama sekali tidak berbahaya sehingga sama sekali tidak dibutuhkan perawatan kecuali memberikan pasien pengertian. Namun, mungkin terkadang dapat dila kukan tindakan operatif pada fordyce granules yang berlokasi di bibir untuk alasan este tik.
7
Perawatan untuk Fordyce granules biasanya terlihat pada saat pemer iksaan rongga mulut pasien. Variasi normal mukosa ini tidak memerlukan perawatan apa pun. Kelenjar yang mengalami inflamasi dapat diobati dengan klindamisil.
8
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan
Nama lain Fordice’s Granular : Fordyce’s C onditions, Fordyce’s S pots, Fordyce Disease, Ectopic Sebaceous Glands, dan juga sering disebut sebagai Seboglandulia Buccalis. Definisi : Fordyce granules merupakan salah satu dari variasi pada struktur dan penampakan dari mukosa rongga mulut. Lesi ini merupakan suatu kondisi dimana terdapat kelenjar sebasea ektopik atau sebaceous choristomas (jaringan normal pada lokasi yang abnormal) pada mukosa rongga mulut. Etiologi : Etiologi dari fordyce granules ialah developmental origin. H. S. Goldman dan M. Z. Marder (1982) juga mengatakan bahwa fordyce granules bukan merupakan suatu penyakit, namun merupakan gangguan developmental. Lokasi : Menurut R. A. Cawson dan E. W. Odell (2002), mukosa bukal me rupakan lokasi utama, namun terkadang bibir dan bahkan walaupun jarang lidah pun dapat terlibat. Menurut K. Bork (1993) menyatakan bahwa lokasi yang paling sering ialah area bibir, tetapi mukosa bukal juga sering terlibat. Fordyce granules juga sering ditemukan pada anterior tonsillar pillar, alveolar ridge, gingiva, dan lidah. Warna : Putih kekuning-kuningan. Gambaran Klinis : Berupa butiran- butiran berwarna putih kekuning-kuningan yang kecil, berbatas jelas, dan sedikit terangkat yang dapat terisolasi atau bergabung menjadi suatu kesatuan. Gambaran Miksroskopis : Secara mikroskopis, fordyce’s granuler tampak sarangsarang sel yang jernih dan membulat, 10-30 setiap sarang dan berkapsul dalam lamina propria dan submukosa.
9
Terapi : Tidak dibutuhkan perawatan. Diferensial Diagnosis : Distribusi bilateral dan penampakannya; kurangnya gejala; jika biopsi dilakukan, terlihat kelenjar sebaseus normal yang tidak mempunyai folikel rambut
10
DAFTAR PUSTAKA
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126390-R19-OM-184%20Prevalensi%20dan%20distribusiLiteratur.pdf
http://www.maxillofacialcenter.com/BondBook/softtissue/fordycegran.html
Greenberg MS., Glick M. 2003. Burket’s Oral Medicine : Diagnosis and Treatment. 10th Ed. Hamilton : BC Decker Inc. Laskaris G. Pocket Atlas of Oral Disease . 2nd Ed. New York : Thieme. Langlais RP., Miller CS. 2000. Atlas Berwarna : Kelainan Rongga Mulut yang Lazim . Jakarta : Hipokrates.
11