LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PENGUJIAN AKTIVITAS OBAT ANTIDIARE DAN PENCAHAR SEMESTER GANJIL 2016 - 2017
Hari / Jam Praktikum Tanggal Praktikum Kelompok Asisten
: JUM’AT, 07.00-10.00 : 7 OKTOBER 2016 :4 : 1. ABDURAHMAN RIDHO 2. YONAHAR MAS'ULA
Anggota Kelompok NAMA Jovian Ghamal de Vito Ghinaa Ramadhani Ahmad Fauzi Lily Cyntia Fauzi
NPM 260110140145 260110140146 260110140147 260110140148
Isfahani Vira Nurfina Septiana Intan Hartanto Hamid Saeful Kirom
260110140150 260110140152 260110140153 260110140154
TUGAS Teori Dasar Pembahasan Teori Dasar Tujuan, Prinsip, Simpulan, Editor Data Pengamatan Pembahasan Metode dan Alat Bahan Data Pengamatan
LABORATORIUM FARMAKOLOGI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2016
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIDIARE DAN PENCAHAR I. Tujuan Untuk memahami aktivitas obat antidiare dan pencahar pada model hewan percobaan melalui metode transit intestinal. II. Prinsip 1.
Diare adalah kondisi yang ditandai keluarnya feses secara abnormal dalam interval waktu yang sangat singkat. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai sebab di antaranya perubahan diet, intoleransi makanan seperti laktosa, gangguan inflamasi pada usus karena mengonsumsi obat seperti antibiotik, kandungan magnesium dalam antasida, infeksi bakteri (keracunan obat) atau infeksi virus (rotavirus pada anak-anak). Diare khususnya pada anak-anak dan orang tua, lebih cepat menimbulkan dehidrasi. Dehidrasi ini bersifat fatal dan perlu penanganan medis secepatnya (MIMS Indonesia, 2009).
2.
Diare adalah kondisi ketidakseimbangan absorpsi dan sekresi air dan elektrolit. Mekanisme patofisiologis yang mengganggu keseimbangan air dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya diare yaitu:
Perubahan transport ion aktif yang disebabkan oleh penurunan absorpsi natrium atau peningkatan sekresi klorida;
Perubahan motilitas usus;
Peningkatan osmolaritas luminal;
Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan (ISO Farmakoterapi, 2009).
3. Laksatif atau pencahar adalah makanan atau obat-obatan yang diminum untuk membantu mengatasi sembelit dengan membuat kotoran bergerak dengan mudah di usus. Dalam operasi pembedahan,
obat ini juga diberikan kepada pasien untuk membersihkan usus sebelum operasi dilakukan. Laksatif merupakan obat bebas. obat yang biasanya digunakan untuk mengatasi konstipasi atau sembelit. Biasanya obat ini hanya digunakan saat mengalami konstipasi atau sembelit saja karena mempunyai efek samping.
Pencahar pembentuk tinja (bulk laxative) Pencahar jenis ini umum beredar di pasaran, baik yang berasal dari serat alamiah seperti psyllium ataupun serat buatan sepertu metil selullosa. Keduanya sama efektif dalam meningkatkan volume tinja. Obat ini cukup aman digunakan dalam waktu yang lama tetapi memerlukan asupan cairan yang cukup.
Pelembut tinja/feses Obat jenis ini dipakai oleh usia lanjut sebagai sebagai pelembut feses. Obat ini mempunyai efek sebagai surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga dapat meresap dan feses jadi lembek.
Pencahar stimulan/perangsang Contoh golongan ini adalah senna, bisacodil. Senna aman dipakai untuk usia lanjut. Efek obat ini menstimulasi dan meningkatkan peristaltik atau gerakan usus.
Pencahar hiperosmoler (osmotic laxative) Mempunyai efek menahan cairan dalan usus dan mengatur distribusi cairan dalam tinja. Jenis ini mempunyai cara kerja seperti spon sehingga tinja mudah melewati usus. Jenis golongan ini seperti laktulosa dan sorbitol.
Enema
Enema dimaksudkan untuk merangsang terjadinya evakuasi tinja sehingga bisa keluar. Pemberian ini harus hati – hati pada usia lanjut
karena
sering
mengakibatkan
efek
samping.
(Joyce, 1996). III. Teori Dasar Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari)
yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya
cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal
(Daldiyono,
1990). Terdapat dua jenis diare, yaitu diare akut dan kronis. Diare akut, bercampur dengan air dan memiliki gejala yang datang tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Bila mengalami diare akut, penderita akan mengalami dehidrasi dan penurunan berat badan jika tidak diberika makan dam minum. Sedangkan, Diare kronik adalah diare yang gejalanya berlangsung lebih dari 14 hari yang disebabkan oleh virus, Bakteri dan parasit, maupun non infeksi (Daldiyono, 1990). Beberapa patogen menyebabkan diare dengan meningkatkan daya dorong pada kontraksi otot, sehingga menurunkan waktu kontak antara permukaan absorpsi usus dan cairan luminal. Peningkatan daya dorong ini mungkin secara langsung distimu-lasi oleh proses patofisiologis yang diaktivasi oleh patogen, atau oleh peningkatan tekanan luminal karena adanya akumulasi fluida. Pada umumnya, peningkatan daya dorong tidak dianggap sebagai penyebab utama diare tetapi lebih kepada faktor tambahan yang kadang-kadang menyertai akibat-akibat patofisiologis dari diare yang diinduksi oleh patogen (Anne, 2011). Anti diare adalah obat-obat yang digunakan untuk menanggulangi atau mengobati penyakit diare yang disebabkan oleh bakteri atau kuman, virus, cacing atau keracunan makanan. Gejala diare adalah
buang air besar berulang kali dengan banyak cairan kadangkadang disertai mulas (kejang- kejang perut) kadang-kadang disertai darah atau lendir. Beberapa obat anti diare yang dapat digunakan sebagai pertolongan saat terjadi diare, yaitu adsorben dan obat pembentuk massa, Anti motilitas, Pengobatan diare kronis (Neal, 2005). Upaya penatalaksanaan pada penderita diare sebagian besar dengan rehidrasi yang berfungsi untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat adanya dehidrasi. Walaupun demikian diare yang berkelanjutan harus diatasi dengan pengobatan simtomatik dan pengobatan kausatif (Pratiwi, 2015). Pengobatan diare juga dapat dilakukan dengan beberapa golongan obat diantaranya antimotilitas, adsorben, antisekresi, dan antibiotic (Suherman, 2013). Laksansia atau pencahar bekerja dengan cara menstimulasi gerakan peristaltik dinding usus sehingga mempermudah buang air besar (defikasi) dan meredakan sembelit. Tujuannya adalah untuk menjaga
agar tinja (feces) tidak mengeras dan defikasi menjadi
normal. Makanan yang masuk ke dalam tubuh akan melalui lambung, usus halus, dan akhirnya menuju usus besar/ kolon. Di dalam kolon inilah terjadi penyerapan cairan dan pembentukan massa feses. Bila massa feses berada terlalu lama dalam kolon, jumlah cairan yang diserap juga banyak, akibatnya konsistensi feses menjadi keras dan kering sehingga dapat menyulitkan pada saat pengeluaran feses. Konstipasi merupakan suatu kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan defekasi akibat tinja yang mengeras, otot polos usus yang lumpuh maupun gangguan refleks defekasi yang mengakibatkan frekuensi maupun proses pengeluaran feses terganggu. Frekuensi defekasi/ buang air besar (BAB) yang normal adalah 3 sampai 12 kali dalam seminggu (Arif & Sjamsudin, 1995).
Terapi farmakologis dengan obat laksatif/ pencahar digunakan untuk
meningkatkan
frekuensi
BAB dan
untuk
mengurangi
konsistensi feses yang kering dan keras. Secara umum, mekanisme kerja obat pencahar meliputi pengurangan absorpsi air dan elektrolit, meningkatkan osmolalitas dalam lumen, dan meningkatkan tekanan hidrostatik dalam usus. Obat pencahar ini mengubah kolon, yang normalnya merupakan organ tempat terjadinya penyerapan cairan menjadi organ yang mensekresikan air dan elektrolit (Dipiro, et al, 2005). Loperamid merupakan antispasmodik, di mana mekanisme kerjanya yang pasti belum dapat dijelaskan. Secara in vitro pada binatang Loperamide menghambat motilitas/perilstaltik usus dengan mempengaruhi langsung otot sirkular dan longitudinal dinding usus. Secara invitro dan pada hewan percobaan, Loperamide memperlambat motilitas saluran cerna dan mempengaruhi pergerakan air dan elektrolit di usus besar. Pada manusia, Loperamide memperpanjang waktu transit isi saluran cerna. Loperamid menurunkan
volum
feses,
meningkatkan viskositas dan kepadatan feses dan menghentikan kehilangan cairan dan elektrolit .Tinta cina ini berguna sebagai indikator untuk megetahui kecepatan motilitas usus (Ansel, 2005). Metode Transit Intestinal dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare, laksansia, antispasmodik, berdasarkan pengaruhnya pada rasio jarak usus yang ditempuh oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan percobaan mencit atau tikus. Metode transit intestinal yang menjadi parameter pengukuran adalah rasio antara jarak rambat marker dengan panjang usus keseluruhan. Jika suatu bahan mempunyai efek antidiare maka rasio rambat marker yang dihasilkan kecil sebaliknya jika bahan yang mempunyai efek laksatif maka rasio yang dihasilkan lebih besar (Ganiswarna, S., 1950).
IV. Alat dan Bahan 4.1.
Alat
- Alat bedah
- Alas/meja bedah
- Jarum pentul
- Mortir dan stamper
- Neraca analitik
- Sonde oral mencit
- Penggaris
4.2. Bahan -
Aquadest
-
Loperamide HCl
-
Bisakodil
-
Suspensi PGA 2% yg telah diwarnai hitam dengan tinta cina (marker)
-
Larutan PGA 2%
V. Prosedur Bobot mencit ditimbang, mencit dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu 1 kelompok kontrol negatif, 2 kelompok kontrol positif, dan 1 kelompok uji. Kelompok kontrol negatif diberi larutan PGA 2%, kelompok kontrol positif I diberi bisakodil, kelompok kontrol positif II diberi loperamide HCl, sedangkan kelompok uji diberi kombinasi bisakodil dan loperamide HCl. Seluruhnya diberikan secara peroral kemudian ditunggu selama 30 menit. Kemudian seluruh mencit diberikan tinta cina 0,1 mL/ 10 gram peroral. Frekuensi, berat, dan tekstur feces mencit diamati setiap 30 menit selama 90 menit setelah pemberian tinta cina. Setelah 90 menit, mencit di dislokasi tulang leher, kemudian bagian perut mencit dibedah diatas alas bedah. Bagian usus mencit dikeluarkan secara hati-hati hingga teregang. Diamati dan dicatat panjang usus yang dilalui tinta cina mulai dari pilorus hingga ujung akhir dan juga panjang seluruh usus dari pilorus hingga rectum. Kemudian dihitung rasio jarak yang ditempuh tinta cina terhadap panjang usus seluruhnya. Evaluasi hasil pengamatan pada keempat kelompok hewan untuk waktu muncul diare, jangka waktu berlangsung diare, bobot feces secara statistika dengan metode ANAVA dan Student’s t test. VI.
Data Pengamatan
Data Pengamatan Perlakuan Hasil
No. 1.
Perlakuan
Hasil
Bobot mencit ditimbang, Dosis yang diberikan: dikelompokkan
secara
acak menjadi 4 kelompok,
(I) PGA = 0.55 ml
yaitu kelompok kontrol (II) Bisakodil = 0.59 ml negatif larutan
yang PGA
diberi 2%,
(III) Loperamid = 0.475 ml
kelompok uji I diberi suspensi
loperamid, (IV) Bisakodil = 0.64 ml
kelompok uji II diberi
(IV) Loperamid = 0.64 ml
suspensi bisakodil, dan kelompok uji III diberi 30 menit pertama suspensi
bisakodil
PGA
loperamid melalui rute per oral
Frekuensi : 1 Tekstur : hitam padat Berat (gram) : 0.0625 g Bisakodil Frekuensi : Tekstur : Berat (gram) : Loperamid Frekuensi : 1 Tekstur : hitam padat lonjong
Gambar
Berat (gram) : 0.0428 g Bisakodil + loperamid Frekuensi : 1 Tekstur : hitam berlendir Berat (gram) : 0.0208 g
2.
Pada t = 30 menit, semua 4 kelompok mencit diberi hewan
diberikan
tinta tinta cina secara oral
cina 0.1 ml/10 g mencit, secara oral
3.
Setiap 30 menit sekali 30 menit pertama selama 90 menit pada semua
hewan
dilihat
PGA
frekuensi feses, tekstur Frekuensi : 1 feses, dan berat feses
Tekstur : hitam padat Berat (gram) : 0.0625 g Bisakodil Frekuensi : 1 Tekstur : hitam keras Berat (gram) : 0.0196 g
Loperamid Frekuensi : 1 Tekstur : hitam padat lonjong Berat (gram) : 0.0513 g Bisakodil + loperamid Frekuensi : Tekstur : Berat (gram) : 30 menit kedua PGA Frekuensi : Tekstur : Berat (gram) : Bisakodil Frekuensi : 1 Tekstur : hitam keras Berat (gram) : 0.0005 g Loperamid Frekuensi : Tekstur : -
Berat (gram) : Bisakodil + loperamid Frekuensi : Tekstur : Berat (gram) : 30 menit ketiga PGA Frekuensi : Tekstur : Berat (gram) : Bisakodil Frekuensi : Tekstur : Berat (gram) : Loperamid Frekuensi : Tekstur : Berat (gram) : Bisakodil + loperamid Frekuensi : 3
Tekstur : hitam berlendir Berat (gram) : 0.0613 g
4.
Pada t = 90 menit semua hewan
dikorbankan
dengan dislokasi tulang leher 5.
Usus dikeluarkan secara hati-hati sampai teregang
6.
Usus yang sudah teregang PGA diukur: 1. Panjang
Panjang tinta cina = 12,5 usus
yang cm
dilalui tinta cina mulai dari pylorus sampai
Panjang usus 50 cm
ujung akhir (berwarna Rasio intestinal = 0,25 hitam)
2. Panjang seluruh usus Bisakodil dari pylorus sampai rectum.
Panjang tinta cina = 11 cm Panjang usus 49 cm Rasio intestinal = 0,224 Loperamid Panjang tinta cina = 11 cm Panjang usus 50 cm Rasio intestinal = 0,22 Bisakodil + loperamid Panjang tinta cina = 12 cm Panjang usus 53 cm Rasio intestinal = 0,226
Grafik perbandingan rata-rata frekuensi feses
Grafik perbandingan rata-rata bobot feses
1. Pembuatan PGA 2% 2% b/v = 2 gram PGA dalam 100 ml aquadest Setara dengan 6 gram PGA dalam 300 ml aquadest
2. Pembuatan Loperamid
Dosis loperamid pada manusia : 4 mg/70 kgBB manusia Dosis mencit : 4 x 0,0026 = 0,0104 mg Bobot rata-rata 6 mencit = 23,19 gr Dosis mencit = Pembuatan suspensi loperamid = X = 166,6 mL PGA = 2% x 166 = 3,39 mg
3. Pembuatan Bisakodil Dosis bisakodil pada manusia = 5 mg/70 kgBB manusia Dosis mencit = 5 x 0,0026 = 0,013 mg Bobot rata-rata 6 mencit = 23,367 gr Dosis mencit = Pembuatan suspensi bisakodil = X = 330 mL PGA = 2% x 330 = 6,6 mg
4. Volume pemberian mencit Mencit 1 (PGA 2%) vol =
Mencit 2 (Bisakodil) vol =
Mencit 3 (Loperamid)
Mencit 4 (Bisakodil dan Loperamid)
vol =
vol =
5. Analisis ANOVA
Anova: Frekuensi Defekasi
SUMMARY
30
60
90 Total
PGA 2% Count
4
4
4
12
Sum
1
2
2
5 0.41666
Average
0.25
0.5
0.5
7 0.62878
Variance
0.25
1
1
8
Count
4
4
4
12
Sum
7
4
1
12
1.75
1
0.25
1
Bisakodil
Average
0.66666 Variance
1.27272
2.25
7
0.25
7
Count
4
4
4
12
Sum
5
3
2
10
Loperamid
0.83333 Average
Variance
1.25
0.75
1.58333
0.91666
3
7
0.5
3 1.06060
1
6
Uji Count
4
4
4
12
Sum
2
4
3
9
0.5
1
0.75
0.75
Average
0.33333 Variance
1.29545
3
2
2.25
Count
16
16
16
Sum
15
13
8
0.9375
0.8125
0.5
5
Total
Average
0.93333 Variance
1.2625
0.9625
3
ANOVA Source of Variation
SS
df
2.16666 Sample
Columns Interaction
7
1.625 4.70833
3
2 6
MS
F
P-value
F crit
0.72222
0.64197
0.59303
2.86626
2
5
1
6
0.72222
0.49257
3.25944
0.8125
2
5
6
0.78472
0.69753
0.65323
2.36375
3 Within
2
1
40.5
36
49
47
30
60
4
4
4
12
0.0625
0.0402
0.1
0.2027
Total
1.125
Anova: Berat Feses (g)
SUMMARY
90 Total
PGA 2% Count Sum
0.01562 Average
Variance
0.01689
5
0.01005
0.025
2
0.00097
0.00040
7
4
0.0025
0.0011
4
4
4
12
0.3196
0.4005
0.1
0.8201
Bisakodil Count Sum
0.10012 Average
0.0799
5
0.06834 0.025
0.00828 Variance
3
2 0.00766
0.0133
0.0025
7
2
1
Loperamid Count Sum
Average
Variance
4
4
4
12
1.8713
0.1051
0.1
2.0764
0.46782
0.02627
5
5
0.78919
0.00242
7
2
0.0025
9
4
4
4
12
0.1265
0.165
0.0613
0.3528
0.17303 0.025
3 0.26397
Uji Count Sum
0.03162 Average
Variance
0.01532
5
0.04125
5
0.0294
0.00223
0.00247
0.00093
0.00166
4
3
9
5
16
16
16
2.3799
0.7108
0.3613
0.14874
0.04442
0.02258
4
5
1
0.19693
0.00495
0.00170
Total Count Sum
Average Variance
5
3
7
ANOVA Source of Variation
SS
df
0.18087 Sample
3
5
1
F crit
0.06029
0.87407
0.46354
2.86626
1
1
2
6
0.07273
1.05451
0.35887
3.25944
7
2
6
6
0.06497
0.94200
0.47748
2.36375
7
2
9
1
6
2.48318 Within
P-value
2
0.38986 Interaction
F
3
0.14547 Columns
MS
0.06897
4
36
7
3.19939 Total
3
47
Anova: Rasio Intestinal
SUMMARY Groups
Count
Sum
Average
Variance
PGA
4 1.368
0.342 0.081416
Bisakodil
4 1.739
0.43475 0.091257
Loperamid
4 1.642
0.4105 0.128931
K. UJI
4 1.589
0.39725 0.109481
ANOVA Source of Variation
SS
df
MS
F
P-value
F crit
Between Groups
0.018517
3 0.006172
Within Groups
1.233255
12 0.102771
Total
1.251772
15
0.06006 0.979812 3.490295
t-Test: PGA - Loperamid
PGA Mean Variance Observations Pooled Variance
Loperamid
0.342
0.4105
0.081416
0.128931
4
4
0.1051735
Hypothesized Mean Difference
0
Df
6
t Stat
-0.29871182
P(T<=t) one-tail
0.38761771
t Critical one-tail
1.943180281
P(T<=t) two-tail
0.775235419
t Critical two-tail
2.446911851
t-Test: PGA - Bisakodil
PGA Mean Variance Observations Pooled Variance
Bisakodil
0.342
0.081416 0.091256917 4 0.086336458
Hypothesized Mean Difference
0
Df
6
t Stat
-0.44640783
P(T<=t) one-tail
0.335481074
t Critical one-tail
1.943180281
P(T<=t) two-tail
0.670962147
t Critical two-tail
2.446911851
t-Test: PGA - K. Uji
0.43475
4
PGA Mean
K. UJI
0.342
Variance
0.39725
0.081416 0.109481
Observations
4
Pooled Variance
4
0.095448
Hypothesized Mean Difference
0
Df
6
t Stat
-0.25291
P(T<=t) one-tail
0.404391
t Critical one-tail
1.94318
P(T<=t) two-tail
0.808781
t Critical two-tail
2.446912
VII.
Pembahasan Telah dilakukan percobaan aktivitas antidiare, dimana tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui aktivitas salah satu obat antidiare yaitu loperamid HCl pada mencit yang diinduksi dengan bisakodil sebagai laksatif dengan metode transit intestinal. Metode transit intestinal adalah metode yang membandingkan jarak yang ditempuh marker (tinta cina) dengan panjang usus keseluruhan. Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan,
frekuensi BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal (Daldiyono, 1990). Bisakodil merupakan obat pencahar yang menstimulasi pergerakan peristalTik usus. Laksatif stimulan menginduksi defekasi dengan merangsang aktivitas peristaltik
usus yang bersifat mendorong
(propulsif) melalui iritasi lokal mukosa atau kerja yang lebih selektif pada plexus saraf intramural dari otot halus usus sehingga meningkatkan motilitas. Loperamid HCl merupakan obat antidiare golongan opioid yang mekanisme kerjanya adalah menekan kecepatan gerak peristaltik. Secara in vitro pada binatang Loperamide menghambat motilitas / perilstaltik usus dengan mempengaruhi langsung otot sirkular dan longitudinal dinding usus serta mempengaruhi pergerakan air dan elektrolit di usus besar. Pada manusia, Loperamide memperpanjang waktu transit isi saluran cerna. Loperamide menurunkan volum feses, meningkatkan viskositas dan kepadatan feses dan menghentikan kehilangan cairan dan elektrolit. Hewan percobaan yang digunakan adalah 4 mencit jantan yang memiliki berat lebih kurang 20 gram. Mencit memiliki anatomi, fisiologi, serta struktur DNA yang hampir mirip dengan manusia. Mencit juga merupakan hewan percobaan yang mudah ditangani, murah, dan waktu penelitian relatif cepat. Digunakan pula mencit jantan karena mencit jantan memiliki regulasi hormon yang lebih stabil sehingga mengurangi
terjadinya faktor kesalahan lain dalam
percobaan. Sebelum digunakan, mencit dipuasakan selama 18 jam tetapi tetap diberi air minum. Hal ini karena makanan dapat memengaruhi pergerakan/peristaltik usus. Prosedur yang dilakukan pertama kali yaitu membagi kelompok mencit, mencit 1 adalah mencit sebagai control negative yang diberi PGA 2%, mencit 2 diberi bisakodil, mencit 3 diberi loperamid HCl, dan mencit 4 adalah mencit uji yang diberi loperamide yang
sebelumnya
diinduksi
bisakodil.
Lalu
masing-masing
mencit
ditimbang untuk menentukan dosis sediaan yang akan diberikan pada mencit secara per oral. Dosis yang digunakan dengan cara mengkonversikan dosis pada manusia ke mencit dengan factor konversi 0,0026 dimana dosis loperamid untuk manusia adalah 5 mg dan untuk bisakodil adalah 2 mg. Setelah semua mencit diberi masing-masing obat, mencit didiamkan selama 30 menit sampai obat-obat tersebut mengalami fase farmakokinetik. Bisakodil merupakan laksatif stimulan. Absorbsi bisakodil minimal setelah pemberian oral atau rektal. Obat dimetabolisme di hati dan diekskresi melalui urin dan/atau didistribusikan ke dalam ASI. Setelah pemberian dosis terapi oral turunan difenilmetan, pengosongan kolon tercapai dalam waktu 6-8 jam. Pemberian rektal menyebabkan pengosongan kolon dalam waktu 15 menit sampai 1 jam. Loperamide mudah diabsorpsi tetapi hampir sempurna terkonjugasi
diekstraksi dan
oleh
hati,
pada
diekskresi
waktu
dimetabolisme
melalui
empedu.
Waktu paruh loperamide pada manusia adalah 11 jam dengan kisaran 9-14 jam. Uji distribusi pada tikus menunjukkan afinitas yang tinggi terhadap dinding usus dan terikat pada reseptor yang terdapat pada lapisan otot longitudinal. Eliminasi terutama melalui oxidatif Ndemetilasi yang merupakan jalur metabolik utama loperamide. Ekskresi loperamide dan metabolitnya terutama melalui feses. Pada menit ke 30, semua mencit diberi tinta cina 0,1 mL/10 gram dari berat mencit secara peroral. Tinta ini digunakan sebagai penanda atau marker yang digunakan untuk mengetahui kecepatan motilitas usus. Setelah itu, tiap-tiap mencit diberikan tinta cina 0,01mL per gram dari berat mencit secara peroral. Tinta cina ini berguna sebagai indikator untuk mengetahui kecepatan motilitas usus. Selain tinta cina, dapat pula diguanakan fenolftalein karena dapat berubah pada suasana basa, arang, dll. Untuk mencit uji, diberikan loperamid HCl per oral.
Lalu diamati frekuensi defekasi dan tekstur dari feses mecit tersebut dalam waktu interval 30 menit pertama, 30 menit kedua, dan 30 menit ketiga. Bobot feses di evaluasi dengan dilihat secara visusal konsistensinya dan ditimbang setelah pemberian obat dengan metode ANAVA dan Student’s t test. Untuk mengetahui rasio panjang usus yang dilalui oleh tinta cina, mencit didislokasi, dibedah, dan diambil ususnya. Dari hasil percobaan, urutan nilai rasio antara jarak tinta dan panjang usus mulai dari yang terbesar adalah: mencit uji kontrol I (0,25cm), mencit II (0,224cm), mencit III (0,22cm), dan mencit uji (0,226 cm). Dilihat dari mekanisme kerjanya, loperamid HCl seharusnya dapat menurunkan kecepatan peristaltik usus. Berdasarkan teori, rasio jarak pada mencit I seharusnya memiliki jarak usus yang dilalui tinta cina lebih panjang daripada mencit III karena mencit III diberi loperamid yang dapat mengahambat peristaltik usus, dan jarak usus yang dilalui akan lebih pendek dibandingkan dengan mencit II karena mencit II telah diberikan bisakodil yang memiliki mekanisme kerja meningkatan atau mempercepat pergerakan usus. Hasil percobaan dapat dilihat dari transit intestinal PGA, yang artinya jika rasio transit kurang dari kontrol, maka obat tersebut merupakan obat antidiare dengan kerja memperlambat motilitas usus, sedangkan jika rasio transit lebih dari control, obat tersebut merupakan pencahar atau antidiare yang kurang efektif atau tidak efektif. Dari hasil percobaan yang dapat dilihat pada tabel 1, rata-rata ratio jarak tempuh marker (tinta cina) terhadap panjang usus seluruhnya pada kontrol negatif (PGA 2%) sebesar 45,6%, pada mencit yang diberi bisakodil sebesar 43,4%, dan loperamid sebesar 41%. Terdapat perbedaan antara pemberian bisakodil dan loperamid. Pada pemberian bisakodil, rata-rata rasionya lebih besar dibandingkan dengan pemberian loperamid. Hal ini membuktikan bahwa dengan pemberian bisakodil menyebabkan gerak peristaltik usus meningkat sehingga usus
yang dilewati tinta cina lebih panjang sesuai dengan aktivitasnya yaitu pencahar. Sedangkan pada pemberian loperamid rasio jarak tempuhnya lebih kecil. Hal ini dikarenakan loperamid bekerja dengan cara memperlambat atau menurunkan gerak peristaltik usus sesuai dengan khasiatnya sebagai antidiare. Namun pada kontrol negatif (pemberian PGA 2%) nilai rasionya lebih besar dibandingkan dengan bisakodil. Hal ini dikarenakan mencit yang diberi PGA berkemih secara terusmenerus yang akibatnya mempengaruhi pada saat penimbangan feses.
Tabel 1. Tabel Hasil Selanjutnya hasil dari setiap pengujian dicari kolerasinya menggunakan metode dan
ANOVA
Student’s
t
test. Metode ini digunakan melihat
untuk apakah
ada korelasi antar masing-masing
obat uji yang digunakan seperti antara PGA dengan bisakodil, PGA dengan loperamide dan antara bisakodil dengan loperamide. Tabel disamping merupakan hasil anova antara bisakodil loperamid dan PGA dilihat dari frekuensi defekasi mencit. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan oleh karena nilai F < F crit (0,697531 < 2.363751) dan P value(0.653232 > 0,05) maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak ada perbedaan signifikan antara frekuensi defekasi mencit dengan obat uji yang diberikan pada mencit uji dan mencit kontrol dengan larutan PGA. Sedangkan setelah dianalisis dengan indikator berat feses hasil anova menunjukkan bahwa oleh karena nilai F < F crit (0,942002 < 2.363751) dan P value (0.477489 > 0,05) maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak ada perbedaan signifikan antara berat feses mencit dengan obat uji yang diberikan pada mencit uji dan mencit kontrol dengan larutan PGA.
Data terakhir yang dianalisis yaitu dilihat dari rasio intenstinal yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Oleh karena nilai F < F crit (0,06006 < 3.490295) dan P value(0.979812> 0,05) maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak ada perbedaan signifikan antara rasio intestinal mencit dengan obat uji yang diberikan pada mencit uji dan mencit kontrol dengan larutan PGA. Setelah dianalisis menggunakan anova dilanjutkan dengan analisis t-test dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas antar obat apakah ada perbedaan signifika. Hasilnya yaitu : t-Test: PGA - Loperamid
PGA Mean Variance Observations Pooled Variance
Loperamid
0.342
0.4105
0.081416
0.128931
4
4
0.1051735
Hypothesized Mean Difference
0
Df
6
t Stat
-0.29871182
P(T<=t) one-tail
0.38761771
t Critical one-tail
1.943180281
P(T<=t) two-tail
0.775235419
t Critical two-tail
2.446911851
Kesimpulannya, karena nilai t hitung < t tabel (0,29871182 < 2,446911851) dan P value(0.38761771 > 0,05) maka Ho diterima dan
H1 ditolak, artinya tidak ada perbedaan signifikan antara aktivitas antidiare dari efek obat antidiare yang diberikan pada mencit 2 dan mencit kontrol dengan larutan PGA. Pada tabel Group Statistics terlihat rata-rata (mean) untuk mencit 1 (PGA) adalah 0,342 dan untuk mencit 2 (loperamide) adalah 0,4105 artinya bahwa aktivitas antidiare mencit 2 lebih tinggi daripada mencit 1.
t-Test: PGA – Bisakodil
PGA Mean
Bisakodil
0.342
Variance
0.43475
0.081416 0.091256917
Observations
4
Pooled Variance
4
0.086336458
Hypothesized Mean Difference
0
Df
6
t Stat
-0.44640783
P(T<=t) one-tail
0.335481074
t Critical one-tail
1.943180281
P(T<=t) two-tail
0.670962147
t Critical two-tail
2.446911851
Kesimpulannya karena nilai t hitung < t tabel (0,44640783< 2,446911851) dan P value(0.335481074> 0,05) maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak ada perbedaan signifikan antara aktivitas
antidiare dari efek obat pencahar yang diberikan pada mencit 2 dan mencit kontrol dengan larutan PGA. Pada tabel Group Statistics terlihat rata-rata (mean) untuk mencit 1 (PGA) adalah 0,342 dan untuk mencit 2 (bisakodil) adalah 0,43475 artinya bahwa aktivitas pencahar mencit 2 lebih tinggi daripada mencit 1. t-Test: PGA - K. Uji
PGA Mean
K. UJI
0.342
Variance
0.39725
0.081416 0.109481
Observations
4
Pooled Variance
4
0.095448
Hypothesized Mean Difference
0
Df
6
t Stat
-0.25291
P(T<=t) one-tail
0.404391
t Critical one-tail
1.94318
P(T<=t) two-tail
0.808781
t Critical two-tail
2.446912
Kesimpulannya karena nilai t hitung < t tabel (0,25291< 2,446912) dan P value(0.404391 > 0,05) maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak ada perbedaan signifikan antara aktivitas antidiare dari efek obat pencahar yang diberikan pada mencit 2 dan mencit kontrol dengan larutan PGA. Pada tabel Group Statistics terlihat rata-rata
(mean) untuk mencit 1 (PGA) adalah 0,342 dan untuk mencit 2 (bisakodil+loperamide) adalah 0,39725 artinya bahwa aktivitas obat sediaan uji lebih dirasakan pada mencit dibandingkan mencit 1 (PGA) Dari data anova dan t-test yang dilakukan terdapat hasil tidak adanya perbedaan signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan data yang didapatkan tidak beraturan. Namun, seharusnya terdapat perbedaan signifikan antara PGA dengan loperamide, PGA dengan bisakodil, ataupun antara PGA dengan bisakodil+loperamide. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal seperti kurang tepatnya dosis yang diberikan atau keadaan fisik mencit yang tidak optimal sehingga percobaan ini belum bisa disesuaikan dengan hipotesis awal.
VIII.
Kesimpulan Loperamid memiliki aktivitas menghambat defekasi dengan mengurangi gerakan peristaltic usus, sedangkan bisakodil dapat mempercepat defekasi dengan mempercepat peristaltic usus yang dapat diamati dari rasio pergerakan usus yang ditandai dengan marker tinta cina. Berdasarkan hasil analisis dari ketiga perbandingan, didapatkan nilai p>0,05 yang berarti Ho diterima, yaitu tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok uji ataupun kelompok kontrol positif dengan kelompok kontrol negatif.
DAFTAR PUSTAKA Anne, A. 2011. Penyakit Diare Akut. http://www.anneahira.com/diareakut.htm. [Diakses tanggal 5 Oktober 2016] Ansel, H. C.2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.Edisi Keempat. Jakarta : UI Press. Azalia, A., Udin, Sjamsudin. 1995. Obat lokal. Dalam: G. G .Sulistia, Rianto, Setiabudi, Purwantyastuti, dkk : Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: Infomedika. Hal: 14-4. Dipiro, J.T., et al. 2005. Pharmacotherapy Handbook Sixth edition. USA: The Mc. Graw Hill Company. Ganiswarna, S., 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta:Bagian Farmakologi FKUI. Kee, Joyce L.1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Penerbit EGC. Jakarta MIMS Indonesia Edisi 9. 2009/2010. Penerbit Asli: Mims Pharmacy Guides Neal M. J., 2005. At A Glance Farmakologi Medis Edisi 5. Jakarta : EGC Pratiwi, Y.. 2015. The Potential of Guava Leaf (Psidium guajava L.) For Diarrhea. J Mayority;4(1)[113-118] Suherman, L. P. dkk. 2013. Efek Antidiare Ekstrak Etanol Daun Mindi (Melia azedarach Linn) pada Mencit Swiss Webster Jantan. Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi;1(1)[38-44] Sukandar, Elin Yulinah. 2009. ISO Farmakoterapi. Penerbit Pt. ISFI. Jakarta.