KESEHATAN IBU DAN ANAK
KESEHATAN IBU MASA MENYUSUI
Oleh Kelompok 4
Kelas B :
Kelas A :
1610713039 1610713119 1610713123 1610713149
Diyas Mellya O. Fahira Alifiyari C. Safira Dian M. Rabbiah Syifa F.
1610713025 1610713062 1610713076 1610713087
Nisvia Febrianti Khusnul Chotimah Salsabila Zahra Nadine Anggita
Kelas C :
1610713011 1610713037 1610713043 1610713052
Astri Damayanti Siti Balqhis F. Ainida Fahraafni Widya Nabila
Dosen: Agustina, S.KM, M.Kes PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT MASYARAKAT FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKAR TA JAKARTA, 2017
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "KESEHATAN IBU MASA MENYUSUI". Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Ibu dan Anak. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Agustina, S.KM, M.Kes, selaku dosen mata kuliah “Kesehatan Ibu dan Anak” yang telah banyak memberikan dorongan, materi pendukung dan masukan kepada kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa makalah ini belum dapat dikatakan sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini. Kami mengharapkan makalah ini dapat memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan serta peningkatan ilmu pengetahuan pengetahuan bagi kita semua.
Jakarta, 17 September 2017
Kelompok 4
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "KESEHATAN IBU MASA MENYUSUI". Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Ibu dan Anak. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Agustina, S.KM, M.Kes, selaku dosen mata kuliah “Kesehatan Ibu dan Anak” yang telah banyak memberikan dorongan, materi pendukung dan masukan kepada kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa makalah ini belum dapat dikatakan sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini. Kami mengharapkan makalah ini dapat memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan serta peningkatan ilmu pengetahuan pengetahuan bagi kita semua.
Jakarta, 17 September 2017
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
................................................................. ............................................ ............................................. ......................... i KATA PENGANTAR ........................................... DAFTAR ISI........................................... ................................................................. ............................................ ............................................. ...................................... ............... ii BAB 1 :
PENDAHULUAN ........................................... .................................................................. ............................................. .......................... .... 1
1.1 LATAR BELAKANG ...................................................... ............................................................................. ........................... .... 1 1.2 RUMUSAN MASALAH ........................ ............................................... .............................................. .............................. ....... 3 1.3 TUJUAN ......................................... ............................................................... ............................................ ...................................... ................ 3 BAB 2 :
.................................................................. ............................................. ............................. ....... 4 PEMBAHASAN ........................................... 2.1 GIZI IBU MENYUSUI.................... MENYUSUI.......................................... ............................................. ...................................... ............... 4 2.2 CARA MENYUSUI, CARA MEMERAH, DAN MENYIMPAN ASI .... 16 2.3 MITOS MENYUSUI .......................................... ................................................................. ....................................... ................ 23 2.4 KONTRA INDIKASI PEMBERIAN ASI............................................... ASI................................................. .. 29 29 2.5 PEMBERIAN ASI PADA KEADAAN KHUSUS(IBU TBC, HEPATITIS B, HIV, TOKSOPLASMOSIS .......................................................... ........................................................................ .............. 37 37
BAB 3 :
KESIMPULAN ............................................ ................................................................... ............................................. ........................... ..... 43
DAFTAR PUSTAKA ............................................ .................................................................. ............................................ ........................................... ..................... 44
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Bila pemberian ASI berhasil baik, maka berat badan bayi akan meningkat, integritas kulit baik, tonus otot serta kebiasaan makan yang memuaskan. ibu menyusui memerlukan penambahan kalori, dimana tiap 100 cc ASI berkemampuan memasok 67-77 kkal, dari sinilah dapat diperkirakan besarnya energi yang diperlukan untuk memproduksi ASI sehari sebanyak 850 cc (Arisman, 2007). Di samping perawatan pada bayi, yang juga sangat penting diperhatikan adalah merawat kesehatan ibu. Sebab, kesehatan bayi sedikit banyak juga tergantung pada kondisi ibunya. Demikian pula pada asupan, terutama bagi ibu yang menyusui. ASI yang diberikan ibu memang berkualitas dan sangat berguna bagi kesehatan dan tumbuh kembang bayi, namun mutunya harus tetap dijaga. Santapan yang sebaiknya dikonsumsi ibu yang sedang menyusui harus mengandung makanan bergizi seimbang. Menurut Dr. William Sears, bila ibu menyantap makanan yang baik, ibu akan memiliki lebih banyak energi dan merasa lebih baik. Dalam masa nifas ibu membutuhkan gizi yang cukup. Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi ibu sangat berpengaruh pada jumlah ASI yang dihasilkan, ibu menyusui disarankan memperoleh tambahan zat makanan 700 Kkal yang digunakan untuk memproduksi ASI dan untuk aktifitas ibu itu sendiri (Sujiyatini, Djanah, Kurniati, 2010) . Selama masa laktasi, dimana wanita yang mengalami peningkatan berat badan yang optimal maka setelah melahirkan akan memiliki berat badan yang lebih tinggi dari pada awal masa kehamilan. Sehingga sering kali ibu mengurangi konsumsi makanannya, akibatnya dapat menghambat produksi susu atau mengganggu status gizi ibu, selain itu rasa letih yang sering dirasakan ibu seiring dengan penurunan berat badan yang cepat akan berdampak buruk pada pengeluaran ASI (Bobak, 2005). Oleh karena itu diet pada masa nifas perlu mendapat perhatian yang serius, karena diet yang diharapkan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan, tapi bukan diet yang mengurangi konsumsi zat-zat gizi. Menu makanan yang harus dikonsumsi adalah porsi cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas dan berlemak, tidak mengandung alkohol, nikotin, serta bahan pengawet at au pewarna (Saleha, 2009). 1
Gizi ibu menyusui dapat dilakukan dengan menambah porsi makanan serta konsumsi pil/tablet zat besi. Sedangkan nutrisi untuk bayi usia 0-6 bulan dengan memberikan ASI Eksklusif, usia 6-23 bulan dengan memberi ASI dan MP-ASI, untuk usia 24-59 bulan dengan menambah porsi sayuran dan buah. Kekurangan gizi pada ibu menyusui menimbulkan gangguan kesehatan pada ibu dan bayinya. Gangguan pada bayi meliputi proses tumbuh kembang anak, bayi mudah sakit, mudah terkena infeksi. Kekurangan zat-zat esensial menimbulkan gangguan pada mata ataupun tulang bahkan dapat mengakibatkan BBLR yang berujung pada anak stunting. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi stunting sebesar 37,2%; berat badan kurang (wasting) sebesar 19,6%; dan berat badan lahir rendah (BBLR) sebesar 10,2%. Status gizi ibu setelah peristiwa kehamilan dan persalinan kemudian diikuti masa laktasi, tidak segera pulih dan ditambah lagi pemenuhan gizi yang kurang, serta jumlah paritas yang banyak dengan jarak kehamilan yang pendek, akan menyebabkan ibu mengalami gangguan penyerapan gizi, akibatnya ibu akan berada dalam status gizi yang kurang baik dengan akibat lebih lanjut pada ibu dan anaknya. Ibu yang kekurangan gizi dapat menyebabkan ibu KEK, anemia zat Fe, KVA. Oleh karena itu, ibu yang menyusui anaknya khususnya pada masa nifas harus diberikan pengetahuan tentang asupan nutrisi yang baik bagi ibu dan bayinya. Menyusui merupakan sebuah tindakan yang efektif selain lebih ekonomis, menyusui juga lebih praktis dan mengurangi risiko yang akan memberikan efek yang tidak murah penanganannya. Dengan memberikan ASI, keluarga tidak perlu menambah beban untuk membeli susu formula yang mahal namun berisiko mengandung bakteri, sehingga alokasi biaya rumah sakit akibat asupan yang salah dapat ditekan. Pemberian susuformula melalui botol susu memberikan kerugian salam jangka panjang. Anak jadi bergantung pada botol susu hingga besar nanti, padahal sebetulnya anak sudah tidak lagi membutuhkannya. Sayangnya, tidak semua ibu berhasil dalam menyusui anaknya. Berbagai kendala dan masalah dari dalam dan luar ibu itu sendiri menyurutkan usaha ibu untuk menyusui bayinya. Terkadang permasalahannya begitu spele. Namun karena bercampur dengan permasalahan psikologis ibu, misalnya seperti baby blues (gangguan psikologi pasca melahirkan), sang ibu gagal memberikan ASI eksklusif dan akhirnya tidak berhasil menggenapkan ASI bayinya hingga dua tahun. Ibu yang bekerja juga sering menjadikan pekerjaannya sebagai alasan untuk menuaikan kewajibannya memberikan ASI, padahal semua dapat diatur dengan mudah. Alasan utama yang menyebabkan kegagalan dalam pemberian ASI adalah karena ibu tidak mengerti tata laksana ASI. 2
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja gizi ibu menyusui? 2. Bagaimana cara menyusui, cara memerah dan cara menyimpan ASI? 3. Bagaimana mitos pada ibu menyusui? 4. Apa saja kontra indikasi pada pemberian ASI? 5. Bagaimana cara pemberian ASI pada keadaan khusus (Ibu TBC, Hepatitis B, HIV dan Toksoplasmosis)? 1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui gizi pada ibu menyusui 2. Untuk memahami cara menyusui, cara memerah dan cara menyimpan ASI 3. Untuk mengetahui mitos pada ibu menyusui 4. Untuk mengetahui kontraindikasi pada pemberian ASI 5. Untuk mengetahui cara pemberian ASI pada keadaan khusus (Ibu TBC, Hepatitis B, HIV dan Toksoplasmosis)
3
BAB II PEMBAHASAN 2.1 GIZI IBU MENYUSUI 2.1.1
Pengertian Gizi Ibu Menyusui
2.1.1.1 Pengertian Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran
zat-zat
yang tidak
digunakan,
untuk
mempertahankan
kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Coad Dunstall, 2006). 2.1.1.2 Pengertian Menyusui
Menyusui adalah cara yang optimal dalam memberikan nutrisi dan mengasuh bayi, dan dengan penambahan makanan pelengkap pada paruh kedua tahun pertama, kebutuhan nutrisi, imunologi, dan psikososial dapat terpenuhi hingga tahun kedua dan tahun – tahun berikutnya (Varney, 2004). 2.1.1.3 Pengertian Gizi Ibu Menyusui
Ibu menyusui memerlukan energi dan gizi yang lebih besar dari pada yang tidak menyusui. Energi dan gizi ini digunakan untuk memenuhi produksi ASI dan aktivitas ibu menyusui itu sendiri. Pemenuhan gizi yang baik bagi ibu menyusui akan berpengaruh kepada status gizi ibu menyusui dan juga bagi tumbuh kembang bayinya. Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Bila pemberian ASI berhasil baik, maka berat badan bayi akan meningkat, integritas kulit baik, tonus otot serta kebiasaan makan yang memuaskan. ibu menyusui memerlukan penambahan kalori, dimana tiap 100 cc ASI berkemampuan memasok 67-77 kkal, dari sinilah dapat diperkirakan besarnya energi yang diperlukan untuk memproduksi ASI sehari sebanyak 850 cc (Arisman, 2007). Jadi, pengertian gizi ibu menyusui adalah nutrisi dalam makanan yang dikonsumsi melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, serta pembuangan zat-zat sisa, yang dibutuhkan oleh ibu menyusui untuk diberikan kepada bayi dalam bentuk ASI dengan cara yang optimal dan dalam jumlah tertentu.
4
2.1.2
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gizi Ibu Menyusui
1. Pola Makan
Pada masa menyusui kebutuhan zat gizi semakin meningkat. Apabila konsumsi makanan sehari-hari kurang beraneka ragam, maka akan timbul ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif pada masa menyusui. Mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam sangat bermanfaat bagi kesehatan ibu menyusui sebab bila tidak diimbangi peningkatan makanan, akan membahayakan gizi ibu dan bayinya. Kendati demikian tidak ada makanan khusus bagi ibu menyusui. Mereka hanya perlu makan seperti biasa dengan menu beragam sesuai pola makan yang seimbang. Porsinya saja yang ditambah baik melalui makan pokok maupun kudapan. Makanan bagi ibu menyusui sangat berguna untuk memulihkan kondisi fisik setelah melahirkan serta untuk meningkatkan produksi ASI yang cukup dan sehat untuk bayi (Nadimin,2010).
Jadi, ibu menyusui perlu mengonsumsi beranekaragam makanan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi ibu dan bayinya. Jika sang ibu hanya makan seperlunya tanpa mempertimbangkan kebutuhan zat gizi maka akan terjadi ketidakseimbangan antara nutrisi yang masuk dan dikeluarkan. Ketidakseimbangan ini akan membahayakan kesehatan ibu dan bayinya. Oleh karena itu, penting bagi ibu menyusui untuk mengonsumsi makanan sesuai dengan pedoman gizi seimbang.
2. Status Ekonomi dan Sosial
Baik status ekonomi maupun sosial sangat mempengaruhi seorang wanita dalam memilih makanannya yang menjadi pengaruh terhadap kualitas ASI (Paath, 2005).
5
Jadi, status ekonomi dan sosial berpengaruh terlebih jika yang bersangkutan hidup dibawah garis kemiskinan (keluarga prasejahtera). Hal ini berguna untuk memastikan ibu mampu membeli dan memilih bahan makanan yang bernilai gizi tinggi untuk memenuhi kebutuhan gizi dalam menyusui. 3. Kebiasaan dan Pandangan Wanita terhadap Makanan
Wanita yang sedang hamil dan telah berkeluarga biasanya lebih memperhatikan akan gizi dari anggota keluarga yang lain. Padahal sebenarnya dirinyalah yang memerlukan perhatian yang serius mengenai penambahan gizi. Ibu harus teratur dalam mengkonsumsi makanan yang bergizi demi pertumbuhan dan perkembangan anak (Kristiyanasari, 2010).
Jadi, seorang wanita perlu memperhatikan gizi untuk dirinya terutama jika sedang dalam masa menyusui. Ibu menyusui harus memenuhi kebutuhan gizi untuk dirinya serta anaknya melalui ASI, sehingga gizinya perlu diperhatikan terlebih dahulu dan setelah itu baru memberikan perhatiannya kepada suami atau keluarganya. 4. Usia
Usia diperlukan untuk menentukan besaran kalori serta zat gizi yang akan diberikan. Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam pemberian nutrisi anak (Nursalam, 2001). Jadi, usia perlu diperhatikan agar dapat menentukan seberapa besar kebutuhan nutrisi yang diperlukan serta pengalaman atau kemampuan dalam pemberian nutrisi. 5. Pendidikan
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang dari individu, kelompok atau masyarakat (Notoadmodjo, 2007).
Bagi masyarakat yang berpendidikan tinggi dan cukup tentang nilai gizi lebih banyak menggunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan atau pertimbangan
fisiologi
lebih
menonjol
dibandingkan
dengan
kebutuhan
psikis
(Paath,dkk.,2005 ).
Jadi, tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang mengenai nilai gizi dari makanan yang dikonsumi sesuai kebutuhannya. Melalui pendidikan, maka akan
6
meningkatkan kematangan seseorang mengenai berbagai hal untuk diterapkan dalam kehidupan. 2.1.3
Kebutuhan Gizi Ibu Menyusui
Secara umum, hal yang harus diperhatikan dalam memenuhi kebutuhan gizi ibu menyusui adalah susunan menu seimbang, dianjurkan minum 8-12 gelas sehari, untuk memperlancar pencernaan hindari konsumsi alkohol, serta banyak mengonsumsi sayuran berwarna. Selama ibu tidak memiliki penyakit tertentu yang mengharuskan ibu melakukan diet tertentu, tidak ada pantangan makanan bagi ibu menyusui (Hariyani Sulistyoningsih, 2011).
Berikut zat-zat gizi yang perlu ditambahkan dalam kebutuhan pangan ibu menyusui : 1. Energi
AKG 2013 merekomendasikan tambahan kebutuhan energi ibu menyusui pada 6 bulan pertama postpartum sebesar 330 Kal/hari dari kebutuhan energi wanita tidak hamil. Pada 6 bulan ke-2, selain tetap memberikan ASI ibu harus mulai mengenalkan makanan kepada bayinya berupa makanan pendamping ASI (MP ASI). Dengan mulai diberikannya MPASI kepada bayi maka rata-rata konsumsi ASI pada bayi turun menjadi 600 ml/hari. AKG 2013 menyebutkan bahwa tambahan kebutuhan energi ibu pada 6 bulan ke-2 postpartum adalah sebesar 400 Kal/hari. (Sandra Fikawati et al., 2015). Jadi, gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Kebutuhan nutrisi selama laktasi didasarkan pada kandungan nutrisi air susu dan jumlah nutrisi penghasil susu. Ibu menyusui disarankan memperoleh tambahan energi sebesar 330 kal/hari pada 6 bulan pertama dan 400 kal/hari pada 6 bulan kedua. 2. Protein
AKG 2013 merekomendasikan tambahan asupan protein ibu saat menyusui sebesar 20 g/hari atau setara dengan 2 potong sedang daging sapi atau 3 potong sedang tempe atau 6 butir telur atau 3 gelas susu sapi (200 ml). Jumlah tambahan protein yang dibutuhkan ibu saat hamil dan laktasi sama besar (Sandra Fikawati et al., 2015). Jadi, selama menyusui tambahan protein yang diperlukan sebesar 20 g/hari. Protein berguna untuk memproduksi ASI dan membangun kembali berbagai jaringan tubuh yang rusak akibat proses melahirkan. Selain itu, protein berguna untuk pertumbuhan dan
7
perkembangan
sistem
kekebalan
tubuh
dan
untuk
pertumbuhan
otak
serta
menyempurnakan fungsi pencernaan. Sumber protein dapat ditemukan di daging sapi, ayam, ikan, telur, susu, biji-bijian, kacang-kacangan. 3. Lemak
Lemak berperan sebagai sumber dan cadangan energi, pelarut vitamin A, D, E dan K, dan juga berperan sebagai cadangan energi untuk menghasilkan ASI. Oleh karena itu, kebutuhan lemak ibu menyusui perlu ditingkatkan. AKG 2013 merekomendasikan tambahan asupan lemak untuk ibu menyusui menjadi 11-13 g/hari (Sandra Fikawati et al., 2015).
Jadi, sebagai sumber energi cadangan, jika lemak dibakar dalam tubuh akan menjadi karbohidrat. Bila ibu menyusui kekurangan lemak, dapat membuat kurus, daya tahan turun, kulit keriput, dan produksi hormon terganggu yang akan berdampak pada produksi ASI. Maka kebutuhan lemak pada ibu menyusui perlu ditingkatkan menjadi 11-13 g/hari. Sumber lemak dapat diperoleh dari daging, ikan, telur, dan susu. 4. Zat besi
Pada ibu menyusui, zat besi dikeluarkan sebanyak 0,3 mg/Kal/hari dalam bentuk ASI. Oleh karena itu, ibu menyusui memerlukan tambahan zat gizi besi sekitar 6 mg/hari pada 6 bulan pertama menyusui serta 8 mg/hari pada 6 bulan kedua (Sandra Fikawati et al., 2015).
Jadi, sumber zat besi dapat berasal dari bahan pangan hewani maupun nabati. Untuk memenuhi kebutuhan zat besi, ibu hamil dan menyusui dianjurkan menambah jenis dan porsi hidangan (mengandung zat besi) yang berasal dari bahan pangan hewani seperti daging sapi, ayam dan ikan. Zat besi yang perlu ditambahkan oleh ibu menyusui sebesar 6-8 mg/hari. 5. Kalsium
AKG 2013 merekomendasikan ibu menyusui menambah asupan kalsium sebanyak 200 mg/hari dari kebutuhan normal wanita dewasa yaitu sebesar 1100 mg/hari. Sehingga kebutuhan kalsium pada ibu menyusui menjadi 1300 mg/hari (Sandra Fikawati et al., 2015).
Jadi, kalsium diperlukan ibu menyusui dalam jumlah yang besar. Karena selain berperan dalam proses produksi ASI, kalsium juga berperan dalam pembentukan tulang dan gigi maka kebutuhan kalsium perlu ditingkatkan 200 mg/hari. Sumber makanan yang 8
mengandung kalsium yaitu susu, keju, ikan yang dikonsumsi bersama tulangnya (ikan teri), serta biji-bijian utuh. 6. Vitamin a. Vitamin A
AKG 2013 merekomendasikan untuk mengkonsumsi vitamin A saat menyusui meningkat sebesar 350 µg/hari (Sandra Fikawati et al., 2015). Jadi, vitamin A sangat diperlukan bagi ibu menyusui dengan tambahan sebesar 350 µg/hari untuk membantu pertumbuhan sel, jaringan, gigi dan tulang, perkembangan saraf, penglihatan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Sumber makanan yang mengandung vitamin A yaitu kuning telur, hati, mentega, sayur berwarna hijau dan buah berwarna kuning seperti wortel dan tomat. b. Vitamin B dan C
Vitamin B dan C yang merupakan vitamin larut air, jumlahnya bergantung pada asupan vitamin ibu, karena vitamin larut air lebih cepat disekresikan ke luar tubuh melalui urin atau keringat. Menurut rekomendasi AKG 2013, vitamin B1 dibutuhkan sekitar 1,1 mg/hari dan mengalami penambahan kebutuhan saat menyusui sebesar 0,3 mg/hari. Vitamin B2 mengalami penambahan kebutuhan sebesar 0,4 mg/hari. Begitu pula vitamin B3 yang mengalami peningkatan kebutuhan sebesar 3 mg/hari. Ketiga vitamin tersebut (vitamin B1, B2 dan B3) dibutuhkan untuk menunjang fungsi saraf, pencernaan, serta kesehatan kulit. Sedangkan vitamin B6 dibutuhkan penambahan sekitar 0,5 mg/hari saat menyusui untuk pembentukan sel darah merah serta kesehatan gigi dan gusi. Makanan yang mengandung sumber vitamin B1 adalah daging, hati, beras utuh, serta kacang.Sumber vitamin B2 adalah susu, hati dan beras utuh. Sumber vitamin B3 adalah daging, biji-bijian, kacang dan beras utuh. Kebutuhan vitamin B12 untuk ibu menyusui meningkat sebesar 0,4 µg. Vitamin B12 berkontribusi dalam pembentukan sel darah merah dan kesehatan jaringan saraf. Vitamin C dibutuhkan saat menyusui diperlukan penambahan sekitar 25 mg/hari untuk pembentukan jaringan ikat, pertumbuhan tulang, gigi dan gusi, daya tahan terhadap infeksi, serta memberikan kekuatan pada pembuluh darah. Sumber makanan yang mengandung vitamin C adalah buah-buahan yang berwarna merah atau kuning seperti tomat, jeruk, jambu biji, melon dan sayuran (Sandra Fikawati et al., 2015).
9
c. Vitamin K
Kebutuhan vitamin K menurut AKG 2013 pada ibu menyusui tidak perlu mengalami penambahan dan sama seperti kebutuhan wanita dewasa sebesar 55 µg/hari. Sumber vitamin K adalah kuning telur, hati, brokoli, asparagus dan bayam (Sandra Fikawati et al., 2015).
Jadi, meskipun kebutuhan vitamin K tidak bertambah, namun ibu menyusui harus tetap memenuhi kebutuhan vitamin K yaitu sebesar 55 µg/hari. Vitamin K dapat ditemukan pada kuning telur, hati, brokoli, asparagus dan bayam. Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai faktor pembekuan darah dan juga dibutuhkan untuk mencegah perdarahan agar proses pembekuan darah normal. 7. Folic Acid (Asam folat)
Ibu menyusui direkomendasikan oleh AKG 2013 untuk meningkatkan kebutuhan asam folat sebesar 100 µg/hari (Sandra Fikawati et al., 2015). Jadi, asam folat dibutuhkan untuk pembentukan dan pertumbuhan sel darah merah, juga untuk produksi inti sel. Asam folat dibutuhkan oleh ibu menyusui dengan tambahan sebesar 100 µg/hari dan dapat diperoleh dari hati, roti gandum, serta sayuran hijau. 8. Fosfor
Fosfor dibutuhkan untuk pembentukan kerangka dan gigi. Menurut AKG 2013, Ibu menyusui memiliki kebutuhan fosfor yang sama saat sebelum hamil yaitu sebesar 700 mg/hari dan tidak perlu mengalami. Sumbernya antara lain susu, keju dan daging (Sandra Fikawati et al., 2015). 9. Yodium
AKG 2013 merekomendasikan kebutuhan yodium bertambah sekitar 100 µg/hari saat menyusui. Sumber yodium dapat ditemukan pada minyak ikan, ikan laut, dan garam beryodium (Sandra Fikawati et al., 2015). Jadi, yodium sangat penting untuk mencegah gangguan pertumbuhan dan perkembangan seperti kretinisme dan keterbelakangan mental. 10. Zinc atau Seng
Kebutuhan Zinc menurut AKG 2013 untuk ibu menyusui meningkat sebesar 5 mg/hari dari kebutuhan normal wanita dewasa yaitu sebesar 10 mg. Jadi, zinc berfungsi untuk mendukung sistem kekebalan tubuh yang sehat dan pentingbagi ibu pascapersalinan untuk menyembuhkan luka. Sumber makanan yang 10
mengandung zinc yaitu Daging merah, ayam kacang-kacangan, serealia, dan hasil laut. 2.1.4
Manfaat Menyusui
Menurut Ayu Ardiana tahun 2014, menyusui dapat bermanfaat bagi bayi dan sang ibu. Manfaat menyusui yaitu: 1. Manfaat ASI bagi bayi
a. Membantu bayi untuk memperoleh segala kebutuhan tubuhnya. ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis, ekonomis, mudah dicerna untuk memiliki komposisi, zat gizi yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi. b. ASI mengandung zat pelindung (antibodi) Di dalam ASI terdapat zat-zat pelindung yang dapat melindungi bayi selama 5-6 bulan pertama, seperti: Immunoglobin, Lysozyme, Complemen C3 dan C4, Antistapiloccocus, lactobacillus, Bifidus, Lactoferrin. c. Kolostrum/susu jolong atau susu pertama mengandung antibodi yang kuat untuk mencegah infeksi dan membuat bayi lebih kuat. Kolostrum merupakan cairan pra-susu berwarna kekuningan yang keluar pada awal-awal masa menyusui, 24-36 jam pertama setelah melahirkan. Kolostrum memiliki banyak manfaat, salah satunya membawa zat imunitas (zat kekebalan) yang ditransfer dari ibu ke bayinya. Selain mengansung zat kekebalan, kolostrum juga mengandung begitu banyak zat gizi penting dan zat yang mendukung faktor pertumbuhan. Kolostrum juga kaya akan immunoglobulin, sejenis protein tertentu yang terlibat dalam sistem imun dan berperan melawan kuman . d. ASI mudah dicerna oleh bayi Pembentukan enzim pencernaan bayi baru sempurna pada usia kurang dari 5 bulan. ASI mudah dicerna bayi karena mengandung enzim-enzim yang dapat membantu proses pencernaan. e. ASI tanpa makanan tambahan merupakan cara terbaik pemberian makan bayi dalam 4-6 bulan pertama kehidupannya. Bayi seharusnya memperoleh ASI sebagai satu-satunya sumber makanan selama 6 bulan sejak kelahirannya. ASI dipercaya dapat memenuhi segala kebutuhan nutrisi bayi.
11
2. Manfaat ASI bagi ibu
a. Pemberian ASI membantu ibu memulihkan diri dari proses persalinannya. Menyusui bayi tepat setelah melahirkan tidak hanya membantu melindungi bayi dari infeksi dan penyakit, tapi juga membantu rahim ibu berkontraksi dan mengendalikan pendarahan pascapersalinan. Sehingga ibu dapat segera pulih dari proses persalinannya. b. Pemberian ASI selama beberapa hari pertama membuat rahim berkontraksi dengan cepat dan memperlambat perdarahan (isapan pada puting susu merangsang dikeluarkannya oksitosin alami yang akan membantu kontraksi rahim) Pasca persalinan ibu yang mengalami pendarahan akan dibantu dengan pemberian ASI ekslusif. Selain itu, ASI dapat mempercepat pengecilan rahim seperti semula. Kondisi ini disebabkan karena pada saat melahirkan, bayi yang segera diberikan ASI akan membantu dalam merangsang hisapan bayi dan diteruskan ke hipofisis pars posterior yang akan mengeluarkan hormon progesterone. c. Ibu akan cepat pulih atau turun berat badannya ke berat badan sebelum kehamil an Aktivitas menyusui dapat membuat tumpukan lemak pada tubuh ibu akan dipergunakan untuk membentuk ASI sehingga berat badan ibu akan kembali stabil. d. Pemberian ASI adalah cara yang penting bagi ibu untuk mencurahkan kasih sayangnya pada bayi dan membuat bayi merasa nyamam. Ikatan batin antara ibu dan anak akan lebih terjaga karena ibu dapat dengan mudah mengekspresikan sayang kepada anaknya. Dengan demikian ikatan batin semakin kuat. Begitupula dengan pemulihan kesehatan ibu yang semakin cepat ketika ibu memberikan ASI pada bayi.
12
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Indonesia Nomor 75 Tahun Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia Tabel 1. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Serat dan Air yang dianjurkan untuk orang Indonesia (Perorang Perhari) Kelompok umur
Energi
Protein
(kkal)
(g)
Lemak
Karbohidrat
(g)
Serat (g)
(g) Total
n-6
Air
(mL)
n-3
2250
56
75
12,0
1,1
309
32
2300
Trimester 1
+180
+20
+6
+2,0
+0,3
+25
+3
+300
Trimester 2
+300
+20
+10
+2,0
+0,3
+40
+4
+300
Trimester 3
+300
+20
+10
+2,0
+0,3
+40
+4
+300
6 bulan pertama
+330
+20
+11
+2,0
+0,2
+45
+5
+800
6 bulan kedua
+400
+20
+13
+2,0
+0,2
+55
+6
+650
Tak Hamil Hamil (+an)
Menyusui (+an)
13
Tabel 2. Angka Kecukupan Vitamin yang dianjurkan untuk orang Indonesia (perorang perhari) Kelompok
Vitamin
Vitamin
Vitamin
Vitamin
Vitamin
Vitamin
Vitamin
Vitamin B5
Vitamin
Vitamin
Vitamin
Kebutuhan
A
D
E
K
B1
B2
B3
(Pantotenat)
B6
B12
C
(mcg)
(mcg)
(mg)
(mcg)
(mg)
(mg)
(mg)
(mg)
(mg)
(mcg)
(mg)
500
15
15
55
1,1
1,4
12
5,0
1,3
2,4
75
Trimester 1
+300
+0
+0
+0
+0,3
+0,3
+4
+1,0
+0,4
+0,2
+10
Trimester 2
+300
+0
+0
+0
+0,3
+0,3
+4
+1,0
+0,4
+0,2
+10
Trimester 3
+350
+0
+0
+0
+0,3
+0,3
+4
+1,0
+0,4
+0,2
+10
bln pertama
350
+0
4
0
0,3
0,4
3
2,0
0,5
+0,4
25
bln kedua
+350
0
+4
0
0,3
0,4
3
+,0
0,5
0,4
25
Tak Hamil Hamil (+an)
Menyusui (+an)
Tabel 3. Angka Kecukupan Mineral yang dianjurkan untuk orang Indonesia (perorang perhari) Kelompok Kalsium
Fosfor
Magnesium
Natrium
Kalium
Mangan
Tembaga
Kromium
Besi
Iodium
Seng
Selenium
Fluor
(mg)
(mg)
(mg)
(mg)
(mg)
(mg)
(mcg)
(mcg)
(mg)
(mcg)
(mg)
(mcg)
(mg)
Kebutuhan
Tak Hamil
1100
700
310
1500
4700
1,8
900
25
26
150
10
30
2.5
Timester 1
+200
+0
+40
+0
+0
+0,2
+100
+5
+0
+70
+2
+5
+0
Trimester 2
+200
+0
+40
+0
+0
+0,2
+100
+5
+9
+70
+4
+5
+0
Trimester 3
+200
+0
+40
+0
+0
+0,2
+100
+5
+13
+70
+10
+5
+0
6 bln pertama
+200
+0
+0
+0
+400
+0,8
+400
+20
+6
+100
+5
+10
+0
6 bln kedua
+200
+0
+0
+0
+400
+0,8
+400
+20
+8
+100
+5
+10
+0
Hamil (+an)
Menyusui (+an)
Sumber : AKG 2013 Keterangan : (+) Jumlah tambahan yang dibutuhkan dibutuhkan 14
2.1.5
Pengaturan Makan Ibu Menyusui
Ibu menyusui perlu memerhatikan beberapa hal untuk dapat memenuhi kebutuhan gizinya saat menyusui. Tips diet menyusui antara lain:
Meningkatkan Frekuensi
Mengonsumsi suplemen, terutama bagi ibu yang asupan makanannya tidak baik
Ibu Menyusui = Gizi Seimbang
Mengonsumsi makanan padat
a. Meningkatkan Meningkatkan frekuensi makan
Menyusui perlu meningkatkan frekuensi makan untuk meningkatkan asupan energinya. Mengonsumsi makanan dengan prinsip porsi kecil tapi sering dapat dilakukan untuk mencapai kebutuhan konsumsi ibu (Sandra Fikawati et al., 2015). b. Mengonsumsi Mengonsumsi suplemen
Peningkatan kebutuhan energi dan zat gizi ibu yang tinggi dapat disiasati dengan konsumsi suplemen jika ibu merasa konsumsi hariannya tidak memenuhi kebutuhan zat gizinya, terutama zat gizi mikro. Penelitian di Guatemala pada ibbu dengan status gizi kurus membuktikan bahwa ibu yang mengonsumsi suplementasi energi mampu meningkatkan produksi ASI-nya (Sandra Fikawati et al., 2015).
c. Mengonsumsi Mengonsumsi makanan padat gizi g izi
Makanan yang padat gizi penting untuk mencapai kebutuhan gizi ibu. Makanan denga volume yang rendah namun bergizi tinggi tepat untuk dikonsumsi oleh ibu laktasi, contohnya adalah mengonsumsi setengah mangkuk bubur kacang hijau (mengandung energi, protein, vitamin, dan mineral) lebih baik daripada satu mangkuk bubu sumsum (hanya mengandung energi saja) (Sandra Fikawati et al., 2015).
15
2.2 CARA MENYUSUI, MEMERAH DAN MENYIMPAN ASI 2.2.1
Cara Menyusui
Ada beberapa pengertian dari menyusui menurut beberapa ahli. Cara menyusui adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar (Suradi dan Hesti, 2004). Menurut Sarwono (2014), menyusui adalah salah satu komponen dari proses reproduksi yang terdiri atas haid, konsepsi, kehamilan, persalinan, menyusui, dan penyapihan. Jika semua komponen berlangsung dengan baik, proses menyusui akan berhasil. Menurut Elisabeth dan Endang (2017) teknik menyusui adalah suatu cara pemberian ASI yang dilakukan oleh seorang ibu kepada bayinya, demi mencukupi kebutuhan nutrisi bayi tersebut. Dari
beberapa pengertian di atas, dapat
diambil kesimpulan cara menyusui adalah cara salah satu proses reproduksi untuk memberikan ASI dari ibu kepada bayi dengan posisi dan pelekatan yang tepat agar dapat memenuhi kebutuhan bayi. Memberi ASI dalam suasana yang santai bagi ibu dan bayi. Buat kondisi ibu senyaman mungkin. Selama beberapa minggu pertama, bayi perlu diberi AS I setiap 2,5 -3 jam sekali. Menjelang akhir minggu ke enam, sebagian besar kebutuhan bayi akan ASI setiap 4 jam sekali. Jadwal ini baik sampai bayi berumur antara 10-12 bulan. Pada usia ini sebagian besar bayi tidur sepanjang malam sehingga tidak perlu lagi memberi makan di malam hari ( Soetjiningsih, 2012) 2.2.1.1 Posisi Menyusui A. Posisi Ibu Dalam Menyusui
Ada banyak cara untuk memposisikan diri dan bayi selama proses menyusui berlangsung. Pada saat akan memberi ASI langsung pada bayi, pastikan posisi ibu yang akan menyusui berada dalam keadaan yang tepat dan nyaman. Menurut Reni (2014), ada beberapa posisi yang dapat dilakukan untuk memberi ASI pada bayi, yaitu: 1. Posisi duduk Untuk menyusu awal dan mendapatkan perlekatan yang baik, dari berbagai macam posisi yang ada saat menyusui posisi duduk (cross cradle) adala h yang direkomendasikan. Jika menginginkan posisi duduk untuk memberi ASI kepada bayi, maka keadaan yang tepat menurut Reni (2014) ialah: a. Jika ingin menyusui bayi di payudara kanan, gunakan lengan kanan untuk menggendong atau menopang bayi. Letakkan kepala bayi di lengkung siku dan pantat
16
bayi akan mengikuti berada di lengan sang ibu.Tahan kepala bayi agar tidak sampai menengadah, begitupun dengan pantat bayi yang harus ditahan oleh t elapak tangan. b. Usahakan untuk menggunakan kursi dengan posisi rendah agar kaki tidak menggantung
Selain pernyataan di atas menurut salah satu asosiasi menyusui di Australia (The Royal Woman’s Hospital) tahun 2014 ada beberapa keadaan yang perlu diperhatikan untuk menyusui dengan cara duduk, yaitu: a. Posisi duduk yang tegak, serta memiliki sandaran yang dapat menopang badan. b. Tempat duduk yang rata c. Keadaan kaki tegak lurus ke bawah d. Seorang ibu mungkin akan membutuhkan tambahan bantal untuk menjadi sandaran belakang. Tambahan bantal pun bisa digunakan untuk menidurkan bayi di atas paha sang ibu.
Gambar: Posisi Ibu Menyusui Duduk
2. Posisi berbaring Menyusui dengan posisi ini memudahkan ibu untuk dapat menyusui sambil beristirahat di malam hari (UNICEF, 2014). Posisi yang tepat untuk menyusui dalam keadaan berbaring ialah: a. Berbaring bisa dengan keadaan badan miring atau telentang, dan gunakan bantal untuk mengganjal kepala. b. Letakkan lengan kiri di atas kasur menghadap bantal untuk menyamankan posisi berbaring. Gunakan lengan kanan untuk memeluk atau menjaga kepala bayi. Begitupun sebaliknya. c. Letakkan bayi menghadap tepat ke payudara. Carilah posisi terbaik yang dapat menyamankan bayi untuk menyusu. 17
Gambar: Posisi Ibu Menyusui Berbaring 3. Posisi untuk bayi kembar Ada posisi khusus bagi ibu yang memiliki anak kembar, yaitu: a. Tiap bayi menyusu dengan posisi foot-ball. b. Tiap bayi menyusu dengan posisi sejajar dengan tubuh ibu. c. Kedua bayi menyusu saling menyilang di depan tubuh. (Maryunani, 2014)
Gambar: Posisi Menyusui Bayi Kembar
B. Posisi Bayi Dalam Menyusui
Ada beberapa cara yang harus dilakukan untuk menahan posisi bayi saat menyusui. Berikut adalah cara yang harus diperhatikan menurut UNICEF (2014): 1. Posisi bayi harus berada dekat dengan sang ibu. 2. Bayi harus berhadapan langsung dengan payudara dengan keadaan kepala, bahu, lengan, dan badan dalam posisi yang lurus. 3. Posisi hidung dan bibir atas bayi harus tepat berlawanan atau berhadapan dengan puting susu ibu. 4. Bayi harus berada dalam keadaan yang dapat menjangkau payudara ibu, jangan membiarkan bayi sampai harus berputar atau terlalu jauh untuk menjangkaunya. 5. Pastikan untuk selalu membenarkan posisi bayi mendekati payudara, bukan sebaliknya payudara yang mendekati bayi.
18
Dalam buku Payudara dan Laktasi, Reni Yuli (2014) menyatakan ada hal penting lain yang harus diperhatikan saat memposisikan bayi untuk menyu, yaitu: 1. Kedua tangan bayi berada di posisi yang berbeda. Satu tangan berada di belakang badan sang ibu, dan tangan lain diletakkan di depan. 2. Pastikan kepala bayi menghadap ke payudara ibu, bukan hanya membelokkan. Begitu pun dengan perut bayi yang harus menempel badan ibu.
2.2.1.2 Langkah-Langkah Setelah Menyusui
Tidak hanya sebatas menyusui bayi, setelah menyusui pun masih ada langkah-langkah yang harus dilakukan secara teliti. Langkah-langkah yang dimaksud menurut (Reni, 2014) adalah: 1. Melepas isapan mulut bayi ke payudara yaitu dengan cara memasukkan jari kelingking ibu ke dalam mulut bayi, atau dengan cara menarik dagu bayi secara perlahan. Dengan begitu, mulut bayi akan terbuka sedikit lalu puting susu ibu dapat ditarik secara perlahan. 2. Setelah bayi melepaskan isapannya pada payudara, keluarkan sedikit ASI untuk kemudian dioleskan ke puting susu dan areola. ASI yang dioleskan tersebut akan kering dengan sendirinya. Tujuannya ialah untuk membersihkan puting susu dan areola payudara ibu. 3. Jangan lupa untuk menyendawakan bayi. Hal ini ditujukan untuk mengeluarkan udara dari lambung bayi agar tidak muntah setelah menyusui. Cara untuk menyendawakan bayi ialah gendong bayi tegak dan bersandar pada bahu ibu, didudukkan di paha ibu dan disanggah oleh lengan ibu, atau dengan cara menengkurapkannya pada paha ibu. Setelah di posisikan dengan benar, tepuk punggung bayi secara perlahan sampai bayi bersendawa.
Gambar: Posisi Menyendawakan Bayi
19
2.2.2
Cara Memerah ASI
Pemberian ASI kepada bayi baru lahir biasanya lebih sering, rata-rata 10-12 kali menyusu dalam 24 jam. Menyusui sebaiknya dilakukan kapanpun bayi meminta atau membutuhkan (on deman). On demand merupakan cara yang tepat untuk menjaga produksi ASI. Ibu yang berada di rumah harus selalu sedia memberikan ASI kepada anaknya tanpa alasan apapun selama masih memungkinkan. Kecuali jika ibu memiliki alasan yang jelas dan masuk akal tidak bisa menyusui. Begitu pun dengan ibu yang bekerja. Bekerja bukan menjadi alasan untuk tidak memberi ASI kepada bayi. Ibu pekerja masih bisa menyusui bayi sebelum berangakat dan sesudah pulang kantor. Di luar jam it u, ibu pekerja tetap bisa memberikan ASI kepada bayinya menggunakan ASI perah. ASI perah yaitu ASI yang diambil dengan cara diperas dari payudara secara perlahan yang kemudian akan disimpan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada bayi. Memerah ASI dapat dilakukan setiap 3-4 jam kemudian disimpan di lemari pendingin. Menurut Australian Breasfeeding Association (The Royal Women’s Hospital) ada 3 teknik bagaimana cara untuk memerah ASI yaitu: 1. Memerah dengan Tangan (Teknik Marmet) a. Posisikan jari telunjuk tepat di area payudara bagian bawah namun masih dekat
dengan areola. Selain jari telunjuk, posisikan pula jempol di bagian atas payudara, yang berarti akan bersebrangan dengan posisi jari telunjuk. Letak jari-jari tersebut berada sekitar 1-1,5 cm dari areola. 3 jari lain dapat diposisikan mengikuti jari telunjuk untuk menopang payudara. Jika posisinya tepat, maka akan membentuk huruf “C” (Reni, 2014). Posisi jari seperti ini akan memungkinkan sang ibu dapat merasakan saluran-saluran ASI yang berada tepat di bawah kulit se kitar areola. b. Setelah posisi jari-jari sang ibu tepat, maka dilanjutkan dengan menekan payudara ke arah dalam dada. c. Cara menekan yang tepat ialah dengan menggunakan jari telunjuk dan jempol secara bersamaan. Lalu ASI akan keluar perlahan dari gudang ASI untuk kemudian disalurkan menuju puting susu sampai kosong. d. Lepaskan tekanan pada payudara agar dapat memberi jalan ASI keluar. Setelah itu baru dapat mengulangi tahap-tahap selanjutnya. Jika tahapan di atas telah berhasil mengeluarkan ASI, maka akan memudahkan sang ibu untuk mengulang tahap 2-5 tanpa harus menunggu lama. Kemudian sang ibu dapat mengulang secara teratur ritme yang tepat untuk memerah ASI. Jika tidak diatur, akan menyebabkan ASI menetes dan menyembur dari payudara.
20
2. Memerah Menggunakan Pompa Manual
Pompa tangan biasa digunakan untuk memudahkan menampung ASI ketika payudara sudah terasa penuh. Jenis alat bantu pemerah ASI ini bisa di operasikan menggunakan bantuan tangan dan bantuan baterai. Setiap alat memiliki ukuran yang berbeda dengan areola dan puting susu ibu, maka sebaiknya alat dicoba terlebih dahulu sebelum dibeli. Selanjutnya pemakaian dapat disesuaikan dengan alat. Berikut adalah cara menggunakan pompa ASI manual menggunakan tangan: a. Tekan bola karet atau tuas untuk mengeluarkan udara. b. Ujung leher tabung diletakkan payudara dengan puting susu tepat ditengah, dan tabung benar-benar melekat pada kulit. c. Bola karet atau tuas dilepas, sehingga puting susu dan kalang payudara tertarik ke dalam. d. Tekan dan lepas beberapa kali, sehingga ASI akan keluar dan terkunpul pada lekukan penampung pada sisi tabung. e. Setelah selesai dipakai atau akan dipakai, maka alat harus dicuci bersih dengan menggunakan air mendidih. Untuk penggunaan pompa ASI manual menggunakan baterai sama aja seperti manual menggunakan tangan. Namun tidak perlu menekan dan melepas tuas atau bola karet, cukup dengan menekan tombol saja dan menunggu ASI keluar.
Gambar kiri – kanan: Pompa ASI Manual Tangan; Pompa ASI Manual Baterai
3. Memerah dengan Pompa Elektrik
Penggunaan pompa elektrik dapat dikatakan mudah dan cepat, karena hanya menunggu alat tersebut bekerja sendiri. Alat ini bisa dijadikan sebagai alternatif untuk mempercepat kebutuhan ASI untuk bayi. Pompa elektrik memungkinkan untuk digunakan pada kedua payudara. Sang ibu hanya perlu menempelkan corong ke area sekitar puting susu dan areola. Setelah itu nyalakan panelnya dan biarkan alat untuk 21
bekerja otomatis. Sang ibu hanya perlu mengarahkan pompa agar tetap t etap mengenai bagian payudara. Bentuk pompa elektrik ini umumnya berat dan besar. Biasanya alat ini terdapat di rumah sakit agar lebih efisien dan dapat digunakan bersama-sama. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kebersihan dan pemeliharaan pompa elektrik. Penggunaan mesin pompa ini harus dilengkapi dengan dengan selang, gelas kimia, dan perlengkapan sterilisasi.
Gambar: Pompa ASI Elektrik
2.2.3
Cara Penyimpanan ASI
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam penyimpanan ASI adalah sebagai berikut: a. Siapkan wadah penampung ASI yang mudah disterilkan, misalnya botol atau plastik khusus yang digunakan untuk menampung ASI perah yang kedap udara. b. Gunakan wadah yang volumenya sesuai dengan kebutuhan bayi untuk sekali minum. c. Hindari menggunakan botol susu yang bewarna/bergambar, karena ada kemungkinan catnya meleleh jika terkena panas. d. Beri label setiap kali akan menyimpan botol ASI, label harus memuat tanggal dan jam ASI dipompa atau diperah. e. Bila ASI perah akan diberikan kurang dari 6 jam, maka tidak perlu disimpan di lemari pendingin. f. Bila perlu disimpan selama 24 jam, segera masukan ASI perah ke dalam lemari pendingin pada suhu 4 (jangan sampai beku). g. Bila ASI perah akan digunakan dalam waktu 1 minggu atau lebih, maka ASI perah tersebut harus segera didinginkan dalam lemari pendingin selama 30 menit, lalu dibekukan pada suhu -18 atau lebih rendah. ASI yang sudah dibekukan dapat disimpan antara 3-6 bulan. h. Jangan menyimpan ASI di suhu kamar lebih dari 3 atau 4 jam.
22
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat menyimpan ASI perah dalam lemari pendingin, yaitu: a. Simpanlah ASI di lemari pendingin bagian tengah, atau di bagian terdalam freezer, karena memiliki temperatur yang lebih dingin dan konstan. b. Hindarilah menyimpan ASI pada rak yang menempel di pintu lemari pendingin karena temperatur di tempat ini mudah berubah ketika pintu dibuka dan ditutup. c. Hindari mengisi penuh wadah penampung ASI, karena ASI akan memuai saat membeku. Sisakan kurang lebih
⁄ bagian kosong.(Yuli,Reni, 2015)
ASI beku dapat dicairkan dengan memperhatikan hal-hal berikut: a. Menyimpannya di kulkas atau di ruang dengan suhu kamar. ASI yang dicairkan di kulkas hanya bertahan untuk 24 jam saja. Jika lebih dari itu, maka harus dibuang. b. Bila ASI sudah dikeluarkan dan dicairkan di suhu kamar, maka ASI tersebut harus langsung digunakan c. ASI tidak boleh dibekukan kembali. d. ASI pun tidak boleh dihangatkan di microwave microwave karena akan menyebabkan ASI menjadi panas dan bisa merusak mulut bayi.
2.3 MITOS MENYUSUI Mitos adalah kepercayaan yang terdapat di dalam masyarakat. Menurut Heri Susanto (dalam Dang, 2000:16), mitos merupakan hasil pemikiran intelektual dan bukan hasil logika;
ia merupakan orientasi spiritual. Rolland Barthes (2003:122) menjelaskan bahwa mitos termasuk dalam system komunikasi. Menyusui adalah proses memberikan ASI pada bayi. Pemberian ASI berarti menumbuhkan kasih sayang antara ibu dan bayinya yang akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang dan kecerdasan anak dikemudian hari. ASI diberikan setelah lahir biasanya 30 menit setelah lahir. ASI diberikan kepada bayi paling tidak sampai usia 24 bulan. Kolostrum merupakan salah satu kandungan ASI yang sangat penting yang keluar 4 -6 hari pertama. Kolostrum berupa cairan yang agak kental dan kasar serta berwarna kekuning-kuningan terdiri dari banyak mineral (natrium, kalium, dan klorida) vitamin A, serta zat-zat anti infeksi penyakit diare, pertusis, difteri, dan tetanus. tet anus. Sampai bayi berumur 6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa tambahan bahan makanan dan minuman lain. Jadi dapat disimpulkan, Mitos menyusui adalah suatu kepercayaan yang berkembang di masyarakat tentang berbagai hal mengemai menyusui dari zaman dahulu nya yang dianggap benar oleh masyarakat walaupun belum teruji kebenarannya menurut ilmu sains dan 23
kesehatan. Akan tetapi banyak mitos tentang menyusui yang sering menjadi kendala bagi ibu yang yang sedang dalam masa menyusui bayinya. Adapun beberapa contoh mitos yang berkembang di kalangan masyarakat terkait menyusui dibagi menjadi dua bagian (Kristin Setyawati, 2012) dan (Raharjo, Bambang budi.2015) adalah sebagai berikut: 2.3.1
Mitos Menyusui Bagi Ibu
No.
1.
Mitos
Fakta
Menyusui dapat mebuat
Payudara kendur disebabkan oleh bertambahnya Usia
payudara
dan kehamilan. Payudara juga akan kendur seiring
ibu
menjadi
kendur
bertamahnya usia. sedangkan pada saat kehamilan, payudara berkembang pesat seiring bertambahnya usia kehamilan. Saat ukurannya bertambah, beratnya pun ikut bertambah sehingga payudara akan tertarik kebawah lebih keras dari biasanya. Inilah yang membuat payudara kendur dan turun.
2.
Setelah melahirkan, ibu Saat si ibu setelah melahirkan dan sedang dijahit, Ibu perlu bayi
dijahit perlu
sehingga tetap dapat melaksanakan IMD (Inisiasi Menyusui segera
dipisahkan dari ibunya.
Dini). IMD adalah proses memberikan kesempatan bayi yang baru lahir untuk menyusu sendiri kepada ibunya dalam 1 jam pertama setelah bayi lahir. Sementara manfaat IMD (Inisiasi Menyusu Dini) sendiri sangat berguna secara fisiologis maupun psikologis, baik untuk bayi maupun ibu. Untuk ibu, sentuhan dan hisapan payudara ibu bisa membantu mengeluarkan plasenta dan mencegah terjadinya perdarahan.
Sementara
memberikan
rasa
bermanfaat
untuk
untuk
nyaman
dan
memberikan
bayi,
selain
hangat, antibodi
juga tubuh
sehingga dapat menekan tingkat kematian bayi
3.
Jika ukuran payudara ibu
Payudara
kecil, maka tidak dapat
menghasilkan
menghasilkan
kecil
dan
besar
sama-sama
banyak
susu.
Namun
dapat
memang,
banyak payudara yang berukuran besar akan lebih banyak 24
ASI
menyimpan ASI dibandingkan yang kecil. Sehingga tak heran ibu dengan payudara besar akan memiliki waktu jeda lebih panjang. Ibu dengan payudara kecil biasanya memiliki waktu jeda yang lebih pendek. Meraka akan dengan mudah merasa “penuh” pada payudaranya.
Tak
hanya
itu,
mereka
juga
membutuhkan tekanan dalam mengeluarkan ASI saat akan menyusui. Jadi bagi Anda yang memiliki payudara kecil tidak perlu merasa khawatir, produksi ASI dipengaruhi oleh hormon seperti prolaktin serta oksitosin. ASI akan mulai diproduksi setelah Anda melahirkan dengan menurunnya hormon kehamilan yang menurun. Umumnya hormon prolaktin membuat produksi ASI di malam hari lebih banyak. Sedangkan hormon oksitosin ada dengan rangsangan pada puting ibu. Hormon ini pula yang memberikan rasa tenang dan cinta ibu ke anak. (dr. Ambarsari Kusuma Ningtyas. 2016).
4.
Jika ibu sakit, bayi akan Ketika ibu sakit, tubuh ibu membuat zat kekebalan tertular
sakit
juga tubuh yang juga disalurkan kepada bayi melalui ASI
melalui ASI.
5.
Seorang
ibu
sehingga bayi tidak akan sakit
harus
Membersikan/mencuci
putting
minyak-minyak
payudara alami
akan
mencuci putingnya setiap
menghilangkan
yang
kali sebelum menyusui.
melindungi putting dari resiko lecet karena putting susu kering. Cukup basahi putting dengan ASI yang dikeluarkan sedikit untuk melembabkan.
6.
Seorang
ibu
perokok
Seorang ibu yang tidak bisa berhenti merokok
sebaiknya memang tidak
seharusnya tetap menyusui bayinya. Penelitian telah
boleh menyusui bayi.
membuktikan bahwa ASI menurunkan resiko efek sampingan yang secara negative ditimbulkan oleh
25
asap rokok, seperti penyakit paru-paru pada bayi. Memang akan jauh lebih baik apabila ibu tidak merokok, namun jika ibu tidak bisa berhenti merokok, maka lebih baik ibu merokok dan menyusui daripada ibu merokok tapi memberikan susu formula kepada bayinya.
7.
Ibu
yang
pernah
Payudara yang sudah dipasangin silicon tetap dapat
melakukan
operasi menghasilkan ASI dan ibu masih bisa menyusui,
perbasaran
atau karena operasi tersebut hanya dengan manyayat
memperkecil
payudara bagian
tidak dapat menyusui.
aerola.
Tapi
jangan
lupa,
masih
ada
kemungkinan saluran air susu terhimpit oleh implan sehingga mempengaruhi proses keluarnya ASI. Satu lagi risiko yang amat berbahaya dari prosedur pemasangan
implan
payudara
pada
calon
ibu
menyusui adalah apabila implan tersebut bocor. Meski
sejumlah
pakar
masih
meragukan
kemungkinan meresapnya silikon ke dalam saluran air susu karena ukuran partikel silikon yang besar, namun risiko air susu tercemar oleh implan yang bocor masih tetap ada. Lebih-lebih, kebocoran implan tidak bisa langsung terdeteksi saat itu juga, melainkan baru
ketahuan
setelah
si
empunya
payudara
menyadari bentuk dadanya yang berubah.
8.
Payudara sebelah kanan
Setiap payudara menghasilkan foremilk dan hindmilk.
adalah payudara
makanan
dan
Pastikan bayi mendapatnkan keduanya. Foremilk
sebelah
kiri
adalah ASI matang (ASI matang adalah ASI yang
adalah minuman.
keluar setelah masa keluarnya kolostrum) yang keluar lebih dahulu saat kita menyusui. Foremilk lebih bersifat encer, kaya akan laktosa dan protein yang penting untuk pertumbuhan otak. Karena sifatnya yang encer, Foremilk berguna untuk menghilangkan
26
rasa haus pada bayi. Sementara Hindmilk keluar beberapa saat setelah Foremilk , sifatnya lebih kental dan mengandung lebih banyak lemak daripada Foremilk dan bermanfaat untuk pertumbuhan fisik anak. Hindmilk yang lebih kaya lemak inilah yang memberikan efek kenyang pada bayi
9.
Wanita dengan putting
Seharusnya ibu yang memiliki putting datar atau
datar atau terbenam tidak terbenam melakukan perawatan payudara pada saat bisa menyusui.
usia kehamilan trisemester kedua. Perawatan patudara bisa dilakukan dengan melakukan pemijatan pada payudara, dan membersihkan daerah putting susu dengan menggunakan handuk basah yang telah di basahi oleh air hangat. Perawatan payudara pada saat hamil dapat merangsang putting payudara yang datar, sehingga tidak sulit saat akan menyusui bayi.
10.
Ibu menyusui dilarang
Larangan mengonsumsi minuman dingin karena
mengonsumsi
ditakutkan bahwa bayinya akan masuk angin atau flu.
dingin
minuman
Faktanya,
tidak
ada
bukti
bahwa
jika
ibu
mengonsumsi minuman dingin dapat menyebabkan bayi yang menyusui men yusui menjadi flu, tidak ada bukti pula bahwa flu bisa menular lewat ASI ibu. Demikian pula dengan masuk angin. Meski ibu mengonsumsi minuman dingin, temperatur ASI akan hangat menyesuaikan dengan temperatur suhu tubuh ibu.
2.3.2
Mitos Menyusui Bagi Bayi
27
No.
1.
Mitos
Fakta
Asi pertama (bewarna Asi kekuninangan)
tidak
baik bagi bayi
pertama
yang
bewarna
kekuningan
(Kolustrum) tersebut banyak mengandung antibodi penghambat
pertumbuhan
virus
dan
bakteri,
protein, vitamin A dan mineral sehingga sangat penting untuk segera diberikan pada si Kecil ketika ia lahir. (Kalangi, Nico S 1994: 17). 2.
Bayi baru lahir perlu
Pemberian air teh kepada bayi baru lahir hingga
diberikan air teh agar
usia 6 bulan hanya akan memenuhi perut bayi
memiliki tenaga
sehingga mengurangi ruang untuk ASI yang sangat dibutuhkan bayi bayi
3.
Apabila bayi menderita muntah-muntah, ibu
harus
Obat yang paling mujarab untuk infeksi saluran
maka pencernaan bayi adalah ASI. Hentikan segala berhenti
menyusui.
macam jenis asupan lainnya untuk sementara waktu, tetapi lanjutkan pemberian ASI-nya. ASI satu-satunya cairan yang dibutuhkan oleh bayi ketika dia sedang diare atau muntah-muntah, kecuali dalam kasus tertentu yang sifatnya luar biasa. Bayi merasa lebih nyaman ketika sedang menyusu, ibu merasa lebih tenang ketika sedang menyusui.
4.
bayi yang mengonsumsi
Kebiasaan
ASI
membantu bayi mendapatkan tambahan vitamin D
perlu
tambahan
asupan vitamin D
menjemur
bayi
setiap
pagi
juga
melalui sinar UV dan tidak perlu mendapatkan tambahan asupan vitamin D. Vitamin D sifatnya larut dalam lemak dan dapat disimpan oleh tubuh. Kecuali dalam keadaan tertentu, misalnya ketika ibunya sendiri ternyata menderita kekurangan vitamin D, maka memberikan tambahan suplemen vitamin D kepada bayi bisa dianggap perlu. Konsultasikan dengan dokter.
28
5.
Bayi
dengan
bibir
Bayi dengan bibir sumbing akan dapat meminum
tidak
dapat
ASI bila diberi kesempatan. Awalnya bayi tidak
sumbing menyusu.
merespon bila didekatkan ke payudara ibu, tetapi bayi dapat melakukan penghisapan beberapa saat kemudian. Ibu dapat menggunakan jarinya untuk menutup bibir bayi.
2.4 KONTRA INDIKASI PEMBERIAN ASI A. Faktor Bayi 1. Bayi penderita galaktosemia galaktosemia
Galaktosemia
adalah
keadaan
bayi
tidak
mampu mencerna suatu jenis gula, yang disebut “galaktosa”, dari makanan. Galaktosa berasal dari laktosa yang umumnya terdapat dalam ASI, susu formula, susu sapi, dan produk olahan susu, di antaranya keju, yogurt, dsb. Penderita galaktosemia tidak mampu mengubah galaktosa menjadi glukosa, yang merupakan sumber energi, karena tidak memiliki enzim yang disebut GALT. Karena tidak dapat dicerna, galaktosa akan tertimbun dalam darah. Galaktosemia diturunkan dari orang tua ke anaknya. Namun, beberapa orang tua dari bayi penderita galaktosemia tidak menderita galaktosemia, karena orang tua tersebut memiliki sifat “pembawa” galaktosemia yang dapat diturunkan. Jika kedua orang tua memiliki sifat “pembawa” galaktosemia, maka si Kecil berisiko menderita galkatosemia. Bayi dengan kondisi ini secara cepat menderita galaktosemia jika disusui baik dengan ASI atau susu formula sapi. Metabolik yang terbentuk dan berbahaya adalah galaktosa-1fosfat. Galaktosemia biasanya pertama kali terdeteksi melalui pemeriksaan bayi baru lahir. Anak dengan galaktosemia bisa mengalami efek ireversibel atau bahkan mati dalam beberapa hari setelah lahir, hal ini menjadi penting untuk tidak menunda melakukan pemeriksaan gangguan metabolisme pada bayi baru lahir. Galaktosemia dapat dideteksi
29
melalui Neonatal Birth Screening sebelum konsumsi galaktosa pada susu formula atau ASI. Perlu dibuat skrining bayi secara rutin untuk deteksi dini galaktosemia. Bayi dengan galaktosemia memiliki gejala: 1. Lesu. 2. Diare 3. Muntah 4. Ikterik. Individu dengan intoleransi dikarenakan kekurangan enzim lactase, dan pasien sering mengalami sakit perut setelah menelan produk susu, tetapi tidak ada efek jangka panjang. Sebaliknya, individu dengan galactosemia dapat mengalami kerusakan permanen pada tubuh mereka. Komplikasi jangka panjang dari galaktosemia meliputi: defisit dalam kemampuan bicara, dismetri ataksia, hilangnya kepadatantulang,ovarium prematur,dan katarak. Galaktosemia pada bayi disebabkan karena mutasi gen yang terjadi ketika janin di dalam kandugan. Hindari pula mengkonsumsi obat apabila tidak menggunakan resep dokter karena substansi kImia dalam obat yang akan memberikan dampak buruk pada kehamilan. Penanganan yang tepat untuk bayi yang mengalami galaktosemia : a. Menghindari makanan yang mengandung laktosa yaitu jenis susu yang mengandung laktosa, kaseinat, kasein, laktalbumin dan lainnya b. Memberikan susu formula yang bebas laktosa (susu khusus) c. Memberikan
tambahan
kalsium
untuk
menunjang
pertumbuhan
dan
perkembangannya sehingga tidak terganggu. Anda konsultasikan dengan dokter untuk supleman kalsium yang sesuai dengan bayi anda. d. Selalu memantau kesehatan anak anda dengan memeriksakan kepada ahli medis secara teratur e. Memberitahu anggota keluarga atau lingkungan sehingga dapat membantu dalam mencegah terjadinya gangguan komplikasi pada tubuh bayi anda. Pada kasus galaktosemia, peluang bayi untuk tumbuh normal cukup besar apalagi bila penanganan dilakukan sebelum usia 10 hari. Namun akan tetapi kebanyakan orang tua baru menyadari setelah bayi mulai tumbuh dan menyebabkan gangguan keterlambatan berbicara dan lainnya. 30
2. Bayi penderita maple syrup urine
Maple syrup urine disease (MSUD) atau penyakit urine sirup mapel adalah salah satu penyakit genetik (keturunan) dan sangat serius. Penyakit yang sangat jarang terjadi ini membuat tubuh tidak dapat memproses asam amino leusin, isoleusin dan valine sehingga menyebabkan penumpukan substansi yang berbahaya di dalam urine dan darah. Bayi penderita maple syrup urine ciri-ciri : a. Urine dan keringat beraroma manis b. Berat badan di bawah normal c. Tidak mau menyusu d. Muntah e. Rewel f. Sering terlihat lemas g. Sesak napas h. Pola tidur yang tidak normal Bayi yang menderita penyakit ini tidak boleh disusui atau diberi ASI eksklusif dan memerlukan formula khusus tanpa leusin, isoleusin dan valine. MSUD dapat merusak otak selama masa stres fisik (seperti infeksi, demam, atau tidak makan untuk waktu yang lama).Maple Syrup Urine Disease (MSU D) adalah gangguan normal mempengaruhi metabolisme asam amino. Kelainan mengesankan cara tubuh memetabolisme beberapa komponen protein. Komponen ini adalah rantai cabang asam amino leusin tiga, isoleusin, dan valin. Asam amino terakumulasi dalam darah menyebabkan efek toksik yang mengganggu fungsi otak. MSUD disebabkan oleh kekurangan enzim metabolik rantai bercabang a-keto acid dehidrogenase (BCKDH), yang mengarah ke penumpukan asam amino rantai cabang (leusin, isoleusin, dan valin) dan mereka beracun oleh-produk dalam darah dan urin. Penyakit kencing sirup maple mempengaruhi sebuah dievaluasi 1 di 185.000 bayi di seluruh dunia. Gen cacat untuk MSUD adalah autosomal sifat genetik resesif dan sadar diwariskan dari generasi ke generasi. Gen ini rusak biasanya muncul ketika dua operator 31
memiliki anak bersama-sama dan menyebarkannya kepada keturunannya. Untuk setiap kehamilan dari dua operator tersebut, ada kemungkinan 25% bahwa anak akan lahir dengan penyakit dan kesempatan 50% anak akan menjadi pembawa gen cacat. Orang dengan kondisi ini tidak dapat memecah rantai cabang asam amino leusin, isoleusin, dan valin. 3. Bayi penderita fenilketonuria
Fenilketonuria adalah kelainan genetika langka yang muncul sejak lahir. Kondisi ini akan menyebabkan tubuh
tidak
bisa
melerai
fenilalanin.
Fenilalanin
merupakan asam amino yang sangat dibutuhkan tubuh untuk membantu pembentukan protein.Jika tubuh tidak bisa memproses fenilalanin, substansi tersebut akan menumpuk dalam darah dan otak. Kadar fenilalanin yang tinggi dan tidak ditangani berpotensi memicu komplikasi yang serius: a. Kerusakan permanen pada otak. b. Gangguan saraf, seperti tremor atau kejang. c. Ukuran kepala kecil sehingga terlihat tidak wajar. Memerlukan formula tanpa fenilalanin. Dengan diagnosis dini, disamping pemberian susu khusus dianjurkan untuk diberikan berselang-seling dengan ASI karena kadar fenilalanin ASI rendah dan agar manfaat lainnya tetap diperoleh asalkan disertai pemantauan ketat kadar fenilalanin dalam darah. B. Faktor Ibu
1. Ibu bayi menderita infeksi HIV
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan, tepatnya
sel
darah
putih,
yang
kemudian
menyebabkan kekebalan tubuh menjadi lemah dan menurun. Menurut data WHO, pada akihr tahun 2015 diketahui bahwa terdapat sekitar 36,7 juta orang yang terdiagnosis HIV positif, dan kematian pada penderita HIV positif ini 32
mencapai 1,1 juta jiwa pada tahun 2015. Sedangkan di Indonesia sendiri, dari data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun 2014 diperkirakan ada sekitar 9.589 perempuan dan 13.280 laki-laki yang memiliki HIV positif. HIV merupakan penyakit infeksi virus yang dapat menular melalui hubungan seksual dan pertukaran cairan tubuh, seperti pada ibu yang sedang hamil atau pun ibu yang menyusui anaknya. Tanpa pengobatan yang benar dan tepat, maka orang yang terinfeksi HIV selama bertahun-tahun akan mengalami AIDS atau acquired immunodeficiency syndrome. Sementara, sampai saat ini orang yang mengalami penyakit AIDS belum bisa diobati karena belum ditemukan obat yang dapat menangani penyakit ini. Telah diketahui sebelumnya bahwa ASI merupakan makanan yang paling cocok untuk diberikan kepada bayi yang baru lahir. Tidak ada lagi makanan yang sesempurna ASI yang bisa dicerna oleh bayi dengan mudah, mencegah berbagai penyakit infeksi, serta merupakan sumber makanan yang baik untuk proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebelumnya, WHO menganjurkan untuk tidak memberikan ASI kepada anak yang ibunya memiliki HIV positif. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif ketika 6 bulan pertama kehidupan meningkatkan 3 hingga 4 kali risiko penularan HIV dari ibu ke bayi, dibandingkan dengan anak yang diberikan susu formula. Namun sekarang tidak lagi seperti itu, karena sebuah pebelitian yang baru menyatakan bahwa dengan mengonsumsi obat dan melakukan pengobatan, dapat mencegah virus HIV tertular ke tubuh anak. Sampai saat ini mungkin banyak orang yang menganggap bahwa pemberian ASI dari ibu yang memiliki HIV positif berbahaya bagi bayi, namun tetap saja ASI merupakan makanan yang paling baik untuk bayi. Bahkan, WHO menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu dengan HIV positif lebih sering meninggal akibat kekurangan gizi dan memiliki status kesehatan yang buruk akibat gizi buruk, bukan akibat virus HIV yang ditularkan. Atau, bayi lebih sering meninggal akibat penyakit infeksi yang sering dialami oleh balita, seperti diare, pneumonia, dan berbagai penyakit infeksi yang tidak berhubungan dengan HIV. Sementara, banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa pemberian ASI dapat mencegah anak mengalami berbagai penyakit infeksi tersebut. Walaupun begitu, ibu yang positif memiliki virus HIV di dalam tubuhnya dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dengan melakukan pengobatan untuk mengurangi risiko penularan ke bayinya. Tidak seperti ibu yang sehat yang masih harus memberikan ASI hingga anak berusia 2 tahun dan memberikan makanan pendamping 33
ASI setelah 6 bulan. Pada ibu dengan HIV positif, anak yang sudah berumur lebih dari 6 bulan dianjurkan untuk mengonsumsi makanan lunak dan berbagai cairan sebagai pengganti ASI. Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin, sehingga dokter dapat memantau tumbuh kembang bayi dan melihat status kesehatannya. Menurut rekomendasi WHO.2009 untuk para ibu yang mengidap HIV : a. Ibu tidak diperbolehkan menyusui sama sekali jika susu formula dapt diterima bayi, dapat dilaksanakan, mampu dibeli , berkelanjutan dan aman b. Jika ibu dan bayi mendapatkan obat ARV (anti retroviral) maka dapat dianjurkan untuk memberikan asi hingga bai umur 1tahun bersama dengan pemberian makanan pendamping asi yang aman c. Bila ibu dan bayi tidak mendapat obat ARV, recomendasi WHO 1996 berlaku, aitu pemberian ASI eksklusif yang harus diperah dan dihangatkan sampai usia 6 bulan dilanjutkan dengan susu formula dan makanan pendamping ASI.
2. Ibu menderita HTLV (Human T-lymphotropic Virus) tipe 1 dan 2.
CMV merupakan virus herpers yang sering menginfeksi orang yang sehat, namun tidak menimbulkan gejala. Namun pada orang dengan sistem imun yang lemah terutama dengan sel CD4 dibawah 50 sel per mikroliter, CMV menjadi penyakit yang serius. CMV menginfeksi otak, sumsum tulang belakang, selaput otak, atau jaringan saraf yang dapat menyebabkan masalah pada susunan saraf seperti encephalitis (radang otak), myelitis (radang sumsum tulang), retenitis (radang pada retina mata) atau polyradiculitis (radang pada susunan syaraf). Sekitar 20 persen orang dengan jumlah sel CD4 dibawah 100 sel per mikroliter memiliki CMV yang menyerang organ lain seperti usus besar, esofagus, atau retina. Meskipun besarnya jumlah penderita AIDS yang juga menderita CMV, sebagian besar temuan ini berhasil didiagnosa justru setelah pasien meninggal dunia dan melalui hasil otopsi. Orang dengan CMV yang disebabkan oleh HIV biasanya akan mengalami masalah seperti terus merasa bingung dan mengalami kemunduran kemampuan kognitif. CMV yang tidak diobati sering kali berakibat fatal bahkan berujung kematian dalam hitungan hari atau minggu. Obat anti CMV harus segera diberikan kepada pasien yang dicurigai menderita CMV.
34
3. Ibu penderita penyakit jantung koroner
Penyakit jantung adalah sebuah kondisi yang menyebabkan Jantung tidak dapat melaksanakan
tugasnya
dengan
baik.
Macam
Penyakit
Jantung
diantaranya:
Aterosklerosis, Infark Miokard Akut, Kardiomiopati , Arritmia, Gagal Jantung Kongestif, Fibrilasi Atrial, Inflamasi Jantung, Penyakit Jantung Rematik, Kelainan Katup J antung. Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan: a. Tipe I
1. Tanpa pembatasan kegiatan fisik 2. Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa Jadi, Kelas I adalah mereka yang masih bisa melakukan berbagai kegiatan tanpa gangguan. b. Tipe II
1. Sedikit pembatasan kegiatan fisik 2. Saat istirahat tidak ada keluhan 3. Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti: kelelahan, jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau angina pectoris Jadi, Kelas II adalah mereka penderita dengan pembatasan gerak fisik. Artinya saat beristirahat mereka tidak merasakan keluhan, tetapi dengan kegiatan fisik biasa seperti melakukan tugas rumah tangga mereka mudah merasa lelah dan jantung berdebar. c.
Tipe III
1. Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik 2. Saat istirahat tidak ada keluhan 3. Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala insufisiensi jantung Jadi, Kelas III bila hanya dengan berkegiatan ringan saja bisa membuat si penderita merasa terganggu misalnya sesak nafas. d.
Tipe IV
1. Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun Jadi, Kelas IV adalah penderita yang sama sekali tak mampu melakukan aktivitas fisik apapun tanpa keluhan. Penyakit jantungnya termasuk berat. Pengaruh mekanisme menyusui yang membuat kontraksi dan membuat kerj a jantung menjadi lebih keras sehingga pada ibu yang menderita penyakit jantung boleh tidaknya
35
menyusui tergantung pada ibu yang menderita penyakit jantung term asuk dalam klasifikasi yang mana (kelas I, II, III, atau IV) Proses menyusui diperbolehkan pada wanita dengan penyakit jantung kelas I dan II, yang sanggup melakukan kerja fisik tetapi pada ibu yang menderita penyakit jantung kelas III dan IV tidak diperbolehkan untuk menyusui anaknya karena bisa menimbulkan gagal jantung pada ibu. 4. Ibu yang terkena abses payudara
Abses payudara adalah benjolan yang menyakitkan dalam jaringan payudara yang terisi nanah dan tidak dapat mengalirkan ASI. Gejala: a. Benjolan merah di payudara yang nyeri dan terasa panas bila disentuh b. Ibu menderita demamm tinggi dan flu c. Benjolan tidak hilang setelah pengobatan antibiotic d. Ada nanah mengalir dari puting. Penyebabnya yang paling umum adalah puting retak atau lecet yang memungkinkan bakteri masuk ke dalam payudara. Dapat dicegah dengan mengompres hangat pada payudara sebelum menyusui atau memompa untuk melancarkan aliran ASI dan pastikan pula posisi dan peletakan menyusui sudah benar karena itu merupakan kunci mencegahnya puting retak atau lecet dan mencegah adanya bakteri masuk ke dalam payudara. Dalam kondisi tersebut, kebanyakan dari ahli bedah menyarankan untuk berhenti menyusui dan mungkin akan memberi obat – obat penghenti ASI. Namun, Ibu disarankan untuk tetap menyusui, bahkan jika nanah terlihat dalam asi sekalipun. Banyak dari ibu yang mengkhawatirkan hal tersebut namun sebenarnya hal tersebut tidak membahayakan bayi. 5. Hepatitis B
Bila ibu terkena hepatitis selama hamil, kelak begitu bayi lahir akan ada pemeriksaan khusus yang ditangani dokter anak. Bayi akan diberi antibodi untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya agar tidak terkena penyakit yang sama. Sedangkan untuk ibunya akan dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu berdasar hasil konsultasi dokter penyakit dalam. Dari hasil pemeriksaan tersebut baru bisa ditentukan, boleh-tidaknya ibu memberi ASI. Bila hepatitisnya tergolong parah,
36
umumnya tidak dibolehkan memberi ASI karena dikhawatirkan bisa menularkan pada si bayi.
2.5. PEMBERIAN ASI PADA KEADAAN KHUSUS Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik yang dapat diberikan ibu pada bayinya dimana mengandung ribuan sel imun hidup dan enzim yang melindungi bayi dari semua macam penyakit. Namun dalam proses pemberian ASI, sering kali ditemukan berbagai masalah, baik ditimbulkan oleh ibu, maupun oleh bayi. Masalah dari ibu yang timbul selama menyusui dapat dimulai sejak sebelum persalinan (periode antenatal), pada masa pasca persalinan dini, dan pasca masa persalinan lanjut. Masalah yang timbul pada proses pemberian ASI dapat pula diakibatkan karena keadaan khusus pada ibu, seperti HIV/AIDS, Tuberkulosis (TBC), Hepatitis B, dan Toksoplasmosis yang dialami sang ibu. Berikut ini adalah hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian ASI oleh ibu dengan keadaan khusus :
2.5.1. Pemberian ASI oleh Ibu pengidap HIV/AIDS
Menurut Depkes RI (2007), HIV ( Human Immunodeficiency Virus) merupakan penyebab kumpulan gejala penyakit AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrome). Penyakit ini dapat disebarkan melalui hubungan seks yang tidak aman dan penggunaan jarum suntik bersamaan. Selain itu, penyakit ini juga bisa ditularkan dari ibu kepada janin atau bayinya atau yang biasa dikenal dengan istilah “Mother to Child HIV Transmission (MTCT)” lewat pemberian ASI. Ibu menyusui dengan status HIV positif berisiko sekitar 15% menularkan HIV kepada bayinya. Namun terdapat beberapa alternatif yang dapat diberikan sebelum melahirkan dan setiap keputusan ibu dan pasangannya setelah mendapat penjelasan perlu didukung baik itu tetap memberikan ASI atau jusrtu memberikan makanan pengganti ASI. Akan tetapi pilihan tersebut harus dilaksanakan dengan penuh komitmen karena apabila pemberian ASI dicampur dengan PASI (pengganti ASI) atau yang biasa disebut mixed feeding , maka PASI akan menyebabkan luka di dinding usus yang menyebabkan virus dalam ASI lebih mudah masuk. 2.5.1.1. Melakukan Pemberian Makanan Pengganti ASI (PASI)
Keputusan untuk tidak memberikan ASI dan menggantikannya dengan makanan lain belum bisa disebut tepat karena meskipun risiko penularan HIV dari ibu kepada bayi bisa mencapai 0% namun ada konsekuensi lain yang harus diterima. Analisis dari data yang diperoleh membuktikan bahwa di negara yang angka kematian pascaneonatal adalah 90
37
per seribu, bila penggunaan susu formula mencapai 10% akan terjadi kenaikan 13% pada angka kematian bayi dan apabila penggunaan susu formula mencapai 100% angka kematian bayi naik sebanyak 59%24. Penelitian lain menunjukkan bahwa di daerah dengan higiene yang buruk, angka kematian karena diare pada anak usia 8 hari sampai 12 bulan adalah 14 kali pada mereka yang tidak mendapatkan ASI dibandingkan yang mendapat ASI. Untuk itu dalam pemberian susu formula, maka prasyarat AFASS ( Acceptable, Feasible, Affordable, Sustainable, dan Safe) menurut KemenKes RI (2011) harus terpenuhi : 1. Acceptable (mudah diterima) berarti tidak ada hambatan sosial budaya bagi ibu untuk memberikan susu formula untuk bayi. 2. F easible (mudah dilakukan) berarti ibu dan keluarga punya
waktu,
pengetahuan, dan keterampilan yang memadai untuk menyiapkan dan memberikan susu formula kepada bayi. 3. Affordable (terjangkau) berarti ibu dan keluarga mampu menyediakan susu formula. 4. Sustainable (berkelanjutan) berarti susu formula harus diberikan setiap hari selama usia bayi dan diberikan dalam bentuk segar, serta suplai dan distribusi susu formula tersebut dijamin keberadaannya. Bila bayi tidak mendapat ASI maka susu formula yang dibutuhkan : a. Untuk 6 bulan pertama bayi membutuhkan sekitar 92 liter atau 20 kg susu. b. Pada usia antara 6 – 12 bulan makanan bayi ½-nya diperoleh dari susu c. Pada usia 12-24 bulan masih 1/3 diperoleh dari susu d. Maka antara 6-24 bulan susu formula yang dibutuhkan adalah 255 liter atau 43 kg. Jadi dari 0 sampai 24 bulan dibutuhkan sekitar 63 kg susu formula 5. Safe (aman penggunaannya) berarti susu formula harus disimpan, disiapkan dandiberikan secara benar dan higienis 2.5.1.2. Melakukan Pemberian ASI
Menurut panduan WHO terbaru, disebutkan bahwa bayi dari ibu HIV positif boleh diberikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan dapat diperpanjang hingga 12 bulan dengan risiko penularan terhadap bayi akan bertambah sejalan dengan diperpanjangnya masa menyusui. Namun, jauh sebelum saat menyusui, ibu harus melakukan pengobatan pada masa kehamilan agar risiko penularan HIV lewat ASI dapat diturunkan. Pemberian antriretroviral berupa zidovudine sebagai profilaksis selama 38 minggu akan berfungsi 38
dalam menurunkan angka kematian pada 7 bulan pertama kehidupan . Selain itu, berikut syarat dan tata cara pemberian ASI oleh ibu positif HIV: 1. Pengganti ASI tidak dapat memenuhi syarat AFASS. 2. Kondisi sosial ekonominya tidak memungkinkan untuk mencari Ibu Susu atau membeli susu formula 3. Memahami teknik menyusui yang benar untuk menghindarkan peradangan payudara (mastitis) dan lecet pada puting yang dapat mempertinggi resiko bayi tertular HIV. Untuk menghindari lecet puting, dianjurkan menggunakan pelindung putting (nipple shield ). 4. ASI eksklusif selama 6 bulan pertama atau hingga te rcapainya AFASS. 5. Pemberian makanan pendamping untuk bayi di atas 6 bulan seperti biasa sebagai sumber nutrisi utama. 6. Safe sex practices selama laktasi untuk mencegah infeksi atau re-infeksi 7. Manajemen laktasi yang baik (pelekatan dan posisi menyusui yang benar serta semau bayi/tidak dijadwal) untuk mencegah mastitis. Usahakan proses menyusui sedini mungkin begitu bayi lahir untuk mencegah teknik pelekatan yang salah sehingga puting ibu lecet. 8. Ibu tidak boleh menyusui bila terdapat luka/lecet pada puting, karena akan menyebabkan HIV masuk ke tubuh bayi. . 9. Jika bayi diketahui HIV positif maka ibu dianjurkan memberikan ASI ekslusif sampai anak berumur dua tahun.
2.5.2. Pemberian ASI oleh Ibu pengidap TBC
Menurut DepKes RI (2005), TBC atau Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Sumber penularan penyakit ini adalah penderita TBC positif pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Dalam panduan menyusui yang dikeluarkan World Health Organization (WHO), TBC tidak termasuk dalam penghalang ibu untuk menyusui. Ibu tetap dianjurkan memberikan ASI eksklusif dengan catatan Ibu mendapatkan pengobatan untuk TBC nya. Ibu dengan TBC tidak perlu khawatir pada kualitas ASI yang dihasilkan. Sebab, konsentrasi obat TBC yang masuk ke dalam ASI sangat sedikit sehingga tidak 39
menimbulkan efek bahaya pada bayi. Namun dalam pemberian ASI eksklusif selama enam bulan perlu perilaku khusus yang mendukung kualitas keamanan ASI seperti memperhatikan asupan gizi bagi ibu menyusui. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan oleh ibu pengidap TBC dalam memberikan ASI : 1. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat panduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) secara adekuat (semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. 2.
Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus menyusu
3.
Ibu menggunakan alat pelindung diri seperti masker saat menyusui
4.
Bayi yang terpapar ibu dengan TBC mendapat terapi profilaksis isoniazid (INH) sebanyak 5mg/kg berat badan bayi dan pyridoxine (5-10 mg sehari) selama 3 bulan. Sementara untuk vaksin BCG (Bacille Calmette Guerin) tidak bisa diberikan oleh karena efek proteksinya tidak langsung terbentuk. Walaupun sebagian obat anti TBC melalui ASI, kadarnya tidak cukup sehingga bayi tetap diberikan profilaksis dengan INH (Isoniazid) dosis penuh
5.
Setelah tiga bulan bayi melakukan tes tuberculin untuk mengetahui ada tidaknya kuman yang menginfeksi.
6.
Bila tes menunjukkan hasil positif pada bayi maka pemberian isoniazid (INH) dilanjutkan hingga 6 bulan.
7. Namun jika tes menunjukkan hasil negatif, maka isoniazid bisa dihentikan dan bayi diberi vaksin BCG 2 hari setelah tes agar kadar INH di dalam darah sudah sangat rendah sehingga efek proteksinya dapat langsung terbentuk (Sarwono, 2014). 2.5.3. Pemberian ASI oleh Ibu pengidap Hepatitis B
Menurut InfoDATIN KemenKes RI (2014), hepatitis adalah istilah yang dipakai pada semua jenis peradangan pada sel-sel hati yang bisa disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan (termasuk obat tradisional), konsumsi alkohol, lemak yang berlebihan dan penyakit autoimmune. Ada 5 jenis hepatitis virus, namun hepatitis yang umumnya menular dari ibu ke bayinya adalah hepatitis B. Deteksi adanya antigen yang berhubungan dengan kejadian hepatitis serum (Hepatitis B) dilaporkan pertama kali pada tahun 1968. Berdasarkan penemuan HB Ag ini dapat diketahui adanya transmisi hepatitis ke janin pada seorang ibu hamil dengan HB Ag (+). Penularan perinatal ini akan menyangkut kehidupan janin/bayi tersebut selanjutnya. Penularan kepada anak yang terjadi saat lahir dan setelah lahir adalah melalui pencernaan 40
yang menelan darah dari perlukaan jalan lahir, ASI maupun alat suntik yang terkontaminasi. Virus Hepatitis terdapat dalam ASI dalam jumlah kecil sehingga menyusui tetap diperbolehkan bila telah dilakukan imunisasi. Dalam hal ini, perlu diingat bahwa menghindari ASI bukan berarti bayi terlepas dari kemungkinan tertular hepatitis, karena cara penularan lainnya masih mungkin mengancam (Saiffudin,2010) Namun meskipun hepatitis B tidak tertular melalui ASI, ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh ibu menyusui yang mengidap hepatitis B . Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian ASI oleh ibu penderita hepatitis B : 1. Ibu harus diberikan imunisasi HBIG ( Hepatitis B Immune Glogulin) dengan dosis 0.06 ml/kg berat badan IM dosis tunggal dalam jangka waktu 14 hari setelah terpapar, kemudian dilanjutkan dengan serial vaksin HB. 2. Bayi yang lahir dengan HB Ag (+) harus mendapat HBIG 0.5ml IM dosis tunggal dalam 12 jam setelah lahir. Vaksinasi HB diberikan secara serial IM dimulai dalam waktu 7 hari setelah lahir, pada usia 1 bulan dan 6 bulan. 3. Memberikan vaksinasi hepatitis B (VHB) kepada bayinya segera setelah lahir sebelum berusia 24 jam (umumnya dalam 12 jam sesudah lahir disusul dosis ke-2, dan ke-3 sesuai dengan jadwal imunisasi hepatitis) 4. Bila tersedia pada saat yang sama beri Imunoglobulin Hepatitis B 200 IU IM (0,5 ml) disuntikkan pada paha yang lainnya, dalam waktu 24 jam sesudah lahir (sebaiknya dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir). 5. Mengingat mahalnya harga immunoglobulin hepatitis B, maka bila orang tua tidak mempunyai biaya, dilandaskan pada beberapa penelitian, pembelian HBIg tersebut tidak dipaksakan. Dengan catatan, imunisai aktif hepatitis B tetap diberikan secepatnya. 6. Pencegahan terjadinya luka pada puting sangat dianjurkan pada awal kehidupan bayi sehingga penularan dapat dicegah. 7. Bimbingan menyusui khususnya posisi menyusui yang baik dan pelekatan mulut bayi yang betul sehingga mencegah terjadinya puting lecet. 8. Apabila ada luka pada puting susu dan ibu mengalami Hepatitis Akut, sebaiknya tidak diberikan ASI.
41
2.5.4. Pemberian ASI oleh Ibu pengidap Toksoplasmosis
Menurut Soedarto, toksoplasmosis adalah penyakit menular zoonosis yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Penyebabnya adalah Toxoplasma gondii yang merupakan parasit golongan protozoa yang dapat menginfeksi semua jenis hewan berdarah panas, termasuk manusia. Manusia dapat terinfeksi penyakit ini melalui makanan yang mengandung kista parasit, melalui transfusi darah, transplantasi organ atau melalui tangan yang terkontaminasi. Jika infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan 20% janin terinfeksi toksoplasma atau kematian janin, sedangkan jika ibu terinfeksi pada trimester ke tiga 65 % janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat berlangsung selama kahamilan. Jika ibu yang sedang terinfeksi toksoplasmosis memberi ASI pada bayinya, tidak menyebabkan bayi terinfeksi. Menurut Saiffudin (2014), belum ada yang melaporkan transmisi toksoplasmosis melalui ASI. Oleh karena itu dalam situasi darurat apapun ibu seharusnya tetap mampu memberikan ASI kepada bayi secara eksklusif selama enam bulan. Meskipun demikian, ada hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian ASI oleh ibu dengan toksoplasmosis : 1. Ibu harus mengetahui teknik menyusui yang baik untuk menghindari p uting luka/lecet pada puting karena dapat mentransmisi virus toksoplamosis kepada bayi. 2. Apabila toksoplasmosis disebabkan oleh kondisi imun yang lemah (akibat HIV), maka pengobatan antriretroviral harus dilakukan dan pemilihan pemberian ASI atau PASI harus ditentukan seperti pada pemberian ASI oleh penderita HIV yang sudah dibahas sebelumnya. 3. Makanan ibu menyusui tetap harus diperhatikan agar memenuhi gizi seimbang sehingga dapat menghasilkan ASI yang cukup bagi bayinya
42
BAB III KESIMPULAN
1. Pengertian gizi ibu menyusui adalah nutrisi dalam makanan yang dikonsumsi melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, serta pembuangan zat-zat sisa, yang dibutuhkan oleh ibu menyusui untuk diberikan kepada bayi dalam bentuk ASI dengan cara yang optimal dan dalam jumlah tertentu. 2. Menurut Reni (2014), ada beberapa posisi yang dapat dilakukan untuk memberi ASI pada bayi, yaitu: Posisi setengah duduk, Posisi berbaring dan Posisi Posisi berdiri. Teknik-teknik dalam pemerahan ASI : Teknik Memerah dengan Tangan, Teknik Memerah dengan Pompa Manual, dan Teknik Memerah dengan Pompa Elektrik. 3. Mitos menyusui adalah suatu kepercayaan yang berkembang di masyarakat tentang berbagai hal mengemai menyusui dari zaman dahulu nya yang dianggap benar oleh masyarakat walaupun belum teruji kebenarannya menurut ilmu sains dan kesehatan. 4. Beberapa kondisi yang membuat ibu tidak diperbolehkan secara mutlak memberikan ASI dilihat dari faktor bayi dan faktor ibu menyusui. 5. Masalah yang timbul pada proses pemberian ASI dapat pula diakibatkan karena keadaan khusus pada ibu, seperti HIV/AIDS, Tuberkulosis (TBC), Hepatitis B, dan Toksoplasmosis yang dialami sang ibu.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Fikawati Sandra, Syafiq Ahmad, Karima Khaula. 2015. Gizi Ibu dan Bayi. Depok: PT. Rajagrafindo Persada 2. http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/asi-sebagai-pencegah-malnutrisi-pada-bayi (diakses pada 15 September 2017 pukul 20.15) 3. http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2013/08/Brosur-Makanan-Sehat-IbuMenyusui.pdf (diakses pada 9 September 2017 pukul 11.00 WIB) 4. http://gizi.fk.ub.ac.id/gizi-seimbang-ibu-menyusui/ (diakses pada 10 September 2017 pukul 13.30 WIB) 5. http://gizi.depkes.go.id/download/Pedoman%20Gizi/PGS%20Ok.pdf (diakses pada 10 September 2017 pukul 18.00 WIB) 6. Sulistyoningsih, Hariyani. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu. 7.
Khanifah. 2010. Hubungan Konsumsi Energi dan Protein Ibu Menyusui serta Frekuensi
Pemberian ASI dengan Status Gizi Bayi Usia 0-4 Bulan di Posyandu Sumber Sehat Desa Pepedan Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal, Universitas Muhammadiyah Semarang. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-khanifahg0-5115-2-bab2.pdf (diakses pada 15 September 2017) 8. Kemenkes RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang . Kementrian Kesehatan RI: Direktorat Bina Gizi. 9.
Astutik, Reni Yuli. 2014. Payudara dan Laktasi. Jakarta: Salemba Medika
10. Prawirohardjo, Sarwono/Editor: Abdul Bari Saifuddin. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka 11. UNICEF. 2014. Breastfeeding Your Baby. The Royal Women’s Hospital 12. Yuanita, Afriza. 2012. Super Lengkap Perawatan Bayi dari A – Z. Yogyakarta: Araska 13. Kristiyansari, Weni. 2009. ASI, Menyusui & Sadari. Yogyakarta: Nuha Medika 14. Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Jakarta: Ssalemba Medika 15. Soetjiningsih. 1997. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC 16. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31540/Chapter%20II.pdf;jsession id=21E1CF5A9C92818F34008DBCCD2BD8ED?sequence=4 17. http://www.njo.nl/blobs/hiv_hef/34610/2014/7/cara_memerah_asi_dengan_tangan.pdf (29 Agustus 2017) 18. Yuanita, Afriza.(2012). Super Lengkap Perawatan Bayi Dari A-Z . Yogyakarta: Araska. 19. Maryunani, Anik.(2014). Asuhan Nenonatus, Bayi, Balita & Anak Pra-Sekolah. Tajurhalang: IN Media.
44
20. Siwi, Elisabeth, dan Endang. (2017). Asuhan Kebidanan Masa Nifas & Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. 21. Yuli, Reni.(2015). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui .Jakarta: Trans Info Media. 22. Danuatmaja, Bonny. 2003. 40 Hari Pasca Persalinan: Masalah dan Solusinya 23. Muliawati, Siti. 2012. STUDI DESKRIPTIF PELAKSANAAN TEKNIK MENYUSUI BAYI TUNGGAL DI RB MTA SEMANGGI SURAKARTA TAHUN 2011. VOL. 2 24. Depkes. 2015. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. ISSN: 2442-7659. Hal. 5-6 25. http://menjadiibu.com/wp-content/uploads/2013/05/PETUNJUK-PENYIMPANANASI-PERAH.pdf (diakses 9 September 2017) 26. Adiningrum, Hapsari. 2014. Buku Pintar ASI Esklusif . Jakarta : Pustaka Alkautsar Group 27. Khasanah, Nur. 2011. ASI atau Susu Formula ya ?. Jogjakarta : FlashBook 28. Anomim. 2015. “Kontraindikasi atau Larangan Pemberian Asi”, (https://jurnalpediatri.com/2015/09/18/kontraindikasi-atau-larangan-pemberian-asi/, 1 september 2017) 29. Laksana, E. (2017) Mitos dan Fakta Seputar Kehamilan Persalinan dan Menyusui. Bantul: HEALTHY 30. Sugianto, W. (2017) A to Z Asi dan Menyusui. Jakarta: Pustaka Bunda. 31. Hikmawati, I. (2008) Faktor – Faktor Resiko Kegagalan Pemberian ASI Selama Dua Bulan, Tesis Tidak Dipublikasi, Program Magister, Universitas Diponegoro Semarang. 32. Wijayanti, R., Mawarti, R., dan Susanti,D. (2014) Faktor yang Paling Berhubungan dalam Pemberian Susu Formula adalah Status Pekerjaan Ibu Bayi. Junal Media Ilmu Kesehatan 3 (2):116-121. 33. Maryunani, Anik. 2012. Insiasi Menyusui Dini, ASI eksklusif dan manajemen Laktasi. Trans Info Media 34. Jurnal : Seyawati, kristin. 2012 “hubungan pengetahuan ibu menyusui tentang asi
eksklusif dengan pemberian asi eksklusif di desa tajuk kecamatan getasan kabupaten semarang” mahasiswi Universitas Kristen Satya Wacana 35. Peraturan Pemerintah Indonesia No 33 tahun 2012 tentang Pemberian Asi Eksklusif 36. Jurnal : Widyasari,Novika dkk .2015 “kontraindikasi pemberian asi dan mitos selama hamil dan menyusui” Jakarta 37. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2015. Pharmaceutical Care
untuk Penyakit Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Diambil dari : http://binfar.depkes.go.id/dat/lama/1309242859_YANFAR.PC%20TB_1.pdf
(diakses
8
September 2017) 38. Depkes RI. 2007. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006
45
39. Destiana, Putri. 2015. Ibu Dengan Hepatitis B Aman Menyusui. Diambil dari: www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/15/04/11/nmmdvu-ibu-dengan-hepatitis-baman-menyusui (diakses tanggal 10 september 2017 8:20) 40. Dr. Fitra sukrita irsal, IBCLC, dr.Gita Tiara Paramita, Wawan Sugianto Lc.2017. A to Z ASI & MENYUSUI. Jakarta: Pustaka Bunda,grup Puspa Swara 41. Gondo, Harry Kurniawan. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. Disertasi dipublikasikan, Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya Indonesia 42. Hanim, Diffah dan Suradi. Resensi Buku Managemen ASI Eksklusif Pada Penderita Tuberkulosis. Surakarta. UNS-Press. 43. Indarso, Fatimah. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir dari Ibu yang Bermasalah. Disertasi dipublikasikan, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya Indonesia. 44. InfoDATIN KemenKes RI. 2014. Situasi dan Analisis Hepatitis. 45. “Jurnal Pediatri” . 2015. 12 Kondisi Khusus Pemberian ASI Pada Bayi . Diambil dari:www.jurnalpediatri.com/2015/09/18/pemberian-asi-dalam-kondisi-khusus/(diakses
tanggal
10 september 2017 jam 9:10) 46. KemenKes R1. 2011. Pedoman Nasional Pencegahan HIV dari Ibu ke Bayi 47. Kemenkes RI. 2012. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV Dari Ibu Ke Bayi Edisi 2. Jakarta 48. Kurniawan, Harry. 2011.PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE BAYI . Diambil dari:http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/vol1.no2.Juli2011/PENCEGAHAN%20PENU LARAN%20HIV%20DARI%20IBU%20KE%20BAYI.pdf ( diakses tanggal 10 september 2017 jam 8:26) 49. Nesa, Ni Nyoman Metriani Nesa, IPG Karyana dan IGN Sanjaya Putra. 2015. Pencegahan Transmisi Vertikal Virus Hepatitis B. Bali. 50. Prawirohardjo, Sarwono/Editor: Abdul Bari Saifuddin. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 51. Saiffudin, Abdul Bari, Trijatmo Rachimhadhi. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 52. Soedarto. Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Melindungi Ibu dan Anak. Sagung Seto 53. Suradi, Rulina. 2003. “Tata Laksana bayi dari Ibu Pengidap HIV/AIDS”, pp.180 -185 dalam Sari
Pediatri.
Vol.4.
No.4
https://pondokibu.com/zat-gizi-yang-dibutuhkan-bagi-ibu-
menyusui.html (diakses pada 20 September 2017 jam 19.45 WIB) 46
54. Tabel
AKG
2013:
http://gizi.depkes.go.id/download/Kebijakan%20Gizi/PMK%2075-
2013.pdf (diakses pada 21 September 2017 jam 13.02 WIB)
47
Borang Hasil Diskusi Collaborative Learning
TA
: 2017/2018
Topik
: Kesehatan Ibu Masa Menyusui
Kelompok
:4
Hari/Tanggal :
Anggota Kelompok No. Nama
NRP
Peran
1
Safira Dian M
1610713123
Ketua
2
Rabbiah Syifa F
1610713149
Sekretaris
3
Fahira A. Cipta
1610713119
Anggota
4
Diyas Mellya O
1610713039
Anggota
Setiap kelompok harus menentukan peran anggotanya sebagai ketua, sekret aris dan anggota. Lingkup Sub pokok Bahasan
1. Gizi ibu enyusui 2. Cara menyusui (cara memerah ASI, dan menyimpan ASI) 3. Mitos menyusui 4. Kontraindikasi pemberian ASI 5. Pemberian ASI pada keadaan khusus (Ibu TBC, hepatitis B, HIV, toksoplasmosis)
Materi bahasan yang harus dipelajari
Oleh
Sumber materi
1. Gizi ibu menyusui
Diyas Mellya O
1. Gizi Ibu dan Bayi (buku) oleh Dr. Sandra, dkk (2015)
2. Cara menyusui, cara memerah ASI, dan cara penyimpanan ASI
Safira Dian M
- Payudara dan Laktasi (buku), oleh Reni Yuli Astutik (2014)
48
- Breastfeeding Your Baby (buku), oleh UNICEF (2014) - Super Lengkap Perawatan Bayi dari A-Z (buku), oleh Afriza Yuanita (2012) - Ilmu Kebidanan (buku), oleh Sarwono Prawirohardjo (2014)
3. Mitos menyusui
Fahira A. Cipta
3. – ASI atau Susu Formula Ya? (web), oleh Nur
4. Kontraindikasi pemberian ASI
Khasanah (2011) 4. – Kontraindikasi atau Larangan Pemberian ASI (web jurnal pediatri), (2015)
5. Pemberian ASI pada keadaan khusus
Rabbiah Syifa F
-Prawirohardjo, Sarwono/Editor:Abdul Bari Saifuddin.
2014.
Ilmu
Kebidanan Edisi 4. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. - Nesa, Ni Nyoman Metriani Nesa, IPG Karyana dan IGN 49
Sanjaya
Putra.
Pencegahan
2015. Transmisi
Vertikal Virus Hepatitis B. Bali. - Hanim, Diffah dan Suradi. Resensi Buku Managemen ASI
Eksklusif
Penderita
Pada
Tuberkulosis.
Surakarta. UNS-Press. - Kemenkes RI. 2012. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV Dari Ibu Ke Bayi Edisi 2. Jakarta
Ketua,
(
Tanda Tangan Fasilitator,
)
(
)
50
TUGAS INDIVIDU PERMATERI KELAS A MATERI 1 Nama :
Diyas Mellya Octaviani
NIM
1610713039
:
Kelas :
A
GIZI IBU MENYUSUI Menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu
ibu (ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan susu. Gizi ibu menyusui adalah makanan sehat selain obat yang mengandung protein, lemak,mineral, air dan karbohidrat yang dibutuhkan oleh ibu menyusui dalam jumlah tertentu selama menyusui. Setelah melahirkan, ibu memiliki tanggung jawab mendampingi bayi agar dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Cara terbaik bagi ibu untuk memberikan kasih sayang dan mengoptimalkan potensi tumbuh kembang bayi adalah memberikan ASI. Pemberian ASI meningkatkan ikatan kasih sayang (asih), memberikan gizi terbaik (asuh), serta melatih refleks dan motorik bayi (asah). Bayi baru lahir mengalami banyak perubahan yang berbeda dari saat masih berada pada rahim ibu, seperti cara bayi memperoleh makanan serta mengeksrekresikan sisa metabolisme. Jika saat di dalam rahim bayi memperoleh sari-sari makanan langsung dari plasenta, maka setelah lahir bayi perlu memasukan makanan melalui mulut, mencerna dan mengeksresikannya. Pada kondisi ini berbagai penelitian membuktikan bahwa ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi.kandungan dalam ASI sangat cocok dengan kondisi
51
fisiologis bayi dan sangat baik untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan serta kekebalan tubuh bayi.
Perbedaan kuantitas dan kualitas ASI pada ibu dengan status gizi baik dan ibu malnutrisi Status gizi ibu Energi dan zat gizi
Gizi baik
Gizi kurang
Mean ± SD
Mean ± SD
Protein (g/100 ml)*
1,09 ± 0,11
0,93 ± 0,15
Laktosa (g/100 ml)
6,65 ± 0,63
6,48 ± 1,38
Lemak (g/100 ml)
4,43 ± 0,89
4,01 ± 0,81
Energi/100 ml*
70,8 ± 7,2
65,8 ± 7,9
Jumlah (ml/hari)*
922 ± 207
723 ± 392
Protein (g/hari)*
10,02 ± 2,44
6,65 ± 3,60
Energi (kal/hari)*
648 ± 137
475 ± 244
*ada perbedaan signifikan Sumber : Hanafy, Morsey, Seddick (1972), Maternal Nutrition and Lactation Performance.
Tabel di atas memperlihatkan bahwa tidak hanya komposisi protein dan energi, tetapi juga volume ASI ibu dengan gizi kurang secara signifikan lebih rendah. Maka mempersiapkan status gizi ibu saat laktasi sama dengan mempersiapkan diri agar ibu dapat memberikan ASI dengan kuantitas yang cukup dan kualitas terbaik. Untuk itu ibu perlu menerapkan manajemen dan teknik menyusui yang benar guna menunjang keberhasilan menyusui. A. Status Gizi Ibu Menyusui
Status gizi ibu menusui memegang peranan penting untuk keberhasilan menyusui yang indikatornya diukur dari durasi ASI eksklusif, pertumbuhan bayi dan status gizi ibu pasca menyusui. WHO (2002) mengungkapkan bahwa durasi optimal pemberian ASI
52
eksklusif 6 bulan dapat dicapai bila status gizi ibu menyusui baik. Prentice (1994) mengemukakan bahwa status gizi ibu menyusui yang baik berkolerasi positif dengan kuantitas ASI.
Status gizi ibu menyusui dapat diukur dengan beberapa indikator, di antaranya IMT postpartum, postpartum weight loss, dan postpartum wight retention. a. IMT postpartum merupakan indikator yang sering kali digunakan untuk menetapkan status gizi ibu dan menggambarkan cadangan energi individu. IMT ibu postpartum merupakan cerminan dari simpanan lemak ibu untuk menyusui. IMT postpartum di hitung dengan membagi BB (kg) saat setelah melahirkan dengan TB ibu dalam satuan meter yang di kuadradkan. b. Postpartum Weight Retention atau retensi BB adalah kenaikan BB ibu selama hamil yang tetap tertinggal di tubuh ibu setelah persalinan. Postpartum Weight Retention merupakan indikator dari cadangan lemak ibu yang diperoleh pada masa kehamilan yang akan digunakan sebagai bekal untuk menyusui. c. Postpartum Weight Loss atau penurunan BB postpartum adalah jumlah BB yang berkurang selama periode menyusui. Peristiwa ini menunjukkan terjadinya penggunaan lemak ibu untuk proses pembentukan ASI. Kebutuhan energi dan zat gizi ibu pada periode laktasi lebih tinggi dibandingkan saat ibu dalam kondisi hamil dan tidak menyusui. Banyak sekali ibu yang mengira bahwa setelah melahirkan kebutuhan gizinya berkurang, karena bayi dikandungannya telah lahir. Padahal proses menyusui, dalam hal ini memproduksi ASI, memerlukan asupan zat gizi yang lebih tinggi. Berbagai sumber menyebutkan tambahan kebutuhan gizi saat menyusui hamil sekitar 500 Kal/hari sedangkan saat hamil hanya sekitar 300Kal/hari. Apabila asupan ibu tidak sesuai dengan yang direkomendasikan sementara kebutuhan gizinya semakin meningkat, maka akan berdampak pada penurunan BB postpartum ibu (IOM, 2009).
B. Kebutuhan Gizi Bayi dan Ibu
Mampu menyusui bayi dengan benar merupakan suatu kebanggaan bagi ibu. Karena dengan demikian ibu telah berhasil memberikan makanan terbaik bagi bayinya. WHO, sejak 53
tahun 2003, juga telah merekomendasikan pemberian ASI secara eksklusif kepada bayi selama 6 bulan.
Ibu dapat mengetahui jumlah jumlah kalori yang dibutuhkan Bayi, sehingga dapat dihitung volume ASI yang dibutuhkan bayi. Perhitungan kebutuhan kalori bayi dalam sehari dapat dihitung dengan perhitungan yang dirumuskan oleh Worthington-Roberts dan William (2000) : Energi (Kal) = BB (kg) x 110 Kal/kg Contoh : Jika bayi usia 1 bulan memiliki BB 4,5 kg, maka berapa volume ASI yang dibutuhkan bayi dalam sehari ? berapa Kal energi yang dibutuhkan dalam sehari ? Jawab : Volume ASI yang dibutuhkan dalam sehari = 150 x 4,5 = 675 ml Energi yang dibutuhkan dalam sehari = 675/100 x 75 Kal = 506 Kal Kebutuhan Gizi Ibu Menyusui Banyak ibu ingin segera menurunkan berat badan setelah melahirkan. Hal ini kerap dilakukan ibu dengan cara mengurangi asupan makan saat s edang menyusui bayi. Banyak ibu yang tidak mengetahui bahwa selama menyusui, ibu memerlukan energi yang cukup besar untuk memproduksi ASI. Peningkatan kebutuhan gizi ibu didasarkan pada jumlah ASI yang dikeluarkan ibu dan status gizi ibu.
Penelitian Butte (1984) mengungkapkan ibu yang mengonsumsi energi se jumlah 2168 Kal/hari lebih berhasil memberikan ASI kepada bayinya. Penelitian Fikawati (2013) juga menemukan hasil serupa, ibu yang mengonsumsi energi dengan jumlah ≥ 2100 Kal/hari lebih
54
mampu memberikan ASI predominan selama 6 bulan dibandingkan dengan ibu yang mengonsumsi energi dengan jumlah yang lebih rendah.
1. ENERGI AKG 2013 merekomendasikan tambahan kebutuhan energi ibu menyusui pada 6 bulan pertama postpartum sebesar 330 Kal/hari dari kebutuhan energi wanita tidak hamil. Pada 6 bulan ke-2, selain tetap memberikan ASI ibu harus mulai mengenalkan makanan kepada bayinya berupa makanan pendamping ASI (MP ASI). Dengan mulai diberikannya MPASI kepada bayi maka rata-rata konsumsi ASI pada bayi turun menjadi 600 ml/hari. AKG 2013 menyebutkan bahwa tambahan kebutuhan energi ibu pada 6 bulan ke-2 postpartum adalah sebesar 400 Kal/hari. 2. PROTEIN Sama halnya dengan energi, kebutuhan protein ibu menyusui harus ditambah. Selama menyusui tambahan protein diperlukan untuk memproduksi ASI dan membangun kembali berbagai jaringan tubuh yang rusak akibat proses melahirkan. AKG 2013 merekomendasikan tambahan asupan protein ibu saat menyusui sebesar 20 g/hari setara dengan 2 potong sedang daging sapi atau 3 potong sedang tempe atau 6 butir telur atau 3 gelas susu sapi (200 ml). Jumlah tambahan protein yang dibutuhkan ibu saat hamil dan laktasi sama besar. 3. LEMAK Lemak berperan sebagai sumber dan cadangan energi, pelarut vitamin A, D, E dan K, dan juga berperan sebagai cadangan energi untuk menghasilkan ASI. Oleh karena itu, kebutuhan lemak ibu menyusui perlu ditingkatkan. AKG 2013 merekomendasikan tambahan asupan lemak menyusui menjadi 11-13 g/hari. 4. VITAMIN Kebutuhan vitamin ibu saat menyusui meningkat. Kebutuhan beberapa jenis vitamin saat menyusui melebihi kebutuhan saat hamil. Kebutuhan vitamin meningkat karena vitamin A berperan dalam tumbuh kembang bayi dan kesehatan ibu. AKG merekomendasikan untuk mengkonsumsi vitamin A saat menyusui meningkat sebesar 350 RE. a. Vitamin A membantu pertumbuhan sel, jaringan, gigi dan tulang, perkembangan saraf, penglihatan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Sumber makanan yang mengandung vitamin A yaitu kuning telur, hati, mentega, sayur berwarna hijau dan buah berwarna kuning seperti wortel dan tomat.
55
b. Vitamin D sangat dibutuhkan oleh tubuh, terutama wanita. Sebab vitamin D dibutuhkan untuk pertumbuhan, pembentukan tulang dan gigi, serta penyerapan kalsium dan fosfor sampai seseorang berusia 30 tahun. Ibu menyusui membutuhkan kecukupan vitamin D, sebab ibu juga akan memberikan vitamin D pada tubuhnya ke bayi. AKG 2004 merekomendasikan kebutuhan vitamin D hanya sekitar 15 µg dan tidak ada penambahan kebutuhan pada saat hamil maupun menyusui. Sumber vitamin D dapat diperoleh dari makanan berupa susu dan kacang-kacangan, serta sumber vitamin D terbesar diperoleh dari sinar matahari. c. Vitamin B dan C yang merupakan vitamin larut air jumlahnya berganntung pada asupan vitamin ibu, karena vitamin larut air lebih cepat disekresikan ke luar tubuh melalui urin atau keringat. Kebutuhan vitamin B12 untuk ibu menyusui meningkat sebesar 0,4 µg dari sebelum hamil sebesar 2,4 µg. Vitamin B12 berkontribusi dalam pembentukan sel darah merah dan kesehatan jaringan saraf. Vitamin C dibutuhkan saat menyusui diperlukan penambahan sekitar 25 mg/hari menjadi 100 mg/hari untuk pembentukan jaringan ikat, pertumbuhan tulang, gigi dan gusi, daya tahan terhadap infeksi, serta memberikan kekuatan pada pembuluh darah. Sumber makanan yang mengandung vitamin C adalah buah-buahan yang berwarna merah atau kuning seperti tomat, jeruk, jambu biji, melon dan sayuran. d. Asam folat dibutuhkan untuk pembentukan dan pertumbuhan sel darah merah, juga untuk produksi inti sel. Ibu menyusui direkomendasikan untuk meningkatkan kebutuhan asam folat sebesar 100 µg/hari. Asam folat dapat diperoleh dari hati, roti gandum, serta sayuran hijau.
56
e. Menurut rekomendasi AKG 2013, vitamin B1 dibutuhkan sekitar 1,1 mg/hari dan mengalami penambahan kebutuhan saat menyusui sebesar 0,3 mg/hari. Vitamin B2 mengalami penambahan kebutuhan sebesar 0,4 mg/hari menjadi 1,7 mg/hari. Begitu pula vitamin B3 yang mengalami peningkatan kebutuhan sebesar 3 mg/hari menjadi 15 mg/hari. Ketiga vitamin tersebut ( vitamin B1, B2 dan B3) dibutuhkan untuk menunjang fungsi saraf, pencernaan, serta kesehatan kulit. Sedangkan vitamin B6 dibutuhkan penambahan sekitar 0,5 mg/hari menjadi 1,7 mg/hari saat menyusui untuk pembentukan sel darah merah serta kesehatan gigi dan gusi. Makanan yang mengandung sumber vitamin B1 adalah daging, hati, beras utuh, serta kacang.Sumber vitamin B2 adalah susu, hati dan beras utuh. Sumber vitamin B3 adalah daging, biji-bijian, kacang dan beras utuh. f. Vitamin K dibutuhkan untuk mencegah perdarahan agar proses pembekuan darah normal. Kebutuhan vitamin K pada ibu menyusui tidak perlu mengalami penambahan dan sama seperti kebutuhan sebelum hamil sebesar 55 µg/hari. Sumber vitamin K adalah kuning telur, hati, brokoli, asparagus dan bayam.
5. MINERAL Kalsium merupakan mineral paling banyak terkandung dalam tulang dan gigi. Karena perannya dalam pembentukan tulang dan gigi maka ibu hamil dan menyusui dianjurkan menambah menambah asupan kalsium sebanyak 200 mg/hari menj adi 1300 mg/hari. Pada ibu menyusui, zat besi dikeluarkan sebanyak 0,3 mg/Kal/hari dalam bentuk ASI. Oleh karena itu, ibu menyusui memerlukan tambahan zat gizi besi sekitar 6 mg/hari, dari 26 mg menjadi 32 mg/hari. Sumber zat besi berasa dari bahan pangan hewani maupun nabati. Sumber zat besi paling baik dari bahan pangan hewani karena memiliki daya serap yang paling tinggi. Contohnya, daging dan hati mempunyai daya serap sekitar 20-30 %. Zat besi dari bahan pangan nabati mempunyai daya serap yang lebih rendah. Contohnya, buah-buahan dan s ayur berwarna mempunyai daya serap sekitar 1-5 %. Untuk memenuhi kebutuhan zat besi, ibu 57
hamil dan menyusui dianjurkan menambah jenis dan porsi hidangan (mengandung zat besi) yang berasal dari bahan pangan hewani. Fosfor dibutuhkan untuk pembentukan kerangka dan gigi. Ibu hamil memiliki kebutuhan fosfor yang sama saat sebelum hamilyaitu sebesar 700 mg/hari dan tidak perlu mengalami penambahan pada saat hamil maupun menyusui. Sumbernya antara lain susu, keju dan daging. Sedangkan yodium sangat penting untuk mencegah gangguan pertumbuhan dan perkembangan
seperti
kretinisme
dan
keterbelakangan
mental.
AKG
2013
merekomendasikan kebutuhan yodium sekitar 200 µg/hari saat menyusui. Sumber yodium dapat ditemukan pada minyak ikan, ikan laut dan garam beryodium.
Pemberian suplemen pada ibu menyusui tergantung pada diet ibu. Apabila diet ibu dipastikan baik (mencukupi kebutuhan seluruh zat gizi) maka suplemen tidak dibutuhkan, tetapi apabila diet ibu tidak baik maka suplemen dibutuhkan. Kementerian Kesehatan merekomendasikan konsumsi gizi seimbang. Prinsip gizi seimbang mencakup 4 pilar, yaitu mengonsumsi makanan aneka ragam, hidup bersih, aktif dan berolahraga, serta melakukan pemantauan berat badan.
Pengaturan Makan Ibu Menyusui
Ibu menyusui perlu memerhatikan beberapa hal untuk dapat memenuhi kebutuhan gizinya saat menyusui. Tips diet menyusui : 1. Meningkatkan frekuensi makan
58
Ibu menyusui perlu meningkatkan frekuensi makan untuk meningkatkan asupan energinya. Mengonsumsi makanan dengan prinsip porsi kecil tapi sering dapat dilakukan untuk mencapai kebutuhan konsumsi ibu. 2. Mengonsumsi suplemen Peningkatan kebutuhan energi dan zat gizi ibu yang tinggi dapat disiasati dengan konsumsi suplemen jika ibu merasa konsumsi hariannya tidak memenuhi kebutuhan zat gizinya, terutama zat gizi mikro. 3. Mengonsumsi makanan padat gizi Makanan yang padat gizi penting untuk mencapai kebutuhan gizi ibu. Makanan dengan volume yang rendah namun bergizi tinggi tepat untuk dikonsumsi oleh ibu laktasi, contohnya adalah mengonsumsi setengah mangkuk bubur kacang hijau (mengandung energi, protein, vitamin dan mineral) lebih baik dari pada satu mangkuk bubur sumsum (hanya mengandung energi saja).
Tips diet bagi ibu menyusui :
Meningkatkan frekuensi makan
Mengonsumsi suplemen, terutama bagi ibu yang asupan makannya tidak baik
Ibu menyusui = gizi seimbang
Mengonsumsi makanan padat gizi
Contoh menu makanan untuk ibu menyusui Waktu makan
07.00
Sarapan
jumlah URT
Nasi putih
200 g
1 ⅟2 gls belimbing
Ayam goreng
55 g
1 potong
Tahu
50 g
1 potong kecil
Oseng toge
50 g
⅟ 2 gls belimbing
59
10.00
Pisang ambon
50 g
1 buah
Bubur kacang
100 g
1 gls belimbing
hijau
50 g
1 potong sedang
Nasi putih
200 g
1 ⅟2 gls belimbing
Pepes ikan mas
50 g
1 potong sedang
Lalap (tomat,
50 g
⅟ 2 gls belimbing
jeruk
50 g
1 buah
Susu
250
1 gls belimbing
Martabak manis
12.00
ketimun, selada)
16.00
ml Nasi putih
200 g
1 ⅟2 gls belimbing
Ayam
50 g
1 ptg sedang
Bihun
10 g
2 sendok makan
telur
30 g
⅟ 2 butir
Tempe goreng
50 g
1 ptg sedang
Soto ayam : 19.00
Total energi
2396 Kal
Total protein
89,1 g (15%)
Total lemak
81,7 g ( 30%)
Total karbohidrat
327,2 g (55%)
C. ASI dan Pengaruh Jenis Makanan Tertentu
Makanan yang perlu dibatasi 1. Kafein Konsumsi kafein ibu perlu dibatasi karena hingga usia 3-4 bulan sistem pencernaan bayi belum mampu untuk mencerna kafein. Konsumsi makanan mengandung kafein dalam jumlah normal (kurang dari 5 gelas kopi/hari) tidak menjadi masalah bagi ibu dan bayi. Namun, konsumsi kafein berlebih dapat mengakibatkan bayi tidak tenang, hiperaktif. Sebelum kembali menyusui bayinya, ibu harus mengurangi kadar kafein dalam tubuhnya. 60
2. Alkohol Alkohol yang dikonsumsi ibu akan dengan mudah dan cepat untuk masuk ke ASI ibu dan pengaruhnya terhadap bayi bergantung pada jumlah yang dikonsumsi ibu. Dalam 3090 menit setelah ibu mengonsumsi alkohol, ASI akan mengandung alkohol. Sementara itu, dibutuhkan waktu 2-3 jam untuk menurunkan kadar alkohol dalam tubuh ibu. Bayi yang mengonsumsi ASI yang mengandung alkohol akan tidur pulas setelah menyusui. Dampak negatif yang ditimbulkan adalah penurunan kemampuan kognitif saat bayi bertambah usia. 3. Nikotin Kandungan nikotin pada ASI yang dikonsumsi bayi dapat berdampak buruk seperti dampak nikotin pada orang dewasa. Pada masa periode menyusui ibu sebaiknya tidak merokok, sebab kandungan nikotin pada ASI akan 1,5-3 kali lebih tinggi dari kadar nikotin pada darah ibu. Jumlahnya akan terus meningkat apabila ibu terusmenerus merokok. Waktu paruh nikotin adalah 95 menit, sehingga apabila ibu merokok maupun mangisap nikotin harus menunda manyusui paling tidak selama 95 menit. 4. Makanan yang memproduksi gas Kekhawatiran ibu jika mengonsumsi makanan yang dapat menimbulkan gas akan membuat ASI mengandung gas kerap kali ditemukan. Hingga saat ini tidak ada bukti ilmiah yang dapat membuktikan hal tersebut. Menurut Lawrence (2011) gas tidak diserap dalam saluran pencernan dan tidak memengaruhi komposisi ASI. 5. Makanan yang dapat menimbulkan alergi Selain beberapa jenis zat di atas, ibu juga perlu berhati-hati terhadap beberapa jenis makanan tertentu yang dapat menimbulkan alergi pada bayi jika ibu mengonsumsinya, diantaranya: susu sapi, beberapa jenis kacang tertentut, tepung gandum. Alergi tidak terjadi pada semua bayi, sehingga ibu dapat tetap mengonsumsi makanan tersebut jika bayi tidak mengalami alergi.
61
SUMBER
:
Fikawati Sandra, Syafiq Ahmad, Karima Khaula. 2015. Gizi Ibu dan Bayi. Depok: PT. Rajagrafindo Persada https://id.wikipedia.org/wiki/Menyusui 15 September 2017 http://linareksani.blogspot.co.id/2012/05/makalah-gizi-pada-ibu-menyusui.html 15 September 2017 MATERI 2 Nama :
Safira Dian Maryadianti
NIM
1610713123
:
Kelas :
A
CARA MENYUSUI, CARA MEMERAH DAN MENYIMPAN ASI
PENGERTIAN MENYUSUI
Ada beberapa pengertian dari menyusui menurut beberapa ahli. Menurut Roesli (2004), menyusui adalah proses pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi, dimana bayi memiliki refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan ASI. Menyusui merupakan proses alamiah yang keberhasilannya tidak diperlukan alat-alat khusus dan biaya mahal namun membutuhkan kesabaran, waktu, dan pengetahuan tentang menyusui serta dukungan dari lingkungan keluarga terutama suami. Sedangkan menurut Varney (2004). Menyusui 62
adalah cara yang optimal dalam memberikan nutrisi dan mengasuh bayi, dan dengan penambahan makanan pelengkap pada paruh kedua tahun pertama, kebutuhan nutrisi, imunologi, dan psikososial dapat terpenuhi hingga tahun kedua dan tahun-tahun berikut. Menyusui bayi adalah saat-saat yang menyenangkan bagi ibu dan bayi, dimana akan memberikan manfaat bagi bayi maupun sang ibu (Afriza, 2012). Adapun pengertian menyusui menurut Sarwono (2014), menyusui adalah salah satu komponen dari proses reproduksi yang terdiri atas haid, konsepsi, kehamilan, persalinan, menyusui, dan penyapihan. Jika semua komponen berlangsung dengan baik, proses menyusui akan berhasil. Dari
beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan menyusui adalah cara dan
proses yang paling tepat untuk memberikan dan memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayi melalui pemberian air susu ibu (ASI) yang ditunjang oleh komponen-komponen reproduksi untuk mendukung keberhasilan menyusui. CARA MENYUSUI 1. Posisi Ibu
Saat akan memberi ASI langsung pada bayi, pastikan posisi ibu yang akan menyusui berada dalam keadaan yang tepat dan nyaman. Menurut Reni (2014), ada beberapa posisi yang dapat dilakukan untuk memberi ASI pada bayi, yaitu: 1. Posisi setengah duduk
4. Posisi duduk di atas kursi
2. Posisi berbaring miring
5. Posisi duduk di tempat tidur
3. Posisi berbaring telentang
6. Posisi berdiri
Dari 6 posisi menyusui di atas, maka dapat dijabarkan menjadi 3 posisi secara garis besar yaitu posisi duduk, possi berbaring, dan posisi berdiri. A. Posisi duduk
Jika menginginkan posisi duduk untuk memberi ASI kepada bayi, maka keadaan yang tepat ialah: -
Jika ingin menyusui bayi di payudara kanan, gunakan lengan kanan untuk menggendong atau menopang bayi. Letakkan kepala bayi di lengkung siku dan pantat bayi akan mengikuti berada di lengan sang ibu.Tahan kepala bayi agar tidak sampai menengadah, begitupun dengan pantat bayi yang harus ditahan oleh telapak tangan.
-
Usahakan untuk menggunakan kursi dengan posisi rendah agar kaki t idak menggantung
63
-
Posisi duduk yang tegak, serta memiliki sandaran yang dapat menopang badan.
-
Tempat duduk yang rata
-
Keadaan kaki tegak lurus ke bawah
-
Seorang ibu mungkin akan membutuhkan tambahan bantal untuk menjadi sandaran belakang. Tambahan bantal pun bisa digunakan untuk menidurkan bayi di atas paha sang ibu.
B. Posisi berbaring
Menyusui dengan posisi ini memudahkan ibu untuk dapat menyusui sambil beristirahat di malam hari (UNICEF, 2014). Posisi yang tepat untuk menyusui dalam keadaan berbaring ialah: -
Berbaring bisa dengan keadaan badan miring atau telentang, dan gunakan bantal untuk mengganjal kepala.
-
Letakkan lengan kiri di atas kasur menghadap bantal untuk menyamankan posisi berbaring. Gunakan lengan kanan untuk memeluk atau menjaga kepala bayi. Begitupun sebaliknya.
-
Letakkan bayi menghadap tepat ke payudara. Carilah posisi terbaik yang dapat menyamankan bayi untuk menyusu.
2. Posisi Bayi
Ada beberapa cara yang harus dilakukan untuk menahan posisi bayi saat menyusui. Berikut adalah cara yang harus diperhatikan:
Kedua tangan bayi berada di posisi yang berbeda. Satu tangan berada di belakang badan sang ibu, dan tangan lain diletakkan di depan
Posisi bayi harus berada dekat dengan sang ibu
Pastikan kepala bayi menghadap ke payudara ibu, bukan hanya membelokkan. Begitu pun dengan perut bayi yang harus menempel badan ibu
Bayi harus berhadapan langsung dengan payudara dengan keadaan kepala, bahu, lengan, dan badan dalam posisi yang lurus
Posisi hidung dan bibir atas bayi harus tepat berlawanan atau berhadapan dengan puting susu ibu
Bayi harus berada dalam keadaan yang dapat menjangkau payudara ibu, jangan membiarkan bayi sampai harus berputar atau terlalu jauh untuk menjangkaunya 64
Pastikan untuk selalu membenarkan posisi bayi mendekati payudara, bukan sebaliknya payudara yang mendekati bayi.
C. Melekatkan Bayi pada Payudara
Sebelum dan sesudah menyusui, ada baiknya ibu untuk selalu mencuci tangan menggunakan sabun dan air. Hal ini ditujukan untuk mencegah masuknya kotoran dari tangan yang akan menempel pada bayi dan payudara ibu. Setelah sudah merasa dalam keadaan bersih, memastikan bayi berada dalam keadaan melekat dengan payudara sang ibu adalah hal yang penting. Jika tidak memastikan bayi dalam keadaan yang tepat, maka hayi tidak akan mendapat pasokan ASI yang cukup, dan memungkinkan puting susu ibu akan mengalami luka atau sakit. Posisikan bayi dengan tepat, lalu tunggu sampai mulut bayi terbuka dengan sendirinya. Jika mulut bayi belum terbuka, sang ibu bisa mengoleskan puting susu ke sekitar mulut atau pipi bayi agar bayi dapat terdorong untuk mendapatkan puting susu tersebut. Lalu, secepat mungkin untuk mendekatkan bayi pada payudara sang ibu. Selanjutnya bibir bawah bayi akan menempel pada payudara ibu, namun berada cukup jauh dibawah puting susu. Dengan begitu, puting susu akan berada tepat dalam mulut bayi (UNICEF, 2014).
Ketika bayi sudah melekat tepat pada payudara, maka keadaan yang harus diperhatikan ialah: -
Keadaan mulut bayi terbuka lebar dan ASI dapat tersalurkan penuh dalam mulut bayi
-
Dagu bayi ikut menempel pada payudara
-
Bibir bawah bayi terlihat melipat ke bawah atau se perti meringkuk
-
Posisi areola dan puting susu berada di dalam mulut bayi dan menempel tepat pada langitlangit mulut bayi. Dengan begitu, bayi kemudian akan mendorong saluran-saluran di bawah areola untuk mengeluarkan ASI dan disalurkan melalui puting susu.
D. Langkah-langkah Setelah Menyusui
Tidak hanya sebatas menyusui bayi, setelah menyusui pun masih ada langkah-langkah yang harus dilakukan secara teliti. Langkah-langkah yang dimaksud adalah:
Melepas isapan mulut bayi ke payudara yaitu dengan cara memasukkan jari kelingking ibu ke dalam mulut bayi, atau dengan cara menarik dagu bayi secara perlahan. Dengan begitu, mulut bayi akan terbuka sedikit lalu puting susu ibu dapat ditarik secara perlahan.
65
Setelah bayi melepaskan isapannya pada payudara, keluarkan sedikit ASI untuk kemudian dioleskan ke puting susu dan areola. ASI yang dioleskan tersebut akan kering dengan sendirinya. Tujuannya ialah untuk membersihkan puting susu dan areola payudara ibu.
Jangan lupa untuk menyendawakan bayi. Hal ini ditujukan untuk mengeluarkan udara dari lambung bayi agar tidak muntah setelah menyusui. Cara untuk menyendawakan bayi ialah gendong bayi tegak dan bersandar pada bahu ibu, didudukkan di paha ibu dan disanggah oleh lengan ibu, atau dengan cara menengkurapkannya pada paha ibu. Setelah di posisikan dengan benar, tepuk punggung bayi secara perlahan sampai bayi bersendawa.
CARA MEMERAH ASI
Bagaimana cara untuk mendorong ASI keluar? Cara-cara yang harus diperhatikan adalah:
Cuci tangan terlebih dahulu menggunakan air dan sabun lalu keringkan
Cari dan posisikanlah sang ibu di tempat yang nyaman. Ruangan privat dengan bantuan minum hangat mungkin bisa membantu menenangkan
Posisikan tubuh condong ke depan
Letakkan bayi dekat dengan sang ibu
Gunakan bantuan seperti handuk hangat untuk menghangatkan payudara ibu agar terasa lebih tenang
Pijat payudara dengan cara: -
Gunakan jari telunjuk dan jari tengah untuk memijat payudara dan sekitar puting susu ibu. Lakukan pemijatan secara berputar dari bawah. Jangan menggeser-geser jari-jari anda pada payudara karena dapat merusak kulit.
-
Setelah memijat payudara, putarlah puting susu menggunakan dua jari yaitu antara jari telunjuk dan jempol. Dengan begini akan mendorong hormon dalam tubuh untuk menstimulasi payudara mengeluarkan ASI.
Ada 3 teknik bagaimana cara memerah ASI yaitu: A. Memerah dengan Tangan (Teknik Marmet)
Posisikan jari telunjuk tepat di area payudara bagian bawah namun masih dekat dengan areola. Selain jari telunjuk, posisikan pula jempol di bagian atas payudara, yang berarti akan bersebrangan dengan posisi jari telunjuk. Letak jari-jari tersebut berada sekitar 1-1,5 cm dari areola. 3 jari lain dapat diposisikan mengikuti jari telunjuk untuk menopang payudara. Jika posisinya tepat, maka akan mem bentuk huruf “C”. Posisi jari seperti ini 66
akan memungkinkan sang ibu dapat merasakan saluran-saluran ASI yang berada tepat di bawah kulit sekitar areola.
Setelah posisi jari-jari sang ibu tepat, maka dilanjutkan dengan menekan payudara ke arah dalam dada dan hindarkan meregangkan jari.
Condongkan badan ke depan lalu ayunkan payudara dengan lembut agar pengeluaran ASI lebih mudah.
Cara menekan yang tepat ialah dengan menggunakan jari telunjuk dan jempol secara bersamaan. Lalu ASI akan keluar perlahan dari gudang ASI untuk kemudian disalurkan menuju puting susu sampai kosong.
Lepaskan tekanan pada payudara agar dapat memberi jalan ASI keluar. Setelah itu baru dapat mengulangi tahap-tahap selanjutnya. Jika tahapan di atas telah berhasil mengeluarkan ASI, maka akan memudahkan sang ibu
untuk mengulang tahap 2-5 tanpa harus menunggu lama. Kemudian sang ibu dapat mengulang secara teratur ritme yang tepat untuk memerah ASI. Jika tidak diatur, akan menyebabkan ASI menetes dan menyembur dari payudara.
C. Memerah Menggunakan Pompa Manual
Pompa tangan biasa digunakan untuk memudahkan menampung ASI ketika payudara sudah terasa penuh. Jenis alat bantu pemerah ASI ini bisa di operasikan menggunakan bantuan tangan dan bantuan baterai. Alat pompa ini memiliki corong yang dapat ditempelkan menghadap puting susu dan areola, sehingga ASI akan langsung mengalir ke botol tersebut melalui corong. Setiap alat memiliki ukuran yang berbeda dengan areola dan puting susu ibu, maka sebaiknya alat dicoba terlebih dahulu sebelum dibeli. Selanjutnya pemakaian dapat disesuaikan dengan alat. Jika penggunaan manual, maka harus dipompa dengan menarik tuasnya menggunakan tangan. Sedangkan jika menggunakan baterai, sang ibu hanya menunggu alat untuk menyedot ASI keluar. D. Memerah dengan Pompa Elektrik
Penggunaan pompa elektrik dapat dikatakan mudah dan cepat, karena hanya menunggu alat tersebut bekerja sendiri. Alat ini bisa dijadikan sebagai alternatif untuk mempercepat kebutuhan ASI untuk bayi. Pompa elektrik memungkinkan untuk digunakan pada kedua payudara. Sang ibu hanya perlu menempelkan corong ke area sekitar puting susu dan areola. 67
Setelah itu nyalakan panelnya dan biarkan alat untuk bekerja otomatis. Sang ibu hanya perlu mengarahkan pompa agar tetap mengenai bagian payudara. Bentuk pompa elektrik ini umumnya berat dan besar. Biasanya alat ini terdapat di rumah sakit agar lebih efisien dan dapat digunakan bersama-sama. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kebersihan dan pemeliharaan pompa elektrik. Penggunaan mesin pompa ini harus dilengkapi dengan selang, gelas kimia, dan perlengkapan sterilisasi. CARA MENYIMPAN ASI
ASI dapat disimpan di kulkas dengan temperatur sekitar 2-4 oC untuk jangka penggunaan 3 sampai 5 hari. Jika tidak memiliki kulkas dengan ukuran suhu, maka sebaiknya dibekukan jika belum ingin digunakan selama 24 jam. ASI dapat disimpan di kulkas dengan jangka waktu selama 1 minggu, dan 3 bulan jika disimpan di tempat pembeku atau freezer. Untuk membekukan ASI, dapat menggunakan wadah plastik yang biasa digunakan sesekali untuk di rumah. Penggunaan wadah plastik harus dengan syarat bahwa wadah plastik yang dianjurkan adalah bersifat kedap udara dan harus selalu disterilkan. Jangan lupa untuk selalu memberi catatan tanggal di setiap tempatnya dan digunakan secara bergilir. ASI beku dapat dicairkan dengan memperhatikan hal-hal berikut:
Menyimpannya di kulkas atau di ruang dengan suhu kamar. ASI yang dicairkan di kulkas hanya bertahan untuk 24 jam saja. Jika lebih dari itu, maka harus dibuang.
Bila ASI sudah dikeluarkan dan dicairkan di suhu kamar, maka ASI tersebut harus langsung digunakan
ASI tidak boleh dibekukan kembali.
ASI pun tidak boleh dihangatkan di microwave karena akan menyebabkan ASI menjadi panas dan bisa merusak mulut bayi.
SUMBER
: 68
Astutik, Reni Yuli. 2014. Payudara dan Laktasi. Jakarta: Salemba Medika Prawirohardjo, Sarwono/Editor: Abdul Bari Saifuddin. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka UNICEF. 2014. Breastfeeding Your Baby. The Royal Women’s Hospital Yuanita, Afriza. 2012. Super Lengkap Perawatan Bayi dari A – Z. Yogyakarta: Araska
MATERI 3 DAN 4 Nama :
Fahira Alifiyari C.
NIM
1610713119
:
Kelas :
A
MITOS DAN KONTRAINDIKASI MENYUSUI
MITOS MENYUSUI Khasanah (2011) , salah satu kendala ibu menyusui yaitu kepercayaan pada mitos,
padahal mitos tidak dapat dipercaya kebenarannya. Berikut ini ada mitos yang sering menghantui para ibu menyusui : a. ASI hari pertama harus dibuang
ASI hari pertama justru tidak boleh dibuang karena ASI yang keluar pada hari pertama disebut Kolostrum yang mengandung protein yang kadarnya tinggi terutama kandungan zat daya tahan tubuh. Jadi, jika Kolostrum yang berwarna jernih kekuningan ini dibuang bayi kurang mendapatkan zat-zat yang melindungi dari infeksi. b. ASI belum banyak pada hari pertama sehingga perlu ditambah cairan atau makanan lain. c. Setiap kali hendak menyusui saat pagi (setelah bangun tidur), semburan pertama ASI harus dibuang karena dianggap basi. d. ASI semburan pertama harus dibuang setelah berpergian keluar rumah. e. Banyak istirahat bisa menambah produksi ASI. 69
f.
ASI yang seperti warna santan lebih bagus.
g. ASI membuat bayi obesitas. h. Susui bayi pada masing-masing payudara selama 15-30 menit secara bergantian. i.
ASI bisa merusak kulit bayi.
KONTRA INDIKASI PEMBERIAN ASI a. Bayi yang menderita galaktosemia.
Bayi penderita galaktosemia tidak mempunyai enzim galaktase sehingga galaktosa tidak dapat dipecah. Bayi juga tidak boleh minum susu formula. Galactosemia yaitu kelainan metabolisme yang bersifat genetis. Kelainan ini jarang terjadi sebab, orangtua yang mengalami galactosemia bisa dipastikan anaknya akan mengalami penyakit serupa. Galactosemia pada dasarnya merupakan kelainan di mana dalam darah seseorang terdapat galaktosa. Laktosa terdapat pada susu, keju, dan mentega. Akumulasi galaktosa pada darah dapat menjadi racun bagi tubuh. Jika tidak diobati maka dapat menyebabkan komplikasi seperti gagal ginjal, katarak, dan kerusakan otak. Gejala dapat berupa sirosis hati, katarak, muntah, diare, pertumbuhan lambat. Satu-satunya pengobatan untuk galactosemia adalah dengan menghilangkan laktosa dan galaktosa dari makanan. Salah satunya adalah dengan diet ketat pada makanan yang mengandung laktosa. b. Ibu dengan HIV AIDS
Ibu dengan riwayat HIV/AIDS yang dapat memberikan PASI yang memenuhi syarat AFASS. Pemberian air susu ibu memang sangat dianjurkan demi kesehatan bayi. Namun, saat ibu menderita penyakit menular seperti HIV/AIDS, pemberian air susu ibu (ASI) justru bisa menjadi media penularan. Pada tahun 2012, seorang bayi berusia satu tahun di Belgia tertular HIV dari ibunya melalui ASI. Para dokter mengatakan, kasus ini terbilang langka di negara industri. Sudah dikenal selama 30 tahun bahwa menyusui merupakan salah satu cara penularan HIV dari ibu ke bayi. Penularan virus seperti ini sering terjadi di negara berkembang pada ibu yang telah terinfeksi HIV. Namun kasus ini sangat jarang terjadi di negara industri, tempat ibu yang positif HIV tidak disarankan menyusui bayinya. Saat ini bagi ibu hamil yang mengidap HIV/AIDS tidak
70
perlu was-was dalam memberikan ASI secara eksklusif kepada sang buah hati. Sebab, risiko penularan dapat ditekan melalui program Prevention Mother to Child Transmition (PMTCT). Melalui program PMTCT penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat dicegah sejak awal masa kehamilan. Program PMTCT sebenarnya dapat dimulai sejak pasangan berencana mempunyai anak. Mereka yang terinfeksi harus berkonsultasi dengan dokter ahli. Kemudian ibu dengan HIV /AIDS akan mendapatkan terapi ARV profilaksis atau obat anti retroviral. Saat ini Mulai 14 minggu usia kehamilan sudah mulai. diberikan obat antivirus. Obat anti retroviral, virus secara otomatis akan berkurang dalam tubuh pengidap. Semakin lama, diharapkan
jumlahnya
semakin
menurun
bahkan
sampai
tidak
terdeteksi.
Untuk
meminimalisir penularan saat proses persalinan, ibu pengidap HIV biasanya dianjurkan untuk melakukan dengan cara caesar. Pasalnya, HIV banyak tersimpan di limfosit pada dinding rahim sehingga jika melahirkan dengan cara normal, bayi dikhawatirkan terpapar lebih lama dengan darah yang mengandung HIV.Setelah melahirkan, ibu pengidap HIV positif yang minum obat anti retroviral boleh memberikan ASI kepada bayinya. Tetapi ada satu syarat yang harus dipenuhi yaitu memberikan ASI secara eksklusif selama enam bulan dan tidak boleh mencampur ASI dengan makanan lain. 1. Ibu dengan penyakit jantung yang apabila menyusui dapat terjadi gagal jantung. 2. Ibu yang memerlukan terapi dengan obat-obat tertentu (antikanker) 3. Ibu yang memerlukan pemeriksaan dengan obat-obat radioaktif perlu menghentikan pemberian ASI kepada bayinya selama 5x waktu paruh obat.
SUMBER
:
Khasanah, Nur. 2011. ASI atau Susu Formula ya ?. Jogjakarta : FlashBook
71
Anomim. 2015. “Kontraindikasi atau Larangan Pemberian (https://jurnalpediatri.com/2015/09/18/kontraindikasi-atau-larangan-pemberian-asi/, september 2017)
Asi”, 1
MATERI 5 Nama : Rabbiah Syifa Firdaus NIM
: 1610713149
Kelas : A PEMBERIAN ASI PADA KEADAAN KHUSUS (IBU TBC, HEPATITIS B, HIV, DAN TOKSOPLASMOSIS)
A. Pemberian ASI dengan Ibu TBC Pengembangan ASI Eksklusif enam bulan bagi ibu menyusui penderita TB Paru tentu memerlukan dukungan semua anggota keluarga, masyarakat dan strategi fund raising guna membangun kerjasama lintas sektor sehingga ibu menyusui penderita TB Paru tidak putus obat. Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu, aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan. Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi, karbohidrat dan rendah lemak, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Selain itu, kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama Tuberkulosis. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Meskipun sedikit tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi dan zat imun bayi. Oleh sebab itu kolostrum harus diberikan pada bayi. Laktasi tidak dipengaruhi oleh status gizi ibu. Laktasi ASI eksklusif enam bulan hanya terpengaruh jika ada kelaparan dalam jangka waktu lama. Oleh sebab itu, dalam situasi darurat apapun ibu seharusnya tetap mampu memberikan ASI kepada bayi secara eksklusif selama enam bulan. Meskipun demikian, makanan ibu menyusui tetap harus diperhatikan agar memenuhi gizi seimbang sehingga dapat menghasilkan ASI yang cukup bagi bayinya. 72
Khusus bagi ibu menyusui yang sedang menderita penyakit tropis seperti tuberkulosis tidak perlu khawatir tentang kualitas ASInya namun dalam pemberian ASI eksklusif selama enam bulan perlu perilaku khusus yang mendukung kualitas keamanan ASI.
Kuman TBC tidak melalui ASI sehingga ibu dapat menyusui bayinya. Ibu perlu diobati secara adekuat dan diajarkan pencegahan penularan ke bayi dengan menggunakan masker. Bayi tidak dapet diberi BCG (Bacille Calmette Guerin), oleh karena efek proteksinya tidak langsung terbentuk. Walaupun sebagian obat anti TBC melalui ASI, kadarnya tidak cukup sehingga bayi tetap diberikan profilaksis dengan INH (Isoniazid) dosis penuh. Pengobatan TBC pada ibu memerlukan waktu paling kurang 6 bulan. Setelah 3 bulan pengobatan secara adekuat, biasanya ibu sudah tidak menularkan lagi, dan pada bayi dilakukan uji Mantoux. Bila hasilnya negatif, terapi INH dihentikan. Dua hari kemudian bayi diberi vaksinasi BCG agar kadar INH di dalam darah sudah sangat rendah sehingga efek proteksinya dapat langsung terbentuk. (Sarwono, 2014) B. Pemberian ASI dengan Ibu Hepatitis B Infeksi Virus Hepatitis B (VHB) masih menjadi masalah kesehatan global. Diperkirakan sekitar 2 miliar orang di dunia terinfeksi dan sekitar 350 juta orang mengalami infeksi kronis VHB. Apabila tidak ditangani, maka sekitar 15-40% akan mengalami komplikasi serius. Transmisi vertikal VHB merupakan cara transmisi VHB yang sering didapatkan diseluruh dunia. Infeksi VHB pada bayi didefinisikan sebagai termukanya HbsAg (Hepatitis B surface antigen) atau HBV DNA yang menetap saat usia 6-12 bulan pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi VHB. Transmisi VHB sekitar 50% apabila ibu tertular secara akut sebelum, selama, atau segera setelah persalinan. Transmisi biasanya terjadi selama masa persalinan. HbsAg ditemukan di dalam ASI, tetapi dokumentasi mengenai transmisi melalui ASI tidak banyak. Ibu dengan HbsAg positif dapat menyusui asalkan bayinya telah diberikan vaksin hepatitis B bersama dengan imunoglobulin spesifik HbIg (Sarwono, 2014). Beberapa ahli juga menyarankan untuk selalu memperhatikan adanya puting yang luka atau berdarah dengan eksudat di sekitar payudara yang dapat meningkatkan paparan VHB kepada bayi. Tanpa pemberian vaksin Hepatitis B dan Imunoglobulin, resiko transmisi vertikat VHB dari ibu ke bayi cukup tinggi. C. Pemberian ASI dengan Ibu HIV
73
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat ditularkan melalui berbagai cara. Di Indonesia, penularan HIV terutama terjadi melalui hubungan seks tidak aman dan melalui Napza suntik. HIV juga dapat ditularkan dari ibu HIV positif kepada bayinya atau yang biasa dikenal dengan istilah “Mother to Child HIV Transmission (MTCT)”. Penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan akhir dari rantai penularan yang umumnya didapat dari seorang lakilaki HIV positif. Sepanjang usia reproduksi aktif, perempuan HIV positif secara potensial masih memiliki risiko untuk menularkan HIV kepada bayi berikutnya jika hamil kembali. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik yang dapat diberikan ibu pada bayinya. Mengingat banyak keuntungan dari ASI, salah satunya yaitu mengandung ribuan sel imun hidup dan enzim yang melindungi bayi dari semua macam penyakit. Risiko penularan HIV melalui pemberian ASI akan bertambah jika terdapat adanya masalah pada payudara ibu, seperti mastitis, abses dan luka di puting payudara. Sebagian besar masalah payudara dapat dicegah dengan teknik menyusui yang baik. Oleh sebab itu, konseling ibu tentang cara menyusui yang baik sangat dibutuhkan guna mengurangi risiko masalah pada payudara dan risiko penularan HIV. Virus HIV memang ditemukan di dalam ASI, tetapi tidak semua ibu HIV bayinya juga menderita HIV. Transmisi HIV dari ibu ke bayinya adalah 35 %. 20% saat antenatal dan intranatal, dan 15% melalui ASI. Saat ini setelah ditemukan obat antiretroviral dan persalinan melalui bedah besar, penularan saat antenatal dan intranatal telah dapat ditekan menjadi 4% tetapi transmisi melalui ASI tidak dapat ditekan. Dengan demikian, pemberian ASI dari ibu dengan HIV dilarang dan bayi diberi pengganti ASI (PASI). Pemberian PASI ini harus memenuhi syarat AFASS (Acceptable, Feasable, Affordable, Sustainable, and Save). (Sarwono, 2014). Namun, di daerah yang miskin PASI yang memenuhi syarat AFASS belum tentu dapat disediakan. Untuk itu, ada kebijaksanaan bahwa ibu dapat memberikan ASI tetapi dengan syarat: 1. ASI harus diperah, tidak boleh menyusu langsung, karena apabila menyusui langsung ada saja luka pada puting yang menyebabkan penularan lebih besar. 2. ASI diberikan secara eksklusif, tidak boleh dicampur dengan PASI. Karena PASI menyebabkan perdarahan kecil pada usus bayi dan virus di dalam ASI akan lebih mudah diserap. 3. ASI perah kalau bisa dipasteurisasi, tetapi hal ini tentu sukar untuk dilakukan karena tidak tersedia alat untuk ini. Sebuah penelitian di Afrika Selatan membuktikan bahwa apabila
74
wadah ASI perah dimasukkan kedalam air yang baru saja selesai mendidih (sudah tidak ada gelembung) selama 15 menit, virus AIDS sudah mati. 4. ASI eksklusif dianjurkan selama 3-6 bulan saja kemudian pemberian ASI dihentikan. D. Pemberian ASI dengan Ibu Toksoplasmosis Penyakit ini merupakan penyakit protozoa sistemik yang disebabkan oleh Toxoplasma gondi. Pola transmisinya yaitu transplasenta pada wanita hamil. Jika infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan 20% janin terinfeksi toksoplasma atau kematian janin, sedangkan jika ibu terinfeksi pada trimester ke tiga 65 % janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat berlangsung selama kahamilan. Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara memasak daging sampai matang, menggunakan sarung tangan baik saat memberi makan maupun membersihkan kotoran hewan ternak, dan menjaga agar tempat bermain anak tidak tercemar kotoran hewan ternak. Tidak dilarang memberi ASI Karena transmisi melalui ASI belum ada yang melaporkan (Sarwono, 2014) karena dalam situasi darurat apapun ibu seharusnya tetap mampu memberikan ASI kepada bayi secara eksklusif selama enam bulan. Meskipun demikian, makanan ibu menyusui tetap harus diperhatikan agar memenuhi gizi seimbang sehingga dapat menghasilkan ASI yang cukup bagi bayinya.
SUMBER
:
Prawirohardjo, Sarwono/Editor: Abdul Bari Saifuddin. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Nesa, Ni Nyoman Metriani Nesa, IPG Karyana dan IGN Sanjaya Putra. 2015. Pencegahan Transmisi Vertikal Virus Hepatitis B. Bali. Hanim, Diffah dan Suradi. Resensi Buku Managemen ASI Eksklusif Pada Penderita Tuberkulosis. Surakarta. UNS-Press. Kemenkes RI. 2012. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV Dari Ibu Ke Bayi Edisi 2. Jakarta
75
Borang Hasil Diskusi Collaborative Learning
TA Kelompok
: 2017/2018 :4
Topik : Kesehatan Ibu Masa Menyusui & Permasalahan Hari/Tanggal : Senin, 11 September 2017
Anggota Kelompok No. Nama
NRP
Peran
1
Salsabila Zahra
1610713076
Ketua
2
Khusnul Chotimah
1610713062
Sekretaris
3
Nisvia Febrianti
1610713025
Anggota
4
Nadine Anggita
1610713087
Anggota
Setiap kelompok harus menentukan peran anggotanya sebagai ketua, sekretaris dan anggota.
Lingkup Sub pokok Bahasan
1. 2. 3. 4. 5.
Gizi Ibu Menyusui Cara Menyusui, Memerah & Menyimpan ASI Mitos Menyusui Kontra Indikasi Pemberian ASI Pemberian ASI pada keadaan khusus ( ibu TBC, Hepatitis B, HIV, Toksoplasmosis
Materi bahasan yang harus dipelajari
Oleh
Sumber materi 76
1.
2.
3.
4.
Gizi Ibu Menyusui
Cara Menyusui, Memerah & Menyimpan ASI
Mitos Menyusui & Kontra Indikasi Pemberian ASI
Pemberian ASI pada keadaan khusus ( ibu TBC, Hepatitis B, HIV, Toksoplasmosis
Salsabila Zahra
Khusnul Chotimah
Fikawati, Sandra., Syafiq, Ahmad., dan Karima, Khaula. 2015. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta : Rajawali Pers
2.
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2013/08/Brosur-Makanan-SehatIbu-Menyusui.pdf (diakses pada 9 September 2017 pukul 11.00 WIB)
1.
Dwi Bahagia, A., dan Ema Alasiry. 2015. Buku Panduan Keterampilan Teknik Menyusui. Diambil dari: http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wpcontent/uploads/2015/03/BUKU-PANDUAN-KETERAMPILAN-TEKNIKMENYUSUSI.pdf ( 29 Agustus 2017)
2.
Menyusui dan Bekerja. Diambil dari: http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatinASI.pdf ( 29 Agustus 2017)
1.
Maryunani, Anik. 2012. Insiasi Menyusui Dini, ASI eksklusif dan manajemen Laktasi. Trans Info Media
2.
Jurnal : Widyasari,Novika dkk .2015 “kontraindikasi pemberian asi dan mitos selama hamil dan menyusui” Jakarta
1.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. Jakarta (http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/2066/2/BK2011 -350.pdf )
2.
Saiffudin, Abdul Bari, Trijatmo Rachimhadhi. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
3.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2015. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Diambil dari : http://binfar.depkes.go.id/dat/lama/1309242859_YANFAR.PC%20TB_1.pdf (diakses 8 September 2017)
Nisvia Febrianti
Nadine Anggita
Ketua,
(
1.
Tanda Tangan Fasilitator,
)
(
)
77
TUGAS INDIVIDU PERMATERI KELAS B MATERI 1 Nama :
Salsabila Zahra
NIM
1610713076
:
Kelas :
B
Gizi Ibu Menyusui 1. Pengertian Gizi Ibu Menyusui 1.1
Pengertian Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, trasportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. (Coad Dunstall, 2006) 1.2. Pengertian Menyusui 78
Menyusui merupakan cara alamiah mahkluk mamalia – termasuk manusia – untuk memberikan makanan dan minuman kepada keturunannya pada awal kehidupan. (Kemenkes RI, 2011) 1.3 Pengertian Gizi Ibu Menyusui
Ibu menyusui memerlukan energi dan gizi yang lebih besar dari pada yang tidak menyusui. Energi dan gizi ini digunakan untuk memenuhi produksi ASI dan aktivitas ibu menyusui itu sendiri. Pemenuhan gizi yang baik bagi ibu menyusui akan berpengaruh kepada status gizi ibu menyusui dan juga bagi tumbuh kembang bayinya. Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Bila pemberian ASI berhasil baik, maka berat badan bayi akan meningkat, integritas kulit baik, tonus otot serta kebiasaan makan yang memuaskan. ibu menyusui memerlukan penambahan kalori, dimana tiap 100 cc ASI berkemampuan memasok 67-77 kkal, dari sinilah dapat diperkirakan besarnya energi yang diperlukan untuk memproduksi ASI sehari sebanyak 850 cc (Arisman, 2007). Jadi, pengertian gizi ibu menyusui adalah makanan yang di dalamnya terkandung banyak zat-zat yang bermanfaat bagi bayi seperti vitamin, karbohidrat, lemak, dan mineral yang dibutuhkan bayi. ASI sangat penting bagi bayi untuk pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan kesehatan, dan kegunaan lainnya. 2. Prinsip Gizi Ibu Menyusui
Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Bila pemberian ASI berhasil baik, maka berat badan bayi akan meningkat, integritas kulit baik, serta kebiasaan makan yang memuaskan. Prinsip gizi seimbang bagi ibu menyusui yaitu sama dengan makanan ibu hamil, hanya jumlahnya lebih banyak dan mutu lebih baik. Syarat-syarat bagi ibu menyusui yaitu: a. Susunan makanan harus seimbang b. Dianjurkan untuk minum air 8-12 gelas per hari c. Menghindari makanan yang banyak bumbu, terlalu panas atau dingin, tidak menggunakan alcohol untuk kelancaran percernaan ibu d. Dianjurkan banyak makan sayuran berwarna hijau dan buah-buahan.
3. Status Gizi Ibu Menyusui
79
Status gizi ibu menyusui memegang peranan penting untuk keberhasilan menyusui yang indikatornya diukur dari durasi ASI eksklusif, pertumbuhan bayi, dan status gizi ibu pasca menyusui. Berbagai studi menyebutkan adanya hubungan positif
antara status gizi ibu
dengan performa menyusui dan pertumbuhan bayi. WHO (2002) mengungkapkan bahwa durasi optimal pemberian ASI eksklusif 6 bulan dapat dicapai bila status gizi ibu menyusui baik. Prentice (1994) mengemukakan bahwa status gizi ibu menyusui yang baik akan berkolerasi positif dengan kuantitas ASI. Status gizi ibu menyusui dapat diukur melalui beberapa indicator, di antaranya: 1. IMT Postpartum
IMT postpartum merupakan indikator yang sering kali digunakan untuk menetapkan status gizi ibu dan menggambarkan cadangan energi individu. IMT ibu postpartum merupakan cerminan dari simpanan lemak ibu untuk menyusui. IMT postpartum dihitung dengan membagi BB(kg) saat setelah melahirkan dengan TB ibu dalam satuan meter yang dikuadratkan. 2. Postpartum Weight Retention
Postpartum weight retention atau retensi BB adalah kenaikan BB ibu selama hamil yang tetap tertinggal di tubuh ibu setelah persalinan. Cara mengetahui
postpartum weight
retention adalah dengan menghitung selisih BB ibu saat postpartum dengan BB prahamil ibu. Hal yang mempengaruhi postpartum weight retention adalah kenaikan BB ibu saat hamil. 3. Postpartum Weight Loss
Postpartum Weight Loss atau penurunan BB postpartum adalah jumlah BB yang berkurang selama periode menyusui. Peristiwa ini menunjukkan terjadinya penggunaan lemak ibu untuk proses pembentukan ASI. Sebagian besar ibu akan mengalami penurunan BB selama menyusui. Secara teori BB postpartum ibu selama periode laktasi seharusnya menurun secara bertahap, berkisar antara 0,5-1 kg setiap bulan agar dapat menyediakan ASI dalam jumlah cukup untuk 6 bulan pertama. Penurunan BB paling tinggi terjadi pada 4-6 bulan pertama saat menyusui dan dipengaruhi oleh durasi menyusui dan pola makan ibu saat laktasi. 4. Kebutuhan Gizi Ibu Menyusui
Kebutuhan gizi pada ibu yang sedang menyusui harus dipertimbangkan karena menyangkut gizi anak setelah lahir dan semasa bayi. Selain itu, ibu yang memiliki gizi yang cukup juga dapat membantu pemulihan yang lebih cepat pasca persalinan. Selain itu, 80
produksi ASI juga dapat bertambah. Apabila gizi ibu tidak terpenuhi dengan baik semasa hamil dan menyusui, tentu akan menimbulkan dampak negatif terhadap status gizi ibu serta kesehatan ibu dan anak karena ASI yang akan dihasilkan akan berkualitas rendah. Zat gizi yang dibutuhkan ibu menyusui antara lain: a. Energi
Kebutuhan energi pada masa menyusui jauh lebih besar dibandingkan pada waktu hamil. Pada umumnya, wanita menyusui memerlukan tambahan 500 kalori di atas kebutuhan hariannya. Kebutuhan ini jauh lebih banyak lagi apabila menyusui bayi kembar. Untuk itu dibutuhkan sebesar 700 kkal/hari untuk 6 bulan pertama menyusui. Untuk 6 bulan kedua menyusui, dibutuhkan sekitar rata-rata 500 kkal/hari dan pada tahun kedua dianjurkan tambahan sebanyak 400 kkal/hari. Energi berfungsi sebagai salah satu sumber energi untuk otak. b. Protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu formula. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu formula lebih banyak mengandung protein casein yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Tambahan protein dibutuhkan sebesar 16 g/hari untuk 6 bulan pertama. Pada 6 bulan kedua dibutuhkan protein sekitar 12 g/hari dan untuk tahun kedua dibutuhkan sebesar 11 g/hari. Jadi, protein berguna untuk pertumbuhan dan
perkembangan
sistem
kekebalan
tubuh
dan
untuk
pertumbuhan
otak
serta
menyempurnakan fungsi pencernaan. c. Lemak
Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu formula. Kadar lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang cepat pada masa bayi. Lemak juga berperan sebagai sumber dan cadangan energi, pelarut vitamin A, D, E dan K, dan juga berperan sebagai cadangan energi untuk menghasilkan ASI. Oleh karena itu, kebutuhan lemak ibu menyusui perlu ditingkatkan. AKG 2013 merekomendasikan tambahan asupan lemak menyusui menjadi 11-13 g/hari Terdapat beberapa perbedaan antara profil lemak yang ditemukan dalam ASI dan susu formula. Lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan pada perkembangan otak bayi banyak ditemukan dalam ASI. Di samping itu ASI juga mengandung banyak asam lemak rantai
81
panjang di antaranya asam dokosaheksanoik (DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang berperan terhadap perkembangan jaringan saraf dan retina mata. Jadi, ASI mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang seimbang dibanding susu formula yang lebih banyak mengandung asam lemak jenuh. Konsumsi asam lemak jenuh dalam jumlah yang banyak dan lama tidak baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah. d. Karnitin
Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh. ASI mengandung karnitin yang tinggi terutama pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan di dalam kolostrum kadar karnitin ini lebih tinggi lagi. Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat susu formula. e. Zat besi
Terdapat sebanyak 0,3 mg/hari dikeluarkan dalam bentuk ASI. Oleh karena itu, perlu penambahan zat besi untuk kebutuhan sehari-hari. Rata-rata kebutuhan zat besi untuk 6 bulan pertama menyusui adalah 1,1 mg/hari. Sehingga memerlukan tambahan zat besi sebesar 5 mg/ hari. f.
Kalsium
Diperlukan tambahan dalam jumlah yang cukup besar sekitar 400 mg, karena dalam proses produksi ASI, tubuh juga menjaga konsenterasi kalsium dalam ASI agar tetap dalam kondisi normal walaupun kalsium dalam tubuh cukup atau kurang. Jika kalsium tidak mencukupi, maka kebutuhan kalsium dalam produksi ASI akan diambil dari simpanan kalsium yang ada pada tubuh ibu, termasuk dalam tulang. g. Vitamin
Vitamin B1, B2, dan B3 Menurut rekomendasi AKG 2013, vitamin B1 dibutuhkan sekitar 1,1 mg/hari dan
mengalami penambahan kebutuhan saat menyusui sebesar 0,3 mg/hari. Vitamin B2 mengalami penambahan kebutuhan sebesar 0,4 mg/hari menjadi 1,7 mg/hari. Begitu pula vitamin B3 yang mengalami peningkatan kebutuhan sebesar 3 mg/hari menjadi 15 mg/hari. Ketiga vitamin tersebut ( vitamin B1, B2 dan B3) dibutuhkan untuk menunjang fungsi saraf, pencernaan, serta kesehatan kulit.
Vitamin K
82
Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai faktor pembekuan darah. Vitamin K dibutuhkan untuk mencegah perdarahan agar proses pembekuan darah normal. Kebutuhan vitamin K pada ibu menyusui tidak perlu mengalami penambahan dan sama seperti kebutuhan sebelum hamil sebesar 55 µg/hari.
Vitamin D Vitamin D sangat diperlukan untuk kesehatan gigi dan pertumbuhan tulang. Cara
mendapatkan vitamin D untuk bayi yaitu dengan menjemur bayi pada pagi hari. Sehingga pemberian ASI eksklusif ditambah dengan membiarkan bayi terpapar oleh sinar matahari pagi akan mencegah bayi menderita penyakit tulang karena kekurangan vitamin D.
Vitamin A Selain berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga berfungsi untuk mendukung
pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. ASI mengandung dalam jumlah tinggi tidak saja vitamin A dan tetapi juga bahan bakunya yaitu beta karoten. Hal ini menjadi salah satu yang menerangkan mengapa bayi yang mendapat ASI mempunyai tumbuh kembang dan daya tahan tubuh yang baik.
Vitamin C Vitamin C dibutuhkan saat menyusui diperlukan penambahan sekitar 25 mg/hari menjadi
100 mg/hari untuk pembentukan jaringan ikat, pertumbuhan tulang, gigi dan gusi, daya tahan terhadap infeksi, serta memberikan kekuatan pada pembuluh darah.
Vitamin B6 Vitamin B6 dibutuhkan penambahan sekitar 0,5 mg/hari menjadi 1,7 mg/hari saat
menyusui untuk pembentukan sel darah merah serta kesehatan gigi dan gusi.
Vitamin B12 Kebutuhan vitamin B12 untuk ibu menyusui meningkat sebesar 0,4 µg dari sebelum
hamil sebesar 2,4 µg. Vitamin B12 berkontribusi dalam pembentukan sel darah merah dan kesehatan jaringan saraf. h. Folic Acid (Asam folat)
Berguna untuk mensintesis DNA dan membantu dalam pembelahan sel. i.
Vitamin B12
Berfungsi untuk mendukung sistem saraf dan produksi sel darah merah. j.
Cairan
Ibu menyusui sangat membutuhkan cairan agar dapat menghasilkan air susu dengan cepat. Hampir 90% air susu ibu terdiri dari air. Dianjurkan bagi ibu yang sedang 83
menyusui untuk meminum 8 gelas per hari, atau lebih jika udara panas, banyak
berkeringat, dan demam. k. Zinc (Seng)
Berguna untuk mendukung sistem kekebalan tubuh yang sehat dan penting dalam penyembuhan luka. Tabel Gizi Ibu Menyusui
5.
84
6. 7. 8. Keunggulan ASI dan Manfaat Menyusui Manfaat Menyusui 1. Manfaat ASI bagi bayi
Membantu bayi untuk memulai kehidupan dengan baik
Kolostrum/susu jolong atau susu pertama mengandung antibodi yang kuat untuk mencegah infeksi dan membuat bayi lebih kuat
ASI mudah dicerna oleh bayi
ASI tanpa makanan tambahan merupakan cara terbaik pemberian makan bayi dalam 4-6 bulan pertama kehidupannya
2. Manfaat ASI bagi ibu
Pemberian ASI membantu ibu memulihkan diri dari proses persalinannya
Pemberian ASI selama beberapa hari pertama membuat rahim berkontraksi dengan cepat dan memperlambat perdarahan (isapan pada puting susu merangsang dikeluarkannya oksitosin alami yang akan membantu kontraksi rahim)
Ibu akan cepat pulih atau turun berat badannya ke berat badan sebelum kehamilan
Pemberian ASI adalah cara yang penting bagi ibu untuk mencurahkan kasih sayangnya pada bayi dan membuat bayi merasa nyaman Menurut Dit.Gizi Masyarakat-Depkes RI,2001, Keunggulan dan manfaat menyusui dapat
dilihat dari beberapa aspek yaitu: aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan. 1. Aspek Gizi. Manfaat Kolostrum
1. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare. 85
2. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu kolostrum harus diberikan pada bayi. 3. Kolostrum mengandung protein,vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran. 4. Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan.
Komposisi ASI
1. ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI te rsebut. 2. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak. 3. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan Casein merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi. ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan Whey:Casein adalah 20 : 80, sehingga tidak mudah diserap.
Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI
1. Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata. 2. Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor) yaitu masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 (asam linoleat).
2. Aspek Imunologik A. ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi. 86
Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen E. coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan.
Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.
Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi.
Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibodi
saluran pernafasan, dan Mammary
Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu.
Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan.
3. Aspek Psikologi
Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mampu menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih saying terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.
Interaksi Ibu dan Bayi: Pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.
Pengaruh kontak langsung ibu-bayi : ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam rahim.
4. Aspek Kecerdasan
Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi.
Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point 4.3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8.3 point lebih tinggi pada usia 8.5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.
5. Aspek Neurologis
87
Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.
6. Aspek Ekonomis
Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur 4 bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya.
7. Aspek Penundaan Kehamilan
Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL).
6. Sumber Makanan Bergizi Menyusui merupakan cara alamiah mahkluk mamalia – termasuk manusia – untuk memberikan makanan dan minuman kepada keturunannya pada awal kehidupan. Pada masa menyusui kebutuhan gizi ibu perlu diperhatikan karena ibu tidak hanya harus mencukupi kebutuhan dirinya melainkan harus memproduksi ASI bagi ba yinya (Kemenkes 2011). Makanan yang dianjurkan :
•
Energi: pada enam bulan pertama ditambah 500 Kkal / hari dari kebutuhan sebelum hamil, pada enam bulan kedua ditambah 550 Kkal per hari dari kebutuhan sebelum hamil.
•
Protein10 - 15% dari total energi atau sesuai kecukupan protein ibu sebelum hamil ditambah 17 gram per hari selama menyusui.
•
Lemak 20 - 25% dari total energi sehari.
•
Karbohidrat 50 - 60% per hari dari total energi.
•
Vitamin dan Mineral sesuai AKG.
Makanan dan bahan makanan yang dianjurkan:
•
Sumber zat tenaga ( beras, kentang, bihun, mie, roti, makaroni, krackers, dll).
88
•
Sumber zat pembangun (ayam, ikan, daging, telur, hati, keju, susu, kacang-kacangan, tahu, tempe).
•
Sumber zat pengatur (sayur-sayuran yang berwarna hijau dan buah-buahan yang segar).
Sumber: Kemenkes RI 2011
7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Hamil
Suhu Lingkungan
Pada dasarnya suhu tubuh dipertahankan pada suhu 36,5-37 derajat Celsius untuk mempertahankan metabolisme yang optimum. Dengan adanya perbedaan suhu antara tubuh dan lingkungannya, maka tubuh melepaskan sebagian panasnya yang harus diganti dengan hasil metabolisme tubuh. Maka lebih besar perbedaan suhu berarti lebih besar masukan energi yang diperlukan. (Paath,dkk., 20045 )
Status Ekonomi dan Sosial
Baik status ekonomi maupun sosial sangat mempengaruhi seorang wanita dalam memilih makanannya yang menjadi pengaruh terhadap kualitas ASI ( Paath, 2005 ) Status ekonomi, terlebih jika yang bersangkutan hidup dibawah garis kemiskinan (keluarga prasejahtera), berguna untuk pemastian ibu mampu membeli dan memilih bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. (Arisman, 2009)
Kebiasaan dan Pandangan Wanita terhadap Makanan
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan (Soetjiningsih, 1998). Wanita yang sedang hamil dan telah berkeluarga biasanya lebih memperhatikan akan gizi dari anggota keluarga yang lain. Padahal sebenarnya dirinyalah yang memerlukan perhatian yang serius mengenai penambahan gizi. Ibu harus teratur dalam mengkonsumsi makanan yang bergizi demi pertumbuhan dan perkembangan anak. (Kristiyanasari, 2010)
Usia
Usia diperlukan untuk menentukan besaran kalori serta zat gizi yang akan diberikan. Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam pemberian nutrisi anak (Nursalam, 2001).
Pendidikan
89
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang dari individu, kelompok atau masyarakat. ( Notoadmodjo, 2007) Bagi masyarakat yang berpendidikan tinggi dan cukup tentang nilai gizi lebih banyak menggunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan atau pertimbangan
fisiologi
lebih
menonjol
dibandingkan
dengan
kebutuhan
psikis.
(Paath,dkk.,2005 )
7. Dampak Kekurangan Zat Gizi Saat Menyusui Kekurangan zat gizi pada ibu menyusui menimbulkan gangguan kesehatan pada ibu dan bayinya. Gangguan pada bayi meliputi proses tumbuh kembang anak, bayi mudah sakit karena sistem imun tubuhnya yang lemah, mudah terkena infeksi, dan kekurangan zat-zat esensial yang dapat menimbulkan berbagai masalah gizi. Masalah gizi yang sering dialami oleh ibu menyusui diantaranya: 1. Anemia Gizi Penyebab utama anemia gizi adalah kekurangan zat besi (Fe) dan asam folat yang seharusnya tidak terjadi apabila makanan sehari-hari beraneka ragam dan memenuhi gizi seimbang. Asupan folat cukup penting untuk melindungi kesehatan ibu dan bayi. Hal ini juga terlibat dalam pembentukan hemoglobin dalam sel darah merah. Seorang wanita membutuhkan asam folat dengan jumlah 280 mikrogram per hari. 2. Kekurangan Vitamin A Pada ibu menyusui, vitamin A berperan penting untuk memelihara kesehatan ibu selama masa menyusui. Pada bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi sangat bergantung pada vitamin A yang terdapat dalam ASI. Oleh sebab itu, sangatlah penting bahwa ASI mengandung cukup banyak vitamin A. Anak-anak yang sama sekali tidak mendapatkan ASI akan berisiko lebih tinggi terkena Xeropthalmia. 3. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) Yodium merupakan nutrisi penting untuk memastikan perkembangan normal dari otak dan sistem saraf pada bayi. Gangguan akibat kekurangan yodium mengakibatkan terjadinya gondok atau pembengkakan kelenjar tiroid di leher dan kretinisme. Pada ibu
90
menyusui, kekurangan yodium dapat mengakibatkan pengaruh negatif yaitu dapat menghasilkan IQ lebih rendah pada anak. 4. Kekurangan Energi Protein (KEP) KEP adalah penyakit gizi akibat defisiensi energi dalam jangka waktu yang cukup lama. Prevalensi tinggi terjadi pada balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Pada kondisi ringan menyebabkan pertumbuhan kurang. Sedangkan pada kondisi berat akan menyebabkan penyakit khwasihorkor, marasmus, dan marasmus-khwashiorkor. SUMBER
:
1. http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2013/08/Brosur-Makanan-Sehat-IbuMenyusui.pdf (diakses pada 9 September 2017 pukul 11.00 WIB) 2. http://gizi.fk.ub.ac.id/gizi-seimbang-ibu-menyusui/ (diakses pada 10 September 2017 pukul 13.30 WIB) 3. http://gizi.depkes.go.id/download/Pedoman%20Gizi/PGS%20Ok.pdf
(diakses
pada
10
September 2017 pukul 18.00 WIB) 4. Fikawati, Sandra., Syafiq, Ahmad., dan Karima, Khaula. 2015. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta : Rajawali Pers
91
MATERI 2 Nama ; Khusnul Chotimah NIM
: 1610713062
Kelas : B CARA MENYUSUI, CARA MEMERAH DAN CARA PENYIMPANAN ASI Definisi Menyusui
Adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar (Suradi dan Hesti, 2004, p.1) Menurut Sutter Health (2000), menyusui adalah keterampilan yang dipelajarai ibu dan bayi, dimana keduanya membutuhkan waktu dan kesabaran untuk pemenuhan nutrisi pada bayi selama enam bulan. Sedangkan menurut Menurut Saleha (2009) proses menyusui yang benar adalah bayi akan mendapatkan perkembangan jasmani, emosi maupun spiritual yang baik dalam kehidupannya. Jadi, yang dimaksud menyusui adalah proses pemberian ASI kepada bayi dengan posisi yang benar, dimana bayi dapat memenuhi nutrisinya dan mendapatkan satu hubungan ikatan batin yang kuat dengan ibunya. 1 Mekanisme Menyusui
Teknik menyusui yang tidak benar dapat mengakibatkan putting susu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu (Wulandari, dan handayani, 2011) Dengan itu bayi yang baru lahir yang cukup bulan dan sehat memiliki 3 (tiga) refleks instrinsik yang diperlukan untuk keberhasilan menyusui, yaitu : (Saleha, 2009) 1. Refleks Mencari (Rooting Refleks)
92
Payudara ibu yang menempel pada pipi atau daerah sekeliling mulut merupakan rangsangan yang menimbulkan refleks mencari pada bayi. Ini menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu yang menempel tadi diikuti dengan membuka mulut dan kemudian puting susu ditariuk masuk ke dalam mulut. 2. Refleks Menghisap Saat bayi mengisi mulutnya dengan puting susu atau pengganti puting susu sampai ke langit keras dan punggung loidah. Rekleks ini melibatkan rahang, lidah, dan pipi. 3. Refleks Menelan Gerakan pipi dan gusi dalam menekan areola, sehingga refleks ini merangsang pembentukan rahang bayi.
2. Posisi Menyusui A. Posisi untuk Ibu
Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyusui yang tergolong biasa dilakukan, yaitu : 1. Berbaring Miring Ini merupakan posisi yang amat baik dalam pemberian ASI yang pertama kali atau bila ibu merasa lelah dan letih.
Gambar 1.1 Posisi Menyusui Berbaring 2. Duduk Penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu dalam posisi tegak lurus (900) terhadap pangkuannya. Dapat dilakukan dengan duduk bersila ditempat tidur atau dilantai atau dengan kursi. Adapun posisi menyusui yang berkaitan dengan situasi tertentu, yaitu : 1. Football Position Menyusui bayi kembar yang dilakukan dengan memegang bola diman kedua bayi disusui bersama kanan dan kiri.
93
Gambar 1.2 Posisi Menyusi Duduk 2. Tengkurap Pada ASI yang memancar (penuh) bayi ditengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, dengan posisi ini bayi tidak akan tersedak. B. Posisi untuk Bayi
Ada beberapa cara yang harus dilakukan untuk menahan posisi bayi saat menyusui. Berikut adalah cara yang harus diperhatikan: 1. Kedua tangan bayi berada di posisi yang berbeda. Satu tangan berada di belakang badan sang ibu, dan tangan lain diletakkan di depan. 2. Posisi bayi harus berada dekat dengan sang ibu. 3. Pastikan kepala bayi menghadap ke payudara ibu, bukan hanya membelokkan. Begitu pun dengan perut bayi yang harus menempel badan ibu. 4. Bayi harus berhadapan langsung dengan payudara dengan keadaan kepala, bahu, lengan, dan badan dalam posisi yang lurus. 5. Posisi hidung dan bibir atas bayi harus tepat berlawanan atau berhadapan dengan puting susu ibu. 6. Bayi harus berada dalam keadaan yang dapat menjangkau payudara ibu, jangan membiarkan bayi sampai harus berputar atau terlalu jauh untuk menjangkaunya. 7. Pastikan untuk selalu membenarkan posisi bayi mendekati payudara, bukan sebaliknya payudara yang mendekati bayi.
3. Langkah-langkah Menyusui yang Benar
1. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian diokeskan pada puting dan di sekitar kalang payudara. Cara ini mempunyai manfat untuk desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu. 2. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara.
94
Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah (agar kaki ibu tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu(kepala tidak boleh menengadah, dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan. Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu, dan yang satu didepan. Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap payudara. Telingan dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. Ibu emnatap bayi dengan kasih sayang. 3. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari yang lain menopangdi bawah, jangan menekan puting susu atau kalang payudaranya saja. (Soetjiningsih, 1997) 4. Cara Memerah ASI 1) Pengeluaran ASI dengan tangan.
Digunakan karena tidak banyak menggunakan sarana dan lebih mudah. 1. Tangan dicuci sampai bersih. 2. Saipkan cangkir tertutup yang telah dicuci dengan mendidih. 3. Payudara dikompres dengan kain handuk yang hangat dan dimasage dengan kedua telapak tangan dari pangkal le arah kalang payudara, ulangi pemijitan ini pada payudara secara merata. 4. Dengan ibu jari disekitar kalang payudar bagian atas dan jari telunjuk pada sisi yang lain, lalu dawrah kalang payudara di tekan ke arah dada. 5. Daerah
kalang
payudara
diperas
dengan
ibu
jari
dan
jari
telunjuk,
jangan
memijat/menekan puting, dapat menyebankan lece/luka. 6. Ulangi tekan-peras-lepas-tekan-peras-lepas, pada mulanya ASI tidak akan keluar tapi setelah diulang beberapa kali maka ASI akan keluar.
2) Pengeluaran dengan Pompa
Bila payudara bengkak/ terbendung dan puting susu teras nyeri, maka akan lebih baik bila di pompa. f. Tekan bola karet untuk mengeluarkan udara. g. Ujung leher tabung diletakkan payudara dengan puting susu tepat ditengah, dan tabung benar-benar melekat pda kulit. 95
h. Bola karet dilepas, sehingga puting susu dan kalang payudara tertarik ke dalam. i. Tekan dan lepas beberapa kali, sehingga ASI akan keluar dan terkunpul pada lekukan penampung pada sisi tabung. j. Setelah selesai dipakai atau akan dipakai, maka alat harus dicuci bersih dengan menggunakan air mendidih.
Cara Penyimpanan ASI
1. Tempat penyimpanan ASI perah disarankan menggunakan botol kaca, karena lemak-lemak dalam ASI tidak akan banyak menempel. 2. Bila ASI perah disimpan dalam botol kaca, hendaknya botol jangan diisi terlalu penuh, hal ini bisa menyebabkan botol pecah saat disimpan didalam freezer. 3. Pastikan botol yang akan digunakan untuk menyimpan ASI perah sudah dicuci dengan bersih dengan sabun dan sebelum digunakan bilas dengan air panas. 4. Simpan ASI perah ke dalam botol steril dan tutup dengan rapat, dan jangan sampai ada celah yang terbuka. 5. Botol diberi label berupa jam, dan tanggal pemerahan. 6. Asi perah harus disimpan dalam lemari pendingin. Pisahkan ASI dengan bahan makanan lain yang tersimpan di lemari pendingin. 7. Jika tidak memiliki lemari pendingin, maka ASI perah bisa disimpan dalam termos dengan es batu.
Langkah-langkah penyajian ASI perah
a. Sehari sebelumnya ASI perah beku yang tersimpan di freezer di turunkan ke lemari pendingin. Tujuannya agar pelelehan ASI beku mencari secara bertahap. b. ASI dikeluarkan dari lemari es secara berurutan dari jam perah paling awal atau FIFO (First in First Out). c. Mengambil ASI sesuai kebutuhan, yang kira-kira langsung bisa dihabiskan. d. ASI perah dihangatkan dengan cara merendam botol berisi ASI dalam wadah yang berisi air putih yang hangat. e. ASI tidak dihangatkan dengan air mendidih atau direbus karena akan merusak kandungan gizi. f. Jika ASI perah sudah mencair, ASI harus dikocok perlahan (memutar searah jarum jam) agar cairan di atas bercampur dengan cairan bawah. Cairan atas biasanya terlihat agak kenal, dikarenakan kandungan lemak yang lebih banyak. Bukan berarti ASI perah tersebut sudah basi. 96
g. Sebaiknya tidak menyimpan atau membekukan ulang sisa susu yang tidak dihabiskan bayi agar bayi terhindar dari risiko diare (Depkes, 2015)
SUMBER
:
1. Kristiyansari, Weni. 2009. ASI, Menyusui & Sadari. Yogyakarta: Nuha Medika 2. Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Jakarta: Ssalemba Medika 3. Soetjiningsih. 1997. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC 4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31540/Chapter%20II.pdf;jsessionid=2 1E1CF5A9C92818F34008DBCCD2BD8ED?sequence=4 5. http://www.njo.nl/blobs/hiv_hef/34610/2014/7/cara_memerah_asi_dengan_tangan.pdf (29 Agustus 2017)
MATERI 3 DAN 4 Nama
:Nisvia Febrianti
NIM
:1610713025
Kelas
:B
MITOS DAN KONTRAINDIKASI MITOS MENYUSUI
Mitos adalah kepercayaan yang terdapat di dalam masyarakat. Menurut Heri Susanto 97
(dalam Dang, 2000:16) , mitos merupakan hasil pemikiran intelektual dan bukan hasil logika;
ia merupakan orientasi spiritual. Rolland Barthes (2003:122) menjelaskan bahwa mitos termasuk dalam system komunikasi. Menyusui adalah proses memberikan ASI pada bayi. Pemberian ASI berarti menumbuhkan kasih sayang antara ibu dan bayinya yang akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang dan kecerdasan anak dikemudian hari. ASI diberikan setelah lahir biasanya 30 menit setelah lahir. ASI diberikan kepada bayi paling tidak sampai usia 24 bulan. Kolostrum merupakan salah satu kandungan ASI yang sangat penting yang keluar 4 -6 hari pertama. Kolostrum berupa cairan yang agak kental dan kasar serta berwarna kekuning-kuningan terdiri dari banyak mineral (natrium, kalium, dan klorida) vitamin A, serta zat-zat anti infeksi penyakit diare, pertusis, difteri, dan tetanus. Sampai bayi berumur 6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa tambahan bahan makanan dan minuman lain. Jadi dapat disimpulkan, Mitos menyusui adalah suatu kepercayaan yang berkembang di masyarakat tentang berbagai hal mengemai menyusui dari zaman dahulu nya yang dianggap benar oleh masyarakat walaupun belum teruji kebenarannya menurut ilmu sains dan kesehatan. Akan tetapi banyak mitos tentang menyusui yang sering menjadi kendala bagi ibu yang sedang dalam masa menyusui bayinya. Adapun beberapa contoh mitos yang berkembang di kalangan masyarakat terkait menyusui (Kristin setyawati,2012) dan (Raharjo, Bambang budi.2015) adalah sebagai berikut :
1. Menyusui dapat membuat Payudara Kendur
Faktanya payudara kendur disebabkan oleh bertambahnya Usia dan kehamilan. Pada usia yang semakin tua, Organ tubuh juga akan mengalami banyak perubahan drastis. misalnya saja rambut yang semakin memutih, mulai timbul kerutan dan fisik semakin melemah. Begitu juga dengan payudara juga akan kendur seiring bertamahnya usia. sedangkan pada saat kehamilan, payudara berkembang pesat seiring bertambahnya usia kehamilan. Saat ukurannya bertambah, beratnya pun ikut bertambah sehingga payudara akan tertarik kebawah lebih keras dari biasanya. Inilah yang membuat payudara kendur dan turun. 2. Asi pertama (bewarna kekuninangan) tidak baik bagi bayi 98
Faktanya Asi pertama yang bewarna kekuningan (Kolustrum) tersebut banyak mengandung antibodi penghambat pertumbuhan virus dan bakteri, protein, vitamin A dan mineral sehingga sangat penting untuk segera diberikan pada si Kecil ketika ia lahir. (Kalangi, Nico S 1994: 17). 3. Hingga usia 6 bulan ASI saja tidak cukup bagi bayi
Faktanya Kandungan ASI sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi selama proses tumbuh kembangnya. Pemberian nutrisi selain ASI di usia 0-6 bulan dikhawatirkan justru tak sesuai dengan kebutuhan. Akibatnya, bayi bisa mengalami kegemukan yang akan mengganggu aktivitas belajarnya. 4. Susu Formula sama baiknya dengan ASI bahkan dapat membuat bayi jadi lebih sehat
Faktanya tidak ada cairan lain apapun yang dapat menggantikan ASI dan jika sampai usia 6 bulan, bayi hanya diberikan ASI ekslusif bayi akan tumbuh lebih sehat. 5. Setelah melahirkan, ibu perlu dijahit sehingga bayi perlu segera dipisahkan dari ibunya
Faktanya Sementara dijahit si Ibu tetap dapat melaksanakan IMD (Inisiasi Menyusui Dini). IMD adalah proses memberikan kesempatan bayi yang baru lahir untuk menyusu sendiri kepada ibunya dalam 1 jam pertama setelah bayi lahir. Sementara manfaat IMD (Inisiasi Menyusu Dini) sendiri sangat berguna secara fisiologis maupun psikologis, baik untuk bayi maupun ibu. Untuk ibu, sentuhan dan hisapan payudara ibu bisa membantu mengeluarkan plasenta dan mencegah terjadinya perdarahan. Sementara untuk bayi, selain memberikan rasa nyaman dan hangat, juga bermanfaat untuk memberikan antibodi tubuh sehingga dapat menekan tingkat kematian bayi 6. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk menyusui
Faktanya Kecuali dalam situasi darurat ibu yang baru melahirkan mampu menyusui bayinya segera. Memeluk dan menyusui bayi adalah penghilang rasa sakit dan lelah ibu. 7. Ibu yang banyak minum susu akan menghasilkan banyak ASI
Faktanya banyaknya ASI yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh makanan atau minuman yang dikonsumsi ibu. Makin sering ibu menyusui maka semakin banyak ASI yang dihasilkan 8. Jika ukuran payudara kecil, maka tidak dapat menghasilkan banyak ASI
Faktanya Payudara kecil dan besar sama-sama dapat menghasilkan banyak susu. Namun memang, payudara yang berukuran besar akan lebih banyak menyimpan ASI dibandingkan yang kecil. Sehingga tak heran ibu dengan payudara besar akan memiliki 99
waktu jeda lebih panjang. Ibu dengan payudara kecil biasanya memiliki waktu jeda yang lebih pendek. Meraka akan dengan mudah merasa “penuh” pada payudaranya. Tak hanya itu, mereka juga membutuhkan tekanan dalam mengeluarkan ASI saat akan menyusui. Hanya sebatas itulah pengaruh ukuran payudara terhadap ASI. Jadi bagi Anda yang memiliki payudara kecil tidak perlu merasa khawatir, produksi ASI dipengaruhi oleh hormon seperti prolaktin serta oksitosin. ASI akan mulai diproduksi setelah Anda melahirkan dengan menurunnya hormon kehamilan yang menurun. Umumnya hormon prolaktin membuat produksi ASI di malam hari lebih banyak. Sedangkan hormon oksitosin ada dengan rangsangan pada puting ibu. Hormon ini pula yang memberikan rasa tenang dan cinta ibu ke anak. (dr. Ambarsari Kusuma Ningtyas. 2016). 9. Jika ibu sakit, bayi akan tertular melalui ASI Faktanya ketika sakita, tubuh ibu membuat zat kekebalan tubuh yang juga disalurkan
kepada bayi melalui ASI sehingga bayi tidak akan sakit 10. Pemberian air kepada bayi baru lahir hingga usia 6 bulan tidak akan merugikan.
Faktanya pemberian air kepada bayi baru lahir hingga usia 6 bulan hanya akan memenuhi perut bayi sehingga mengurangi ruang untuk ASI yang sangat dibutuhkan bayi 11. Bayi baru lahir perlu diberikan air teh agar memiliki tenaga
Faktanya pemberian air teh kepada bayi baru lahir hingga usia 6 bulan hanya akan memenuhi perut bayi sehingga mengurangi ruang untuk ASI yang sangat dibutuhkan bayi
12. Bayi harus dibungkus dan dihangatkan dibawah lampu selama dua jam setelah lahir faktanya bayi bukan anak ayam. Kehangatan terbaik bagi bayi diperoleh melalui
kontak kulit bayi ke kulit ibu, karena kehangatan tubuh ibu dapat menyesuaikan dengan kebutuhan bayi. Kontak kulit bayi ke kulit ibu membuat ASI semakin cepat keluar KONTRA INDIKASI PEMBERIAN ASI
Peraturan Pemerintah Indonesia NO 33 tahun 2012 menyatakan ppemberian ASI eksklusif adalah wajib, kecuali dalam 3 kondisi, yaitu :
Ibu tidak ada
Indikasi medis
Ibu dan bayi terpisah
100
Berikut beberapa kondisi yang membuat ibu tidak diperbolehkan secara mutlak memberikan ASI : A. Bayi 4. Bayi penderita galaktosemia
Galaktosemia adalah keadaan bayi tidak mampu mencerna suatu jenis gula, yang disebut “galaktosa”, dari makanan. Galaktosa berasal dari laktosa yang umumnya terdapat dalam ASI, susu formula, susu sapi, dan produk olahan susu, di antaranya keju, yogurt, dsb. Penderita galaktosemia tidak mampu mengubah galaktosa menjadi glukosa, yang merupakan sumber energi, karena tidak memiliki enzim yang disebut GALT. Karena tidak dapat dicerna, galaktosa akan tertimbun dalam darah.Galaktosemia diturunkan dari orang tua ke anaknya. Namun, beberapa orang tua dari bayi penderita galaktosemia tidak menderita galaktosemia, karena orang tua tersebut memiliki sifat “pembawa” galaktosemia yang dapat diturunkan. Jika kedua orang tua memiliki sifat “pembawa” galaktosemia, maka si Kecil berisiko menderita galkatosemia. Bayi dengan kondisi ini secara cepat menderita galaktosemia jika disusui baik dengan ASI atau susu formula sapi. Metabolik yang terbentuk dan berbahaya adalah galaktosa-1fosfat.Galaktosemia biasanya pertama kali terdeteksi melalui pemeriksaan bayi baru lahir. Anak dengan galaktosemia bisa mengalami efek ireversibel atau bahkan mati dalam beberapa hari setelah lahir, hal ini menjadi penting untuk tidak menunda melakukan pemeriksaan gangguan metabolisme pada bayi baru lahir. Galaktosemia dapat dideteksi melalui Neonatal Birth Screening sebelum konsumsi galaktosa pada susu formula atau ASI. Perlu dibuat skrining bayi secara rutin untuk deteksi dini galaktosemia.Bayi dengan galaktosemia memiliki gejala lesu, diare, muntah, dan ikterik.Individu dengan intoleransi dikarenakan kekuranganenzim lactase, dan pasien sering mengalami sakit perut setelah menelan produk susu, tetapi tidak ada efek jangka panjang. Sebaliknya, individu dengan galactosemia dapat mengalami kerusakan permanen pada tubuh mereka. Komplikasi jangka panjang dari galaktosemia meliputi: defisit dalam kemampuan bicara, dismetri ataksia, hilangnya kepadatantulang,ovarium prematur,dan katarak. 5. Bayi penderita maple syrup urine
Maple syrup urine disease ( MSUD) atau penyakit urine sirup mapel adalah salah satu penyakit genetik (keturunan) dan sangat serius. Penyakit yang sangat jarang terjadi ini membuat tubuh tidak dapat memproses asam amino leusin, isoleusin dan valine sehingga 101
menyebabkan penumpukan substansi yang berbahaya di dalam urine dan darah. dengan ciriciri : i.
Urine dan keringat beraroma manis
j.
Berat badan di bawah normal
k. Tidak mau menyusu l.
Muntah
m. Rewel n. Sering terlihat lemas o. Sesak napas p. Pola tidur yang tidak normal Bayi yang menderita penyakit ini tidak boleh disusui atau diberi ASI eksklusif dan memerlukan formula khusus tanpa leusin, isoleusin dan valine. 6. Bayi penderita fenilketonuria
Fenilketonuria adalah kelainan genetika langka yang muncul sejak lahir. Kondisi ini akan menyebabkan tubuh tidak bisa melerai fenilalanin. Fenilalanin merupakan asam amino yang sangat dibutuhkan tubuh untuk membantu pembentukan protein.Jika tubuh tidak bisa memproses fenilalanin, substansi tersebut akan menumpuk dalam darah dan otak.
Kadar fenilalanin yang tinggi dan tidak ditangani berpotensi memicu komplikasi yang serius: d. Kerusakan permanen pada otak. e. Gangguan saraf, seperti tremor atau kejang. f.
Ukuran kepala kecil sehingga terlihat tidak wajar. Keaadan tersebut memerlukan formula tanpa fenilalanin. Dengan diagnosis dini,
disamping pemberian susu khusus dianjurkan untuk diberikan bersela ng-seling dengan ASI karena kadar fenilalanin ASI rendah dan agar manfaat lainn ya tetap diperoleh asalkan disertai pemantauan ketat kadar fenilalanin dalam darah. B. Ibu 1. Ibu penderita HIV / AIDS
102
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan, tepatnya sel darah putih, yang kemudian menyebabkan kekebalan tubuh menjadi lemah dan menurun. jika ibu memiliki HIV positif, memberikan ASI pada bayi dikhawatirkan dapat menularkan bayi. ASI dapat mengandung virus HIV yang ada di ibu yang kemudian ditularkan ke bayi. Setidaknya risiko anak tertular melalui pemberian ASI dari ibu yang positif HIV ke bayi, yaitu sebesar 15-45%. UNICEF menyatakan bahwa pada tahun 2001 sebanyak 800 ribu anak mengalami HIV akibat tertular dari ibunya yang posiif HIV. Menurut rekomendasi WHO.2009 untuk para ibu yang mengidap HIV : d. Ibu tidak diperbolehkan menyusui sama sekali jika susu formula dapt diterima bayi, dapat dilaksanakan, mampu dibeli , berkelanjutan dan aman e. Jika ibu dan bayi mendapatkan obat ARV (anti retroviral) maka dapat dianjurkan untuk memberikan asi hingga bai umur 1tahun bersama dengan pemberian makanan pendamping asi yang aman f.
Bila ibu dan bayi tidak mendapat obat ARV, recomendasi WHO 1996 berlaku, aitu pemberian ASI eksklusif yang harus diperah dan dihangatkan sampai usia 6 bulan dilanjutkan dengan susu formula dan makanan pendamping ASI yang aman
2. Ibu penderita HTLV (Human T-lymphotropic vyrus) tipe 1 & 2
HTLV adalah virus yang dapat menyebabkan darah atau saraf penyakit. Virus ini juga menular melalui ASI. Virus tersebut dihubungkan dengan beberapa keganasan dan gangguan neurologis setelah bayi dewasa. Bila ibu terbukti positif, dan syarat AFASS dipenuhi, tidak dianjurkan memberi ASI. 3. Ibu penderita CMV (Citomegalovirus)
Cytomegalovirus atau yang lebih dikenal dengan CMV adalah salah satu bentuk virus yang menyerupai virus herpes. Pada penderita yang terinfeksi oleh Cytomegalovirus maka gejalanya menyerupai flu bahkan beberapa mengalami tanpa gejala. Pemeriksaan darah merupakan solusi yang tepat untuk mengetahui tubuh ter infeksi Cytomegalovirus. Infeksi Cytomegalovirus dapat menyebar melalui cairan tubuh penderita,melalui darah, sperma, air liur, urin dan juga air susu ibu. Kondisi penderita yang terserang infeksi Cytomegalovirus akan berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena sistem kekebalan yang berbeda. Bila ibu terbukti positif dan bayi lahir prematur maka bayi tidak boleh diberi ASI. 103
4. Ibu penderita penyakit jantung koroner
Penyakit jantung adalah sebuah kondisi yang menyebabkan Jantung tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Macam Penyakit Jantung diantaranya: Aterosklerosis, Infark Miokard Akut, Kardiomiopati , Arritmia, Gagal Jantung Kongestif, Fibrilasi Atrial, Inflamasi Jantung, Penyakit Jantung Rematik, Kelainan Katup Jantung. Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan a.
Kelas I
3. Tanpa pembatasan kegiatan fisik 4. Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa Jadi, Kelas I adalah mereka yang masih bisa melakukan berbagai kegiatan tanpa gangguan. b.
Kelas II
4. Sedikit pembatasan kegiatan fisik 5. Saat istirahat tidak ada keluhan 6. Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti: kelelahan, jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau angina pectoris Jadi, Kelas II adalah mereka penderita dengan pembatasan gerak fisik. Artinya saat beristirahat mereka tidak merasakan keluhan, tetapi dengan kegiatan fisik biasa seperti melakukan tugas rumah tangga mereka mudah merasa lelah dan jantung berdebar. c.
Kelas III
4. Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik 5. Saat istirahat tidak ada keluhan 6. Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala insufisiensi jantung Jadi, Kelas III bila hanya dengan berkegiatan ringan saja bisa membuat si penderita merasa terganggu misalnya sesak nafas. d.
Kelas IV
Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun Jadi, Kelas IV adalah penderita yang sama sekali tak mampu melakukan aktivitas fisik
apapun tanpa keluhan. Penyakit jantungnya termasuk berat. Pengaruh mekanisme menyusui yang membuat kontraksi dan membuat kerja jantung menjadi lebih keras sehingga pada ibu yang menderita penyakit jantung boleh tidaknya menyusui tergantung pada ibu yang menderita penyakit jantung termasuk dalam klasifikasi yang mana (kelas I, II, III, atau IV)
104
Proses menyusui diperbolehkan pada wanita dengan penyakit jantung kelas I dan II, yang sanggup melakukan kerja fisik tetapi pada ibu yang menderita penyakit jantung kelas II dan IV tidak diperbolehkan untuk menyusui anaknya karena bisa menimbulkan gagal jantung pada ibu.
SUMBER :
Maryunani, Anik. 2012. Insiasi Menyusui Dini, ASI eksklusif dan manajemen Laktasi. Trans Info Media Jurnal : Seyawati, kristin. 2012 “hubungan pengetahuan ibu menyusui tentang asi
eksklusif dengan pemberian asi eksklusif di desa tajuk kecamatan getasan kabupaten semarang” mahasiswi Universitas Kristen Satya Wacana
Peraturan Pemerintah Indonesia No 33 tahun 2012 tentang Pemberian Asi Eksklusif Jurnal : Widyasari,Novika dkk .2015 “kontraindikasi pemberian asi dan mit os selama hamil dan menyusui” Jakarta
105
MATERI 5 Nama :
Nadine Anggita Karina
NIM
1610713087
:
Kelas :
B
PEMBERIAN ASI PADA KEADAAN KHUSUS (IBU TBC, HEPATITIS B, HIV/AIDS DAN TOKSOPLASMOSIS)
Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena timbulnya beberapa masalah, baik masalah pada ibu maupun pada bayi. Masalah dari ibu yang timbul selama menyusui dapat dimulai sejak sebelum persalinan (periode antenatal), pada masa pasca persalinan dini, dan pasca masa persalinan lanjut. Masalah menyusui dapat pula diakibatkan karena keadaan khusus pada ibu, seperti Tuberkulosis (TBC), Hepatitis B, HIV/AIDS dan Toksoplasmosis yang dialami sang ibu. A. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Sumber penularan penyakit ini adalah penderita TBC positif pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
106
Dalam panduan menyusui yang dikeluarkan World Health Organization (WHO), TBC tidak termasuk dalam penghalang ibu untuk menyusui. Ibu tetap dianjurkan memberikan ASI eksklusif dengan catatan Ibu mendapatkan pengobatan untuk TBC nya. Ibu dengan TBC tidak perlu khawatir pada kualitas ASI yang dihasilkan. Sebab, konsentrasi obat TBC yang masuk ke dalam ASI sangat sedikit sehingga tidak menimbulkan efek bahaya pada bayi. Seorang ibu menyusui yang menderita TBC harus mendapat paduan pengobatan secara adekuat. Semua jenis OAT (Obat Anti Tuberkulosis) aman untuk ibu menyusui. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TBC kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus menyusui. Pengobatan pencegahan dengan INH ( Isonicotinylhydrazine) atau disebut juga isoniazid dapat diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya selama 6 bulan. BCG diberikan setelah pengobatan pencegahan. (Sumber : Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2015. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.) Jadi, meskipun risiko adanya infeksi memang tetap ada, ibu penderita TBC tetap diperbolehkan menyusui anaknya. Tetapi, ibu perlu diobati secara adekuat dan diajarkan pencegahan penularan pada bayi seperti menggunakan masker. Dengan pengobatan teratur pada ibu dan bayi, maka kemampuan menginfeksi bakteri TBC bisa ditekan. Hasilnya pemberian ASI tidak terganggu dengan ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar. B. Hepatitis B
Deteksi adanya antigen yang berhubungan dengan kejadian hepatitis serum (Hepatitis B) dilaporkan pertama kali pada tahun 1968. Berdasarkan penemuan HB Ag ini dapat diketahui adanya transmisi hepatitis ke janin pada seorang ibu hamil dengan HB Ag (+). Penularan perinatal ini akan menyangkut kehidupan janin/bayi tersebut selanjutnya. Penularan kepada anak yang terjadi saat lahir dan setelah lahir adalah melalui pencernaan yang menelan darah dari perlukaan jalan lahir, ASI maupun alat suntik yang terkontaminasi. Seorang ibu yang telah pasti yang terpapar virus Hepatitis B har us diberikan imunisasi HBIG ( Hepatitis B Immune Glogulin) dengan dosis 0.06 ml/kg berat badan IM dosis tunggal dalam jangka waktu 14 hari setelah terpapar, kemudian dilanjutkan dengan serial vaksin HB. Untuk wanita yang diketahui mempunyai risiko untuk menjadi terpapar HB Ag dianjurkan untuk dilakukan vaksinasi HB dalam waktu 6 bulan terpapar. Pada ibu hamil sebaiknya juga dilakukan vaksinasi untuk mencegah infeksi hepatitis.
107
Bayi yang lahir dengan HB Ag (+) harus mendapat HBIG 0.5ml IM dosis tunggal dalam 12 jam setelah lahir. Vaksinasi HB diberikan secara serial IM dimulai dalam waktu 7 hari setelah lahir, pada usia 1 bulan dan 6 bulan. Virus Hepatitis terdapat dalam ASI. Namun, menyusui tetap diperbolehkan bila telah dilakukan imunisasi. Dalam hal ini, perlu diingat bahwa menghindari ASI bukan berarti bayi terlepas dari kemungkinan tertular hepatitis, karena cara penularan lainnya masih mungkin mengancam. (Sumber : Saiffudin, Abdul Bari, Trijatmo Rachimhadhi. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo) Jadi, tidak ada larangan pemberian ASI eksklusif pada bayi dengan ibu yang terinfeksi hepatitis terutama bila bayi telah divaksinasi dan diberi HBIG setelah lahir.
C. HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan penyakit AIDS yang termasuk kelompok retrovirus. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV, yang merupakan kumpulan gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV berjalan sangat progresif merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga penderita tidak dapat menahan serangan infeksi jamur, bakteri atau virus. Human immunodeficiency virus (HIV) dapat masuk ke tubuh melalui tiga cara, yaitu melalui (1) hubungan seksual, (2) penggunaan jarum yang tidak steril atau terkontaminasi HIV, dan (3) penularan HIV dari ibu ke anak termasuk saat men yusui. Risiko penularan HIV dari ibu ke bayi melalui menyusui cukup tinggi yaitu 10-15%. Oleh karena itu, bagi ibu HIV positif dianjurkan untuk tidak menyusui bayinya dan menggantikannya dengan susu formula. Namun, di banyak negara berkembang hal tersebut ternyata sulit dijalankan karena keterbatasan dana untuk membeli susu formula, sulit untuk mendapatkan air bersih dan botol susu yang bersih. Menyikapi kondisi tersebut, panduan WHO yang baru menyebutkan bahwa bayi dari ibu HIV positif boleh diberikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan dapat diperpanjang hingga 12 bulan dengan risiko penularan terhadap bayi akan bertambah sejalan dengan diperpanjangnya masa menyusui. Eksklusif artinya hanya diberikan ASI saja, tidak boleh dicampur dengan apapun. Bila ibu tidak dapat melanjutkan pemberian ASI eksklusif, maka ASI harus dihentikan dan digantikan dengan susu formula untuk menghindari mixed feeding .
108
Susu formula dapat diberikan hanya bila memenuhi persyaratan AFASS, yaitu Acceptable, Feasible, Affordable, Sustainable, dan Safe.
Acceptable (mudah diterima) berarti tidak ada hambatan sosial budaya bagi ibu untuk memberikan susu formula untuk bayi;
Feasible (mudah dilakukan) berarti ibu dan keluarga punya waktu, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai untuk menyiapkan dan memberikan susu formula kepada bayi;
Affordable (terjangkau) berarti ibu dan keluarga mampu menyediakan susu formula; Sustainable (berkelanjutan) berarti susu formula harus diberikan setiap hari selama usia bayi dan diberikan dalam bentuk segar, serta suplai dan distribusi susu formula tersebut dijamin keberadaannya;
Safe (aman penggunaannya) berarti susu formula harus disimpan, disiapkan dan diberikan secara benar dan higienis. Jadi, jika pemberian susu formula tidak memenuhi persyaratan AFASS dari WHO
maka ibu HIV positif dianjurkan memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dengan disertai pemberian ARV pada ibu dan bayinya. Pada 6 bulan pertama, tidak direkomendasikan pemberian makanan campuran (mixed feeding ) untuk bayi dari ibu HIV positif, yaitu ASI bersamaan dengan susu formula, makanan atau minuman lainnya termasuk air putih. (Sumber : Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. Jakarta) D. Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Manusia dapat terinfeksi penyakit ini melalui makanan yang mengandung kista parasit, melalui transfusi darah, transplantasi organ atau melalui tangan yang terkontaminasi. Wanita hamil yang menderita toksoplasmosis dapat menularkan penyakitnya kepada janin yang dikandungnya. Namun, belum ada penelitian infeksi Toksoplasmosis dapat menyebar ke bayi melalui air susu ibu atau ASI. Parasit bisa berpindah ke bayi jika puting payudara lecet dan berdarah atau terjadi peradangan pada payudara selama beberapa minggu menyusui. (Sumber : Saiffudin, Abdul Bari, Trijatmo Rachimhadhi. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo) Jadi, pemberian ASI oleh ibu penderita Toksoplasmosis diperbolehkan dengan syarat ibu harus memperhatikan adanya puting payudara ibu yang berdarah ataupun lecet yang dapat meningkatkan paparan toksoplasmosis kepada bayi. 109
SUMBER
:
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2015. Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Tuberkulosis.
Jakarta
:
Departemen
Kesehatan
RI.
Diambil
http://binfar.depkes.go.id/dat/lama/1309242859_YANFAR.PC%20TB_1.pdf
dari
:
(diakses
8
September 2017) Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. Jakarta. Diambil dari : http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/2066/2/BK2011-350.pdf (diakses pada 8 September 2017) Saiffudin, Abdul Bari, Trijatmo Rachimhadhi. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
110
Borang Hasil Diskusi Collaborative Learning TA Kelompok
: 2017/2018 :4
Topik : Kesehatan Ibu Masa Menyusui Hari/Tanggal :
Anggota Kelompok No. Nama
NRP
Peran
1
Ainida Fahraafni
1610713043
Ketua
2
Astri Damayanti
1610713011
Sekretaris
3
Siti Balqish Fauriza
1610713037
Anggota
4
Widya Nabila
1610713052
Anggota
Setiap kelompok harus menentukan peran anggotanya sebagai ketua, sekretaris dan anggota. Lingkup Sub pokok Bahasan
1. 2. 3. 4. 5.
Gizi ibu menyusui Cara menyusui, cara memerah dan menyimpan ASI Mitos menyusui Kontra indikasi pemberian ASI Pemberian ASI pada keadaan khusus (ibu TBC, hepatitis B, HIV, Toksoplasmosis)
Materi bahasan yang harus dipelajari
Oleh
Sumber materi
111
1. Gizi Ibu Menyusui
Widya Nabila
Salmah, Sjarifah. 2013. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Trans Info Media. Meihartati, Tuti. 2016. Hubungan Antara Perawatan Payudara dengan Kejadian Bendungan ASI pada Ibu Nifas di Poskesdes Sumber baru Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu. Tanah Bambu: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Darul Azhar
2. Cara menyusui, cara memerah dan menyimpan ASI
Siti Balqish Fauriza
Hidayah, Nur. 2016 .Hubungan karakteristik dan pengetahuan ibu dengan praktik menyusui di RSUD Dr. Soeprapto Cepu. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang Kemenkes RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Kementrian Kesehatan RI: Direktorat Bina Gizi. Sulistyoningsih, Hariyani. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu. Dewi, A.B.F.K., Pujiastuti, N., Fajar, I. 2013. Ilmu Gizi untuk Praktisi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 30-35. Khanifah. 2010. HUBUNGAN KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN IBU MENYUSUI SERTA FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 0 – 4 BULAN DI POSYANDU SUMBER SEHAT DESA PEPEDAN KECAMATAN DUKUHTURI KABUPATEN TEGAL. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang. Yuanita, Afriza. 2012. Super Lengkap Perawatan Bayi dari A-Z. Yogyakarta : Araska Maryunani, Anik. 2014. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, & Anak PraSekolah. Tarjurhalang: IN Media Siwi, Elisabeth, dan Endang. 2017. Asuhan Kebidanan Masa Nifas & 112
3. Mitos menyusui
Menyusui. Yogyakarta : Pustaka Baru Press Yuli, Reni. 2015. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Jakarta : Trans Info Media
Astri Damayanti
4. Kontra indikasi pemberian ASI
Astri Damayanti
5. Pemberian ASI pada keadaan khusus (ibu TBC, hepatitis B, HIV, Toksoplasmosis)
Pemberian ASI pada keadaan khusus (ibu TBC, hepatitis B, HIV, Toksoplasmosis)
Adiningrum, Hapsari. 2004. Buku Pintar ASI Ekslusif. Jakarta : Pustaka Alkautsar Group Adiningrum, Hapsari. 2004. Buku Pintar ASI Ekslusif. Jakarta : Pustaka Alkautsar Group http://binfar.depkes.go.id/dat/lama/ 1309242859_YANFAR.PC%20T B_1.pdf// Depkes RI. 2007. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006 Gondo, Harry Kurniawan. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. Disertasi dipublikasikan, Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya Indonesia Indarso, Fatimah. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir dari Ibu yang Bermasalah. Disertasi dipublikasikan, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya Indonesia InfoDATIN KemenKes RI. 2014. Situasi dan Analisis Hepatitis. KemenKes R1. 2011. Pedoman Nasional Pencegahan HIV dari Ibu ke Bayi Soedarto. Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Melindungi Ibu dan Anak. Sagung Seto Suradi, Rulina. 2003. “Tata Laksana bayi dari Ibu Pengidap HIV/AIDS”, pp.180-185 dalam Sari Pediatri. Vol.4. No.4 Prawirohardjo, Sarwono/Editor: Abdul Bari Saifuddin. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi 4.
113
Ketua,
( Ainida Fahraafni )
Tanda Tangan Fasilitator,
( Agustina, SKM, M.Kes )
114
TUGAS INDIVIDU PERMATERI KELAS C MATERI 1 Nama
:
Widya Nabila
NIM
:
1610713052
Kelas
:
C
GIZI IBU MENYUSUI 1. Pengertian
Gizi adalah zat makanan pokok yang dibutuhkan organisme untuk pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan badan. Menurut
Supariasa
dkk
(2002),
gizi
(Nutrition) adalah
proses
organisme
menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti,absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, tumbuh dan fungsi normal dari organ-organ, s erta menghasilkan energi. Jadi gizi merupakan zat makanan pokok yang telah diproses tubuh secara normal yang digunakan untuk mempertahankan kehidupan, tumbuh dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Gizi juga dipandang sebagai faktor penentu yang penting dalam upaya mempertahankan kesehatan dan mencegah penyakit. Ibu adalah wanita yang bersuami dan merupakan pengurus generasi keluarga. Wanita atau ibu adalah makhluk bio-psiko-sosial-Kultural dan spiritual yang utuh dan unik, mempunyai
kebutuhan
dasar
yang
bermacam-macam
sesuai
dengan
tingkat
perkembangannya (Sofyan, 2008).
115
Jadi ibu adalah seorang wanita pengurus generasi keluarga yang merupakan makhluk bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang bermacam-macam sesuai dengan tingkat perkembangannya Menyusui adalah proses memberikan air susu untuk diminum kepada bayi dan sebagainya dari payudara wanita. Bayi menggunakan refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan susu. Menyusui adalah cara yang optimal dalam memberikan nutrisi dan mengasuh bayi, dan dengan penambahan makanan pelengkap pada paruh kedua tahun pertama, kebutuhan nutrisi, imunologi, dan psikososial dapat terpenuhi hingga tahun kedua dan tahun – tahun berikutnya (varney, 2004). Jadi menyusui adalah proses memberikan air susu untuk diminum kepada bayi dan sebagainya dari payudara wanita yang berfungsi untuk memberikan nutrisi dan mengasuh bayi. Gizi ibu menyusui adalah berbagai zat gizi dalam jumlah tertentu yang dibutuhkan oleh ibu yang sedang dalam masa menyusui. 2. Pengaruh Keadaan Gizi Ibu Menyusui Pada ASI
Ibu dengan gizi baik akan memberikan ASI pada bulan pertama kurang dari 600 ml, meningkat menjadi 700-759 ml dalam bulan keliga, dalam bulan keenam 750-800 ml, kemudian menurun atau berkurang. lbu dengan gizi kurang akan memberikan ASI dalam enam bulan pertama berkisar 500 sampai 700 ml, dalam bulan kedua antara 400-600 ml dalam tahun kedua antara 300 sampai 500 ml. Perlu diingat adalah perbedaan keadaan gizi ibu hanya akan mempengaruhi kuantitas dan tidak pada kualitas ASI. Suplementasi protein dan kalori pada ibu tidak akan menambah kadar protein tetapi akan menambah volume ASI dan agaknya tambahan kalori akan lebih cepat menambah volume dari ASI 3. Kebutuhan Gizi Untuk Ibu Menyusui
Kebutuhan gizi ibu menyusui lebih besar dibandingkan dengan yang tidak. Ibu dalam 6 bulan pertama menyusui membutuhkan tambahan energi sebesar 330 kkal/hari untuk menghasilkan jumlah susu normal. Sehingga total kebutuhan energi selama menyusui akan meningkat menjadi 2580 kkal/hari yang dalam pelaksanaannya dapat dibagi menjadi 6 kali makan (3x makan utama dan 3x makan selingan) sesuai dengan Pedoman Gizi Seimbang yang dianjukan.
116
Secara umum, hal yang harus diperhatikan dalam memenuhi kebutuhan gizi ibu menyusui adalah susunan menu seimbang, dianjurkan minum 8-12 gelas sehari, untuk memperlancar pencernaan hindari konsumsi alkohol, makanan yang banyak bumbu, terlalu panas/dingin, serta banyak mengonsumsi sayuran berwarna. Selama ibu tidak memiliki penyakit tertentu yang mengharuskan ibu melakukan diet tertentu, tidak ada pantangan makanan bagi ibu menyusui. Berikut ini kebutuhan gizi ibu menyusui: Tabel 1.1 Angka Kecukupan Gizi Ibu Menyusui yang Dianjurkan
Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2012 Apabila diterjemahkan dalam porsi makanan, maka dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.2 Anjuran Jumlah Porsi Menurut Kecukupan Energi untuk Berbagai Kelompok
Sumber : Kemenkes RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Kementrian Kesehatan RI: Direktorat Bina Gizi
117
Ket : 1. Nasi 1 porsi = ¾ gelas = 100 gr = 175 kkal 2. Sayuran 1 porsi = 1 gelas = 100 gr = 25 kkal 3. Buah 1 porsi = 1 buah pisang ambon = 50 gr = 50 kkal 4. Tempe 1 porsi = 2 potong sedang = 50 gr = 80 kkal 5. Daging 1 porsi = 1 potong sedang = 35 gr = 50 kkal 6. Ikan segar 1 porsi = 1/3 ekor = 45 gr = 50 kkal 7. Susu sapi cair 1 porsi = 1 gelas = 200 gr = 50 kkal 8. Susu rendah lemak 1 porsi = 4 sdm = 20 gr = 75 kkal 9. Minyak 1 porsi = 1 sdt = 5 gr = 50 kkal 10. Gula = 1 sdm = 20 gr = 50 kkal *) sdm : sendok makan **) sdt : sendok teh p : porsi
SUMBER
:
118
1. Salmah, Sjarifah. 2013. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat . Jakarta: Trans Info Media. 2. Meihartati, Tuti. 2016. Hubungan Antara Perawatan Payudara dengan Kejadian Bendungan ASI pada Ibu Nifas di Poskesdes Sumber baru Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu. Tanah Bambu: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Darul Azhar. (http://idr.iainantasari.ac.id/6794/) diakses pada 4 September 2017. 3. Hidayah, Nur. 2016 .Hubungan karakteristik dan pengetahuan ibu dengan praktik menyusui di RSUD Dr. Soeprapto Cepu. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang 4. Kemenkes RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang . Kementrian Kesehatan RI: Direktorat Bina Gizi. 5. Sulistyoningsih, Hariyani. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu. 6. Dewi, A.B.F.K.,
Pujiastuti, N., Fajar, I. 2013. Ilmu Gizi untuk Praktisi Kesehatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 30-35. 7. Khanifah. 2010. HUBUNGAN KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN IBU MENYUSUI SERTA FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 0 – 4 BULAN
DI
POSYANDU
SUMBER
SEHAT
DESA
PEPEDAN
KECAMATAN
DUKUHTURI KABUPATEN TEGAL. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang. (http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-khanifahg0-5115-2-bab2.pdf ) diakses pada 15 September 2017.
MATERI 2 Nama :
Siti Balqhis F.
NIM
1610713037
:
119
Kelas : 1.
C
Cara Menyusui
Menurut Elisabeth dan Endang (2017) Teknik menyusui adalah suatu cara pemberian ASI yang dilakukan oleh seorang ibu kepada bayinya, demi mencukupi kebutuhan nutrisi bayi tersebut. Posisi yang tepat bagi ibu untuk menyusui. Duduklah dengan posisi yang enak at au santai, pakailah kursi yang ada sandaran punggung dan lengan. Gunakan bantal untuk mengganjal bayi agar tidak terlalu jauh dari payudara ibu. Menurut Afriza Yuanita, (2012) Ada banyak manfaat yang akan didapatkan dengan menyusui baik untuk Ibu maupun untuk bayi. Ketika ibu menyusui, kulit i bu dan bayi akan saling bersentuhan yang membuat bayi mengeluarkan hormone oksitosin yang akan membuat bayi merasa tenang dan nyaman. Berikut ini cara menyusui Menurut Reni Yuli, (2015) : A. POSISI TUBUH YANG BENAR
1. Posisi ibu duduk atau sedang dengan santai dan nyaman. 2. Untuk menyangga bayi bisa menggunakan bantal atau selimut. 3. Usahakan kepala bayi sedikit lebih tinggi daripada badannya supaya ASI tidak kembali keluar. (Yuanita, 2012). B. POSISI DUDUK YANG BENAR
1. Gendong bayi setinggi payudara gunakan bantal untuk menyangga tangan ibu yang memegang bayi 2. Gunakan bantal atau selimut untuk menyangga punggung dan lengan bayi. 3. Siku dan lengan bawah ibu menyangga kepala, leher dan punggung bayi, bayi, tangan ibu-megang bokong atau paha atas bayi. 4. Posisi bayi miring wajah ibu, perut bayi nempel perut ibu. 5. Gendong bayi setinggi payudara ibu bila tubuh bayi menempel perut ibu. 6.
Letakkan kepala bayi pada siku ibu, sangga punggung bayi dengan lengan bawah ibu, tangan ibu memegang bokong atau paha atas bayi.
7. Tangan bayi diletakkan melingkari ibu. 8. Pegang payudara dengan tangan ibu yang satunya, arahkan dan mas ukan puting susu ke mulut bayi. (Yuli,Reni, 2015) C. MENYUSUI DENGAN POSISI MENGGENDONG SILANG
1. Cari tempat duduk yang nyaman gunakan bantal untuk menyangga punggung ibu 120
2. Bila perlu pakai penopang kaki untuk menyangga kaki ibu 3. Baringkan bayi di atas pangkuan ibu atau letakkan bantal untuk menopang bayi. 4. Sangga kepala bayi dengan tangan kiri ibu dan punggung bayi dengan lengan bawah. Pegang payudara kanan dengan tangan kanan. 5. Atur posisi bayi sehingga perut bayi menempel perut ibu, masukan puting susu kanan ke mulut bayi. (Yuli,Reni, 2015) D. MENYUSUI DENGAN POSISI MEMEGANG BOLA
1. lbu bersandar duduk di kursi atau tempat tidur. 2. Letakkan satu atau dua bantal atau selimut di sa mping ibu tidurkan bayi di atas bantal atau selimut tersebut. 3. Sangga punggung dan leher bayi dengan siku dan lengan bawah i bu serta sangga kepala bayi dengan lengan. 4. Tubuh bayi menempel pada ibu, muka bayi langsung menghadap puting susu dan areola mamae. 5.
Pegang payudara dengan tangan ibu yang satunya.
6. Arahkan bayi ke payudara ibu atur posisi puting susu dan areola mamae lalu masukkan puting ke dalam mulut bayi. 7. Jaga agar ibu santai selama menyusui. 8. Bila ingin menyusui dengan payudara yang satunya maka bali kkan badan samping yang satunya lagi. (Yuli,Reni, 2015)
E. POSISI MENYUSUI BAYI KEMBAR
d.
Tiap bayi menyusu dengan posisi foot-ball.
e.
Tiap bayi menyusu dengan posisi sejajar dengan tubuh ibu.
f.
Kedua bayi menyusu saling menyilang di depan tubuh .(Maryunani,2014)
2. Cara Memerah ASI Menggunakan Teknik Marmet
Menurut Reni Yuli, 2015 Memerah ASI Menggunakan Teknik Marmet merupakan satu metode menstimulasi agar reflek mengeluarkan ASI dengan cara : 1. Mempersiapkan cangkir bersih. 2. Cuci tangan. 121
3. Duduk dilingkungan yang hangat serta membuat rileks. 4. Posisi tubuh sedikit miring ke arah depan . 5. Tekan payudara dari pangkal kearah putting susu a. Lanjutkan langkah ini pada keseluruhan payudara. b. Langkah ini membantu relaksasi dan reflek pengeluaran susu. 6. Letakan ibu jari dan dua jari yang lainnya (telunjuk dan jari tengah) sekitar 1 cm hingga 1,5 cm dari aerola dan tempatkan ibu jari di atas aerola pada posisi jam 12 dan jari lainnya di posisi jam 6 atau menyerupai huruf “C” dan perhatikan bahwa jari -jari tersebut terletak di atas gudang ASI. 7. Dorong ke arah dada dan hindari merengangkan jari. 8. Gulung menggunakan ibu jari dan jari lainnya secara bersamaan a. Gerakan ibu jari dan jari lainnya hingga menekan gudang ASI hingga kosong. 9. Ulangi secara teratur hingga gudang ASI kosong. (Yuli,Reni, 2015)
3. Cara Penyimpanan ASI
i.
Siapkan wadah penampung ASI yang mudah disterilkan, misalnya botol at au plastik khusus yang digunakan untuk menampung ASI perah.
j.
Gunakan wadah yang volumenya sesuai dengan kebutuhan bayi untuk sekali minum.
k. Hindari menggunakan botol susu yang bewarna/bergambar, karena ada k emungkinan catnya meleleh jika terkena panas. l.
Beri label setiap kali akan menyimpan botol ASI, label harus memuat tanggal dan jam ASI dipompa atau diperah.
m. Bila ASI perah akan diberikan kurang dari 6 jam, maka tidak perlu disimpa n di lemari pendingin. n. Bila perlu disimpan selama 24 jam, segera masukan ASI perah ke dalam lemari pendingin pada suhu 4 (jangan sampai beku). o. Bila ASI perah akan digunakan dalam waktu 1 minggu atau lebih, maka ASI perah tersebut harus segera didinginkan dalam lemari pendingin selama 30 menit, lalu dibekukan pada suhu -18 atau lebih rendah. ASI yang sudah dibekukan dapat disimpan antara 3-6 bulan. p. Jangan menyimpan ASI di suhu kamar lebih dari 3 atau 4 jam. Yang harus diperhatikan saat menyimpan ASI perah dalam lemari pendingin, yaitu : a. Simpanlah ASI di lemari pendingin bagian tengah, atau di bagian terdalam freezer, karena memiliki temperatur yang lebih dingin dan konstan. 122
b. Hindarilah menyimpan ASI pada rak yang menempel di pintu lemari pendingin karena temperatur di tempat ini mudah berubah ketika pintu dibuka dan ditutup. c. Hindari mengisi penuh wadah penampung ASI, karena ASI akan memuai saat membeku. Sisakan kurang lebih
⁄ bagian kosong.(Yuli,Reni, 2015).
4. Cara Memanaskan ASI Beku
Menurut Reni Yuli,2015 Cara Memanaskan kembali ASI beku yang telah di pompa di rumah : 1. ASI beku dapat dicairkan secara perlahan di dalam lemari es tetapi harus digunakan dalam 24 jam atau dibuang. 2. Dicairkan pada suhu kamar dan digunakan dengan segera. 3. Bisa dihangatkan dengan suhu tubuh. 4. Jangan pernah membekukan kembali ASI yang telah dicairkan. 5. Jangan pernah mencairkan ataupun memanaskan ASI beku di dalam microwave (Janet et al,2006 dalam yuli,2015)
SUMBER
:
Yuanita, Afriza.(2012). Super Lengkap Perawatan Bayi Dari A-Z . Yogyakarta: Araska. Maryunani, Anik.(2014). Asuhan Nenonatus, Bayi, Balita & Anak Pra-Sekolah. Tajurhalang: IN Media. Siwi, Elisabeth, dan Endang. (2017). Asuhan Kebidanan Masa Nifas & Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Yuli, Reni.(2015). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui .Jakarta: Trans Info Media.
123
MATERI 3 DAN 4 Nama : Astri Damayanti NIM
: 1610713011
Kelas : C MITOS DAN FAKTA SEPUTAR IBU MENYUSUI 1. Kebanyakan ibu menyusui tidak bisa menghasilkan ASI yang cukup.
Faktanya hampir semua ibu menyusui menghasilkan ASI yang cukup untuk bayinya. Bahkan sering kali ASI yang dihasilkan berlebih dan dapat dijadikan cadangan atau pasokan untuk bayi. Faktanya bukan disebabkan karena ibunya tidak cukup menghasilkan ASI, tetapi karena bayi tersebut tidak berhasil mengeluarkan dan minum ASI yang dihasilkan oleh ibunya. Biasanya, ini disebabkan oleh peletakan, yaitu posisi mulut bayi pada payudara ibu yang kurang tepat. Oleh karena itu, pada hari pertama kelahiran sangat penting bagi seorang ibu baru untuk segera dipandu melakukan peletakan secara benar oleh seseorang yang benar benar mengerti mengenai teknik pelekatan yang tepat. 2. Normal jika payudara/putting terasa sakit pada saat ibu sedang menyusui. 124
Faktanya Beberapa ibu mengalami rasa kurang nyaman saat awal menyusui akan tetapi hanya sebentar saja. Jika sampai menimbulkan rasa sakit dan terjadi selama 3-4 hari, maka sebaiknya ibu berusaha untuk memperbaiki posisi pelekatan. Posisi pelekatan yang tidak tepat dapat menyebabkan putting lecet dan menimbulkan rasa sakit saat menyusui. 3. Bayi harus menyusu pada setiap payudara masing-masing selama 20 menit.
Faktanya biarkan bayi menyusu sampai bayi merasa kenyang dan puas. Yang terpenting adalah memastikan bayi telah mendapatkan foremilk dan hindmilk secara lengkap. Jika bayi hanya terlihat seperti “mengempeng” sebaiknya dilepas dan diperbaiki pelekatannya. Tidak ada ukuran waktu yang tepat beberapa lama bayi menyusu. Jika ibu merasa payudara sudah kosong, maka ibu bisamenawarkan payudara yang satunya kepada bayi.
4. Bayi ASI perlu tambahan asupan vitamin D.
Faktanya kebiasaan menjemur bayi setiap pagi juga membantu bayi mendapatkan tambahan vitamin D melalui sinar UV. Vitamin D sifatnya larut dalam lemak dan dapat disimpan oleh tubuh. Kecuali dalam keadaan tertentu, misalnya ketika ibunya sendiri ternyata menderita kekurangan vitamin D, maka memberikan tambahan suplemen vitamin D kepada bayi bisa dianggap perlu. Konsultasikan dengan dokter. 5. Seorang ibu harus mencuci putingnya setiap kali sebelum menyusui.
Faktanya membersikan/mmencuci putting payudara akan menghilangkan minyakminyak alami yang melindungi putting dari resiko lecet karena putting susu kering. Cukup basahi putting dengan ASI yang dikeluarkan sedikit untuk melembabkan. 6. Apabila bayi menderita muntah-muntah, maka ibu harus berhenti menyusui.
Faktanya obat yang paling mujarab untuk infeksi saluran pencernaan bayi adalah ASI. Hentikan segala macam jenis asupan lainnya untuk sementara waktu, tetapi lanjutkan pemberian ASI-nya. ASI satu-satunya cairan yang dibutuhkan oleh bayi ketika dia sedang diare atau muntah-muntah, kecuali dalam kasus tertentu yang sifatnya luar biasa. Bayi merasa lebih nyaman ketika sedang menyusu, ibu merasa lebih tenang ketika sedang menyusui. 7. Seorang ibu perokok sebaiknya memang tidak boleh menyusui bayi.
Faktanya seorang ibu yang tidak bisa berhenti merokok seharusnya tetap menyusui bayinya. Penelitian telah membuktikan bahwa ASI menurunkan resiko efek sampingan yang 125
secara negative ditimbulkan oleh asap rokok, seperti penyakit paru-paru pada bayi. Memang akan jauh lebih baik apabila ibu tidak merokok, namun jika ibu tidak bisa berhenti merokok, maka lebih baik ibu merokok dan menyusui daripada ibu merokok tapi memberikan susu formula kepada bayinya. 8. Ibu yang pernah melakukan operasi perbasaran atau memperkecil payudara tidak dapat menyusui.
Faktanya payudara yang sudah dipasangin silicon tetap dapat menghasilkan ASI dan ibu masih bisa menyusui, karena operasi tersebut hanya dengan manyayat bagin aerola. Tapi jangan lupa, masih ada kemungkinan saluran air susu terhimpit oleh implan sehingga mempengaruhi proses keluarnya ASI. Satu lagi risiko yang amat berbahaya dari prosedur pemasangan implan payudara pada calon ibu menyusui adalah apabila implan tersebut bocor. Meski sejumlah pakar masih meragukan kemungkinan meresapnya silikon ke dalam saluran air susu karena ukuran partikel silikon yang besar, namun risiko air susu tercemar oleh implan yang bocor masih tetap ada. Lebih-lebih, kebocoran implan tidak bisa langsung terdeteksi saat itu juga, melainkan baru ketahuan setelah si empunya payudara menyadari bentuk dadanya yang berubah. 9. Bayi dengan bibir sumbing tidak dapat menyusu.
Faktanya bayi dengan bibir sumbing akan dapat meminum ASI bila diberi kesempatan. Awalnya bayi tidak merespon bila didekatkan ke payudara ibu, tetapi bayi dapat melakukan penghisapan beberapa saat kemudian. Ibu dapat menggunakan jarinya untuk menutup bibir bayi. 10. Ukuran payudara mempengaruhi jumlah ASI.
Faktanya ukuran payudara tidak mempengaruhi sedikit atau banyaknya jumlah ASI. Produksi ASI ditentukan oleh semakin sering dikeluarkan atau diperah. Semakin sering dihisap oleh bayi atau diperah, semakin banyak produksi ASI yang dihasilkan. 11. Wanita dengan putting datar atau terbenam tidak bisa menyusui.
Seharusnya ibu yang memiliki putting datar atau terbenam melakukan perawatan payudara pada saat usia kehamilan trisemester kedua. Perawatan patudara bisa dilakukan dengan melakukan pemijatan pada payudara, dan membersihkan daerah putting susu dengan menggunakan handuk basah yang telah di basahi oleh air hangat. Perawatan payudara pada saat hamil dapat merangsang putting payudara yang datar, sehingga tidak sulit saat akan menyusui bayi. 12. Payudara sebelah kanan adalah makanan dan payudara sebelah kiri adalah minuman. 126
Faktanya setiap payudara menghasilkan foremilk dan hindmilk . Pastikan bayi mendapatnkan keduanya. Foremilk adalah ASI matang (ASI matang adalah ASI yang keluar setelah masa keluarnya kolostrum) yang keluar lebih dahulu saat kita menyusui. Foremilk lebih bersifat encer, kaya akan laktosa dan protein yang penting untuk pertumbuhan otak. Karena sifatnya yang encer, Foremilk berguna untuk menghilangkan rasa haus pada bayi. Sementara Hindmilk keluar beberapa saat setelah Foremilk, sifatnya lebih kental dan mengandung lebih banyak lemak daripada Foremilk dan bermanfaat untuk pertumbuhan fisik anak. Hindmilk yang lebih kaya lemak inilah yang memberikan efek kenyang pada bayi. 13. Saat bayi sakit, ibulah yang sebaiknya minum obat.
Faktanya bayi ASI yang sakit harus lebih sering meminum ASI. Karena ASI mengandung antibodi untuk membantu kekebalan tubuh bayi. Namun bila ibu yang sakit, ibu harus memberitahukan kepada dokter bahwa ibu sedang dalam masa menyusui. KONTRA INDIKASI PEMBERIAN ASI a. FAKTOR BAYI 1. Bayi menderita galaktosemia.
Galaktosemia pada bayi adalah kelainan yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi sehingga hal yang perlu anda lakukan ketika bayi anda divonis memiliki kelainan galaktosemia maka memperhatikan asupan makanan. Bayi yang diidentifikasi
mengidap
galaktosemia
butuh
diet
khusus gula. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi yang mungkin terjadi pada bayi. Asupan yang salah akan menyebabkan bayi kekurangan energi, terjadi penurunan berat badan dan memicu timbulnya gangguan hati. Meskipun anak tumbuh akan tetapi apabila penanganan yang tidak tepat akan menyebabkan keterbelakangan mental. Galaktosemia pada bayi disebabkan karena mutasi gen yang terjadi ketika janin di dalam kandugan. Meskipun kemungkinan terjadi adalah 1:60.0000 akan tetapi anda harus mewaspadainya dengan tetap menjaga konsumsi makanan yang memberikan nutrisi selama kehamilan. Hindari pula mengkonsumsi obat apabila tidak menggunakan resep dokter karena substansi kumia dalam obat yang akan memberikan dampak buruk pada kehamilan. penanganan yang tepat untuk bayi yang mengalami galaktosemia :
127
f.
Menghindari makanan yang mengandung laktosa yaitu jenis susu yang mengandung laktosa, kaseinat, kasein, laktalbumin dan lainnya
g. Memberikan susu formula yang bebas laktosa (susu khusus) h. Memberikan tambahan kalsium untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya sehingga tidak terganggu. Anda konsultasikan dengan dokter untuk supleman kalsium yang sesuai dengan bayi anda. i.
Selalu memantau kesehatan anak anda dengan memeriksakan kepada ahli medis secara teratur
j.
Memberitahu anggota keluarga atau lingkungan sehingga dapat membantu dalam mencegah terjadinya gangguan komplikasi pada tubuh bayi anda. Pada kasus galaktosemia, peluang bayi untuk tumbuh normal cukup besar apalagi bila
penanganan dilakukan sebelum usia 10 hari. Namun akan tetapi kebanyakan orang tua baru menyadari setelah bayi mulai tumbuh dan menyebabkan gangguan keterlambatan berbicara dan lainnya. 2. Bayi menderita penyakit maple syrup urine
MSUD dapat merusak otak selama masa stres fisik (seperti infeksi, demam, atau tidak makan untuk waktu yang lama).Maple Syrup Urine Disease (MSU D)
adalah
gangguan
normal
mempengaruhi
metabolisme asam amino. Kelainan mengesankan cara tubuh memetabolisme beberapa komponen protein. Komponen ini adalah rantai cabang asam amino leusin tiga, isoleusin, dan valin. Asam amino terakumulasi dalam darah menyebabkan efek toksik yang mengganggu fungsi otak. MSUD disebabkan oleh kekurangan enzim metabolik rantai bercabang a-keto acid dehidrogenase (BCKDH), yang mengarah ke penumpukan asam amino rantai cabang (leusin, isoleusin, dan valin) dan mereka beracun oleh-produk dalam darah dan urin. Penyakit kencing sirup maple mempengaruhi sebuah dievaluasi 1 di 185.000 bayi di seluruh dunia. Gen cacat untuk MSUD adalah autosomal sifat genetik resesif dan sadar diwariskan dari generasi ke generasi. Gen ini rusak biasanya muncul ketika dua operator memiliki anak bersama-sama dan menyebarkannya kepada keturunannya. Untuk setiap kehamilan dari dua operator tersebut, ada kemungkinan 25% bahwa anak akan lahir dengan 128
penyakit dan kesempatan 50% anak akan menjadi pembawa gen cacat. Orang dengan kondisi ini tidak dapat memecah rantai cabang asam amino leusin, isoleusin, dan valin. Gejala-gejala penyakit kemih sirup mapel melibatkan nafsu makan, muntah, dehidrasi, lesu, hipotonia, kejang, ketoasidosis, dan penurunan neurologis. Dua aspek utama untuk pengobatan syrup urine penyakit maple (MSUD) adalah manajemen jangka panjang dan pengobatan episode dekompensasi metabolik akut. Dialisis peritoneal atau hemodialyses digunakan untuk mengurangi tingkat asam amino. . 3. Bayi menderita fenilketonuria
Fenilketonuria adalah kelainan genetika langka yang muncul sejak lahir. Kondisi ini akan menyebabkan tubuh tidak bisa melerai fenilalanin. Fenilalanin merupakan asam amino yang sangat dibutuhkan tubuh untuk membantu pembentukan protein. Jika tubuh tidak bisa memproses fenilalanin, substansi tersebut akan menumpuk dalam darah dan otak. Kadar fenilalanin yang tinggi dan tidak ditangani berpotensi memicu komplikasi yang serius
Kerusakan permanen pada otak.
Gangguan saraf, seperti tremor atau kejang.
Ukuran kepala kecil sehingga terlihat tidak wajar.
Gejala-gejala Fenilketonuria
Fenilketonuria biasanya tidak memiliki gejala awal yang terlihat pada bayi yang baru lahir. Jika kondisi ini tidak ketahuan dan tidak ditangani sesegera mungkin saat bayi lahir, gejalanya baru akan terlihat beberapa bulan setelahnya. Tanda-tanda fenilketonuria yang tidak ditangani umumnya meliputi:
Kelainan intelektual atau keterbelakangan mental.
Gangguan tingkah laku, emosional, serta sosial. Misalnya, sering uring-uringan.
Pertumbuhan yang lamban.
Epilepsi.
Tremor.
Sering muntah.
Gangguan kulit, misalnya ruam.
Bau apak pada napas, urine, kulit, atau rambut anak. 129
Jika ditangani sedini mungkin, kondisi ini jarang menunjukkan gejala di kemudian hari. Pemeriksaan kesehatan secara dini pada bayi sangat dianjurkan. Ini dilakukan bukan hanya untuk mengecek potensi fenilketonuria, tapi juga berbagai kondisi kesehatan yang serius lainnya. Pengidap fenilketonuria yang sedang hamil juga sebaiknya memeriksakan diri secara rutin dan menjaga pola makannya selama kehamilan. Kadar fenilketonuria yang tinggi dalam darah sang ibu bisa membahayakan janin karena dapat memicu keguguran. Penyebab Fenilketonuria
Fenilketonuria merupakan penyakit yang muncul akibat mutasi genetika. Mutasi tersebut kemudian membuat gen fenilalanin hidroksilase tidak memproduksi enzim pengurai fenilalanin dalam tubuh pengidap.Penyebab di balik mutasi genetika belum diketahui secara pasti. Para pakar percaya bahwa kondisi ini juga berhubungan erat dengan faktor keturunan. Jika mempunyai ayah dan ibu yang sama-sama membawa bakat fenilketonuria, sang anak akan memiliki sekitar 25 persen kemungkinan untuk mengidap kondisi tersebut. Diagnosis Fenilketonuria
Pemeriksaan fenilketonuria biasanya dilakukan melalui tes darah saat bayi berusia satu minggu. Jika terbukti mengidap fenilketonuria, bayi Anda akan membutuhkan pemeriksaan secara rutin untuk mengukur kadar fenilalanin dalam tubuhnya. Berdasarkan usia pengidap, frekuensi tes darah untuk fenilketonuria meliputi:
Satu kali seminggu untuk bayi berusia hingga enam bulan.
Satu kali dalam dua minggu untuk enam bulan hingga empat tahun.
Satu kali dalam sebulan untuk anak berusia di atas e mpat tahun hingga dewasa.
b. FAKTOR IBU 1. Ibu bayi menderita infeksi HIV
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan, tepatnya sel darah putih, yang kemudian menyebabkan kekebalan tubuh menjadi lemah dan menurun. Menurut data WHO, pada akihr tahun 2015 diketahui bahwa terdapat sekitar 36,7 juta orang yang terdiagnosis HIV positif, dan kematian pada penderita HIV positif ini mencapai 1,1 juta jiwa pada tahun 2015. Sedangkan di Indonesia sendiri, dari data 130
Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun 2014 diperkirakan ada sekitar 9.589 perempuan dan 13.280 laki-laki yang memiliki HIV positif. HIV merupakan penyakit infeksi virus yang dapat menular melalui hubungan seksual dan pertukaran cairan tubuh, seperti pada ibu yang sedang hamil atau pun ibu yang menyusui anaknya. Tanpa pengobatan yang benar dan tepat, maka orang yang terinfeksi HIV selama bertahun-tahun akan mengalami AIDS atau acquired immunodeficiency syndrome. Sementara, sampai saat ini orang yang mengalami penyakit AIDS belum bisa diobati karena belum ditemukan obat yang dapat menangani penyakit ini. Telah diketahui sebelumnya bahwa ASI merupakan makanan yang paling cocok untuk diberikan kepada bayi yang baru lahir. Tidak ada lagi makanan yang sesempurna ASI yang bisa dicerna oleh bayi dengan mudah, mencegah berbagai penyakit infeksi, serta merupakan sumber makanan yang baik untuk proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebelumnya, WHO menganjurkan untuk tidak memberikan ASI kepada anak yang ibunya memiliki HIV positif. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif ketika 6 bulan pertama kehidupan meningkatkan 3 hingga 4 kali risiko penularan HIV dari ibu ke bayi, dibandingkan dengan anak yang diberikan susu formula. Namun sekarang tidak lagi seperti itu, karena sebuah pebelitian yang baru menyatakan bahwa dengan mengonsumsi obat dan melakukan pengobatan, dapat mencegah virus HIV tertular ke tubuh anak. Sampai saat ini mungkin banyak orang yang menganggap bahwa pemberian ASI dari ibu yang memiliki HIV positif berbahaya bagi bayi, namun tetap saja ASI merupakan makanan yang paling baik untuk bayi. Bahkan, WHO menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu dengan HIV positif lebih sering meninggal akibat kekurangan gizi dan memiliki status kesehatan yang buruk akibat gizi buruk, bukan akibat virus HIV yang ditularkan. Atau, bayi lebih sering meninggal akibat penyakit infeksi yang sering dialami oleh balita, seperti diare, pneumonia, dan berbagai penyakit infeksi yang tidak berhubungan dengan HIV. Sementara, banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa pemberian ASI dapat mencegah anak mengalami berbagai penyakit infeksi tersebut. Walaupun begitu, ibu yang positif memiliki virus HIV di dalam tubuhnya dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dengan melakukan pengobatan untuk mengurangi risiko penularan ke bayinya. Tidak seperti ibu yang sehat yang masih harus memberikan ASI hingga anak berusia 2 tahun dan memberikan makanan pendamping ASI setelah 6 bulan. Pada ibu dengan HIV positif, anak yang sudah berumur lebih dari 6 bulan dianjurkan untuk mengonsumsi makanan lunak dan berbagai cairan sebagai pengganti ASI.
131
Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin, sehingga dokter dapat memantau tumbuh kembang bayi dan melihat status kesehatannya. 2. Ibu menderita HTLV (Human T-lymphotropic Virus) tipe 1 dan 2.
CMV merupakan virus herpers yang sering menginfeksi orang yang sehat, namun tidak menimbulkan gejala. Namun pada orang dengan sistem imun yang lemah terutama dengan sel CD4 dibawah 50 sel per mikroliter, CMV menjadi penyakit yang serius. CMV menginfeksi otak, sumsum tulang belakang, selaput otak, atau jaringan saraf yang dapat menyebabkan masalah pada susunan saraf seperti encephalitis (radang otak), myelitis (radang sumsum tulang), retenitis (radang pada retina mata) atau polyradiculitis (radang pada susunan syaraf). Sekitar 20 persen orang dengan jumlah sel CD4 dibawah 100 sel per mikroliter memiliki CMV yang menyerang organ lain seperti usus besar, esofagus, atau retina. Meskipun besarnya jumlah penderita AIDS yang juga menderita CMV, sebagian besar temuan ini berhasil didiagnosa justru setelah pasien meninggal dunia dan melalui hasil otopsi. Orang dengan CMV yang disebabkan oleh HIV biasanya akan mengalami masalah seperti terus merasa bingung dan mengalami kemunduran kemampuan kognitif. CMV yang tidak diobati sering kali berakibat fatal bahkan berujung kematian dalam hitungan hari atau minggu. Obat anti CMV harus segera diberikan kepada pasien yang dicurigai menderita CMV.
Sumber : Adiningrum, Hapsari. 2014. Buku Pintar ASI Esklusif . Jakarta : Pustaka Alkautsar
Group
MATERI 5 132
Nama :
Ainida Fahraafni
NIM
1610713043
:
Kelas :
C
Pemberian ASI pada Keadaan Khusus
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik yang dapat diberikan ibu pada bayinya dimana mengandung ribuan sel imun hidup dan enzim yang melindungi bayi dari semua macam penyakit. Namun dalam proses pemberian ASI, sering kali ditemukan berbagai masalah, baik ditimbulkan oleh ibu, maupun oleh bayi. Masalah dari ibu yang timbul selama menyusui dapat dimulai sejak sebelum persalinan (periode antenatal), pada masa pasca persalinan dini, dan pasca masa persalinan lanjut. Masalah yang timbul pada proses pemberian ASI dapat pula diakibatkan karena keadaan khusus pada ibu, seperti HIV/AIDS, Tuberkulosis (TBC), Hepatitis B, dan Toksoplasmosis yang dialami sang ibu. Berikut ini adalah hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian ASI oleh ibu dengan keadaan khusus 1. Pemberian ASI oleh Ibu pengidap HIV/AIDS
Menurut Depkes RI (2007), HIV ( Human Immunodeficiency Virus) merupakan penyebab kumpulan gejala penyakit AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrome). Penyakit ini dapat disebarkan melalui hubungan seks yang tidak aman dan penggunaan jarum suntik bersamaan. Selain itu, penyakit ini juga bisa ditularkan dari ibu kepada janin atau bayinya, salah satunya lewat pemberian ASI. Ibu menyusui dengan status HIV positif berisiko sekitar 15% menularkan HIV kepada bayinya. Namun terdapat beberapa alternatif yang dapat diberikan sebelum melahirkan dan setiap keputusan ibu dan pasangannya setelah mendapat penjelasan perlu didukung baik itu tetap memberikan ASI atau jusrtu memberikan makanan pengganti ASI. Akan tetapi pilihan tersebut harus dilaksanakan dengan penuh komitmen karena apabila pemberian ASI dicampur dengan PASI (pengganti ASI) maka PASI akan menyebabkan luka di dinding usus yang menyebabkan virus dalam ASI lebih mudah masuk.
Melakukan Pemberian Makanan Pengganti ASI (PASI)
Keputusan untuk tidak memberikan ASI dan menggantikannya dengan makanan lain belum bisa disebut tepat karena meskipun risiko penularan HIV dari ibu kepada bayi bisa 133
mencapai 0% namun ada konsekuensi lain yang harus diterima. Analisis dari data yang diperoleh membuktikan bahwa di negara yang angka kematian pascaneonatal adalah 90 per seribu, bila penggunaan susu formula mencapai 10% akan terjadi kenaikan 13% pada angka kematian bayi dan apabila penggunaan susu formula mencapai 100% angka kematian bayi naik sebanyak 59%24. Penelitian lain menunjukkan bahwa di daerah dengan higiene yang buruk, angka kematian karena diare pada anak usia 8 hari sampai 12 bulan adalah 14 kali pada mereka yang tidak mendapatkan ASI dibandingkan yang mendapat ASI. Untuk itu dalam pemberian susu formula, maka prasyarat AFASS ( Acceptable, Feasible, Affordable, Sustainable, dan Safe) menurut KemenKes RI (2011) harus terpenuhi : 6. Acceptable (mudah diterima) berarti tidak ada hambatan sosial budaya bagi ibu untuk memberikan susu formula untuk bayi. 7. F easible (mudah dilakukan) berarti ibu dan keluarga punya waktu, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai untuk menyiapkan dan memberikan susu formula kepada bayi. 8. Affordable (terjangkau) berarti ibu dan keluarga mampu menyediakan susu formula. 9. Sustainable (berkelanjutan) berarti susu formula harus diberikan setiap hari selama usia bayi dan diberikan dalam bentuk segar, serta suplai dan distribusi susu formula tersebut dijamin keberadaannya. Bila bayi tidak mendapat ASI maka susu formula yang dibutuhkan :
Untuk 6 bulan pertama bayi membutuhkan sekitar 92 liter atau 20 kg susu.
Pada usia antara 6 – 12 bulan makanan bayi ½-nya diperoleh dari susu
Pada usia 12-24 bulan masih 1/3 diperoleh dari susu
Maka antara 6-24 bulan susu formula yang dibutuhkan adalah 255 liter atau 43 kg. Jadi dari 0 sampai 24 bulan dibutuhkan sekitar 63 kg susu formula
10. Safe (aman penggunaannya) berarti susu formula harus disimpan, disiapkan dandiberikan secara benar dan higienis
Melakukan Pemberian ASI
Keputusan untuk memberikan ASI eksklusif akan meningkatkan risiko penularan HIV kepada bayi. Namun keputusan ini sesuai dengan pedoman yang berlaku di Indonesia dimana mengusulkan agar bayi diberi ASI eksklusif selama enam bulan pertama. Hal ini juga
134
didikung karena biasanya status HIV bayi baru dapat dipastikan setelah 18 bulan. Pemberian ARV sebagai pengobatan pada ibu menyusui juga diberikan dan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi klinis yang sedang dialami oleh ibu. Dalam hal ini komitmen ibu dan dukungan dari keluarga sangat dibutuhkan. Syarat dan tata cara pemberian ASI oleh ibu positif HIV :
Pengganti ASI tidak dapat memenuhi syarat AFASS.
Kondisi sosial ekonominya tidak memungkinkan untuk mencari Ibu Susu atau memanaskan ASI perahnya sendiri.
Memahami teknik menyusui yang benar untuk menghindarkan peradangan payudara (mastitis) dan lecet pada puting yang dapat mempertinggi resiko bayi tertular HIV. Untuk menghindari lecet puting, dianjurkan menggunakan pelindung putting ( nipple shield ).
ASI eksklusif selama 6 bulan pertama atau hingga tercapain ya AFASS.
Safe sex practices selama laktasi untuk mencegah infeksi atau re-infeksi
Manajemen laktasi yang baik (pelekatan dan posisi menyusui yang benar serta semau bayi/tidak dijadwal) untuk mencegah mastitis. Usahakan proses menyusui sedini mungkin begitu bayi lahir untuk mencegah teknik pelekatan yang salah sehingga puting ibu lecet.
Ibu tidak boleh menyusui bila terdapat luka/lecet pada puting, karena akan menyebabkan HIV masuk ke tubuh bayi.
2. Pemberian ASI oleh Ibu pengidap TBC
Menurut DepKes RI (2005), TBC atau Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Penyakit ini ditularkan dari tetes ludah/dahak yang terbang di udara lalu masuk ke saluran pernapasan atau kontak langsung antara ludah/dahak si penderita dengan luka pada kulit. Penyakit TBC tidak menghalangi pemberian ASI oleh Ibu yang menderita TBC kepada bayinya. Hal ini didasarkan dalam panduan menyusui yang dikeluarkan WHO. Selain itu, menurut Danar Kusumawardhani selaku Konselor ASI dari Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Ibu justru disarankan melanjutkan pengobatan hingga sembuh karena bakteri penyebab TBC tidak menular melalui ASI dan konsentrasi obat TBC yang masuk ke dalam ASI sangat sedikit sehingga tidak menimbulkan efek keracunan pada bayi. Namun, meskipun begitu masih ada risiko penularan TBC dari Ibu ke bayi. 135
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan oleh ibu pengidap TBC dalam memberikan ASI : 8.
Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat panduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) secara adekuat.
9.
Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus menyusu
10. Ibu menggunakan alat pelindung diri seperti masker saat menyusui 11. Bayi yang terpapar ibu dengan TBC mendapat terapi profilaksis isoniazid (5mg/kg) dan pyridoxine (5-10 mg sehari) selama tiga bulan. 12. Setelah tiga bulan bayi melakukan tes tuberculin untuk mengetahui ada tidaknya kuman yang menginfeksi. 13. Bila tes menunjukkan hasil positif pada bayi maka pemberian isoniazid dilanjutkan hingga enam bulan. 14. Namun jika tes menunjukkan hasil negatif, maka isoniazid bisa dihentikan dan bayi diberi vaksin BCG. Vaksin BCG akan menimbulkan imunitas pada tubuh terhadap kuman penyebab TBC. 3. Pemberian ASI oleh Ibu pengidap Hepatitis
Menurut InfoDATIN KemenKes RI (2014), hepatitis adalah istilah yang dipakai pada semua jenis peradangan pada sel-sel hati yang bisa disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan (termasuk obat tradisional), konsumsi alkohol, lemak yang berlebihan dan penyakit autoimmune. Ada 5 jenis hepatitis virus, namun hepatitis yang umumnya menular dari ibu ke bayinya adalah hepatitis B. Virus hepatitis B ditularkan melalui luka kulit (lapisan permukaan luar tubuh) atau melalui luka lapisan mukosa (lapisan permukaan dalam tubuh) pada saat kontak dengan darah atau produk darah. Sementara itu dari ASI virus hepatitis B dalam jumlah kecil pada ASI terbukti tidak meningkatkan risiko tertularnya hepatitis B pada bayi. Hal ini didasari dari penelitian di Taiwan yang mengikut sertakan 147 bayi baru lahir dari ibu pembawa virus hepatitis B yang kemudian terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama adalah bayi-bayi yang minum ASI dan kelompok kedua adalah bayi-bayi yang minum susu formula. Hasilnya adalah bahwa ASI tidak terbukti meningkatkan risiko penularan hepatitis B terbukti dari tidak adanya perbedaan kejadian hepatitis B pada kedua kelompok. Dengan demikian tidak ada alasan untuk tidak memberikan ASI untuk bayinya bagi ibu penderita hepatitis B. Namun meskipun hepatitis B tidak tertular melalui ASI, ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh ibu menyusui yang mengidap hepatitis B. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian ASI: 136
9. Memberikan vaksinasi hepatitis B (VHB) kepada bayinya segera setelah lahir sebelum berusia 24 jam (umumnya dalam 12 jam sesudah lahir disusul dosis ke-2, dan ke-3 sesuai dengan jadwal imunisasi hepatitis) 10.
Bila tersedia pada saat yang sama beri Imunoglobulin Hepatitis B 200 IU IM
(0,5 ml) disuntikkan pada paha yang lainnya, dalam waktu 24 jam sesudah lahir (sebaiknya dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir). 11.
Mengingat mahalnya harga immunoglobulin hepatitis B, maka bila orang tua
tidak mempunyai biaya, dilandaskan pada beberapa penelitian, pembelian HBIg tersebut tidak dipaksakan. Dengan catatan, imunisai aktif hepatitis B tetap diberikan secepatnya. 12.
Pencegahan terjadinya luka pada puting sangat dianjurkan pada awal kehidupan
bayi sehingga penularan dapat dicegah. 13.
Bimbingan menyusui khususnya posisi menyusui yang baik dan pelekatan
mulut bayi yang betul sehingga mencegah terjadinya puting lecet. 14.
Apabila ada luka pada puting susu dan ibu mengalami Hepatitis Akut, sebaiknya
tidak diberikan ASI. 4. Pemberian ASI oleh Ibu pengidap Toksoplasmosis
Menurut Soedarto, toksoplasmosis adalah penyakit menular zoonosis yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Penyebabnya adalah Toxoplasma gondii yang merupakan parasit golongan protozoa yang dapat menginfeksi semua jenis hewan berdarah panas, termasuk manusia. Toxoplasma gondii dapat ditularkan melalui transfusi darah atau melalui t ransplantasi organ. Jika ibu yang sedang terinfeksi toksoplasmosis memberi ASI pada bayinya, tidak menyebabkan bayi terinfeksi. Menurut Saiffudin (2014), belum ada yang melaporkan transmisi toksoplasmosis melalui ASI. Oleh karena itu dalam situasi darurat apapun ibu seharusnya tetap mampu memberikan ASI kepada bayi secara eksklusif sel ama enam bulan.
Penularan toksoplasmosis dari ibu pada bayi hanya terjadi pada saat akhir dari masa kehamilan. Umumnya ibu yang pernah terinfeksi Toxoplasma gondii akan mendapatkan kekebalan terhadap infeksi parasit ini. Dengan memberi ASI pada bayi, antibodi dari ibu dapat diberikan kepada bayi sehingga dapat melindungi bayinya dari infeksi parasit (Soedarto : 142-143). Namun, mesikupun pemberian ASI oleh ibu dengan toksoplasmosis
tidak
meningkatkan risiko bayi terkena toksoplasmosis, ada hal yang perlu diperhatikan saat 137
menyusui yaitu ibu harus mengetahui teknik menyusui yang baik untuk menghindari puting luka/lecet pada puting karena dapat menular kepada bayi. Selain itu, apabila toksoplasmosis disebabkan oleh kondisi imun yang lemah (akibat HIV), maka pengobatan antriretroviral harus dilakukan dan pemilihan pemberian ASI atau PASI harus ditentukan seperti pada pemberian ASI oleh penderita HIV yang sudah dibahas sebelumnya.
SUMBER:
Departemen Kesehatan RI. http://binfar.depkes.go.id/dat/lama/1309242859_YANFAR.PC%20TB_1.pdf// (dikunjungi tanggal 5 September 2017) Depkes RI. 2007. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006 Gondo, Harry Kurniawan. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. Disertasi dipublikasikan, Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya Indonesia Indarso, Fatimah. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir dari Ibu yang Bermasalah. Disertasi dipublikasikan, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya Indonesia. InfoDATIN KemenKes RI. 2014. Situasi dan Analisis Hepatitis. KemenKes R1. 2011. Pedoman Nasional Pencegahan HIV dari Ibu ke Bayi Prawirohardjo, Sarwono/Editor: Abdul Bari Saifuddin. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Soedarto. Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Melindungi Ibu dan Anak. Sagung Seto Suradi, Rulina. 2003. “Tata Laksana bayi dar i Ibu Pengidap HIV/AIDS”, pp.180 -185 dalam Sari Pediatri. Vol.4. No.4 138