LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK I PERCOBAAN VI KEKUATAN MEDAN LIGAN
NAMA
: YARA TRIA
NIM
: J1B111038
KELOMPOK
: V (LIMA)
ASISTEN
: AMELIA SARI NASTITI
PROGRAM STUDI S1-KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2012
PERCOBAAN VI KEKUATAN MEDAN LIGAN
I.
TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari perbedaan kekuatan medan ligan antara ammonia dan air. II. TINJAUAN PUSTAKA
Teori ikatan valensi pada ion kompleks memiliki beberapa kelemahan, misalnya tidak dapat menjelaskan asal-usul warna khas ion kompleks. Juga tidak dapat menerangkan mengapa [Co(NH 3)6]3+ merupakan kompleks orbital dalam dan [CoF6]3- merupakan kompleks obital luar. Kedua kelemahan ini dapat dijelaskan dengan teori medan kristal. Pada model medan kristal, ikatan dalam ion kompleks dianggap sebagai tarikan elektrostatik antara muatan positif inti ion logam pusat terhadap elektron pada ligan. Sedangkan antara elektron ligan dengan elektron ion pusat terjadi tolak menolak. Teori ini bertitik berat pada teori tolakan, karena pengaruhnya terhadap elektron d dari ion logam pusat. Modifikasi teori medan kristal sederhana yang berdasarkan faktor tertentu seperti kovalensi parsial ikatan ligan-logam disebut teori medan logam. Kadang-kadang istilah tunggal "teori medan ligan" digunakan untuk mengacu teori medan kristal elektrostatik yang murni dan modifikasinya (Keenan, 1984).
Istilah “teori medan ligan” mengacu kepada keseluruhan aspek teoritis yan g digunakan untuk memahami ikatan dan sifat elektronik yang terasosiasi dari kompleks, dan senyawaan lain yang yang terbentuk oleh unsur transisi.
Namun,
terdapat dua hal yang memisahkan studi mengenai struktur elektron senyawansenyawan unsur-unsur transisi, dari teori valensi lainnya yang yang tersisa.
Yang
pertama yaitu kulit-kulit d dan f yang terisi sebagian. Yang kedua kedua ialah adanya pendekatan kasar namun efektif yang disebut teori medan kristal, yang menyediakan metode yang ampuh namun sederhana, dan mengaitkan sekalian sifat yang timbul, terutama dari kehadiran kulit-kulit yang terisi sebagian (Cotton & Wilkinson, 1989).
Spektroskopi ultraviolet adalah metode awal analisis spektroskopi untuk membuat pengaruh pada kimia organik.
Wilayah spektrum elektromagnetik
ultraviolet terdiri atas radiasi dengan panjang gelombang dari 10 -7m hingga 3,5x10-7 m.
Spektroskopi ultraviolet umumnya memperpanjang pengaruh
penglihatan untuk mempelajari absorpsi yang memberi peningkatan warna senyawa organik (Harwood, 1989). Kebanyakan ligan adalah anion atau molekul netral yang merupakan donor elektron. Beberapa yang umum adalah F -, Cl-, CN-, NH2, H2O, CH3OH. Ligan seperti ini jika meyumbangkan elektronnya pada sebuah logam, maka disebut ligan monodentat. Panjang gelombang dari UV dan sinar biasa diukur dalam
m. Ada juga satuan angstrom, dimana 1 Ǻ = m atau satuan milimikron (mμ) dimana 1 mμ = 1 nm (Fessenden &
nanometer (nm) dimana 1 nm = 10 -9 10-10
Fessenden, 1997). Teori medan kristal tentang kompleks mengusulkan bahwa interaksi yang terjadi antara ion logam (ion pusat) dengan ligan dalam pembentukan kompleks merupakan interaksi elektrostatik (ionik). Misalkan ada enam ligan yang berasal dari arah titik oktahedral berinteraksi dengan ion pusat maka lima orbital ion pusat akan terpengaruh medan ligan akan terpengaruh medan ligan lebih besar daripada orbital lain. Akibatnya tingkat energi orbital pertama akan meningkat. Dengan kata lain, lima orbital d akan terbelah menjadi dua tingkat energi.
Dua orbital
dengan tingkat energi lebih tinggi dikenal dengan orbital e g dan tiga orbital lainnya t2g (Vogel, 1994). Menurut teori medan kristal atau crystal field theory theory (CFT), ikatan antara atom pusat dan ligan dalam kompleks berupa ikatan ion, hingga gaya-gaya yang ada hanya berupa gaya elektrostatik. Ion pusat pusat tersusun dari atom atom pusat yang yang dikelilingi oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul yang mempunyai momen dipol permanen. Medan gabungan dari ligan-ligan akan mempengaruhi elektronelektron dari ion pusat sedang medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligan-ligan sekelilingnya. Pengaruh medan ini terutama mengenai elektron logamlogam transisi. Pengaruh ligan tergantung dari jenisnya, terutama pada kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligan-ligan di dalam kompleks-kompleks (Sukardjo, 1992).
Teori medan kristal bekerja baik bila simetri tinggi, tetapi dengan usaha tambahan dapat diterapkan secara lebih umum. Teori medan kristal adalah suatu model dan bukan pemerian realistik dari gaya-gaya yang sebenarnya bekerja.
Namun kesederhanaan kesederhanaan dan keluwesannya keluwesannya mendapatkan tempat dalam “kotak peralatan” para para ahli kimia koordinasi (Cotton & Wilkinson, 1989). Sebuah spektrometer optis adalah sebuah instrumen yang memiliki sistem optis yang dapat menghasilkan sebaran (dispersi) radiasi elektromagnet yang masuk, dan dengan mana dapat dilakukan pengukuran kuantitas radiasi yang diteruskan pada panjang gelombang terpilih dari jangka spektral. Sebuah fotometer adalah peranti untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan atau suatu fungsi integritas ini (Vogel, 1994). Dalam praktek, spektroskopi ultraviolet digunakan terbatas pada sistemsistem terkonjugasi. Meskipun demikian terdapat keuntungan yang selektif dari serapan ultraviolet. Yaitu gugus-gugus karakteristik dapat dikenal dalam molekulmolekul yang sangat kompleks.
Sebagian besar dari molekul yang yang relatif
kompleks mungkin transparan dalam ultraviolet sehingga kita mungkin memperoleh
spektrum
yang
semacam
dari
molekul
yang
sederhana
(Sastrohamidjojo, 1985). Pada penelitian ini dilakukan elektrolisis tanpa dan dengan penambahan ligan KCN, digunakan ligan KCN karena tetapan ketidakstabilannya lebih kecil -21 -18 (K ins ins t= 1,0x10 ) dari pada tetapan ketidakstabilan tiosulfat (K inst inst = 1,0x10 ). Hal
ini menyebabkan semakin kecilnya nilai tetapan ketidakstabilan, maka semakin stabillah
kompleks
itu
(Svehla,
1990).
Elektrolisis
dilakukan
dengan
menggunakan platina sebagai katoda dan anodanya, dalam hal ini platina digunakan karena bersifat tidak larut dalam larutan elektrolit (inert (inert ) sehingga tidak ikut bereaksi dengan larutan. Metode elektrolisis tersebut dilakukan karena perak memiliki sifat yang mudah tereduksi serta mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap korosi, sehingga diharapkan akan dapat diperoleh endapan perak dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik (Prastika, 2011).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat Alat-alat yang digunakan adalah adalah labu ukur 50 mL, pipet gondok 10 mL, gelas bekker 100 dan 250 mL, labu ukur, pipet tetes dan spektrofotometer spektronik-20. B. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan amoniak 1 M, larutan Cu 2+ 0,1 M, dan akuades. IV. PROSEDUR KERJA
Larutan ion Cu 2+ 0,02 M - dibuat dalam pelarut air, 50:50 campuran air dan la rutan amonik 1 M, 75:25 campuran air dan larutan amoniak Larutan ion Cu 0,02 M dalam air 2+
- dibuat dengan memindahkan 10 ml larutan Cu 2+ 0,01 M - ke dalam labu ukur 10 ml - diencerkan dengan air sampai tanda batas Larutan ion Cu 2+ 0,02 M dalam 50:50 campuran air dan amonia - dibuat dengan memindahkan 10 ml larutan Cu 2+ 0,1 M - kedalam labu ukur 10 ml - diencerkan dengan 5,0 ml larutan amonia - dilanjutkan dengan air sampai tanda batas Larutan ion Cu 2+ 0,02 M dalam 75:25 campuran air dan larutan amonia - dibuat dengan 10 ml larutan Cu 2+ 0,1 M - dipindahkan ke dalam labu ukur 10 ml - diencerkan dengan 12,5 ml larutan amoniak
- dilanjutkan dengan air sampai tanda batas - diamati serapan ketiga larutan tersebut dengan spektrofotometer spektronic-20 dengan air sebagai blankonya pada panjang gelombang gelombang 510-700 mm dengan interval 10 mm hasil
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
1.
Larutan Ion Cu2+ 0,02 M dalam pelarut air (100:0)
λ (nm)
Absorban
λ (nm)
(A = -log T)
2.
Absorban
λ (nm)
(A = -log T)
Absorban (A = -log T)
500
0,004
570
0,007
640
0,055
510
0,003
580
0,011
650
0,067
520
0,002
590
0,017
660
0,083
530
0,003
600
0,020
670
0,099
540
0,001
610
0,027
680
0,118
550
0,004
620
0,034
690
0,138
560
0,007
630
0,044
700
0,158
Absorban
λ (nm)
Absorban
Larutan Ion Cu2+ 0,02 M (50:50)
λ (nm)
Absorban
λ (nm)
(A = -log T)
(A = -log T)
(A = -log T)
500
1,357
570
2,523
640
3,0
510
1,495
580
3,000
650
3,0
520
1,658
590
3,0
660
3,0
530
1,770
600
3,0
670
3,0
540
1,921
610
3,0
680
3,0
550
2,097
620
3,0
690
3,0
560
2,222
630
3,0
700
3,0
3.
Larutan Ion Cu2+ 0,02 M (75:25)
λ (nm)
λ (nm)
Absorban (A = -log T)
λ (nm)
Absorban (A = -log T)
Absorban (A = -log T)
500
0,311
570
0,910
640
0,979
510
0,394
580
0,971
650
0,932
520
0,480
590
1,009
660
0,889
530
0,580
600
1,036
670
0,839
540
0,670
610
1,036
680
0,790
550
0,7621
620
1,022
690
0,742
560
0,842
630
1,009
700
0,699
Panjang Gelombang VS Asorbansi Larutan Cu2+ 0,2 M (100:0)
0.18
(700, 0.158)
0.16 0.14 i 0.12 s n a b 0.1 r o s b0.08 A
0.06 0.04 0.02 0 0
100
200
300
λ
400
500
600
700
800
Panjang Gelombang VS Asorbansi Larutan Cu2+ 0,2 M (50:50) 3.500 3.000 i 2.500 s n a2.000 b r o1.500 s b A1.000
0.500 0.000 0
200
400 λ
600
800
Panjang Gelombang VS Asorbansi Larutan Cu2+ 0,2 M (75:25 ) 1.2 1
i s n0.8 a b r 0.6 o s b0.4 A
0.2 0 0
200
400
600
800
λ
B.
Perhitungan
Berdasarkan
grafik
diatas
diketahui
nilai
maksimumnya, sehingga dapat dicari nilai E. 1.
Larutan Ion Cu 2+ 0,02 M dalam pelarut air Diketahui : h = 1,583.10 -37 kkal.s C = 3.10 8 m/s N = 6,022.1023/mol
λ max = 700 nm = 700.10 -9m Ditanya :
E = ... ?
Jawab : E =
=
h.C . N max
1,583 .10
37
8
kkal . s 3.10 m / s 6,022 .10
700 700 .10
9
m
= 40,855 kkal/mol 2.
Larutan Ion Cu 2+ (50:50) Diketahui : h = 1,583.10-37 kkal.s C = 3.10 8 m/s N = 6,022.1023/mol
λ max = 590 nm = 590.10 -9m Ditanya : Jawab :
E = ... ?
23
/ mol
panjang
gelombang
E =
=
h.C . N max
1,583 583 .10
37
8
022 .10 kkal / s 3.10 m / s 6,022
23
/ mol
9
590 .10 m
= 48,4719 kkal/mol 3.
Larutan Ion Cu 2+ (75:25) Diketahui : h = 1,583.10 -37 kkal.s C= 3.108 m/s N = 6,022.1023/mol
λ max = 600 nm = 600.10 -9m Ditanya :
E = ... ?
Jawab : E =
=
h.C . N max
1,583 .10
37
8
kkal . s 3.10 m / s 6,022 .10
23
/ mol
9
600 .10 m
= 47,664 kkal/mol C. Pembahasan
Pada percobaan yang dilakukan kali ini adalah kekuatan medan ligan. Percobaan ini dilakukan perbandingan kekuatan medan antara ligan air dan ammonia yang didasarkan pada perbedaan kekuatan serapan atau absorbansi untuk masing-masing panjang gelombangnya terhadap perbedaan komposisi larutannya (perbandingan ligan ammonia dan air). Menentukan besarnya serapan pada panjang gelombang yang ditentukan digunakan alat yang disebut spektrometer. Dalam semua senyawaannya, kation dikelilingi oleh anion atau molekul netral. Gugus yang langsung mengelilingi suatu kation disebut ligan. Dalam hal ini, ion Cu 2+ berperan sebagai kation atau ion pusat. Larutan Cu 2+ yang digunakan untuk membuat larutan kompleks mempunyai konsentrasi dan volume yang sama. Yang berbeda hanya konsentrasi ligannya. Dalam hal ini, ligannya adalah air dan amonia. Kekuatan medan ligan dipengaruhi oleh gaya tarikan dan tolakan antara atom pusat dengan ligan. Gaya tarikan yang ditimbulkan oleh
perbedaan muatan dipengaruhi gaya tolakan antara atom pusat yang dipengaruhi oleh medan listrik. Perbandingan volume ligan yang digunakan dalam percobaan ini ada tiga larutan. Perbandingan ligan H 2O dan NH3 secara berturut-turut pada percobaan ini adalah 100:0 (10 ml larutan Cu 2+ 0,02 M dengan air sampai tanda batas), 50:50 (10 ml larutan Cu 2+ 0,02 M ditambah 5 ml larutan amonia dan air sampai tanda batas, dan 75:25 (10 ml larutan Cu 2+ 0,02 M ditambah 12,5 larutan amonia dan air sampai tanda batas). Ketiga perbandingan tersebut akan menentukan kekutan masing-masing ligan. Seperti kita ketahui, baik ligan H 2O maupun ligan ammonia sama-sama tidak memiliki muatan. Sebagian larutan ini dimasukkan ke dalam kuvet dan untuk mengamati serapannya pada panjang gelombang tertentu digunakan spektrofotometer spektronic-20. Prinsip kerja spektronic-20 yakni, berkas radiasi elektromagentik dilewatkan melalui larutan Cu2+ dengan ligan air dan ammonia, sebagian akan terabsorpsi. Energi elektromagnetik ditransfer ke atom atau molekul dalam larutan kimia tersebut. Sehingga partikelnya akan tereksitasi dari tingkat energi paling rendah menuju tingkat yang lebih tinggi. Pada temperatur kamar biasanya berada pada tingkat dasar. Sebagai blanko digunakan akuades. Panjang gelombang ultra violet yang digunakan adalah dari 500 nm sampai 700 nm. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa antara amoniak dengan air tentulah ligan amonia lebih kuat dibandingkan ligan air. Penambahan amonia akan menambah daya serap atau adsorbansi terhadap komplemen cahaya, warna larutan (kompleks) yang terbentuk berwarna biru, ini menandakan banyaknya komplemen cahaya yang terserap. Dan terakhir pada larutan Cu 2+ 0,02 M dalam 75:25 larutan air dan amonia. Sama seperti pada perbandingan 50:50 campuran air dan amonia, dari grafik terlihat serapan maksimumnya dan warna larutannya biru yang menandakan banyaknya terjadi adsorbansi. Hubungan energi foton dengan panjang gelombang yaitu terdapatnya perbedaan yang dipengaruhi oleh panjang gelombang
maksimum
masing-masing
larutan.
Karena
apabila
panjang
gelombang maksimum berbanding terbalik dengan energi foton maka larutan memiliki energi foton yang lebih besar dari kedua larutan lainnya.
Larutan Cu2+ 0,02 M dalam larutan air, cenderung memiliki serapan atau adsorbansi yang rendah. Ini terlihat dari data adsorbansi yang didapat terhadap panjang gelombang. Hal inilah yang menyebabkan warna larutannya (kompleks) sedikit biru muda hampir bening, karena hanya sedikit yang menyerap komplemen cahaya. Berbeda dengan larutan Cu 2+ 0,02 M dalam 50:50 campuran air dan amonia. Nilai E (energi) yang dibutuhkan larutan Cu 2+ 0,02 M dalam air, dalam 50:50 campuran air dan amonia, serta dalam 75:25 campuran air dan amonia untuk memperoleh serapan maksimum, berturut-turut sebesar 40,855 kkal/mol, 48,4719 kkal/mol dan 47,664 x 10 -17 kkal/mol. Untuk mengetahui kekuatan medan antara ligan amonia dengan air dengan cara lain adalah melalui reaksi. Reaksi antara tembaga (II) dalam air dengan amonia adalah: Cu(OH2)4+ NH3 → [Cu(NH3)(OH2)3]2+ + H2O [Cu(NH3)(OH2)3]2++NH3→ [Cu(NH3)2(OH2)2]2+ + H2O [Cu(NH3)2(OH2)2]2++NH3→ [Cu(NH3)3(OH2)]2+ + H2O [Cu(NH3)3(OH2)]2++NH3 →[Cu(NH3)4]2++ H2O Hasil reaksi di atas menunjukkan kompleks Cu(II) lebih mudah berikatan dengan NH3 dibandingkan dengan H 2O dalam pembentukkan kompleksnya. VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah: 1.
Besar
serapan
suatu
larutan
dapat
diketahui
dengan
menggunakan
spektrofotometer spektronik-20. 2.
Ligan amonia lebih kuat dibandingkan ligan air, sehingga kompleks Cu(II) cenderung lebih mudah berikatan dengan ligan amonia. am onia.
3.
Kekuatan medan ligan dipengaruhi oleh gaya tarikan dan tolakan antara atom pusat dengan ligan. Gaya tarikan yang ditimbulkan oleh perbedaan muatan dipengaruhi gaya tolakan antara atom pusat yang dipengaruhi oleh medan listrik.
4. Nilai E (energi) yang dibutuhkan larutan Cu 2+ 0,02 M dalam air, dalam 50:50 campuran air dan amonia, serta dalam 75:25 campuran air dan amonia berturut-turut sebesar 40,855 kkal/mol, 48,4719 kkal/mol dan 47,664 x 10 -17 kkal/mol.
DAFTAR PUSTAKA
Cotton and Wikinson. 1989. Kimia 1989. Kimia Anorganik Dasar . UI- Press. Jakarta. Fessenden & Fessenden. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Organik. Bina Aksara. Jakarta. Harwood, Moody. 1989. Experimental Organik Chemistry, Chemistry , Blackwell Scientific Publication. London.Petrucci. 1993. Kimia Dasar jilid 3. Erlangga. Jakarta. Keenan, C. W. 1984. Kimia 1984. Kimia Untuk Universitas Jilid Universitas Jilid 1. Erlangga. Jakarta. Prastika, W., dkk. 2011. Pengaruh Ligan Kcn Pada Proses Elektrolisis Untuk Pengambilan Logam Perak Dari Limbah Cair Fotografi. Fotografi . Jurusan Kimia FMIPA UNDIP. Semarang. Sastrohamidjojo, H. 1985. Spektroskopi. Spektroskopi. Penerbit Liberty. Yogyakarta Sukardjo. 1992. Kimia 1992. Kimia Koordinasi. Rineka Cipta. Jakarta. Vogel. 1994. Kimia Analisis Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik . Penerbit EGC. Jakarta.