Memahami dan menerapkan pengendalian internal yang efektif adalah prinsip dasar dari audit intenal. COSO Internal Control Framework telah menjadi standar di seluruh dunia untuk membangun dan menilai pengendalian internal. Pemahaman umum mengenai COSO Internal Control Framework merupakan syarat kunci (CBOK) untuk semua auditor internal.
Menurut Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) (2013:3) internal control sebagai sebuah proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen dan pegawai perusahaan lainnya yang dibentuk untuk menyediakan keyakinan yang memadai/wajar berkaitan dengan pencapaian tujuan untuk Efektifitas dan efisiensi aktivitas operasi, kehandalan pelaporan keuangan, dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Ada lima komponen dalam pengendalian intern menurut COSO, seperti yang digambarkan berikut ini:
Gambar 2.1 Lima Komponen Pengendalian Intern COSO Menurut COSO (2013:4) dalam Internal Control-Integrated framework (ICF) komponen pengendalian intern sebagai berikut: 1. Control Environment
Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian dalam suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran personal organisasi tentang pengendalian. Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua komponen pengendalian intern yang membentuk disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian ini terdiri dari tujuh sub komponen yang terdiri dari. a. Filosofi dan gaya kepemimpinan manajemen. b. Integritas dan nilai etika. 1
c. Komitmen untuk kompeten. d. Komite audit. e. Struktur organisasi. f. Penetapan wewenang dan tanggungjawab. g. Praktik dan kebijakan sumberdaya manusia.
2. Risk Assesment
Tindakan manajemen untuk mengidentifikasi, menganalisis risiko-risiko yang relevan dalam penyusunan laporan keuangan dan perusahaan secara umum. Risiko yang dinilai atas tujuan perusahaan secara keseluruhan, tujuan di setiap tingkat proses, mengindentifikasi risiko dan menganalisisnya, dan mengelola perubahan,
3. Control Activities
Tindakan-tindakan yang diambil manajemen dalam rangka pengendalian intern, yang termasuk kebijakan dan prosedur, keamanan dalam hal aplikasi dan jaringan, manajemen perubahan aplikasi, kelangsungan bisnis, dan outsourcing.
4. Information and Communication
Tindakan untuk mencatat, memproses dan melaporkan transaksi yang sesuai untuk menjaga akuntablitas. Dengan menjaga kualitas informasi dan efektivitas komunikasi.
5. Monitoring Activities
Penilaian terhadap mutu pengendalian internal secara berkelanjutan maupun periodik untuk memastikan pengendalian internal telah berjalan dan telah dilakukan penyesuian yang diperlukan sesuai kondisi yang ada. Dengan melakukan on-going monitoring (pengawasan yang terus berlangsung), separate evaluations (evaluasi yang terpisah), dan reporting deficiencies (melaporkan kekurangan-kekurangan yang terjadi)
2
Beberapa sistem pengendalian internal bersifat formal, yang lain bersifat informal. Kerangka pengendalian internal COSO membagi komponen pengendalian menjadi hard control dan soft control. Di satu sisi, hard control dapat memandu perilaku karyawan melalui kebijakan dan prosedur yang didefinisikan sementara di sisi lain, soft control dapat mempengaruhi perilaku karyawan dan memastikan kepatuhan terhadap prosedur. Oleh karena itu, soft control dapat dipandang sebagai dasar hard control yang efisien. Mereka secara langsung mempengaruhi perilaku organisasi dan memiliki pengaruh positif terhadap perilaku mo ral karyawan saat mereka melakukan pekerjaan mereka. Soft control adalah bagian dari budaya di dalam organisasi yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial dan budaya karyawan. Bahkan ketika kode etik dalam organisasi mengharapkan karyawan untuk mematuhi nilai etisnya, karyawan memiliki budaya dan perilaku etis mereka sendiri yang bisa berubah secara bertahap Faktor lingkungan pengendalian meliputi integritas, nilai etika dan kompetensi orangorang entitas; Filosofi manajemen dan gaya operasi; Cara manajemen menetapkan wewenang dan tanggung jawab, dan mengatur dan mengembangkan masyarakatnya; Dan perhatian dan arahan yang diberikan oleh dewan direksi. Namun, ketika auditor internal harus mengevaluasi soft control di lingkungan pengendalian sesuai dengan alat evaluasi COSO, mereka hanya dapat mengevaluasi perancangan sistem pengendalian internal. Mereka mengalami kesulitan dalam mengevaluasi efektivitas soft control. Misalnya seseorang dapat mengevaluasi budaya etis organisasi dengan mengajukan pertanyaan ini "Apakah ada kode etik dalam organisasi Anda dan apakah itu komprehensif, menangani konflik kepentingan, pembayaran ilegal atau pembayaran tidak patut lainnya dan diterbitkan ke karyawan?" Tapi itu Tidak mudah untuk mengevaluasi keefektifan kode etik, dengan kata lain bagaimana kita bisa mengetahui apakah kode etik dilaksanakan atau tidak? Isu penting lainnya adalah soft control yang didefinisikan sebagai intangible control tidak dapat diaudit dengan meninjau dokumentasi. Akhirnya, terlepas dari pentingnya soft control dalam mencapai tujuan organisasi, auditor internal masih belum dapat menilai keefektifan pengendalian ini.
HARD CONTROLS NATURE OF CONTROLS
IMPACT TO AUDIT
Tangible Explicit Activities Objective Not difficult to obtain reliable
SOFT CONTROLS
Intangible Implicit Attitudes Subjective difficult to obtain
reliable 3
EXAMPLES
information Internal auditor should have good experience in analysis skills Usually evaluation based on documents Clear recommended action in internal audit report. Approvals Authorizations Verifications Reconciliations Review of Performance
information Internal auditor should have good experience in interpersonal skills Usually evaluation based on results of distributed survey Unclear recommended action in internal audit report. Morale Ethical Climate Shared Values Integrity Trust
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan senantiasa menghadapi berbagai resiko yang dinamakan resiko bisnis (business risk). Termasuk diantaranya adalah resiko terjadinya kecurangan (fraud) yang tergolong dalam resiko integritas (Integrity Risk). Menurut ACFE, kecurangan yang terjadi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori kecurangan laporan keuangan (Financial Statement Fraud),
kecurangan,
penyalahgunaan aset (Asset
Misappropriation), dan korupsi (Corruption). Peran utama dari internal auditor sesuai dengan fungsinya dalam pencegahan kecuarangan adalah berupaya untuk menghilangkan atau mengeleminir sebab- sebab timbulnya kecurangan tersebut. Pada dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu suatu entitas apa bila pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar dan tidak efektif, pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka, pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah tindakan kecurangan, model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efsien dan atau tidak efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan (biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan) dan industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi kecurangan. Kecurangan yang mungkin terjadi harus dicegah salah satunya dengan cara membangun struktur pengendalian intern yang baik. Dengan semakin berkembangnya suatu perusahaan, maka tugas manajemen untuk mengendalikan jalannya perusahaan menjadi semakin berat. Agar
4
tujuan yang telah ditetapkan top manajemen dapat dicapai, keamanan harta perusahaan terjamin dan kegiatan operasi bisa dijalankan secara efektif dan efisien, manajemen perlu mengadakan struktur pengendalian intern yang baik dan efektif mencegah kecurangan.
CONTOH KASUS:
PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah di Asia dan memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (VAS) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. VAS saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan VAS ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. VAS kabur ke Singapura dan menjadi buron sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara VAS dan wartawan Tempo. Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital. Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “ AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002.
Dokumen tersebut memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AAG sebagian adalah perusahaan fiktif. Pembeberan VAS lalu ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Ditjen Pajak karena permasalahan PT AAG berhubungan dengan perpajakan. PT AAG melakukan penggelapan pajak berupa pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan
5
nilai (PPN). Selain itu juga dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi yaitu berupa penggelembungan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun, mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar dan mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, PT AAG diduga telah menggelapkan PPh badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT PT AAG yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
PEMBAHASAN : SOFT CONTROL DALAM PERUSAHAAN
Jika dilihat dari etika bisnis dalam kasus PT AAG, dapat ditinjau bahwa adanya tindakan kecurangan. Menurut Kepala Bidang Investigasi BPKP DKI Jakarta, Arman Sahri Harahap, terdapat empat cara yang digunakan PT AAG dalam hal penggelapan pajak. 1. Memperbesar harga pokok penjualan barang dari yang sebenarnya. "Ditemukan dari adanya pengiriman uang kepada dua pegawai berinisial H dan E. Ternyata, uang tersebut dimasukkan ke dalam biaya, sehingga harga pokok penjualan menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya," ungkap Arman di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat pada kamis, 15 september 2011. 2. Menjual produk kepada perusahaan afiliasi PT AAG di luar negeri dengan harga yang sangat rendah. 3. Selanjutnya terkait manajemen fee. Terdapat kegiatan jasa konsultan yang dimasukkan dalam biaya manajemen fee, padahal pekerjaannya tidak terjadi. 4. Membebankan biaya ke dalam keuangan sehingga perhitungan laba rugi yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Alasan pihak manajemen PT AAG melakukan penggelapan pajak adalah agar PT AAG tidak membayar pajak dan mendapat keuntungan yang berlimpah untuk dinikmati oleh pihak manajemen PT AAG demi memenuhi kepentingan pribadi. Seperti halnya kasus penggelapan yang dilakukan oleh PT AAG, pihak intern dalam perusahaan ini menghalalkan segala cara modus dalam melakukan kejahatan pajak. Secara garis besar manipulasi pajak yang dilakukan oleh PT AAG adalah lewat transfer profit ke perusahaan afiliasi Asian Agri di luar negeri, seperti Hong Kong, British Virgin Islands, Macau, dan 6
Mauritius. Ada tiga pola yang digunakan, yaitu pembuatan biaya fiktif, transaksi hedging fiktif, dan transfer pricing . Tujuannya untuk mengurangi keuntungan sehingga pajak yang dibayarkan berkurang. Pihak internal bekerja sama melakukan penggelapan pajak demi mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Moral dari pelaku bisnis yang dimiliki oleh PT AAG dipengaruhi oleh segelintir orang yang memang dari awal sudah tertanam dalam kepribadiannya untuk melakukan tindakan kecurangan sehingga segelintir orang tersebut mampu mempengaruhi pihak yang lain untuk ikut bekerjasama dalam melakukan perbuatan yang tidak seharusnya. Pengetahuan agama yang masih minim memungkinkan mereka tidak ragu untuk melakukan penggelapan pajak yang jelas perbuatan tersebut dilarang oleh agama manapun. Ini yang membuat mereka tidak dapat menerapkan moral yang terpuji sesuai dengan agama yang dianut masing-masing. Maka dari itu, betapa perlunya integritas dan etika yang merupakan salah satu pondasi karakter yang harus dimiliki dalam pengendalian internal yang efektif menurut COSO dan juga diterapkan oleh pelaku bisnis agar tercipta suatu bisnis yang positif, sehat, dan akan terus semakin maju dan memberikan berbagai dampak positif baik dari pelaku bisnis maupun dapat memperoleh
kepercayaan
maupun
loyalitas
dari
konsumen
dan
dapat
mewujudkan
perekonomian Indonesia yang semakin maju dan berkembang dengan pembayaran pajak yang tepat. Tidak hanya moral, etika pun sama pentingnya dalam dunia bisnis karena dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya, juga merupakan kesepakatan bersama-sama karena etika yang baik dapat menciptakan lingkungan bisnis yang baik dan sehat pula sebagai dasar karakter yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis.
Perlunya kesepakatan bersama oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis itu tujuannya agar semua pihak dapat menjalankan dan menerapkan etika yang baik dalam berbisnis tanpa terkecuali agar tidak terjadi berat sebelah antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah:
7
Kurangnya pengendalian diri, sehingga pelaku bisnis berani untuk melakukan kecurangan penggelapan pajak demi mendapatkan keuntungan perusahaan yang tidak halal jalannya. Dalam kasus PT AAG ini pihak manajemen sebenarnya tahu dan sadar melakukan tindakan tersebut, merekapun juga sadar bahwa tindakan mereka itu dapat merugikan banyak pihak, namun yang ada di pikiran mereka adalah hanya keuntungan semata, jadi mereka pun tidak mempedulikan pihak-pihak lain bahkan tidak berpikir bahwa tindakan tersebut semakin lama justru akan merugikan PT AAG untuk ke depannya. Kurang adanya rasa memiliki terhadap PT AAG dan konsep pembangunan berkelanjutan tidak dimiliki oleh PT AAG, karena pihak-pihak yang melakukan kecurangan penggelapan pajak terbuai dengan keuntungan saat ini yang berlimpah sampai tidak peduli dan memikirkan bagaimana kondisi perusahaan di masa akan datang dengan tindakan yang mereka lakukan tersebut. Pihak-pihak tersebut mengekploitasi keadaan saat ini semaksimal mungkin tanpa berpikir panjang dampak yang mereka lakukan terhadap perusahaan di masa depan.
Kasus penyeledupan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group (AAG) harusnya tidak terjadi apabila Dirjen pajak teliti memeriksa berkas atupun dokumen pembayaran pajak dari perusahaan PT Asian Agri Group (AAG). Kemudian penegakan hukum yang tegas bagi pelaku penggelapan pajak menjadi suatu yang harus sehingga tidak terus berlarut kasus penggelapan pajak di negara kita ini.
Hal ini dikaitkan dengan soft control pada perushaan. Soft control mengacu pada kompetensi, integritas, dan komitmen terhadap kejujuran dan akurasi oleh karyawan, manajer, dan pihak yang terkait dalam proses bisnis. Dimana pengendalian bersifat objektif yang artinya
pengendalian ada pada diri sendiri, sebagai individu korporasi yang menjalankan kewajiban di perusahaan tersebut sehingga bentuk pengendaliannya bersifat intangible. Dalam pemeriksaan internal juga menemukan kesulitan untuk memperoleh informasi yang dapat dihadalkan, seorang internal auditor harus memiliki pengalaman yang cukup terkait hubungan interpersonal
8
Pengendalian diri
Menurut saya, kasus yang dialami oleh PT Asian Agri mencerminkan bahwa pelaku bisnis tidak mempunyai etika bisnis yang berbentuk pengendalian diri ini, karena pelaku bisnis tidak dapat mengendalikan dirinya dengan baik sehingga pelaku bisnis berani untuk melakukan kecurangan penggelapan pajak demi mendapatkan keuntungan perusahaan yang tidak halal jalannya. Padahal jika masing-masing individu itu sendiri dapat mengendalikan diri dengan baik, maka dapat dipastikan tidak akan ada kecurangan-kecurangan seperti yang telah dilakukan oleh pihak manajemen PT Asian Agri. Pengembangan tanggung jawab sosial ( social responsibility )
Pada unsur ini pihak manajemen dari PT Asian Agri tidak melakukan pengembangan tanggung jawab sosial, terbukti dengan apa yang sudah dilakukannya itu pihak PT Asian Agri masih saja terlihat membangkang dan melakukan perlawanan, mereka justru merasa dizhalimi lantaran diwajibkan membayar beban pajak melebihi laba yang didapat. Ini membuktikan bahwa pihak manajemen PT Asian Agri tidak berani bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya dan pihak-pihak lain juga merasa dirugikan oleh perbuatannya, terlebih lagi Negara. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Dalam PT Asian Agri, unsur ini sudah dimiliki, perusahaan mereka mengikuti perkembangan
teknologi
dan
informasi
sesuai
perkembangan
zaman
tetapi
tetap
mempertahankan jati diri, karena perusahaan besar sekelas PT Asian Agri yang memiliki banyak anak cabang tidak mungkin jika tidak mengikuti perkembangan teknologi dan informasi yang ada.
Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Konsep pembangunan berkelanjutan tidak dimiliki oleh pihak bisnis PT Asian Agri, karena pihak-pihak yang melakukan kecurangan penggelapan pajak terbuai dengan keuntungan 9
saat ini yang berlimpah sampai tidak peduli dan memikirkan bagaimana kondisi perusahaan di masa akan datang dengan tindakan yang mereka lakukan tersebut. Disini jelas bahwa pihak-pihak tersebut mengekploitasi keadaan saat ini semaksimal mungkin tanpa berpikir panjang dampak yang mereka lakukan terhadap perusahaan di masa depan. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Dalam hal ini, pihak PT Asian Agri justru melakukan 5K tersebut, itulah yang menyebabkan mereka melakukan penggelapan pajak dalam dunia bisnis yang tentu akibatnya sangat merugikan Negara. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Menurut saya, dalam berbisnis itu menumbuhkan sikap saling percaya dari kalangan manapun sangat penting artinya untuk kemajuan dan perkembangan perusahaan. Apalah arti sebuah bisnis tanpa adanya rasa saling menjaga kepercayaan antara satu dengan yang lain. Sedangkan pihak manajemen PT Asian Agri ini sudah melakukan tindakan yang mencerminkan bahwa PT Asian Agri ini tidak menaati peraturan-peraturan yang ada, perbuatan ini mengakibatkan pihak-pihak terkait menjadi hilang kepercayaan dengan PT Asian Agri. Hilangnya kepercayaan dari berbagai pihak inilah yang juga secara langsung maupun tidak langsung dapat merugikan pihak PT Asian Agri. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Ada oknum-oknum dalam PT Asian Agri yang sudah melakukan kecurangan itu membuktikan bahwa sikap konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama tidak ditaati. Akibatnya? Semua konsep etika bisnis menjadi hilang satu per satu esensinya dalam lingkup perusahaan itu sendiri. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Dalam kasus PT Asian Agri ini pihak manajemen sebenarnya tahu dan sadar melakukan tindakan tersebut, merekapun juga sadar bahwa tindakan mereka itu dapat merugikan banyak 10
pihak, namun yang ada di pikiran mereka adalah hanya keuntungan perusahaan itu semata, jadi mereka pun tidak mempedulikan pihak-pihak lain bahkan tidak berpikir bahwa tindakan tersebut semakin lama justru akan merugikan PT Asian Agri untuk ke depannya. Mereka cenderung mempunyai rasa memiliki PT Asian Agri tanpa mau menjalankan apa yang menjadi kewajiban mereka dalam berbisnis. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Dalam kasus PT Asian Agri tersebut melanggar Tindak Pidana Pencucian Uang lewat Pasal 155 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Proses pembayaran denda Asian Agri merupakan bagian dari Putusan MA No.2239K/PID.SUS/2012 tanggal 18 Desember 2012, Asian Agri dinyatakan kurang membayar pajak pada periode 2002-2005 senilai Rp 1,25 triliun dan denda Rp 1,25 triliun. Jadi total yang harus dibayarkan Asian Agri kepada negara adalah sebesar Rp 2,5 triliun. Jika tidak dibayar hingga tenggat 1 Februari 2014, aset Asian Agri yang di antaranya 14 perusahaan kelapa sawit terancam disita. Ini merupakan suatu hukum positif yang dapat memberikan efek jera bagi pihak PT Asian Agri. Dunia Bisnis
Terjadinya tindakan kriminal dalam dunia bisnis tampaknya semakin hari semakin meningkat. Tindakan seperti tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan contoh nyata para pelaku bisnis yang melakukan tindakan tersebut. Seperti halnya PT Asian Agri yang menggelapkan pajak hingga trilyunan rupiah demi meraih keuntungan mereka sendiri ini adalah contoh nyata dari sekian banyak perusahaan besar tanpa memikirkan kerugian dari berbagai pihak atas tindakannya tersebut. ·
11
PERILAKU ETIKA DALAM PROFESI AKUNTANSI
Dalam kasus PT Asian Agri pihak manajemen telah melakukan tindakan penggelapan pajak, tindakan tersebut merupakan pelanggaran kode etik dalam profesi Akuntan. Seharusnya pihak Ditjen Pajak memiliki integritas dan obyektifitas yang tinggi agar profesi tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Laporan Audit
Laporan Keuangan berupa Neraca dan Rugi Laba untuk 14 perusahaan tersebut diaudit oleh KAP yaitu : 1. Tahun 2002 dan 2003, oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Purwantono, Sarwoko & Sandjaja (Ernst and Young) ; 2. Tahun 2004 dan 2005, oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Paul Hadiwinata, Hidajat, Arsono dan Rekan (PKF). Proses audit tersebut selalu diawali dengan penandatanganan Client Representation Letter (surat mengenai kebenaran, kelengkapan dan keakuratan catatan akuntansi dan laporan keuangan yang akan diaudit) oleh Suwir Laut selaku manajer pajak dan pembuat laporan keuangan PT Asian Agri yang diberikan kepada KAP Purwantono, Sarwoko & Sandjaja (Ernst and Young) dan KAP Paul Hadiwinata, Hidajat, Arsono dan Rekan (PKF). Meskipun 14 (empat belas) perusahaan yang tergabung dalam AAG tersebut telah diaudit oleh KAP, Suwir Laut tidak melakukan perubahan/pembetulan atas SPT Tahunan PPh WP Badan 14 (empat belas) perusahaan yang telah disampaikan kepada KPP terkait walaupun Suwir Laut secara sadar mengetahui bahwa ada perbedaan Neraca dan Rugi Laba antara SPT yang Suwir Laut buat dan telah dikirimkan ke KPP dengan hasil audit KAP. Pada akhirnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit atas proses pemeriksaan dan penyidikan pajak terhadap enam perusahaan. Hasil pemeriksaan itu mengungkap proses pemeriksaan rupanya tidak efektif. Berdasarkan dokumen hasil audit BPK yang diterima, pemeriksaan BPK tersebut lebih ditujukan untuk menilai kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta efektivitas proses pemeriksaan dan penyidikan terhadap wajib pajak. Dari hasil audit BPK terungkap, kinerja pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan pajak oleh Ditjen Pajak terhadap Asian Agri periode 2002-2005 yang belum
12
sepenuhnya efektif. Akibatnya, proses pemeriksaan atas kasus ini berjalan berlarut-larut cukup lama. Jangka waktu pelaksanaan bukti permulaan atas Asian Agri melebihi ketentuan, yakni melewati dua bulan dan tidak didukung dengan usulan serta surat persetujuan perpanjangan pemeriksaan. Akibatnya, pelaksanaan pemeriksaan bukti awal tidak punya kepastian penyelesaian dan mengganggu efektivitas penyelesaian tindak pidana perpajakan. Dalam penjelasan diatas dapat diketahui bahwa Suwir Laut selaku manajer pajak dan pembuat laporan keuangan telah berani melakukan penyelewengan dengan melaporkan ke KPP hasil laporan keuangan SPT yang Suwir Laut buat, bukan dari hasil laporan keuangan SPT dari Audit KAP. Sebagai Ditjen Pajak seharusnya mereka lebih teliti dan cermat memeriksa berkas ataupun dokumen pembayaran pajak dari PT Asian Agri sehingga kasus ini dapat diusut dengan tuntas dan agar tidak terjadi lagi penyelewengan kasus seperti ini. Tipe Audit dan Auditor
Dalam kasus PT Asian Agri, yang memeriksa adalah KAP, namun Suwir Laut tidak melakukan perubahan/pembetulan atas SPT Tahunan PPh WP Badan 14 (empat belas) perusahaan yang telah disampaikan kepada KPP terkait walaupun Suwir Laut secara sadar mengetahui bahwa ada perbedaan Neraca dan Rugi Laba antara SPT yang Suwir Laut buat dan telah dikirimkan ke KPP dengan hasil audit KAP. Lalu diperiksa oleh Ditjen Pajak, namun proses pemeriksaan atas kasus ini berjalan berlarut-larut cukup lama. Jangka waktu pelaksanaan bukti permulaan atas Asian Agri melebihi ketentuan, yakni melewati dua bulan dan tidak didukung dengan usulan serta surat persetujuan perpanjangan pemeriksaan. Pada akhirnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit atas proses pemeriksaan dan penyidikan pajak. Dari hasil audit BPK terungkap, kinerja pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan pajak oleh Ditjen Pajak belum sepenuhnya efektif. Akibatnya, pelaksanaan bukti awal tidak punya kepastian penyelesaian dan mengganggu efektivitas penyelesaian tindak pidana perpajakan. Etika Profesional Profesi Akuntan Publik 13
Pelanggaran kode etik yang dilakukan dalam kasus PT Asian Agri ini ada kemungkinan dapat merusak citra Ditjen Pajak. Kinerja Ditjen Pajak dinilai belum sepenuhnya efektif oleh Audit BPK. Tentunya masyarakatpun memiliki harapan kepada Ditjen Pajak yang dapat dipercayai dengan melakukan tugasnya yang menerapkan sesuai norma-norma yang berlaku karena pajak merupakan hal yang memiliki kontribusi besar bagi negara. · ATURAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI Pihak manajemen PT Asian Agri telah melakukan penggelapan pajak yang jelas sudah membuktikan bahwa pihak terkait tidak mentaati Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia karena mereka tidak memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi (melakukan penyelewengan dengan melaporkan ke KPP hasil laporan keuangan SPT sebelum di audit, padahal sebenarnya laporan keuangan SPT sudah di audit oleh KAP). PRINSIP ETIKA PROFESI Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai perusahaan yang wajib membayar pajak setiap tahun, pihak PT Asian Agri tidak melaksanakan tanggung jawab dalam pembayaran pajak tersebut dengan benar dikarenakan penyimpangan yang telah perusahaan lakukan selama empat tahun. Tindakan tersebut telah banyak merugikan Negara. Kepentingan Publik
Dalam hal ini, PT Asian Agri tidak mementingkan kepentingan publik, karena PT Asian Agri lebih mementingkan perusahaan beserta anak perusahaannya untuk mengambil keuntungan dengan tidak membayar pajak selama empat tahun tersebut, ini membuktikan bahwa PT Asian Agri tidak menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Namun PT Asian Agri Group terbukti tidak jujur dan tidak berterus terang dalam pembayaran pajaknya yang jelas tindakan tersebut berlawanan dengan prinsip etika profesi. 14
Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. Itu berarti prinsip integritas ini tidak menerima kecurangan yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group dalam melakukan penggelapan pajak. Obyektivitas
Dalam kasus ini, pihak PT Asian Agri berbanding terbalik dengan prinsip obyektivitas karena mereka memikirkan kepentingan perusahaan walaupun itu salah tetap mereka berdalih dan menentang kejujuran yang terjadi bahwa sebenarnya mereka terbukti tidak melakukan pembayaran pajak selama empat tahun. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Prinsip ini rupanya tidak dilakukan Ditjen Pajak, karena ketidak hati-hatian Dirjen pajak teliti memeriksa berkas atupun dokumen pembayaran pajak dari perusahaan PT Asian Agri Group (AAG). Kemudian penegakan hukum yang tegas bagi pelaku penggelapan pajak menjadi suatu yang harus sehingga tidak terus berlarut kasus penggelapan pajak di negara kita ini. Kerahasiaan
Terjadi kesalahan prinsip dalam pihak manajemen PT Asian Agri, karena Manajer merahasiakan laporan keuangan SPT yang sudah diaudit. Seharusnya Manajer melaporkan hasil yang telah di audit tersebut ke KPP, bukan malah melaporkan laporan keuangan SPT yang belum diaudit. Perilaku Profesional
Perilaku profesional ini tidak dilakukan oleh pihak manajemen PT Asian Agri, karena dengan tindakannya menggelapkan pajak trilyunan rupiah itu sudah melanggar prinsip etika profesi akuntansi dengan tidak bertanggung jawab melakukan pembayaran pajak, sedangkan membayar pajak merupakan suatu kewajiban badan usaha yang tidak mereka taati. Standar Teknis
Setiap perusahaan harus melakukan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, perusahaan berkewajiban untuk melaksanakan penugasan tersebut sejalan dengan prinsip 15
integritas dan obyektivitas. Beberapa modus penyimpangan dilakukan oleh pihak manajemen PT Asian Agri agar perusahaan tidak membayar pajak sesuai dengan yang ditentukan oleh Ditjen Pajak. Ini membuktikan bahwa pihak manajemen PT Asian Agri tidak melakukan standar teknik dan standar profesional yang relevan.
16