9
KASUS PENGGELAPAN PAJAK OLEH PT ASIAN AGRI GROUP
ANGGOTA KELOMPOK:
ADELIA 14622309
HERI SUANTOSA 14622290
MUHAMMAD IQBAL M 14622300
SISRA FEBRYANTI 14622117
SYASYA SYAZANA 14622113
MATA KULIAH : PENGANTAR PERPAJAKAN
DOSEN PENGASUH : SARI WAHYUNIE, S.E., M.Ak., Ak.
KELAS P3
JURUSAN AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI TANJUNGPINANG
TAHUN AJARAN 2014/2015 GENAP
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah KASUS PENGGELAPAN PAJAK OLEH PT ASIAN AGRI GROUP dengan baik.
Adapun materi dalam makalah ini tersusun atas tiga bab yang meliputi pendahuluan, isi dan penutup. Materi yang disampaikan dalam makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk lebih mengenal contoh kasus penyelewengan perpajakan yang seharusnya dihindari dalam praktik perpajakan suatu bangsa.
Dalam penulisan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
Ibu Sari Wahyunie, S.E., M.Ak., Ak. selaku dosen pengasuh mata kuliah Pengantar Perpajakan yang telah memberikan masukan dan sarannya yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Teman-teman mahasiswa kelas P/3 Akuntansi yang juga telah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis juga menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada sehingga penulis berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi penyempurnaan makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya. Semoga materi yang disampaikan dalam makalah ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan tambahan pengetahuan bagi kita semua.
Tanjungpinang, Maret 2015
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penulisan 2
BAB II LANDASAN TEORI 3
Definisi dan Fungsi Pajak 3
Teori Pemungutan Pajak 4
Jenis-jenis Pengelompokan Pajak 5
Pengertian dan Jenis Tindak Pidana Penggelapan 8
Unsur-unsur Pasal Tindak Pidana Penggelapan 10
BAB III PEMBAHASAN 13
Profil Perusahaan PT Asian Agri Group 13
Proses Terbongkarnya Kasus Penggelapan Pajak PT Asian Agri 13
Jenis Pajak yang Digelapkan PT Asian Agri dan Dampak yang Ditimbulkan 14
Upaya Penyelesaian Kasus Penggelapan Pajak oleh PT Asian Agri 18
Bab IV PENUTUP 21
Kesimpulan. 21
Saran. 21
Daftar Pustaka . 22
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat penting, di samping penerimaan dari sumber migas dan non migas. Dengan posisi pajak sebagai sumber penerimaan negara yang vital, maka pajak sebagai penerimaan negara yang strategis harus dikelola dengan baik oleh negara. Dalam struktur keuangan negara, tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak di bawah Departermen Keuangan Republik Indonesia.
Dari tahun ke tahun, telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan pajak sebagai sumber penerimaan negara. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui penyempurnaan Undang-undang, penerbitan peraturan perundang-undangan baru di bidang perpajakan, guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber pajak lainnya.
Pajak merupakan beban bagi perusahaan, sehingga merupakan suatu hal yang wajar apabila tidak satu pun perusahaan (wajib pajak) yang dengan sukarela membayar pajak. Mengingat pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih perusahaan, maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin mengurangi beban pajak yang perlu dibayar, maupun menghindari pembayaran pajak. Namun demikian, penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak merugikan perusahaan di kemudian hari. Salah satu cara ilegal yang banyak dilakukan yaitu dengan penggelapan pajak. Hal itu merupakan perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku (Pakpahan: 2013).
Kasus penggelapan pajak banyak bentuknya, di antaranya melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif, dan pemalsuan dokumen keuangan perusahaan. Perusahaan akan selalu mengusahakan agar pajak yang dibayar oleh perusahaan optimal dan minimum. Optimal disini diartikan bahwa perusahaan tidak membayar pajak yang semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan jumlah 'paling sedikit' namun dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang berlaku (Goesur: 2013).
Pada umumnya di negara berkembang, penerimaan pajak yang terbesar berasal dari pajak tidak langsung. Hal ini disebabkan golongan berpenghasilan tinggi lebih rendah presentasenya. Permasalahan ini diperparah dengan banyaknya terjadi pengusaha yang menghindarkan diri dari pajak atau melakukan penyelewengan pajak di mana
penghindaran pajak ini dapat disebut sebagai pelanggaran Undang-undang dan dapat mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak.
Selain itu, masih banyak pula kasus penggelapan pajak yang lolos dari jerat hukum dan kasusnya mengambang dikarenakan aparat penegak hukum tidak tegas dan tidak sungguh-sungguh dalam menegakkan keadilan, sebaliknya justru berusaha menyiasati hukum dengan segala cara tidak lain tujuannya adalah untuk melindungi tersangka mafia pajak.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai salah satu kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group yang telah terungkap namun masih belum jelas mengenai tuntutan hukum dan proses pengadilan bagi tersangkanya.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalah dalam makalah ini antara lain:
Apakah PT Asian Agri Group itu dan dalam bidang manakah kegiatan operasinya?
Bagaimanakah awal mula kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group bermula hingga terbongkar dan diketahui oleh negara?
Apa sajakah jenis pajak yang digelapkan dan kerugian yang ditimbulkan akibat penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group?
Bagaimanakah upaya-upaya penyelesaian kasus penyelewengan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group?
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai melalui penulisan makalah ini antara lain:
Mengetahui profil perusahaan PT Asian Agri Group.
Memahami awal mula kasus terbongkarnya usaha penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group.
Mengetahui jenis-jenis pajak yang digelapkan oleh PT Asian Agri Group, serta besarnya kerugian negara dari sektor pajak akibat penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group tersebut.
Memahami upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka menyelesaikan kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group.
BAB II
LANDASAN TEORI
DEFINISI DAN FUNGSI PAJAK
Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan oleh peraturan perundang-undangan yang hasilnya digunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum pemerintah yang balas jasanya tidak langsung dirasakan oleh rakyat.
Dr. Soeparman Soemahamidjaya memberikan definisi pengertian pajak sebagai iuran wajib, berupa barang atau uang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum (Serizawa: 2014).
Menurut Prof. Dr. MJH. Smeeths, pengertian pajak ialah prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual, yang dimaksud dalam hal ini yaitu membiayai pengeluaran pemerintah (Serizawa: 2014).
Sedangkan pajak menurut Prof. Dr. PJA. Andriani didefinisikan sebagai iuran pada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung bisa ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintahan (Serizawa: 2014).
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. menyatakan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011: 1).
Sedangkan pajak menurut Pasal 1 UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemamakmuran rakyat .
Menurut Mardiasmo (2011: 1), pajak memiliki unsur-unsur antara lain sebagai berikut:
Iuran dari rakyat kepada negara. Hal ini dinyatakan bahwa yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
Berdasarkan Undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Adapun fungsi pajak menurut Mardiasmo (2011:1-2) terbagi dua, antara lain sebagai berikut:
Fungsi budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.
Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh:
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.
Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.
TEORI PEMUNGUTAN PAJAK
Menurut Mardiasmo (2011: 3-4), terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak, antara lain sebagai berikut:
Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu, rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh perlindungan tersebut.
Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan, yaitu:
Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
Teori Bakti
Dasar keadilan memungut pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah suatu kewajiban.
Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
JENIS-JENIS PENGELOMPOKAN PAJAK
Adapun menurut Mardiasmo (2011: 5-6), pajak dapat dibedakan dan dikelompokkan berdasarkan beberapa kategori antara lain sebagai berikut:
Menurut golongannya
Pajak menurut golongannya terbagi dua, antara lain:
Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya adalah pajak penghasilan.
Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya adalah pajak pertambahan nilai.
Menurut sifatnya
Pajak menurut sifatnya terbagi dua, antara lain:
Pajak subjektif, pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contohnya adalah pajak penghasilan.
Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contohnya adalah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
Memurut lembaga pemungutnya
Pajak menurut lembaga pemungutnya dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu:
Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Jenis pajak negara yang sampai saat ini masih berlaku menurut Mardiasmo (2011: 11-12) antara lain:
Pajak Penghasilan (PPh)
Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan adalah Undang-undang No. 7 tahun 1984, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 36 tahun 2008. Undang-undang pajak penghasilan berlaku mulai tahun 1984 dan merupakan pengganti UU Pajak Perseroan 1925, UU Pajak Pendapatan 1944, dan UU PBDR 1970.
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPn BM)
Dasar hukum pengenaan PPN dan PPn BM adalah Undang-undang No. 8 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 42 tahun 2009. Undang-undang PPN dan PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan merupakan pengganti UU Pajak Penjualan 1951.
Bea Materai
Dasar hukum pengenaan Bea Materai adalah Undang-undang No. 13 tahun 1985. Undang-undang Bea Materai berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 menggantikan peraturan dan Undang-undang Bea Materai yang lama (Aturan Bea Materai 1921).
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Dasar hukum pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-undang No. 12 tahun 1985, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 tahun 1995. Undang-undang PBB mulai berlaku tanggal 1 Januari 1986 dan merupakan pengganti:
Ordonasi Pajak Rumah Tangga tahun 1908.
Ordonasi Verponding Indonesia tahun 1923.
Ordonasi Pajak Kekayaan tahun 1932.
Ordonasi Verponding tahun 1928.
Ordonasi Pajak Jalan tahun 1942.
Undang-undang Darurat nomor 11 tahun 1957 khususnya pasal 14 huruf j, k, dan l.
Undang-undang nomor 11 Prp.Tahun 1959 Pajak Hasil Bumi.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Dasar hukum pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Undang-undang No.21 tahun 1997, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 20 tahun 2000. Undang-undang BPHTB berlaku sejak tanggal 1 Januari 1998 menggantikan Ordonasi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 No. 291.
Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Mardiasmo, 2011: 12).
Selanjutnya menurut Mardiasmo (2011: 13), jenis-jenis pajak daerah terbagi dua, yaitu sebagai berikut:
Pajak provinsi, terdiri dari:
Pajak Kendaraan Bermotor;
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
Pajak Air Permukaan;
Pajak Rokok.
Pajak kabupaten atau kota, terdiri dari:
Pajak Hotel dan Restoran.
Pajak Hiburan;
Pajak Reklame;
Pajak Penerangan Jalan;
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
Pajak Air Tanah;
Pajak Sarang Burung Walet.
PENGERTIAN DAN JENIS TINDAK PIDANA PENGGELAPAN
Menurut Tirana: 2014, beberapa definisi tindak pidana penggelapan menurut para ahli, antara lain sebagai berikut:
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Penggelapan diartikan sebagai proses, cara dan perbuatan menggelapkan (penyelewengan) yang menggunakan barang secara tidak sah.
Lamintang
Tindak pidana penggelapan adalah penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan oleh seseorang yang mana kepercayaan tersebut diperolehnya tanpa adanya unsur melawan hukum.
R. Soesilo (1968:258)
Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam pasal 362. Bedanya ialah pada pencurian barang yang dimiliki itu belum berada di tangan pencuri dan masih harus "diambilnya", sedangkan pada penggelapan waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan si pembuat tidak dengan jalan kejahatan.
Pengertian yuridis mengenai penggelapan diatur pada Bab XXIV (buku II) KUHP, terdiri dari 5 pasal (pasal 372 sampai pasal 376). Salah satunya yakni pasal 372 KUHP, merupakan tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang rumusannya berbunyi: "Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum sesuatu benda yang seharusnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang lain yang berada padanya bukan karena kejahatan, karena bersalah melakukan penggelapan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya 900 (sembilan ratus) rupiah".
Jadi, penggelapan dalam tindak pidana tersebut, dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang menyimpang atau menyeleweng, menyalahgunakan kepercayaan orang lain dan awal barang itu berada ditangan bukan merupakan perbuatan yang melawan hukum, bukan dari hasil kejahatan.
Menurut Putra: 2013 dan Tirana: 2014, jenis-jenis tindak pidana penggelapan berdasarkan Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan 377 KUHP, antara lain:
Penggelapan biasa
Yang dinamakan penggelapan biasa adalah penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 KUHP: "Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (zich toeegenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun".
Penggelapan ringan
Penggelapan ringan adalah penggelapan yang apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah , diatur dalam Pasal 373 KUHP, diancam pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.
Penggelapan dengan pemberatan
Penggelapan dengan pemberatan yaitu penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun (Pasal 374 KUHP).
Penggelapan oleh Wali
Penggelapan dalam lingkungan keluarga yaitu penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi barang untuk disimpan, atau yang dilakukan oleh wali, pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap barang sesuatu yang dikuasainya selaku demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun (Pasal 375 KUHP)
Penggelapan dalam lingkungan keluarga
Ketentuan dalam pasal 367 berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang dirumuskan dalam bab ini (Pasal 376 KUHP).
Adapun menurut Hakim: 2012, pasal 367 ayat 2 KUHP berbunyi: "Jika dia adalah suami (istri) yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, atau jika
dia adalah keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan".
UNSUR-UNSUR PASAL TINDAK PIDANA PENGGELAPAN
Dalam suatu penggelapan terdapat unsur-unsur objektif meliputi perbuatan memiliki, sesuatu benda, yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan; dan unsur-unsur subjektif meliputi penggelapan dengan sengaja dan penggelapan melawan hukum.
Pasal-pasal dalam KUHP yang mengatur tentang penggelapan antara lain sebagai berikut:
Pasal 372 KUHP Penggelapan Biasa
Dengan sengaja memiliki;
Memiliki suatu barang;
Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain;
Mengakui memiliki secara melawan hukum;
Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
Hukuman: hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun.
Pasal 373 KUHP Penggelapan Ringan
Dengan sengaja memiliki;
Memiliki suatu bukan ternak;
Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain;
Mengakui memiliki secara melawan hukum;
Barang yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
Harganya tidak lebih dari Rp.25.
Hukuman: hukuman penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 374 KUHP dengan Pemberatan
Dengan sengaja memiliki;
Memiliki suatu barang;
Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian temasuk milik orang lain;
Mengakui memiliki secara melawan hukum;
Barang yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
Berhubung dengan pekerjaan atau jabatan.
Hukuman: hukuman penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun.
Pasal 375 KUHP Penggelapan oleh Wali dan Lain-lain.
Dengan sengaja memiliki;
Memiliki suatu barang;
Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain;
Barang yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
Terpaksa disuruh menyimpan barang;
Dilakukan oleh wali, atau pengurus atau pelaksana surat wasiat, atau pengurus lembaga sosial atau yayasan.
Hukuman: hukuman penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun.
Penggelapan yang ada pada pasal 375 ini adalah beradanya benda objek Penggelapan di dalam kekuasaan pelaku disebabkan karena:
Terpaksa disuruh menyimpan barang itu, ini biasanya disebabkan karena terjadi kebakaran, banjir dan sebagainya.
Kedudukan sebagai seorang wali (voogd); Wali yang dimaksudkan di sini adalah wali bagi anak-anak yang belum dewasa.
Kedudukan sebagai pengampu (curator); Pengampu yang dimaksudkan adalah seseorang yang ditunjuk oleh hakim untuk menjadi wali bagi seseorang yang sudah dewasa, akan tetapi orang tersebut dianggap tidak dapat berbuat hukum dan tidak dapat menguasai atau mengatur harta bendanya disebabkan karena ia sakit jiwa atau yang lainnya.
Kedudukan sebagai seorang kuasa (bewindvoerder); Seorang kuasa berdasarkan bewindvoerder adalah orang yang ditunjuk oleh hakim dan diberi kuasa untuk mengurus harta benda seseorang yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya tanpa menunjuk seorang wakil pun untuk mengurus harta bendanya itu.
Kedudukan sebagai pelaksana surat wasiat; Yang dimaksud adalah seseorang yang ditunjuk oleh pewaris di dalam surat wasiatnya untuk melaksanakan apa yang di kehendaki oleh pewaris terhadap harta kekayaannya.
Kedudukan sebagai pengurus lembaga sosial atau yayasan.
Pasal 376 KUHP Penggelapan dalam Lingkungan Keluarga
Dengan sengaja memiliki;
Memiliki suatu barang;
Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain;
Mengakui memiliki secara melawan hukum;
Barang yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
Penggelapan dilakukan suami (isteri) yang tidak atau sudah diceraikan atau sanak atau keluarga orang itu kawin.
Hukuman: hanya dapat dilakukan penuntutan kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan kejahatan itu.
Tindak pidana penggelapan dalam keluarga disebut juga delik aduan relatif dimana adanya aduan merupakan syarat untuk melakukan penuntutan terhadap orang yang oleh pengadu disebutkan namanya di dalam pengaduan. Dasar hukum delik ini diatur dalam pasal 376 yang merupakan rumusan dari tindak pidana pencurian dalam keluarga sebagaimana telah diatur dalam pembahasan tentang pidana pencurian, yang pada dasarnya pada ayat pertama bahwa keadaan tidak bercerai meja dan tempat tidur dan keadaan tidak bercerai harta kekayaan merupakan dasar peniadaan penuntutan terhadap suami atau istri yang bertindak sebagai pelaku atau yang membantu melakukan tindak pidana penggelapan terhadap harta kekayaan istri dan suami mereka. Pada ayat yang kedua, hal yang menjadikan penggelapan sebagai delik aduan adalah keadaan di mana suami dan istri telah pisah atau telah bercerai harta kekayaan. Alasannya, sama halnya dengan pencurian dalam keluarga yang dilakukan oleh suami atau istri terhadap harta kekayaan suami mereka, yaitu bahwa kemungkinan harta tersebut adalah harta bersama yang didapat ketika hidup bersama atau yang lebih dikenal dengan harta gono-gini yang mengakibatkan sulitnya membedakan apakah itu harta suami atau harta istri. Oleh karena itu, perceraian harta kekayaan adalah yang menjadikan tindak pidana penggelapan dalam keluarga sebagai delik aduan. Tindak pidana penggelapan dalam keluarga dapat diadili jika kejahatan tersebut diadukan oleh keluarga yang bersengketa.
BAB III
PEMBAHASAN
PROFIL PERUSAHAAN PT ASIAN AGRI GROUP
PT Asian Agri adalah holding company dari divisi agribisnis Raja Garuda Mas Group yang memiliki perkebunan kelapa sawit tersebar di wilayah Sumatera, yang merupakan salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di Asia dengan kapasitas produksi per tahun mencapai satu juta ton. Asian Agri merupakan sebuah komunitas paling besar dan paling sukses di Indonesia yang telah membawa keuntungan ekonomi dan tansformasi sosial bagi keluarga petani plasma. Saat ini, Asian Agri mengelola 28 perkebunan minyak kelapa sawit dan 19 pabrik pengilangan minyak kelapa sawit di Sumatera Utara, Riau, dan Jambi. Perusahaan ini memiliki total area perkebunan kelapa sawit sebesar 160.000 hektar.
Kelapa sawit merupakan produk serba guna yang dapat digunakan sebagai produk makanan dan bahan-bahan masakan, kosmetik, perlengkapan mandi, minyak pelumas, serta biofuel. Oleh karena harganya yang kompetitif dan daya guna yang tinggi, kelapa sawit menikmati pangsa pasar yang paling tinggi di pasar minyak konsumsi dunia.
Asian Agri adalah anggota Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO), sebuah inisiatif dari berbagai pemangku kepentingan global yang mempromosikan pertumbuhan dan penggunaan kelapa sawit yang berkelanjutan. Asian Agri sangat percaya bahwa produksi dan penggunaan kelapa sawit harus dilakukan dengan cara yang berkelanjutan berdasarkan keberlangsungan kehidupan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Perusahaan ini menerapkan kebijakan anti pembakaran lahan, manajemen pengendalian hama yang terintegrasi, pelestarian kelembapan tanah, dan praktik-praktik ramah lingkungan lainnya.
PROSES TERBONGKARNYA KASUS PENGGELAPAN PAJAK PT ASIAN AGRI
Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT Asian Agri Group, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT Asian Agri Group di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT Asian Agri Group—yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.
Pelarian Vincentius Amin Sutanto berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 Vincent sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT Asian Agri Group yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital. Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul "AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)", disusun sekitar tahun 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT Asian Agri Group secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT Asian Agri Group ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar—untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT Asian Agri sebagian adalah perusahaan fiktif.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak—karena memang permasalahan PT Asian Agri Group tersebut terkait erat dengan perpajakan. Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jenderal Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan termasuk penggeladahan terhadap kantor PT Asian Agri Group, baik yang di Jakarta maupun di Medan.
JENIS PAJAK YANG DIGELAPKAN PT ASIAN AGRI DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN
Menurut Wirawinata: 2011, berdasarkan hasil penyelidikan (14 perusahaan diperiksa), ditemukan terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu juga bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun, mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar, mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, PT Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Lebih lanjut menurut Tirana: 2014, adapun unsur-unsur tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group antara lain sebagai berikut:
Modus Terdakwa
Modus yang dilakukan PT Asian Agri Group adalah cara dengan menghindari pembayaran pajak melalui pembukuan penjualan yang dibuat tidak sebagaimana mestinya, dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (crude palm oil) keluaran PT Asian Agri Group ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar—untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan.
Unsur-unsur penggelapan PT Asian Agri dihubungkan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU)
Pasal 3 ayat (1) UU TPPU sebagai berikut:
Setiap orang, dapat dijelaskan sebagai berikut:
Karena dinyatakan dengan kata setiap orang, maka diperuntukkan tanpa melihat kewarganegaraan seseorang, artinya semua orang dapat dikenakan pasal ini, lebih-lebih masalah money laundring yang sudah merupakan masalah global.
Dengan sengaja, ini berarti orang yang disangkakan melakukan tindak pidana pencucian uang tersebut harus dibuktikan sifat sengajanya, apakah sebagai bentuk kesengajaan sebagai kehendak, atau perbuatannya itu memang dikehendaki, ataukah hanya karena bentuk pengetahuan, artinya adanya pengetahuannya akan dampak dari perbuatannya.
Menempatkan; mentransfer; membayarkan atau membelanjakan; menghibahkan atau menyumbangkan; menitipkan; membawa ke luar negeri; menukarkan atau perbuatan lainnya, yang adalah masing-masing perbuatan merupakan suatu alternatif yang cukup dibuktikan salah satunya saja, kecuali seseorang melakukan beberapa perbuatan sekaligus, maka ke semuanya harus dituangkan dalam berkas perkara, seperti :
Menempatkan ke dalam jasa keuangan, artinya perbuatan memasukkan uang tunai ke dalam penyedia jasa keuangan, seperti menabung, membuka giro atau deposito (si pelaku atau predicat crime menyimpan sendiri hartanya).
Mentransfer, artinya perbuatan pemindahan uang dari penyedia jasa keuangan satu ke penyedia jasa keuangan lain (pelaku atau predicat crime memindahkan harta kekayaan yang diperolehnya dari tindak pidana itu kepada pihak lain dengan menggunakan sarana perbankan).
Membayarkan atau membelanjakan, artinya penyerahan sejumlah uang atas pembelian sesuatu benda kepada seseorang atau pihak lain. (pelaku menggunakan uang hasil tindak pidananya itu untuk membayar atau berbelanja, seperti membeli tanah, perusahaan dan sebagainya).
Menghibahkan atau menyumbangkan, artinya perbuatan hukum mengalihkan kebendaan secara cuma-cuma, termasuk pengertian hibah dalam hukum perdata kepada pihak lain maupun keluarganya.
Menitipkan, artinya uang hasil kejahatannya disimpan kepada seseorang, baik secara fisik, maupun menggunakan sarana perbankan milik temannya sebagaimana ketentuan hukum perdata.
Membawa ke luar negeri, artinya kegiatan membawa secara fisik atas kekayaannya, baik dalam bentuk uang maupun benda lainnya tersebut dengan melewati batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menukarkan, artinya perbuatan penukaran mata uang ke mata uang asing (valas) ataupun dari surat berharga yang satu kepada surat berharga lainnya, termasuk penukaran benda lainnya.
Perbuatan lainnya adalah perbuatan-perbuatan diluar yang telah disebutkan diatas, seperti over booking, yaitu pemindah bukuan dari rekening satu kepada rekening lainnya dalam satu bank, sehingga tidak termasuk transfer dan lain-lain.
Harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, maksudnya orang tersebut dengan penilaiannya dapat mengetahui atau setidak-tidaknya secara kepatutan dapat memperkirakan bahwa harta itu diperolehnya dari hasil kejahatan, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang no. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Sedangkan yang dimaksud harta kekayaan disini adalah sebagaimana ketentuan pasal 1 angka 4 UU TPPU yang menyebutkan adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
Ke dalam penyedia jasa keuangan, artinya bukan saja lembaga perbankan dan asuransi, tetapi juga penyedia jasa keuangan lainnya sebagaimana yang ditentukan oleh pasal 1 ke 5 UU TPPU yang menyebutkan penyedia jasa keuangan adalah setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, perusahaan asuransi dan kantor pos.
Baik atas nama sendiri atau orang lain, artinya sekalipun di atas namakan rang lain si pelaku tetap saja tidak dapat dibebaskan dari perbuatan pencucian uang. Dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
Pasal 6 UU TPPU dikenakan terhadap keluarga pemilik dan/atau rekannya
Pasal 6 ayat (1) TPPU menyatakan: "Setiap orang yang menerima atau menguasai, penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000,-(lima belas milyar rupiah)".
Dapat dijelaskan sebagai berikut:
Digunakannya kata setiap orang, maka diperuntukkan tanpa melihat kewarganegaraan seseorang, artinya semua orang dapat dikenakan pasal ini, lebih-lebih masalah money laundring ini sudah merupakan masalah global. Menerima atau menguasai, penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran harta kekayaan, dapat dijelaskan sebagai berikut :
Menerima atau menguasai penempatan harta kekayaan, berarti sifat perbuatannya sebagai penampung uang tunai bahkan hanya menguasai atau berada dalam kekuasaannya harta kekayaan ke dalam
sistem perbankannya, tanpa diperlukan suatu pembuktian siapa pemilik dari harta kekayaan tersebut.
Menerima atau menguasai pentransferan harta kekayaan, artinya seperti point diatas, tetapi melalui transaksi perbankan, bukan uang tunai.
Menerima atau menguasai pembayaran harta kekayaan, merupakan perluasan ancaman kepada pihak-pihak, dalam hal ini termasuk dalam konteks tindakan yang legal atau sah, sehingga dibutuhkan suatu itikad baik dari penjual untuk membantu pemberantasan kejahatan money laundering di Indonesia.
Menerima atau menguasai hibah harta kekayaan, dikhususkan untuk tindakan pemberian.
Menerima atau menguasai sumbangan harta kekayaan.
Menerima atau menguasai penitipan atau penukaran harta kekayaan, dalam hal ini menunjukkan betapa sangat luas jangkauan larangan termasuk juga hanya untuk tindakan penitipan yang berarti tanpa sifat kepemilikan sama sekali.
Yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, maksudnya, orang tersebut dengan penilaiannya dapat mengetahui atau setidak-tidaknya secara kepatutan dapat memperkirakan bahwa harta itu diperolehnya dari hasil kejahatan, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
UPAYA PENYELESAIAN KASUS PENYELEWENGAN PAJAK PT ASIAN AGRI
PT Asian Agri Group diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax evasion) selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah. Belum lagi kelar proses penyidikan, berkembang wacana mengenai penyelesaian kasus itu di luar pengadilan (out of court settlement). Hal ini sangat menggelisahkan kalangan yang menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika para penjahat kelas teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara itu penjahat kerah putih (white collar criminal) yang mengakibatkan kerugian besar pada negara justru dibiarkan melenggang karena kekuatan kapitalnya (Wirawinata: 2011).
Meski peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para penggelap pajak dari proses persidangan di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda.
Ketentuan hukum nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang out of court settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan. Peluang itu tidak hanya berlaku untuk "Perlawanan Pasif terhadap Pajak", yaitu perlawanan yang tidak dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga masyarakat untuk merintangi aparat pajak dalam melakukan tugasnya. Penghentian penyidikan dan penyelesaian di luar sidang juga berlaku untuk "Perlawanan Aktif terhadap Pajak" yang perbuatannya dilakukan lewat cara-cara ilegal dan langsung ditujukan pada fiskus atau pemerintah.
Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori "Perlawanan Aktif terhadap Pajak" sekalipun tetap dapat diselesaikan di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.
Selanjutnya menurut Wirawinata: 2011, menilik modus operandi dalam kasus ini, penggelapan pajak bukanlah satu-satunya perbuatan pidana yang bisa didakwakan kepada Asian Agri Group. Penyidikan terhadap Asian Agri Group juga dapat dikembangkan pada tindak pidana pencucian uang (money laundering). Dalam hal itu, penggelapan pajak oleh Asian Agri Group perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict crime) dari tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana lazimnya, kejahatan pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan kejahatan lain. Kegiatan pencucian uang adalah cara untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini, penggelapan pajak dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang.
Asian Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri (Mauritius, Hongkong Macao, dan British Virgin Island). Surat Pemberitahuan Tahunan
(SPT) kelompok usaha Asian Agri Group kepada Ditjen Pajak telah direkayasa sehingga kondisinya seolah merugi. Modus semacam itu memang biasa dilakukan dalam kejahatan pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Hussein mengenai profil, karakteristik, dan pola transaksi keuangan yang tidak beres sebagai indikasi kuat adanya money laundering.
Kuatnya dugaan tindak pidana pencucian uang oleh Asian Agri Group semakin didukung fakta-fakta yang diperoleh lewat penelusuran Tempo. Investigasi wartawan Tempo memperlihatkan adanya transaksi mencurigakan melalui perbankan untuk mengalirkan uang hasil penggelapan pajak Asian Agri Group ke afiliasinya di luar negeri yang ternyata adalah perusahaan fiktif. Salah satu perusahaan fiktif itu adalah Twin Bonus Edible Oil and Fat, yang setelah dilakukan pengecekan rupanya menggunakan alamat pabrik payung yang berkedudukan hukum di Hongkong (Tempo, 4/2/2007).
Catatan atau profil transaksi keuangan yang tidak beres dan adanya transaksi dengan perusahaan fiktif merupakan bukti permulaan yang bisa digunakan untuk membuat terang dugaan tindak pidana pencucian uang. Penyidikan selanjutnya bisa dilakukan dengan menyelusuri tiga tahapan dalam kejahatan pencucian uang. Pertama, penempatan (placement) yang dimulai dengan menyelundupkan penghasilan yang diduga dari laba perusahaan ke negara lain. Kedua, pelapisan (layering) yaitu proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil upaya placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks didesain untuk menyamarkan atau mengelabui sumber uang haram tersebut. Ketiga, integrasi (integration) yang merupakan tahap akhir dari proses money laundering yang bertujuan menjadikan uang hasil tindak pidana itu dapat digunakan atau dinikmati selayaknya uang halal (Wirawinata: 2011).
Berbeda dengan tindak pidana perpajakan, dalam proses penyelesaian tindak pidana pencucian uang tidak ada satu pihak pun yang diberi kewenangan untuk menghentikan penyidikan. Dengan demikian, jika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan penyidik dapat melakukan koordinasi dengan baik untuk menuntaskan penyidikan tindak pidana pencucian uang itu, maka persidangan kasus ini pun dapat segera digelar. Ketentuan yang memberikan kewenangan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan jelas tidak mampu menghadirkan keadilan. Persetujuan kita bersama terhadap filosofi pajak yang tidak bertujuan membangkrutkan usaha, semestinya juga tidak diinterpretasikan lewat kebijakan yang membeda-bedakan kedudukan warga negara di hadapan hukum (Wirawinata: 2011).
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Sektor penerimaan keuangan negara yang pokok salah satunya adalah pajak, sangat berperan besar dalam pertumbuhan ekonomi di negara kita. Perpajakan yang efisien dilaksanakan dengan suatu cara yang dapat membantu pembagian pendapatan yang lebih merata, dapat membantu untuk memberikan dorongan tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperkuat kebijaksanaan pengeluaran anggaran yang dilaksanakan oleh sistem administrasi.
Karena peran pajak yang sangat penting, apabila pajak ternyata dimanipulasi unuk kepentingan beberapa pihak sehingga merugikan negara baik dilakukan secara sengaja maupun bersifat ilegal maka secara tidak langsung akan banyak mempengaruhi perkembangan ekonomi dan pertumbuhan pembangunan di Indonesia. Pertama, pengaruhnya pada produksi sebagai keseluruhan berlangsung melalui pengaruh-pengaruhnya terhadap kerja, tabungan, dan investasi.
Pengaruh yang kedua adalah pajak dapat mengakibatkan adanya penyimpangan dalam penggunaan faktor produksi, yaitu penggunaan yang seharusnya dapat menghasilkan produksi yang maksimum menuju ke arah penggunaan yang menghasilkan produksi yang lebih sedikit. Ketiga, pada pajak perseorangan yaitu yang dikenakan pada suatu kelompok tertentu tanpa mengingat aktivitasnya berpengaruh terhadap pendapatan (yang menjadi berkurang setelah pembayaran pajak), tabungan, atau kedua-duanya. Pajak ini pada akhirnya mempengaruhi kepuasan seseorang untuk melakukan konsumsi dan menabung.
Di negara kita dalam prakteknya, baik sistem maupun administrasi perpajakan seringkali menemui permasalahan-permasalahan. Seperti kasus pada PT. Asian Agri Group yang terbukti merugikan negara sebesar 1,3 trilyun rupiah secara otomatis akan berdampak pada perekonomian nasional. Pajak yang seharusnya dapat memberikan sumbangan pembangunan masyarakat menjadi tidak jelas akibat penggelapan pajak penghasilan untuk badan usaha dari SPT-nya. Prosesi hukum tentunya harus dijalankan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Karena bagaimanapun juga pertanggungjawaban pajak ini harus adil dan transparan. Apabila terjadi kesalahan maka pihak yang berkaitan harus membayar ganti rugi untuk negara dan demi kepentingan nasional bangsa.
SARAN
Demikianlah materi singkat yang dapat penulis sampaikan melalui penulisan makalah "Kasus Penggelapan Pajak oleh PT Asian Agri Group". Semoga makalah ini dapat menjadi rujukan dan referensi bagi para pembaca untuk dapat memahami pentingnya peran pajak sebagai sumber penerimaan negara. Kasus penggelapan pajak merupakan masalah yang sangat merugikan negara dan perlu ditindak secara tegas menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya penyelesaian yang nyata, misalnya para koruptor pajak dimiskinkan, akan menimbulkan efek jera sehingga dapat mengurangi bahkan meniadakan jumlah kasus penggelapan pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: ANDI.
Situs Web:
Data Consult. 2009. Industri Palm Oil di Indonesia. http://www.datacon.co.id/CPO2-2009Sawit.html. Diakses pada tanggal 28 Febuari 2015.
Goesur, Kang. 2013. Tugas Makalah Penggelapan Pajak. http://goesur25.blogspot.com/2013/09/tugas-makalah-penggelapan-pajak.html. Diakses pada tanggal 1 Maret 2015.
Hakim, Amrie. 2012. Pencurian dalam Kalangan Keluarga. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5041cf072f0e0/pencurian-dalam-kalangan-keluarga. Diakses pada tanggal 1 Maret 2015.
Pakpahan, Efendi. 2013. Makalah Kasus Penyelewengan Pajak oleh Dhana Widyatmika. http://tugasakhiramik.blogspot.com/2013/02/makalah-kasus-penyelewengan-pajak-oleh.html. Diakses pada tanggal 26 Febuari 2015.
Serizawa, Ali. 2014. Pengertian Pajak Menurut Para Ahli. http://www.hukumsumberhukum.com/2014/08/pengertian-pajak.html. Diakses pada tanggal 1 Maret 2015.
Tanoto, Sukanto. Asian Agri. http://www.sukantotanoto.net/id/asian-agri. Diakses pada tanggal 28 Febuari 2015.
Tirana, Garin. 2014. Tindak Pidana Penggelapan. http://garintirana.blogspot.com/2014/01/tindak-pidana-penggelapan.html. Diakses pada tanggal 28 Febuari 2015.
Tribuana, Putra. 2013. Pasal 368-405 KUHP. http://starbrantas.blogspot.com/2013/01/pasal-368-405-kuhp.html. Diakses pada tanggal 1 Maret 2015.
Wirawinata, Ari. 2011. Makalah Kasus Penggelapan Pajak oleh PT Asian Agri Group. http://ari-wirawinata.blogspot.com/2011/10/makalah-kasus-penggelapan-pajak-oleh-pt.html. Diakses pada tanggal 23 Febuari 2015.