Karakteristik Karakteristik usia Dewasa Awal Kenniston (Santrock dalam Chusaini, 1995: 73). Masa dewasa awal adalah masa mas a muda yang merupakan periode transisi antara masa dewasa dan masa remaja yang merupakan masa perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi sementara, hal ini ditunjukkan oleh kemandirian ekonomi dan kemandirian membuat keputusan.
Lerner (1983 : 554). Fase dewasa awal adalah suatu fase dalam siklus kehidupan yang berbeda dengan fase-fase sebelum dan sesudahnya, karena merupakan fase usia untuk membuat suatu komitmen pada diri individu.
Erikson (1959, 1963). Fase usia dewasa awal merupakan kebutuhan untuk membuat komitmen dengan menciptakan suatu hubungan interpersonal yang erat dan stabil serta mampu mengaktualisasikan diri seutuhnya untuk mempertahankan hubungan tersebut.
Ciri-ciri umum perkembangan fase usia dewasa awal (Hurlock, 1991: 247-252) : 1. Masa pengaturan (mulai pengaturan (mulai menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa), 2. Usia reproduktif (masa produktif memiliki keturunan), 3. Masa bermasalah (muncul bermasalah (muncul masalah-masalah baru seperti pernikahan), 4. Masa ketegangan emosional (pada (pada wilayah baru dgn permasalahan baru), 5. Masa keterasingan sosial (memasuki (memasuki dunia kerja dan kehidupan keluarga), 6. Masa komitmen (menentukan komitmen (menentukan pola hidup dan tanggung jawab bar u), 7. Masa ketergantungan (masih ketergantungan (masih tergantung pada pihak lain), 8. Masa perubahan nilai nilai (orang dewasa awal ingin diterima oleh anggota kelompok orang dewasa), 9. Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru, baru , 10. Masa 10. Masa kreatif (masa (masa dewasa awal adalah puncak kreatifitas). Fase dewasa awal jika dikaitkan dengan usia mahasiswa pada fase ini menunjukkan bahwa peran, tugas dan tanggung jawab mahasiswa bukan hanya pencapaian keberhasilan akademik, melainkan mampu menunjukkan perilaku dan pribadi untuk mengeksplorasi berbagai gaya hidup dan nilai-nilai secara cerdas dan mandiri, yang menunjukkan penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan sosial yang baru sebagai orang dewasa. 2. Aspek-aspek Perkembangan Dewasa Awal. Aspek-aspek perkembangan yang dihadapi usia mahasiswa sebagai fase usia dewasa awal (Santrock, 1995 : 91-100) adalah:
1. Perkembangan fisik. Pada fisik. Pada fase dewasa awal adalah puncak perkembangan fisik dan juga penurunan perkembangan individu individu secara fisik. 2. Perkembangan seksualitas. Terjadi sikap dan prilaku seksual secara se cara heteroseksual heter oseksual dan homoseksual. 3. Perkembangan kogitif. Menggambarkan kogitif. Menggambarkan efisiensi dalam memperoleh informasi yang baru, berubah dari mencari pengetahuan menuju menerapkan pengetahuan itu (Schaise, 1997). 4. Perkembangan karir. Suatu individu ketika memulai dunia kerja yang baru harus menyesuaikan diri dengan peran yang baru dan memenuhi tuntutan karir (Heise, 1991 ; Smither, 1998).
5. Perkembangan sosio-emosional. Menggambarkan hubungan sosial individu dengan lingkungannya yang terdiri dari 3 fase yaitu fase pertama (menjadi dewasa dan hidup mandiri), fase kedua (pasangan baru yang membentuk keluarga baru (Goldrick, 1989)), dan fase ketiga (menjadi keluarga sebagai orang tua dan memiliki anak). 3. Tugas-Tugas Perkembangan Dewasa Awal. Menurut Havigurst (1961:259-265), tugas-tugas perkembangan dewasa awal adalah: a. Memilih Pasangan Hidup. Calon pasangan mempersiapkan diri untuk memilih dan menemukan yang cocok, selaras dengan kepribadian masing-masing dan juga menyesuaikan dengan kondisi dan latar belakang kehidupan kedua calon keluarga masing-masing. Keputusan memilih sampai menentukan pasangan hidup adalah tanggung jawab baik pihak laki-laki maupun perempuan dengan pertimbangan dari pihak orang tua, keluarga dan bantuan pihak-pihak lain yang dipandang mampu. Menurut Norman (1992) : – Pemenuhan kebutuhan merupakan faktor utama dalam memili h pasangan pernikahan, karena kebutuhan dan sifat individu dapat berlainan satu sama lain, beberapa orang akan le bih memilih pasangan yang melengkapi dirinya.
– Pernikahan yang dilandasi kebutuhan saling melengkapi terjadi akibat daya tarik lawan jenis (opposites attract ). Akibatnya ada individu dengan peran/figur dominan (memberikan simpati, cinta dan perlindungan) terhadap pasangannya yang bersifat patuh atau submissive (memperoleh simpati, cinta dan perlindungan). Peran dominan lazimnya oleh suami dan peran isti bersifat submissive, apabila yang terjadi kebalikannya maka akan terjadi konflik sosial. – Dalam suatu pasangan, sifat saling melengkapi tidak menuntut adanya kompromi antarindividu sebaliknya individu yang karakternya bertentangan dengan pasangannya harus mengadakan kompromi dengan pasangannya. – Kebudayaan sangat berpengaruh dalam penentuan pasangan hidup, dimana definisi kebudayaan melahirkan istilah kriteria ideal dan standar ideal seleksi calon pasangan. Pertama menetapkan kriteria ideal bagi calon pasangan, jika tidak terpenuhi maka ditetapkan standar ideal pada individu yang dicintai. b. Belajar Hidup Dengan Pasangan Nikah. Pada dasarnya adalah proses menyesuaikan dua kehidupan individu secara bersama-sama dengan cara belajar menyatakan dan mengontrol perasaan masing-masing pasangan seperti kemarahan, kebencian, kebahagiaan, kasih sayang, kebutuhan biologis, sehingga seseorang hidup dengan hangat dan harmonis. Perbedaan latar belakang orang tua dan keluarga harus diperhatikan dalam proses penyesuaian dan pembelajaran lebih lanjut dalam menempuh keluarga bahagian dan sejahtera. c. Memulai Hidup Berkeluarga.
Pasangan baru yang memulai kehidupan berkeluarga akan memper oleh banyak pengalaman baru yang penting bagi pasangan dan kehidupan keluarga, seperti hubungan seksual pertama, hamil pertama, punya anak pertama, konflik pertama dan interaksi sosial dengan keluarga pasangan.
Dalam tugas perkembangan ini, Havigurst menguraikannya dari berbagai sudut pandang sebagai berikut: 1. Sifat tugas.
Memiliki anak pertama dengan sukses merupakan manifestasi keberhasilan pernikahan dan cenderung ukuran kesuksesan hadirnya anak berikutnya. 2. Dasar biologis. Melahirkan anak adalah suatu proses biologis, terlebih tugas melahirkan anak pertama merupakan suatu proses biologis dan psikologis. 3. Dasar psikologis. Secara psikologis, pria dan wanita memiliki suatu tugas untuk menjadi ayah dan ibu. Tugas ini akan sulit bagi wanita yang takut atau benci ide mengenai kehamilan, sebaliknya akan mudah bagi wanita dengan sosok keibuan. 4. Dasar budaya. Masalah kehamilan pertama merupakan masalah yang muncul secara pandangan budaya bagi kelompok sosial ekonomi kelas menengah dan kelas bawah dari suatu kelompok budaya tertentu. 5. Implikasi sosial dan pendidikan. Keberhasilan pada aspek ini memerlukan jenis pengetahuan tertentu bagi suami dan istri, sikap serta peran dan tanggung jawab yang sepenuhnya dalam kehidupan berkeluarga serta memiliki keturunan. d. Memelihara anak. Hadirnya anak menjadikan tugas, peran dan tanggung jawab yang lebih besar bagi pasangan suami istri karena mereka tidak hanya memikirkan lagi kehidupan mereka sendiri, tetapi juga belajar memenuhi kebutuhan anak sehingga anak mencapai perkembangan secara optimal. e. Mengelola rumah tangga. Kehidupan keluarga dibangun dengan kesiapan keseluruhan baik fisik dan mental yang bergantung pada kesiapan dan keberhasilan dalam mengelola rumah tangga sesuai peran, tugas dan tanggung jawab masing-masing. f. Mulai bekerja. Dalam menghadapi tugas perkembangan ini, pria dewasa awal sering menunda mencari calon pasangan hidup sebelum memperoleh pekerjaan. Berbeda dengan wanita dewasa awal yang cenderung belum aktif menghadapi tuntutan pekerjaan.
g. Bertanggung jawab sebagai warga negara. Individu dewasa awal sebaiknya mulai menunjukkan rasa tanggung jawab bagi kesejahteraan baik bagi keluarga, tetangga, kelompok masyarakat, sebagai warga negara atau organisasi politik. h. Menemukan kelompok sosial yang serasi. Pernikahan menunjukkan tujuan dan langkah awal menemukan kelompok sosial yang serasi. Bersama-sama sebagai pasangan mencari teman baru, orang-orang seumur mereka dan dengan orang dimana mereka dapat mengembangkan suatu kehidupan sosial jenis baru. D. Periode Dewasa Awal Sebagai Masa Persiapan Pernikahan 1. Konsep Dasar Pernikahan. Terdapat beberapa definisi pernikahan yaitu : – Pernikahan adalah suatu ikatan yang terjalin diantara laki-laki dan perempuan yang telah memiliki komitmen untuk saling menyayangi, mengasihi, dan melindungi berdasarkan syariat agama.
– Menurut Sigelman & Shaffer (1995 : 401), pernikahan adalah suatu transisi kehidupan yang mencakup pengambilan peran baru (sebagai suami atau istri) dan menyesuaikan dengan kehidupan sebagai pasangan. – Menurut McGoldrick (1989), pernikahan adalah adanya keterikatan yang sah antara dua jenis kelamin yang berbeda sebagai pasangan baru (new couple), dan berasal dari keluarga serta latar belakang kehidupan bahkan kebudayaan yang berbeda. – Menurut Norman (1992), pernikahan adalah ikatan terdekat yang terjadi pada dua orang yang disiapkan untuk kebutuhan hidup bersama menuju cita-cita yang dapat tercapai, keharmonisan yang dipertahankan, dan perintah Tuhan yang dijalankan. Berdasarkan beberapa definisi diatas, disimpulkan bahwa pernikahan adalah ikatan yang terjalin secara sah antara laki-laki dan perempuan dalam menjalani peran hidup yang baru secara bersama menuju harapan dan cita-cita sesuai dengan perintah dan ajaran agama. Memahami dan menyikapi secara positif makna dan hikmah pernikahan adalah bekal kesiapan diri untuk menikah.dengan tujuan agar masing-masing pasangan dapat mengetahui, memahami, serta menyikapi nilai-nilai pernikahan dalam membangun kehidupan keluarga yang serasi dan sejahtera. Ciri-ciri usia dewasa awal yang memiliki sikap positif terhadap pernikahan adalah : 1. Mau mempelajari hal ihwal pernikahan. 2. Meyakini pernikahan adalah jalan mensahkan hubungan seks pria-wanita. 3. Meyakini pernikahan merupakan ajaran agama yang sakral (suci). 4. Mau mempersiapkan diri menempuh jenjang pernikahan. 2. Syarat Pernikahan.
Individu harus memahami hikmah pernikahan dan memiliki sikap positif terhadap pernikahan. Selain itu juga harus memahami persyaratan yang diperlukan, yaitu : 1. Kematangan fisik (wanita setelah usia 18-20 tahun dan pria usia 25 tahun). 2. Kesiapan materi (suami wajib memberi nafkah kepada istri). 3. Kematangan psikis (pengendalian diri, tidak mudah tersinggung, tidak kekanakkanakan, toleransi, hormat dan menghargai orang lain, memahami karakteristik pribadi istri/suami).
4. Kematangan moral-spiritual (memahami dan terampil dalam masalah agama, melaksanakan ajaran agama, dapat mengajarkan agama kepada anak). Menurut Papalia & Olds, dalam buku H uman Development (1995), bahwa dari segi kesiapan fisik, usia terbaik untuk menikah bagi perempuan adalah 19-25 tahun. Kesiapan usia sangat berpengaruh dalam memulai kehidupan berkeluarga dan sebagai pengasuh anak pertama (the first time parenting ). 3. Beberapa Kondisi yang Mempengaruhi Kesulitan Penyesuaian Pernikahan. a. Persiapan pernikahan yang terbatas . Ini mengakibatkan terbatasnya persiapan pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan-ketrampilan (komunikasi, berelasi, membesarkan anak, bergabung dengan keluarga, mengelola keuangan) yang bermanfaat untuk kehidupan keluarga. b. Perbedaan k onsep tentang peran atau tugas dalam pernikahan . Perbedaan konsep akan memicu konflik dalam pernikahan dan cenderung terjadi pada pasangan yang berbeda agama, budaya, kelas sosial dan pola asuh. c. Cepat menikah. Pernikahan yang terlalu cepat misalnya ketika pendidikan belum selesai atau ketika ekonomi belum independent akan menghilangkan kesempatan memperoleh pengalaman yang bermanfaat bagi pernikahan, bahkan akan memunculkan masalah (suka marah, cepat cemburu) yang menghalangi penyesuaian pernikahan. d. Memiliki konsep-konsep yang tidak realistik tentang pernikahan. Orang dewasa yang menghabiskan hidupnya di perguruan tinggi, tanpa upaya memperoleh pengetahuan, pemahaman dan pengalaman tentang kehidupan berkeluarga cenderung memiliki konsep yang tidak realistik tentang pernikahan dan akibatnya akan mempersulit dirinya dalam melakukan penyesuaian dalam pernikahan dan kehidupan berkeluarga. e. Pernikahan campur. Pernikahan lintas budaya dan lintas agama biasanya mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian dengan orang tua dan keluarga pasangan masingmasing. f. Masa perkenalan yang singkat . Akibatnya pasangan kurang cukup mengenal dan memahami pribadi masing-masing terutama memahami hambatan-hambatan yang berpotensi menjadi menjadi masalah dalam relasi mereka. g. Konsep romantik tentang pernikahan. Banyak orang dewasa masih memiliki konsep romantik seperti masa remaja yang sering tidak realistik. h. Tidak memiliki identitas. Jika seorang pria merasa diperlakukan istri sebagaimana istri memperlakukan anggota keluarga lain, teman dan rekan kerja, atau seorang istri merasa mendapat penghormatan sebagai ibu sama dengan perhormatan yang diberikan suami kepada ibu keluarga lain, maka mereka akan kehilangan identitas sebagai individu dan sulit melakukan penyesuaian dalam pernikahan.
Karakteristik usia madya
Setengah baya/madya menunjukkan banyak kesamaan dengan masa remaja. Khusus usia setengah baya, sama dengan posisi masa remaja. Per ubahan-perubahan hal fisik dan psikis juga terdapat kesamaan antara dua masa kehidupan itu. Kalau posisi remaja merupakan masa peralihan, tak lagi dapat dikatakan kanak-kanak dan belum lagi disebut dewasa, maka posisi usia setengah baya juga dalam peralihan, tidak muda dan bukan tua. Masa remaja merupakan masa terjadin ya perubahan yang cepat bhagi hal-hal fisik yang membawa akibat-akibat terhadap perilaku dan perasaan-perasa annya. Usia setengah baya, demikian pula. Bedanya, kalau pada masa remaja perubahan itu bersifat
pertumbuhan, maka pada masa setengah baya bersifat pemunduran. Tetapi yang lebih penting, perilaku dan perasaan yang menyertainya adalah sama yaitu “swalah tingkah”, canggung dan kadang-kadang bingung . Ciri-ciri masa dewasa madya :
1. Usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti Diakui bahwa semakin mendekati usia tua, periode usia madya semakin lebih terasa menakutkan. Pria dan wanita banyak mempunyai alasan untuk takut memasuki usia madya. Diantaranya adalah : banyaknya stereotip yang tidak menyenangkan tentang usia madya. Yaitu : kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fis ik yang diduga disertai dengan berhentinya reproduksi. 2. Usia madya merupakan masa transisi Usia ini merupakan masa transisi seperti halnya masa puber, yang merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masanya dan memasuki periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku baru. 3. Usia madya adalah masa stress Bahwa usia ini merupakan masa stress. Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak nomeostatis fisik dan psikologis dan membawa ke masa stress, suatu masa bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan di rumah, bisnis dan aspek sosial kehidupan mereka. 4. Usia madya adalah usia yang berbahaya Cara biasa menginterpretasi “usia berbahaya” ini berasal dari kalangan pria yang ingin melakukan pelampiasan untuk kekerasan yang berakhir sebelum memasuki masa usia lanjut. Usia madya dapat menjadi dan merupakan berbahaya dalam beberapa hal lain juga. Saat ini merupakan suatu masa dimana seseorang mengalami kesusahan fisik sebagai akibat dari terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan, ataupun kurangnya memperhatikan kehidupan. Timbulnya penyakit jiwa datang dengan cepat di kalangan pria dan wanita dan gangguan ini berpuncak pada suicide. Khususnya di kalangan pria. 5. Usia madya adalah usia canggung Sama seperti pada remaja, bukan anak-anak bukan juga dewasa. Demikian juga pada pria dan wanita berusia madya. Mereka bukan muda lagi, tetapi juga bukan tua. 6. Usia madya adalah masa berprestasi
Menurut Errikson, usia madya merupakan masa kritis diamana baik generativitas / kecenderungan untuk menghasilkan dan stagnasi atau kecenderungan untuk tetap berhenti akan dominan. Menurut Errikson pada masa usia madya orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti (tetap) tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. Menurutnya apabila orang pada masa usia madya memiliki keinginan yang kuat maka ia akan berhasi, sebaliknya dia memiliki keinginan yang lemah, dia akan stag (atau menetap) pada hidupnya. 7. Usia madya adalah masa evaluasi Pada usia ini umumnya manusia mencapai puncak prestasinya, maka sangatlah logis jika pada masa ini juga merupakan saat yang pas untuk mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka semula dan harapan-harapan orang lain, khususnya teman dan keluarga-keluarga dekat. 8. Usia madya dievaluasi dengan standar ganda Bahwa pada masa ini dievaluasi dengan standar ganda, satu standar bagi pria dan satu standar bagi wanita. Walaupun perkembangannya cenderung mengarah ke persamaan peran antara pria dan wanita baik di rumah, perusahaan perindustrian, profesi maupun dalam kehidupan sosial namun masih terdapat standar ganda terhadap usia. Meskipun standar ganda ini mempengaruhi banyak aspek terhadap kehidupan pria dan wanita usia madya tetapi ada dua aspek yang perlu diperhatikan : perta ma aspek yang berkaitan dengan perubahan jasmani dan yang kedua bagaimana cara pria dan wanita menyatakan sikap pada usia tua. 9. Usia madya merupakan masa sepi Dimana masa ketika anak-anak tidak lagi tinggal bersama oran g tua. Contohnya anak yang mulai beranjak dewasa yang telah bekerja dan tinggal di luar kota sehingga orang tua yang terbiasa dengan kehadiran mereka di rumah akan merasa kesepian dengan kepergian mereka. 10. Usia madya merupakan masa jenuh Banyak pria atau wanita yang memasuki masa ini mengalami kejenuhan yakni pada sekitar usia 40 akhir. Pra pria merasa jenuh dengan kegiatan rutinitas sehari-hari dan kehidupan keluarga yang hanya sedikit memberi hiburan. Wanit a yang menghabiskan waktunya untuk memelihara rumah dan membesarkan anak-anak mereka. Sehingga ada yang merasa kehidupannya tidak ada variasi dan monoton yang membuat mereka merasa jenuh. Perkembangan fisik :
Pada masa dewasa madya terjadi perubahan fungsi fisik yang tak mampu berfungsi seperti sedia kala, dan beberapa organ tubuh tertentu mulai "aus". Melihat dan mendengar
merupakan dua perubahan yang paling menyusahkan paling banyak tampak dalam dewasa tengah. Daya akomodasi mata untuk memfokuskan dan mempertahankan gambar pada retina akan mengalami penurunan tajam antara usia 40 dan 9 tahun. Karena pada usia tersebut aliran darah pada mata juga berkurang. Pendengaran mungkin juga mulai menurun pada usia ini yaitu mulai memasuki usia 40. Meskipun kemampuan untuk mendengar suara-suara bernada rendah tidak begitu kelihatan. Laki-laki biasanya kehilangan sensitifitasnya terhadap suara bernada tinggi lebih dahulu daripada perempuan. Hal ini mungkin disebabkan oleh lebih besarnya pengalaman laki-laki terhadap suaru gaduh dalam pekerjaan.
Perkembangan kognitif :
Pada tahap Formal Operasional
Pada tahap ini perkembangan intelektual dewasa sudah mencapai titik akhir puncaknya yang sama dengan perkembangan tahap sebelumnya (tahap pemuda). Semua hal yang berikutnya sebenarnya merupakan perluasan, p enerapan, dan penghalusan dari pola pemikiran ini. Orang dewasa mampu memasuki dunia logis yang berlaku secara mutlak dan universal yaitu dunia idealitas paling tinggi. Orang dewasa dalam menyelesaikan suatu masalah langsung memasuki masalahnya. Ia mampu mencoba beberapa penyelesaian secara konkrit dan dapat melihat akibat langsung dari usaha-usahanya guna menyelesaikan masalah tersebut. Orang dewasa mampu menyadari keterbatasan baik yang ada pada dirinya (baik fisik maupun kognitif) maupun yang berhubungan dengan realitas di lingkungan hidupnya. Orang dewasa dalam menyelesaikan masalahnya juga memikirkannya terlebih dahulu secara teoritis. Ia menganalisis masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang mungkin ada. Atas dasar analisanya ini, orang dewasa lalu membuat suatu strategi penyelesaian secara verbal. Yang kemudian mengajukan pendapat-pendapat tertentu yang sering disebut sebagai proporsi, kemudian mencari sintesa dan relasi antara proporsi yang berbeda-beda tadi.
Perkembangan emosi :
Menurut Erikson, pada masa ini individu dihadapkan atas dua hal generativity vs stagnasi Mencakup rencana-rencana orang dewasa atas apa yang mereka harap guna membantu generasi muda mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang berguna melalui generativitas / bangkit. Sebaliknya, stagnasi / mandeg => ketika individu tidak melakukan apa-apa untuk generasiberikutnya. Memberikan asuhan, bimbingan pada anakanak, individu generatif adalah seseorang yang mempelajari keahlian, mengembangkan warisan diri yang positif dan membimbing orang yang lebih muda. Tugas kita dalam fase ini adalah mengembangkan keseimbangan antara generativity dan stagnasi. Generativity adalah rasa peduli yang sudah lebih dewasa dan luas daripada intimacy karena rasa kasih ini telah men"generalize" ke kelompok lain, terutama generasi
selanjutnya. Bila dengan intimacy kita terlibat dalam hubungan di mana kita mengharapkan suatu timbal balik dari partner kita, maka dengan generativity kita tidak mengharapkan balasan. Misalnya saja, sebagian sangat besar dari para orang tua tidak keberatan untuk menderita atau meninggal demi keturunannya, walau perkecualian pasti ada. Begitu pula dengan orang-orang yang melakukan pekerjaan sukarela di Salvation Army, Word Vision, Palang Merah, Green Peace dan NGO (Non-Governmental Organization) bisa dikatakan termasuk mereka yang memiliki Generativity ini. Banyak psikolog melakukan riset mengapa orang melakukan kar ya altruistik (berderma atau menolong sesama) yang seringkali tidak menghasilkan apapun bagi mereka kecuali kerugian materi, waktu dan tenaga. Sampai kini para psikolog ini belum menemukan jawaban yang pasti dan diterima semua orang. Kalau Erikson benar, maka kita melakukan hal yang altruistik bukan karena kita menginginkan balasan tapi karena pertumbuhan psikologis kita menimbulkan kasih pada sesama. Kita mungkin melakukan hal-hal yang altruistik karena kita mengharapkan dunia yang lebih baik di masa depan yang akan menjadi masa depan anak-anak kita. Stagnasi adalah lawan dari generativity yakni terbatasnya kepedulian kita pada diri kita, tidak ada rasa peduli pada orang lain. Orang- orang yang mengalami stagnasi tidak lagi produktif untuk masyarakat karena mereka tidak bisa melihat hal lain selain apakah hal itu menguntungkan diri mereka seketika. Kita tahu banyak contoh orang yang setelah berusia setengah baya mulai menanyakan ke mana impian mereka yang lalu, apa yang telah mereka lakukan dan apakah hidup mereka ada artinya. Beberapa orang yang merasa gagal dan tidak lagi punya harapan untuk mencapai impian mereka, pada saat-saat ini berusaha untuk merengkuh masa-masa yang bagi mereka terlewat sia-sia. Kita tentu pernah mendengar mereka yang meninggalkan istri dan anak-anaknya yang kebingungan dan kekurangan, mencari istri baru dan keluarga baru untuk membangun hidup baru. Inilah mereka yang tidak berhasil melihat peranan mereka dengan lebih luas, melainkan hanya melihat apakah hidup ini bermanfaat bagi mereka pribadi. Apakah yang diperoleh mereka yang berhasil menjalani fase ini dengan sukses? Kapasitas yang luas untuk peduli. Apabila kapasitas untuk peduli dengan partner di panggil Love oleh Erikson, maka untuk hubungan yang lebih luas disebutnya Caring. Salah s eorang psikolog yang mengkhususkan diri dalam konsultasi dalam bidang spiritual segera pergi ke Afrika setelah membaca tentang Aids, dan mengorbankan penghasilannya yang luar biasa. Dia adalah contoh langsung bagi saya tentang orang-orang dengan kapasitas Caring ini. Begitu pula para sukarelawan yang setelah membaca tentang Alzeimer atau Ambon segera mencari tahu apa yang mereka dapat lakukan, bukan karena ada keluarga yang terkena tetapi karena ada orang yg menderita. Kabar baiknya adalah bahwa makin banyak anak-anak muda yang melakukan hal ini, dan kebanyakan dari negara yang sudah maju.
Perkembangan sosial
Masa Dewasa madya ( Middle Adulthood). Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai umur enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial pada masa ini antara lain: 1. Masa dewasa madya merupakan periode yang ditakuti dilihat dari seluruh kehidupan manusia. 2. Masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru. 3. Masa dewasa madya adalah masa berprestasi. Menurut Erikson, selama usia madya ini orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti (s tagnasi). 4. Pada masa dewasa madya ini perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial. TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN
Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan Masa Usia Madya/Masa Dewasa Madya
.
Menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik dan fisiologis Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai individu Membantu anak-anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan berbahagia Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir pekerj aan Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang dewasa Mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara secara penuh.