PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER RONGGA MULUT
Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut
Ketu Ketua a
: Suna Sunart rto o Re Reks ksop opra rawi wiro ro,, dr., dr., SpB( SpB(K) K)On Onk k
Anggot Ang gota a
: Burman Burmansya syah h Senapi Senapi,, dr., dr., SpB(K) SpB(K)Onk Onk Dimyati Achmad, dr., SpB(K)Onk Drajat R. Suardi, dr., SpB(K)Onk Eddy H. Tanggo, dr., SpB(K)Onk Idral Darwis, dr., SpB(K)Onk I.N.W. Steven Christian, dr., SpB(K)Onk K.M. Yamin Alsoph, dr., SpB(K)Onk Subianto, dr., SpB(K)Onk Teguh Aryandono, dr., SpB(K)Onk H. Zafiral Azdi Albar, dr., SpB(K)Onk
50
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER RONGGA MULUT
R
I. PENDAHULUAN A. Batasan Kanker rongga mulut ialah kanker yang berasal dari epitel baik berasal dari mukosa atau kelenjar liur pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut. Batas-batas rongga mulut ialah : • Depan : tepi vermilion bibir atas dan bibir bawah • Atas : palatum durum dan molle • Late Latera rall : buka bukall kana kanan n dan dan kiri kiri • Bawah : dasar mulut dan lidah • Belaka Belakang ng : arku arkuss farin faringeu geuss ante anterio riorr kanan kanan kiri kiri dan dan uvul uvula, a, arkus glossopalatinus kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata lidah. Ruang lingkup kanker rongga mulut meliputi daerah spesifik s pesifik dibawah ini : a. bibir bibir b. lidah 2/3 anterior c. mukosa mukosa bukal d. dasar dasar mulut e. ginggiva atas dan dan bawah bawah f. trigonum trigonum retromol retromolar ar g. palatum palatum durum durum h. palatum palatum molle Tidak termasuk kanker rongga mulut ialah : a. Sarkoma dan tumor ganas odontogen pada maksila atau mandibula b. Sarkoma jaringan lunak dan syaraf perifer pada bibir bibir atau pipi. c. Karsinoma kulit bibir atau kulit pipi.
B. Epidemiologi 1. Insidens dan frekwensi relatif Berapa besar insidens kanker rongga mulut di Indonesia belum kita ketahui dengan pasti. Frekwensi relatif di Indonesia diperkirakan 1,5%-5% dari seluruh kanker. Insidens kanker rongga mulut pada laki-laki yang tinggi terdapat di Perancis yaitu 13.0 per 100.000, dan yang rendah di Jepang yaitu 0.5 per 100.000, sedang pada perempuan yang tinggi di India yaitu 5.8 per 100.000 dan yang rendah di Yugoslavia yaitu 0.2 per 100.000 (Renneker, 1988). Angka kejadian kanker rongga mulut di India sebesar 20-25 per 100.000 atau 40% dari dari seluru seluruh h kanker kanker,, sedang sedangkan kan di Amerik Amerika a dan dan Eropa Eropa sebesa sebesarr 3-5 per 100.000 atau 3-5% dari seluruh kanker. Kanker rongga mulut paling sering mengenai lidah (40%), kemudian dasar mulut (15%), dan bibir (13%). 51
.
r e t k u l n u a K M
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
2. Distribusi kelamin Kanker rongga mulut lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3/2 - 2/1 3. Distribusi umur Kanker rongga mulut sebagian besar timbul pada usia diatas 40 tahun (70%). 4. Distribusi geografis Kanker rongga mulut tersebar luas di seluruh dunia. Yang tinggi insidensnya di Perancis dan India, sedang yang rendah di Jepang. 5. Etiologi dan faktor resiko Etiologi kanker rongga mulut ialah paparan dengan karsinogen, yang banyak terdapat pada rokok atau tembakau. RIsiko tinggi mendapat kanker rongga mulut terdapat pada orang yang perokok, nginang/susur, peminum alkohol, gigi karies, higiene mulut yang jelek II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI A. Tipe Histologi NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
TIPE HISTOLOGI Squamous cell carc. Adenocarcinoma Adenoid cyst.carc Ameloblastic carc Adenolymphoma Mal. mixed tumor Pleomorphic carc Melanoma maligna Lymphoma maligna
ICD.M 5070/3 8140/3 8200/3 9270/2 8561/3 8940/3 8941/3 8720/3 9590/3-9711/3
Sebagian besar (± 90%) kanker rongga mulut berasal dari mukosa yang berupa karsinoma epidermoid atau karsinoma sel skwamosa dengan diferensiasi baik, tetapi dapat pula berdiferensiasinya sedang, jelek atau anaplastik. Bila gambaran patologis menunjukkan suatu rabdomiosarkoma, fibrosarkoma, malignant fibrohistiocytoma atau tumor ganas jaringan lunak lainnya, perlu diperiksa dengan teliti apakah tumor itu benar suatu tumor ganas rongga mulut (C00-C06) ataukah suatu tumor ganas jaringan lunak pipi, kulit atau tulang yang mengadakan invasi ke rongga mulut.
52
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
B. Derajat Diferensiasi DERAJAT DIFERENSIASI GRADE KETERANGAN G1 Differensiasi baik G2 Differensiasi sedang G3 Differensiasi jelek G4 Tanpa differensiasi = anaplastik
C. Laporan Patologi Standard Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari spesimen operasi meliputi : 1. tipe histologis tumor 2. derajat diferensiasi (grade) 3. pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium patologis (pTNM) T = Tumor primer - Ukuran tumor - Adanya invasi kedalam pembuluh darah/limfe - Radikalitas operasi N = Nodus regional - Ukuran KGB - Jumlah KGB yang ditemukan - Level KGB yang positif - Jumlah KGB yang positif - Invasi tumor keluar kapsel KGB - Adanya metastase ekstra nodal M = Metastase jauh
III. KLASIFIKASI STADIUM KLINIS Menentukan stadium kanker rongga mulut dianjurkan memakai sistem TNM dari UICC, 2002. Tatalaksana terapi sangat tergantung dari stadium. Sebagai ganti stadium untuk melukiskan beratnya penyakit kanker dapat pula dipakai luas ekstensi penyakit.
53
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
Stadium karsinoma rongga mulut :
ST 0
T TIS
N N0
M M0
I
T1
N0
M0
II
T2
N0
M0
TNM KETERANGAN T0 Tidak ditemukan tumor TIS Tumor in situ T1 ≤ 2 cm T2 >2 cm - 4 cm T3 > 4 cm T4a Bibir :infiltrasi tulang, n.alveolaris inferior, dasar mulut, kulit Rongga mulut : infiltrasi tulang, otot lidah T4b (ekstrinsik deep / ), sinus maksilaris, kulit Infiltrasi masticator space, pterygoid plates, dasar tengkorak, a.karotis interna
III
IVA
T3 T1 T2 T3
N0 N1 N1 N1
M0 M0 M0 M0
T4 Tiap T
N0,N1 N2
M0 M0
IVB
Tiap T N3
IVC
Tiap T
N0 N1 N2a N2b N2c
Tidak terdapat metastase regional ≤ 3 cm KGB Ipsilateral singel, KGB Ipsilateral singel, >3 - 6 cm KGB Ipsilateral multipel, < 6 cm KGB Bilateral /kontralateral, < 6 cm
N3
KGB > 6 cm
M0
Tidak ditemukan metastase jauh
M1
Metastase jauh
M0
Tiap N M1
Luas ekstensi kanker:
NO 1 2 3 4 5
LUAS EKSTENSI Kanker In Situ Kanker lokal Ekstensi lokal Metastase jauh Ekstensi lokal disertai meta jauh
54
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan Klinis a. Anamnesa Anamnesa dengan cara kwesioner kepada penderita atau keluarganya. 1. Keluhan 2. Perjalanan penyakit 3. Faktor etiologi dan risiko 4. Pengobatan apa yang telah diberikan 5. Bagaimana hasil pengobatan 6. Berapa lama kelambatan
b. Pemeriksaan fisik 1) Status general Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki Tentukan tentang : a. penampilan b. keadaan umum c. metastase jauh 2) Status lokal Dengan cara
: 1. Inspeksi 2. Palpasi bimanual
Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan penerangan memakai lampu senter atau lampu kepala. Seluruh rongga mulut dilihat, mulai bibir sampai orofaring posterior. Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam mulut. Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanuil. Satu atau 2 jari tangan kanan atau kiri dimasukkan ke dalam rongga mulut dan jari-jari tangan lainnya meraba lesi dari luar mulut. Untuk dapat inspeksi lidah dan orofaring maka ujung lidah yang telah dibalut dengan kasa 2x2 inch dipegang dengan tangan kiri pemeriksa dan ditarik keluar rongga mulut dan diarahkan kekanan dan kekiri untuk melihat permukaan dorsal, ventral, dan lateral lidah, dasar mulut dan orofaring. Inspeksi bisa lebih baik lagi bila menggunakan bantuan cermin pemeriksa Tentukan dimana lokasi tumor primer, bagaimana bentuknya, berapa besarnya dalam cm, berapa luas infiltrasinya, bagaimana operabilitasnya
3) Status regional Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher leher ipsilateral dan kontralateral. Bila ada pembesaran tentukan
55
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
lokasinya, jumlahnya, ukurannya ( yang terbesar ), dan mobilitasnya.
2. Pemeriksaan Radiografi a. X-foto polos o
o
X-foto mandibula AP, lateral, Eisler, panoramik, oklusal, dikerjakan pada tumor gingiva mandibula atau tumor yang lekat pada mandibula X-foto kepala lateral, Waters, oklusal, dikerjakan pada tumor gingiva, maksila atau tumor yang lekat pada maksila
o
X-foto Hap dikerjakan pada tumor palatum durum
o
X-foto thorax, untuk mengetahui adanya metastase paru
b. Imaging ( dibuat hanya atas indikasi ) o o o
USG hepar untuk melihat metastase di hepar CT-scan atau MRI untuk menilai luas ekstensi tumor lokoregional Scan tulang, kalau diduga ada metastase ke tulang
3. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, albumin, globulin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi
4. Pemeriksaan Patologi Semua penderita kanker rongga mulut atau diduga kanker rongga mulut harus diperiksa patologis dengan teliti. Spesimen diambil dari biopsi tumor Biopsi jarum halus (FNA) untuk pemeriksaan sitologis dapat dilakukan pada tumor primer atau pada metastase kelenjar getah bening leher. Biopsi eksisi : bila tumor kecil, 1 cm atau kurang eksisi yang dikerjakan ialah eksisi luas seperti tindakan operasi definitif ( 1 cm dari tepi tumor) Biopsi insisi atau biopsi cakot (punch biopsy) menggunakan tang aligator: bila tumor besar atau inoperabel Yang harus diperiksa dalam sediaan histopatologis ialah tipe, diferensiasi dan luas invasi dari tumor. Tumor besar yang diperkirakan masih operabel :
56
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
Biopsi sebaiknya dikerjakan dengan anestesi umum dan sekaligus dapat dikerjakan eksplorasi bimanuil untuk menentukan luas infiltrasi tumor (staging) Tumor besar yang diperkirakan inoperabel : Biopsi dikerjakan dengan anestesi blok lokal pada jaringan normal di sekitar tumor.( anestesi infiltrasi pada tumor tidak boleh dilakukan untuk mencegah penyebaran sel kanker).
MACAM DIAGNOSIS YANG DITEGAKKAN 1. Diagnosis utama Ialah gambaran makroskopis penyakit kankernya sendiri, yang merupakan diagnosis klinis 2. Diagnosis komplikasi Ialah penyakit lain yang diakibatkan oleh kanker itu 3. Diagnosis sekunder Ialah penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan kanker yang diderita, tetapi dapat mempengaruhi pengobatan atau prognosenya. 4. Diagnosis patologi Ialah gambaran mikroskopis dari kanker itu
V. PROSEDUR TERAPI Penanganan kanker rongga mulut sebaiknya dilakukan secara multidisipliner yang melibatkan beberapa bidang spesialis yaitu: oncologic surgeon plastic & reconstructive surgeon radiation oncologist medical oncologist dentists rehabilitation specialists Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker rongga mulut ialah eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut, serta aspek kosmetik /penampilan penderita. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan macam terapi ialah a) Umur penderita b) Keadaan umum penderita c) Fasilitas yang tersedia d) Kemampuan dokternya e) Pilihan penderita. Untuk lesi yang kecil (T1 dan T2), tindakan operasi atau radioterapi saja dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi, dengan catatan bahwa radioterapi saja pada T2 memberikan angka kekambuhan yang lebih tinggi daripada tindakan operasi. 57
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
Untuk T3 dan T4, terapi kombinasi operasi dan radioterapi memberikan hasil yang paling baik. Pemberian neo-adjuvant radioterapi dan atau kemoterapi sebelum tindakan operasi dapat diberikan pada kanker rongga locally advanced (T3,T4). Radioterapi dapat diberikan secara interstisial atau eksternal, tumor yang eksofitik dengan ukuran kecil akan lebih banyak berhasil daripada tumor yang endofitik dengan ukuran besar. Peran kemoterapi pada penanganan kanker rongga mulut masih belum banyak, dalam tahap penelitian kemoterapi hanya digunakan sebagai neo-adjuvant preoperatif atau adjuvan post-operatif untuk sterilisasi kemungkinan adanya mikro metastasis. Sebagai pedoman terapi untuk kanker rongga mulut dianjurkan seperti tabel 9 berikut:
Anjuran terapi untuk kanker rongga mulut
ST
T.N.M.
OPERASI
KHEMOTERAPI
Eksisi radikal
RADIOTERAP I atau Kuratif, 5070 Gy
I
T1.N0.M0
II
T2.N0.M0
Eksisi radikal
atau Kuratif, 5070 Gy
Tidak dianjurkan
III
T3.N0.M0 T1,2,3.N1.M0
Eksisi radikal
dan
Post op. 30- (dan) CT 40 Gy
IVA T4N0,1.M0 Tiap T.N2.M0 IVB Tiap T.N3.M0 -operabel
Eksisi radikal
dan
Eksisi radikal
dan
Post.op 30-40 Gy Post.op 30-40 CT Gy (dan) Paliatif, 5070 Gy
-inoperabel
Tidak dianjurkan
IVC TiapT.tiapN.M 1
Paliatif
Paliatif
Paliatif
Residif lokal
Operasi untuk residif post RT Tidak dianjurkan
RT untuk dan residif post op
CT
Tidak dianjurkan
CT
Metastase
58
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
Karsinoma bibir T1 : eksisi luas atau radioterapi T2 : eksisi luas Bila mengenai komisura, radioterapi akan kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik yang lebih baik T3,4 : eksisi luas + deseksi suprahioid + radioterapi pasca bedah
memberikan
Karsinoma dasar mulut T1 : eksisi luas atau radioterapi T2 : tidak lekat periosteum → eksisi luas Lekat periosteum → eksisi luas dengan mandibulektomi marginal T3,4 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah Karsinoma lidah T1,2 : eksisi luas atau radioterapi T3,4 : eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah Karsinoma bukal T1,2 : eksisi luas Bila mengenai komisura oris, radioterapi memberikan kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik yang lebih baik T3,4 : eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapipasca bedah
Karsinoma ginggiva T1,2 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal T3 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah T4 (infiltrasi tulang/cabut gigi setelah ada tumor) : eksisi luas dengan mandibulektomi segmental + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah Karsinoma palatum T1 : eksisi luas sampai dengan periost T2 : eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya T3 : eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah T4 (infiltrasi tulang) : Maksilektomi infrastruktural parsial / total tergantung luas lesi + diseksi supraomohiod +radioterapi pasca bedah Karsinoma trigonum retromolar T1,2 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal T3 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah T4 (infiltrasi tulang) : Eksisi luas dengan mandibulektomi segmental + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah 59
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
Untuk karsinoma rongga mulut T3 dan T4, penanganan N0 dapat dilakukan deseksi leher selektif atau radioterapi regional pasca bedah. Sedangkan N1 yang didapatkan pada setiap T harus dilakukan deseksi leher radikal. Bila memungkinkan, eksisi luas tumor primer dan deseksi leher tersebut harus dilakukan secara en-block. Pemberian radioterapi regional pasca bedah tergantung hasil pemeriksaan patologis metastase kelenjar getah bening tersebut ( jumlah kelenjar getah bening yang positif metastase, penembusan kapsul kelenjar getah bening/ ektra kelenjar getah bening)
A. Terapi Kuratif Terapi kuratif untuk kanker rongga mulut diberikan pada kanker rongga mulut stadium I, II, dan III. 1. Terapi utama Terapi utama untuk stadium I dan II ialah operasi atau radioterapi yang masingmasing mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sedangkan untuk stadium III dan IV yang masih operabel ialah kombinasi operasi dan radioterapi pasca bedah Pada terapi kuratif haruslah diperhatikan: a) Menurut prosedur yang benar, karena kalau salah hasilnya tidak menjadi kuratif. b) Fungsi mulut untuk bicara, makan, minum, menelan, bernafas, tetap baik. c) Kosmetis cukup dapat diterima.
a. Operasi Indikasi operasi: 1) Kasus operabel 2) Umur relatif muda 3) Keadaan umum baik 4) Tidak terdapat ko-morbiditas yang berat Prinsip dasar operasi kanker rongga mulut ialah : 1) Pembukaan harus cukup luas untuk dapat melihat seluruh tumor dengan ekstensinya 2) Eksplorasi tumor: untuk menentukan luas ekstensi tumor 3) Eksisi luas tumor o Tumor tidak menginvasi tulang, eksisi luas 1-2 cm diluar tumor o Menginvasi tulang,eksisi luas disertai reseksi tulang yang terinvasi 4) Diseksi KGB regional (RND = Radical Neck Disection atau modifikasinya), kalau terdapat metastase KGB regional. Diseksi ini dikerjakan secara enblok dengan tumor primer bilamana memungkinkan. 5) Tentukan radikalitas operasi durante operasi dari tepi sayatan dengan pemeriksaan potong beku . Kalau tidak radikal buat garis sayatan baru yang lebih luas sampai bebas tumor. 60
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
6) Rekonstruksi defek yang terjadi.
b. Radioterapi Indikasi radioterapi 1) Kasus inoperabel 2) T1,2 tempat tertentu (lihat diatas) 3) Kanker pangkal lidah 4) Umur relatif tua 5) Menolak operasi 6) Ada ko-morbiditas yang berat Radioterapi dapat diberikan dengan cara: 1) Teleterapi memakai: ortovoltase, Cobalt 60, Linec dengan dosis 5000 - 7000 rads. 2) Brakiterapi: sebagai booster dengan implantasi intratumoral jarum Irridium 192 atau Radium 226 dengan dosis 2000-3000 rads. 2. Terapi tambahan a. Radioterapi Radioterapi tambahan diberikan pada kasus yang terapi utamanya operasi. (1) Radioterapi pasca-bedah Diberikan pada T3 dan T4a setelah operasi, kasus yang tidak dapat dikerjakan eksisi radikal, radikalitasnya diragukan, atau terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker. (2) Radioterapi pra-bedah Radioterapi pra-bedah diberikan pada kasus yang operabilitasnya diragukan atau yang inoperabel. b. Operasi Operasi dikerjakan pada kasus yang terapi utamanya radioterapi yang setelah radioterapi menjadi operabel atau timbul residif setelah radioterapi. c. Kemoterapi Kemoterapi diberikan pada kasus yang terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker, kanker stadium III atau IV atau timbul residif setelah operasi dan atau radioterapi. 3. Terapi Komplikasi a. Terapi komplikasi penyakit Pada umumnya stadium I sampai II belum ada komplikasi penyakit, tetapi dapat terjadi komplikasi karena terapi. Terapinya tergantung dari komplikasi yang ada, misalnya: 1) Nyeri: analgetika 2) Infeksi: antibiotika 3) Anemia: hematinik 4) Dsb. b. Terapi komplikasi terapi 1) Komplikasi operasi: menurut jenis komplikasinya 2) Komplikasi radioterapi: menurut jenis komplikasinya 3) Komplikasi kemoterapi: menurut jenis komplikasinya 4. Terapi bantuan Dapat diberikan nutrisi yang baik, vitamin, dsb.
61
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
5. Terapi sekunder Kalau ada penyakit sekunder diberi terapi sesuai dengan jenis penyakitnya.
B. Terapi Paliatif Terapi paliatif ialah untuk memperbaiki kwalitas hidup penderita dan mengurangi keluhannya terutama untuk penderita yang sudah tidak dapat disembuhkan lagi. Terapi paliatif diberikan pada penderita kanker rongga mulut yang: 1. Stadium IV yang telah menunjukkan metastase jauh 2. Terdapat ko-morbiditas yang berat dengan harapan hidup yang pendek 3. Terapi kuratif gagal 4. Usia sangat lanjut Keluhan yang perlu dipaliasi antara lain: 1. Loko regional a) Ulkus di mulut/leher b) Nyeri c) Sukar makan, minum, menelan d) Mulut berbau e) Anoreksia f) Fistula oro-kutan 2. Sistemik: a) Nyeri b) Sesak nafas c) Sukar bicara d) Batuk-batuk e) Badan mengurus f) Badan lemah (1) Terapi utama 1. Tanpa meta jauh: Radioterapi dengan dosis 5000-7000 rads. Kalau perlu kombinasikan dengan operasi 2. Ada metastase jauh: Kemoterapi Kemoterapi yang dapat dipakai antara lain: 1) Karsinoma epidermoid: Obat-obat yang dapat dipakai: Cisplatin, Methotrexate, Bleomycin, Cyclophosphamide, Adryamycin, dengan angka remisi 20 -40%. Misalnya: a) Obat tunggal: Methotrexate 30 mg/m2 2x seminggu b) Obat kombinasi:
2 V = Vincristin : 1,5 hlmg/m 2 B = Bleomycin : 12 mg/m hl + 12 jam ⇒ diulang tiap 2 M = Methotrexate : 20 mg/mh3, 8 2-3 m 2) Adeno karsinoma : Obat-obat yang dapat dipakai antara lain: Flourouracil, Mithomycin-C, Ciplatin, Adyamycin, dengan angka remisi 2030%. Misalnya: a) Obat tunggal : Flourouracil: Dosis permulaan : 5002 mg/m 2 Dosis pemeliharaan : 20 mg/m tiap 1-2 minggu
b) Obat kombinasi: F = Flourouracil: 500 mg/m2, hl,8,14,28 2 ⇒ diulang tiap A = Adryamycin: 50 mg/m , hl,21 2 M = Mithomycin-C: 10 mg/m , h1 6 min
62
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
(2) Terapi tambahan Kalau perlu: Operasi, kemoterapi, atau radioterapi
(3) Terapi komplikasi 1. Nyeri: Analgetika sesuai dengan “step ladder WHO” 2. Sesak nafas: trakeostomi 3. Sukar makan: gastrostomi 4. Infeksi: antibiotika 5. Mulut berbau: obat kumur 6. Dsb. (4) Terapi bantuan 1. Nutrisi yang baik 2. Vitamin (5) Terapi sekunder Bila ada penyakit sekunder, terapinya sesuai dengan penyakit yang bersangkutan.
Leukoplakia/Eritroplakia
Hilangkan faktor penyebab, Sitologi eksfoliatif (Papanicoleau)
Klas I Klas II Klas III
Klas IV
3 bl Ulangan sitologi
Bila 2x ulangan sitologi hasilnya tetap Klas I-III
63
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
Suspek Karsinoma Rongga Mulut, N0,M0
< 1 cm
biopsi eksisional (eksisi luas) biopsi in
ganas tak ganas
tak radikal
radikal
eksisi
re-eksisi/ operabel radioterapi lokal
T1 T2 T3,4a lokal preoperatif
radioterapi
eksisi luas
tak radikal
radikal
eksisi luas + deseksi KGB leher selektif*/ radioterapi lokoregional
re-eksisi / radioterapi lokal
radioterapi lokoregional + (sitostatika) meta kgb(+) meta kgb (-)
T low grade T high grade
radioterapi lokoregional + (sitostatika) radioterapi lokal lokoregion * Diseksi suprahioid untuk karsinoma bibir Diseksi supraomohioid untuk karsinoma rongga mulut Diseksi bilateral untuk lesi di garis tengah
64
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
N POSITIP
N 1,2
N3
T di operasi T di radioterapi r
Deseksi leher radikal radioterapi operab (RND) lokoregional dengan/tanpa radioterapi lokoregional *) T dioperasi T diradioterapi
radioterapi sisa (+) sisa (-) + (sitostatika) diseksi leher radikal (RND) + radioterapi T ( -) T (+) lokoregional + (sitostatika)
ND parsial/ sitostatika RND modifikasi lokoregional + (sitostatika) Letak lesi ditengah (midline) : Untuk T 3,4 → penanganan N negatif bilateral N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi 1 v.jugularis interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4 minggu.
*) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND : 1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah 2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm 3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler 4. High grade malignancy
65
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
M POSITIP
sitostatika + paliatif (bila perlu): operasi (trakeotomi,gastrostomi) radioterapi medikamentos
TUMOR RESIDIF
terapi primer operatif
operabel
terapi primer radioterapi
inoperabel operabel
operasi radioterapi operasi + + radioterapi (sitostatika) sitostatika + (sitostatika)
66
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
Residif lokal/regional/jauh (metastase) → penanganannya dirujuk ke penanganan T/N/M seperti skema yang bersangkutan
PERLAKUAN PADA MANDIBULA
tumor lekat mandibula ja radiologis
infiltrasi tulang (-)
infiltrasi tulang (+)
reseksi segmental enblok reseksi marginal enblok
REKONSTRUKSI
Jaringan lunak
mandibula
rekonstruksi temporer rekonstruksi segera dengan kawat Kirschner/plat
1 tahun
residif (-)
rekonstruksi permanen tandur tulang
67
residif (+)
penanganan tumor residif
protese (obtu
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
VI. PROSEDUR FOLLOW UP Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut: 1) Dalam 3 tahun pertama : setiap 3 bulan 2) Dalam 3-5 tahun : setiap 6 bulan 3) Setelah 5 tahun : setiap tahun sekali untuk seumur hidup Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X-foto toraks, USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita betul bebas dari kanker atau tidak. Pada follow up ditentukan: 1) Lama hidup dalam tahun dan bulan 2) Lama interval bebas kanker dalam tahun dan bulan 3) Keluhan penderita 4) Status umum dan penampilan 5) Status penyakit (1) Bebas kanker (2) Residif (3) Metastase (4) Timbul kanker atau penyakit baru 6) Komplikasi terapi 7) Tindakan atau terapi yang diberikan
68
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
LAMPIRAN A. Klasifikasi Kanker Rongga Mulut Tabel 1 : Jenis-jenis kanker rongga mulut
NO 1
2 3
4
5
6
7
JENIS KANKER NO.ICD JENIS KANKER NO.ICD KANKER BIBIR C00 Bibir atas, bagian C00.0 Bibir, bagian dalam C00.5 luar Bibir bawah, bagianC00.1 Sudut bibir C00.6 luar Bibir, C00.2 bagian Bibir, tumpang tindih C00.8 luar Bibir atas, bagian C00.3 Bibir, tanpa spesifikasi C00.9 dalam Bibir bawah, bagian C00.4 dalam KANKER PANGKAL LIDAH C01 KANKER LIDAH, BAGIAN LAINNYA C02 Lidah, permukaan C02.0 Lidah, tonsil lingua C02.4 dorsal Lidah, bagian tepi C02.1 Lidah, tumpang tindih C02.8 Lidah, permukaan C02.2 Lidah, tanpa spesifikasi C02.9 ventral Lidah, 2/3 bagianC02.3 anterior KANKER GUSI C03 Gusi atas C03.0 Gusi, tanpa spesifikasi C03.9 Gusi bawah C03.1 KANKER DASAR MULUT C04 Dasar mulut, anterior C04.0 DM, tumpang tindih C04.8 Dasar mulut, lateral C04.1 DM, tanpa spesifikasi C04.9 KANKER PALATUM C05 Palatum durum C05.0 Palatum, tumpang tindih C05.8 Palatum molle C05.1 Palatum, tanpa C05.9 spesifikasi Uvula C05.2 KANKER MULUT, LAINNYA DAN TANPA SPESIFIKASI C06 Mukosa pipi C06.0 Mulut, tumpang tindih C06.8 Vestibulum oris C06.1 Mulut, tanpa spesifikasi C06.9 Regio retromolar C06.2
B. Prosedur Diagnostik
69
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
1. Pemeriksaan toluidine blue Untuk memudahkan melihat adanya kanker dapat digunakan larutan toluidine biru yang akan memberi warna biru pada sel kanker. Jaringan normal tidak mengisap warna, sedang lesi pra-ganas atau non neoplasma tidak konstan mengisap warna. Menurut Mashberg tehnik memberi warna rongga mulut sebagai berikut: 1. Kumur dengan larutan asam asetat 1% : 20 detik 2. Kumur dengan air : 20 detik, 2 x 3. Kumur dengan larutan toluidine blue 1% : 5-10 cc 4. Kumur lagi dengan larutan asam asetat 1% : 1 menit 5. Kumur dengan air. Pembacaan hasil pemeriksaan dilakukan 24 jam kemudian, pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 90%.
Adapun larutan toluidine biru terdiri dari : 1. Toluidine chlorida : 1 gr 2. Asam asetat : 10 cc 3. Alkohol absolut : 4,2 cc 4. Aquadest : 100 cc 2. Pemeriksaan panendoskopi Pada kanker rongga mulut, paru, dan esofagus kadang didapatkan synchronous tumor (10%), oleh karena itu ada yang menganjurkan pemeriksaan panendoskopi dilakukan sebagai prosedur diagnostik baku. 3. Pemeriksaan sitologi Sitologi eksfoliatifa dari spesimen kerokan atau inprint dari tumor primer dikerjakan pada lesi yang berupa bercak/superfisial Bila hasilnya : Klas I- III : lakukan ulangan sitologi 3 bulan lagi. Bila 2x ulangan sitologi tetap klas I-III maka perlu dibiopsi Klas IV-V : lakukan biopsi 4. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) Pemeriksan imaging dengan PET menggunakan tirosin sebagai tracer memiliki sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi untuk karsinoma rongga mulut. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi tumor <4mm. Untuk staging memiliki sensitivitas 71% dan spesifisitas 99%, sedangkan untuk dteksi kekambuhan memiliki sensitivias 92% dan spesifisitas 81%.
C. Prosedur Terapi 1. Vascular access surgery Untuk keperluan pemberian kemoterapi intra-arteriel pada karsinoma rongga mulut yang inoperabel, dapat dilakukan graft vena safena parva pada a. karotis eksterna dengan membuat loop berbentuk α, dengan memfiksasi graft tersebut dibawah permukaan kulit. 70
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
2. Neo-ajuvan kemo/radioterapi Untuk karsinoma rongga mulut T3,T4 yang akan dilakukan operasi dapat diberikan neo-ajuvan kemo/radioterapi terlebih dahulu agar batas tumor menjadi lebih jelas sehingga memudahkan eksisinya. Dianjurkan eksisi tetap 1-2 cm dari margin tumor sebelum pemberian neo-ajuvan kemo/radioterapi. 3. Brachytherapy Brachytherapy pada karsinoma rongga mulut memberikan efektivitas yang lebih tinggi daripada external beam radiotherapy. Untuk lesi yang besar, brachytherapy dikombinasi dengan external beam radiotherapy.
KEPUSTAKAAN
71
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
1. J, Carew JF, Shah JP. Cancer of the Head and Neck, in Surgical OncologyContemporary Principles & Practice, Blaad KI, Daly JM, Karakousis CP (eds.), Mc.Graw-Hill Co.,New York, 2001, pp.519-525 1. Greene FL,Balch CM, Fleming ID, Fritz ADG, Haller DG, Morrow M, Page DL. AJCC Cancer Staging Handbook- TNM Classification of Malignant Tumors, Springer-Verlag Heidelberg, Heidelberg, 2002. 2.
Kazi RA. Current Concepts In the Management of Oral Cancer. http://www.indiandoctors.com/papers.htm
3. Mashberg, A.: Tolonium chloride (Toluidine) rinse. A screening method for recognation of squamous carcinoma. Continuing study of oral cancer. IV. JAMA, 245: 2408-2410,1981. 4. Million RR, Cassisi NJ, Mancuso AA. Oral Cancer, in Management of Head and Neck Cancer: A Multidisciplinary Aproach, Million RR and Cassisi NJ (eds), 2nd ed.,JB Lippincott Co., Philadelphia, 1994, pp.321-400 5. National Cancer Institute. Lip and Oral Cavity Cancer, Treatment statement for health professionals, Med.News, http://www.meb.unibonn.de/cancer.gov/CDR0000062930.html 6. Ord RA, Blanchaert RH. Current management of oral cancer- A multidisciplinary approach, JADA 2001; 132: 195-235 7. Panje, W.R.: Surgical Therapy of Oral Cavity Tumors. In Comprehensive Management of Head and Neck Tumors, Thawley, S.E., Parje, W.R. (eds), Philadelphia, W.B. Saunders Co., 1987,pp.460-606 8. Rubin P, McDonald S. and Oazi R.: Clinical Oncology. A multidisciplinary Approach for Physicians and Students. 7th. ed., WB.Saunders Co. Philadelphia, 1993, pp.332-336 9. Ship JA, Chavez EM, Gould KL, Henson BS, Sarmadi M. Evaluation an Management of Oral Cancer. Home Health Care Consultant 1999;6: 2-12
72
PROTOKOL PERABOI 2003
Kanker Rongga Mulut
10. WHO : ICD-10 International Classification of Disease and Related Health Problems, WHO, Geneve, 1992. 11. WHO : ICD-0. International Classification of Disease for Oncology. 2nd ed. WHO, Geneve,1990. 12.
Fleming I D, Cooper J S, Henson D E, Hutter R V P, Kennedy B J, Murphy G P, O’Sullivan B, Sobin L H, Yarbro J W (ed), AJCC Cancer Staging Manual, 5 th ed , Philadelphia, Lippincott-Raven, 1997, 24-40
13.
Sobin L H & Wittekind Ch (ed), TNM Classification of Malignant Tumours, 6 th ed, New York, Wiley-Liss, 2002, 22-26
14.
Schantz S P, Harrison L B, Forastiere A A, Tumors of the Nasal Cavity and Paranasal Sinuses, Nasopharynx, Oral Cavity, and Oropharynx, in DeVita Jr V T, Hellman S, Rosenberg S A (ed), Cancer Principles & Practice of Oncology, 6 th ed, Philadelphia, Lippincott-Raven, 2001, 797-860
15.
Laramore G E, Coltrera M D, Hunt K J, Tumors of the Head and Neck, in Rubin P, Williams J P, Clinical Oncology A Multidisciplinary Approach for Physicians and Students, 8 th ed, Philadelphia, W.B. Saunders Company, 2001, 405-461
16. Bradford C R, Head and Neck Malignancies, in Norton J A, Bollinger R R, Chang A E, Lowry S F, Mulvihill S J, Pass H I, Thompson R W (ed), Surgery: Basic Science and Clinical Evidence, New York, Springer Verlag, 2000, 1779-1794
73