Kaidah I’lal Ke 1 » Wawu/Ya’ diganti Alif
. Apabilah ada Wawu atau Ya’ Ya’ berharkah, jatuh sesudah harkah Fathah dalam satu kalimah, maka Wawu atau Ya’ tersebut harus diganti dengan Alif seperti contoh
asalnya
, dan
asalnya . Praktek I’lal : 1.
asalnya
ikut pada wazan
. Wawu diganti Alif karena ia berharkah dan
sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi 2.
asalnya
ikut pada wazan
. Ya’ diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya
ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi 3.
asalnya
ikut pada wazan
.
. Wawu diganti Alif karena ia berharkah dan
sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi 4.
asalnya
.
ikut pada wazan
.
. Ya’ diganti Alif karena ia berharkah dan
sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi dinamakan Alif Layyinah).
. (*Alif pada lafazh
Perhatian: 1. Kaidah ini berlaku pada Wau Wau atau Ya’ Ya’ dengan dengan Harkah asli. Apabila harkah keduanya bukan asli atau baru, maka tidak boleh dirubah. Contoh . 2. Apabila setelah wawu atau ya’ itu ada huruf mati/sukun, maka diklarifikasikan diklarifikasikan sbb: Wawu atau Ya’ Ya’ tersebut bukan pada posisi Lam Fi’il, maka tidak boleh di-I’lal, karena Jika Wawu
, , . dihukumi seperti Huruf Shahih. Contoh: Wawu dan Ya’ Ya’ tersebut berada pada posisi Lam Fi’il, maka tetap berlaku Kaidah I’lal ini. Jika Wawu Contoh asalnya . Namun disyaratkan huruf yg mati/sukun setelah Wawu dan Ya’ tersebut bukan huruf Alif dan huruf Ya’ Ya’ tasydid, maka yang demikian juga tidak boleh diI’lal. Contoh:
,
,
.
Kaidah I’lal ke 2 » Syakal/Harakat/Tasykil/Tanda baca huruf Wau/Ya’ Bina’ Ajwaf, dipindah pada huruf sebelumnya.
,
,
.
Apabila wau atau ya’ berharokat berada pada ‘ain ‘ ain fi’il Bina’ Ajwaf Ajwaf dan huruf sebelumnya se belumnya terdiri dari huruf Shahih yang mati/sukun, mati/s ukun, maka harakat wawu atau ya’ tersebut harus dipindah pada huruf sebelumnya. Contoh:
asalnya
dan
asalnya
.
Praktek I’lal:
1. asalnya ikut pada wazan . harkah wawu dipindah pada huruf sebelumnya, karena wawu-nya berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih yg mati/sukun, untuk menolak beratnya mengucapkannya, maka menjadi
2. asalnya ikut pada wazan harkah Ya’ dipindah pada huruf sebelumnya, karena Ya’nya berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih yg mati/sukun, untuk menolak beratnya mengucapkannya, maka menjadi Perhatian: Perpindahan Syakal/Harakat/Tasykil/Tanda baca Wau atau Ya’ tersebut dalam Kaidah ini, tidak berlaku apabila setelah Wawu atau Ya’ terdapat Huruf yang di-tasydid-kan. Contoh:
Kaidah I’lal Ke 3 » Wawu/Ya’ dibelakang Alif Zaidah diganti Hamzah, pada Ain Fi’il Isim Fa’il atau akhir Isim Masdar
,
,
,
.
Apabila ada wawu atau ya’ jatuh sesudah alif zaidah, maka harus diganti hamzah, dengan syarat wau atau ya’ tersebut berada pada ‘Ain Fi’il kalimah bentuk Isim Fail, atau berada pada akhir kalimah bentuk masdar. Contoh:
asalnya
dan
asalnya
dan
asalnya
Praktek I’lal:
1. asalnya
ikut pada wazan
. wawu diganti Hamzah, karena jatuh sesudah Alif
Zaidah dan berada pada ‘Ain Fi’il Isim Fa’il, maka menjadi
2. asalnya
ikut pada wazan
. Ya’ diganti Hamzah, karena jatuh sesudah Alif Zaidah
dan berada pada ‘Ain Fi’il Isim Fa’il, maka menjadi
3. asalnya
ikut pada wazan
wawu diganti Hamzah, karena jatuh sesudah Alif
Zaidah dan berada pada akhir kalimah Isim Masdar, maka menjadi
.
4. asalnya
ikut pada wazan
Ya’ diganti Hamzah, karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan
berada pada akhir kalimah Isim Masdar, maka menjadi
.
Kaidah I’lal ke 4 » Wau diganti Ya’ karena berkumpul dalam satu kalimah dan yg pertama sukun
. Apabila wau dan ya’ berkumpul dalam satu kalimah dan salah satunya didahului dengan sukun, maka wau diganti ya’. Kemudian ya’ yang pertama di-idgham-kan pada ya’ yang kedua. Contoh lafadz
asalnya adalah
dan
asalanya adalah
Praktek I’lal:
1. asalnya
mengikuti wazan
. wau diganti ya’ karena berkumpul dalam satu kalimah
dan salah satunya didahului dengan sukun, maka menjadi
. Kemudian ya’ yang pertama di-
idghamkan pada ya’ yang kedua karena satu jenis, maka menjadi
2. asalnya
mengikuti wazan
. wau diganti ya’ karena berkumpul dalam satu
kalimah dan salah satunya didahului dengan sukun, maka menjadi
. Kemudian ya’ yang
pertama di-idghamkan pada ya’ yang kedua karena satu jenis, maka menjadi
Kaidah I’lal ke 5 » Harakah Dhammah wau atau ya’ di akhir kalimah diganti Sukun
Apabila Wau atau Ya’ menempati ujung akhir kalimah, dan ber-harakah dhammah, maka disukunkan. Contoh:
asalnya
dan
asalnya
Praktek I’lal:
1. asalnya
mengikuti wazan
maka disukunkan menjadi
. Wau di ujung akhir kalimah ber-harakah dhammah,
.
2. asalnya
mengikuti wazan
maka disukunkan menjadi
. Ya’ di ujung akhir kalimah ber-harkah dhammah,
.
Perhatian: asalnya maka menjadi menjadi
mengikuti wazan
. Wau diganti Ya’, karena jatuh sesudah harakah kasrah,
, kemudan Ya’ disukunkan karena beratnya harkah dhammah atas Ya’ maka , kemudian Ya’ dibuang untuk menolak bertemunya dua mati yaitu Ya’ dan Tanwin,
maka menjadi asalnya
mengikuti wazan
atas Ya’ maka menjadi
. Ya’ disukunkan karena beratnya harakah dhammah
, kemudian Ya’ dibuang untuk menolak bertemunya dua mati yaitu Ya’
dan Tanwin, maka menjadi asalnya
mengikuti wazan
berkumpul dalam satu kalimah, maka menjadi meringankannya, maka menjadi dibuang, maka menjadi
.
wau pada fa’ fi’il diganti Hamzah, karena kedua wau . Kemudian Ya’ dibuang untuk
. Dan didatangkanlah tanwin sebagai pengganti dari Ya’ yang
Kaidah I’lal ke 6 » Wau akhir kalimah empat huruf atau lebih, diganti Ya’
Apabila wau menempati ujung akhir kalimah empat huruf atau lebih, dan sebelum wau tidak ada huruf yang didhammahkan, maka wau tersebut diganti ya’. Contoh: asalnya
asalnya
dan
.
Praktek I’lal:
1. asalnya
mengikuti wazan
wau diganti ya’, karena berada pada akhir kalimah
empat huruf dan sebelumnya bukan huruf yang didhammahkan, maka menjadi
2. asalnya
mengikuti wazan
wau diganti ya’, karena berada pada akhir kalimah
empat huruf dan sebelumnya bukan huruf yang didhammahkan, maka menjadi Perhatian: asalnya
ikut wazan
. wau diganti ya’, karena berada pada akhir kalimah empat
huruf dan sebelumnya bukan huruf yang didhammahkan, maka menjadi alif karena berharkah jatuh sesudah harkah fathah, maka menjadi
kemudian ya’ diganti kemudian alif dibuang
untuk menolak bertemunya dua mati yaitu Alif dan Tanwin, maka menjadi
Kaidah I’lal ke 7 » Membuang Wau setelah Huruf Mudhara’ah diantara Fathah dan Dhammah
Apabila wau ada diantara harkah fathah dan kasrah nyata, dan sebelumnya ada huruf mudhara’ah, maka wau tersebut dibuang. Contoh:
asalnya
dan
asalnya
Praktek I’lal:
1. asalnya
mengikuti wazan
. wau dibuang karena ada diantara fathah dan kasrah
nyata dan sebelumnya ada huruf mudhara’ah, maka menjadi
2. asalnya
mengikuti wazan
. wau dibuang karena ada diantara fathah dan kasrah
nyata dan sebelumnya ada huruf mudhara’ah, maka menjadi
. Kemudian Dhad-nya
difathahkan untuk meringankan huruf ithbaq juga huruf Halaq yaitu ‘Ain, maka menjadi Perhatian: Huruf
Mudhara’ah :
–
–
–
Huruf
Halaq :
Huruf
Ithbaq :
– –
– –
–
–
–
–
Kaidah I’lal ke 8 » Wau setelah harkah kasrah diganti Ya’
Bilmana ada Wau jatuh setelah harkah Kasrah dalam Kalimah Isim atau Kalimah Fi’il, maka Wau tersebut harus diganti Ya’. Contoh: Praktek I’lal:
asalnya
dan
asalnya
1. asalnya
ikut wazan
, wau diganti Ya’ karena jatuh sesudah harkah kasrah, maka
menjadi 2. asalnya
(praktek I’lalnya telah disebut pada Kaidah I’lal ke 5)
Kaidah I’lal ke 9 » Huruf Illah Wau/Ya’ dibuang untuk menolak bertemu-nya dua huruf mati
. Bilamana ada Wau atau Ya’ sukun, bertemu dengan husuf sukun lainnya, maka Wau tau Ya’ tersebut dibuang, ini setelah memindahkan harakah keduanya (Wau atau Ya’) kepada huruf sebelumnya (lihat kaidah I’lal ke 2). Contoh:
asalnya
dan
asalnya
Praktek I’lal:
1. asalnya mengikuti wazan , harkah Wau dipindah ke huruf sebelumnya, karena Wau berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih mati/sukun (lihat Kaidah I’lal ke 2) untuk menolak beratnya mengucapkan, maka menjadi bertemunya dua mati/sukun, maka menjadi
, maka Wau dibuang untuk menolak , kemudian Hamzah Washal-nya dibuang karena
tidak dibutuhkan lagi, maka menjadi 2. asalnya mengikuti wazan , harkah Ya’ dipindah ke huruf sebelumnya, karena Ya’ berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih mati/sukun (lihat Kaidah I’lal ke 2) untuk menolak beratnya mengucapkan, maka menjadi mati/sukun, maka menjadi
, maka Ya’ dibuang untuk menolak bertemunya dua
, kemudian Hamzah Washal-nya dibuang karena tidak dibutuhkan
lagi, maka menjadi
Kaidah I’lal ke 10 » Dua huruf sejenis/hampir sama makhraj-nya harus diidghamkan
Bilamana ada dua huruf sejenis atau hampir sama makhrajnya berkumpul dalam satu kalimah, maka huruf yang pertama harus di-idghamkan pada huruf yang kedua,–ini setelah menjadikan huruf yang hampir sama makhrajnya serupa dengan huruf yg kedua (lihat kaidah i’lal ke 18 insyaallah)–, karena beratnya pengulangan/memilah-milahnya. contoh dan
asalnya
asalnya
dan
asalnya
,
.
Praktek I’lal:
1. asalnya
ikut pada wazan
syarat Idgham, maka menjadi
, huruf dal yang pertama disukunkan untuk melaksanakan , kemudian huruf Dal yang pertama di-idgamkan pada huruf Dal
yang kedua, maka menjadi 2.
/ /
/ / asalnya
mengikuti wazan
, harkah Dal yang pertama dipindah pada huruf
sebelumnya untuk melaksanakan syarat Idgham, maka menjadi , bertemu dua huruf mati/sukun yaitu kedua Dal, maka Dal yang kedua diberi harkah untuk menolak bertemunya dua mati/sukun, baik diberi harkah kasrah karena kaidah; “apabilah ada huruf mati mau diberi harkah, berilah harkah kasrah”. atau diberi harkah fathah karena ia paling ringannya harkah. atau diberi harkah
/
dhammah, karena mengikuti harkah ‘Ain fi’il pada fi’il mudhari’nya, maka menjadi kemudian Dal yang pertama di-idgham-kan pada Dal yg kedua maka menjadi
/
/
/
,
,
kemudian Hamzah Washal-nya dibuang karena sudah tidak dibutuhkan lagi, maka menjadi
/
/. Kaidah I’lal ke 11 » Dua Hamzah berkumpul yang kedua diganti huruf yg sesuai dengan Harakah sebelumnya
. Bilamana terdapat dua huruf Hamzah berkumpul sejajar dalam satu kalimah, yang nomor dua sukun, maka huruf hamzah ini harus diganti dengan huruf yang sesuai dengan harakah Hamzah yang pertama. contoh
asalnya
dan
asalnya
.
Praktek I’lal:
1. asalnya mengikuti wazan ; berkumpul dua Hamzah dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tersebut diganti alif, karena ia sukun dan sebelumnya berharkah fathah. maka menjadi
2. asalnya mengikuti wazan ; berkumpul dua Hamzah dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tersebut diganti wau, karena ia sukun dan sebelumnya ber-
harkah dhammah. maka menjadi
3. asalnya mengikuti wazan berkumpul dua Hamzah dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tersebut diganti Ya’, karena ia sukun dan sebelumnya berharkah kasrah. maka menjadi
.
4. asalnya mengikuti wazan ; berkumpul dua Hamzah dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tersebut diganti wau, karena ia sukun dan sebelumnya berharkah dhammah. maka menjadi maka menjadai
kemudian wau-nya dibuang untuk meringankan ucapan,
selanjutnya hamzah-nya dibuang karena sudah tidak dibutuhkan lagi, maka
menjadi Perhatian : Wau pada lafazh
dibuang untuk meringankan ucapan, sedangkan pada lafazh
cukup
–
tanpa membuang wau, karena menjaga dari keserupaan dengan fi’il amar-nya lafazh
–. Kaidah I’lal ke 12 » Wau atau Ya sukun bukan asli jatuh setelah Fathah diganti Alif
. Wau atau ya’ yang sukun, keduanya tidak boleh diganti Alif, kecuali jika sukunnya tidak asli – dengan sebab pergantian harkat keduanya pada huruf sebelumnya– (lihat kaidah ilal ke 2). Contoh: asalnya
dan
asalnya
.
Praktek I’lal:
1. asalnya mengikuti wazan harkah wau dipindah pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih sukun, karena beratnya mengucapkan, maka menjadi (lihat kaidah I’lal ke 2). Kemudian wau diganti alif, karena asalnya wau berharkah dan sekarang ia jatuh sesudah harkah fathah (lihat kaidah I’lal ke 1). Maka menjadi
.
2. asalnya mengikuti wazan harkah Ya’ dipindah pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih sukun, karena beratnya mengucapkan, maka menjadi (lihat kaidah I’lal ke 2). Kemudian Ya’ diganti Alif, karena asalnya Ya’ berharkah dan sekarang ia jatuh sesudah harkah fathah (lihat kaidah I’lal ke 1). Maka menjadi
.
Kaidah I’lal ke 13 » Wau akhir isim mutamakkin setelah dhammah diganti ya’
. Bilamana ada wau berada di akhir kalimah jatuh sesudah harkah dhammah didalam asal kalimah Isim yang Mutamakkin (bisa menerima tanwin), maka wau tersebut diganti ya’, kemudian setelah itu harkah dhammah diganti kasrah. Contoh:
asalnya
dan
asalnya
.
Praktek I’lal:
1. asalnya
mengikuti wazan
wau diganti ya’ karena berada di akhir kalimah
Isim Mutamakkin dan sebelumnya ada harkah dhammah, maka menjadi Tha’nya dikasrahkan untuk memantaskan Ya’. Maka menjadi
kemudian huruf
.
2. asalnya
mengikuti wazan
wau diganti ya’ karena berada di akhir kalimah Isim
Mutamakkin dan sebelumnya ada harkah dhammah, maka menjadi dikasrahkan untuk memantaskan Ya’. Maka menjadi
kemudian huruf Dal’nya
.
Kaidah I’lal ke 14 » Ya’ sukun setelah dhammah harus diganti wau
Bilamana terdapat Ya’ sukun dan sebelumnya ada huruf yang didhammahkan maka ya’ tersebut harus diganti wau. contoh:
asalnya
dan
asalnya
Praktek I’lal:
1. asalnya
mengikuti wazan
ya’ yang nomor dua diganti wau karena ia sukun dan
sebelumnya ada huruf yang didhammahkan, maka menjadi
.
2. asalnya
mengikuti wazan
huruf yang didhammahkan, maka menjadi
ya’ diganti wau karena ia sukun dan sebelumnya ada .
Kaidah I’lal ke 15 » Isim Maf’ul dari Fi’il Mu’tal ‘Ain, Wau Maf’ulnya dibuang menurut Imam Sibawaihi
Sesungguhnya Isim Maf’ul bilamana ia terbuat dari Fi’il Mu’tal ‘Ain (Bina’ Ajwaf) maka wajib membuang wau maf’ulnya menurut Imam Syibawaihi (menurut Imam lain yg dibuang adalah Ain Fi’ilnya). contoh:
asalnya
dan
asalnya
Praktek I’lal:
1. asalnya
mengikuti wazan
harkah wau dipindah pada huruf sebelumnya
karena ia berharkah dan sebelum ada huruf shahih mati untuk menolak berat maka menjadi (lihat i’lal ke 2), kemudian bertemu dua huruf mati (dua wau) untuk menolak beratnya mengucapkan maka wau maf’ulnya dibuang (menurut Imam Sibawaehi) maka menjadi
.
2. asalnya
mengikuti wazan
harkah Ya’ dipindah pada huruf sebelumnya
karena ia berharkah dan sebelum ada huruf shahih mati untuk menolak berat maka menjadi (lihat i’lal ke 2), kemudian bertemu dua huruf mati (ya’ dan wau) untuk menolak beratnya mengucapkan maka wau maf’ulnya dibuang (menurut Imam Sibawaehi)maka menjadi
Kaidah I’lal ke 16 » Huruf Ta’ pada wazan
.
diganti Tha’
. Bilamana Fa’ Fi’il kalimah wazan berupa huruf Shad, atau Dhad, atau Tha’, atau Zha’ (huruf Ithbaq), maka huruf Ta’ yg jatuh sesudah huruf Ithbaq tersebut harus diganti Tha’, demi mudahnya mengucapkannya. Digantinya Ta’ dengan Tha’ karena dekatnya makhraj keduanya. contoh: asalnya
dan
asalnya
Praktek I’lal:
1. asalnya mengikuti wazan Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi
.
2. asalnya mengikuti wazan Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi
.
3. asalnya mengikuti wazan Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi menjadi
kemudian Tha’ pertama di-idghamkan karena dua huruf sejenis, maka
.
4. asalnya mengikuti wazan Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi
kemudian Tha’ diganti Zha’ karena sama-sama huruf isti’la’, maka
menjadi menjadi
kemudian Zha’ pertama di-idghamkan karena dua huruf sejenis, maka .
Kaidah I’lal ke 17 » Huruf Ta’ pada wazan
diganti Dal
. Bilamana Fa’ Fi’il wazan berupa huruf Dal, atau Dzal, atau Zay, maka huruf Ta’ (Ta’ zaidah wazan ) yang jatuh sesudah huruf-huruf tersebut harus diganti Dal, demi mudahnya mengucapkannya. Digantinya Ta’ dengan Dal’ karena dekatnya makhraj keduanya. contoh:
asalnya
dan
asalnya
dan
asalnya
.
Praktek I’lal:
1. asalnya mengikuti wazan Ta’ diganti Dal karena demi mudahnya pengucapan huruf Ta’ yang jatuh susudah huruf Dal dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi . kemudian dal yang pertama di-idghamkan pada dal yang kedua karena satu jenis, maka menjadi
.
2. asalnya mengikuti wazan Ta’ diganti Dal karena demi mudahnya pengucapan huruf Ta’ yang jatuh susudah huruf Dal dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi .kemudian Huruf Dal diganti Dzal kerena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi kemudian dzal yang pertama di-idghamkan pada dzal yang kedua karena satu jenis, maka menjadi
. (juga boleh dibaca Dal dengan di-i’lal sbb: kemudian Huruf Dzal diganti Dal kerena
dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi dal yang kedua karena satu jenis, maka menjadi
kemudian dal yang pertama di-idghamkan pada .)
3. asalnya mengikuti wazan Ta’ diganti Dal karena demi mudahnya pengucapan huruf Ta’ yang jatuh susudah huruf Zay dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi .
Kaidah I’lal ke 18 » Fa’ Fi’il pada wazan
(
diganti Ta’
). .
Bilamana Fa’ Fi’il wazan
berupa huruf wau, atau Ya’, atau Tsa’, maka huruf Fa’ Fi’ilnya
tersebut harus diganti Ta’ karena sukarnya mengucapkah huruf “Layn” ( ) sukun dengan huruf yang diantara keduanya termasuk berdekatan Makhrajnya dan bertentangan sifatnya, karena huruf “layin” (
Contoh:
– ) bersifat Jahr sedangkan huruf Ta’ bersifat Hams.
asalnya
dan
asalnya
dan
asalnya
. (penting) dan
apabila Fa’ Fi’il-nya tersebut berupa huruf Tsa’, boleh mengganti Ta’nya wazan karena keduanya sama-sama bersifat Hams. contoh:
asalnya
dengan Tsa’,
.
Praktek I’lal:
1. asalnya mengikuti wazan Wau diganti Ta’ untuk mudahnya mengucaplan huruf Layn sukun dengan huruf yang berdekatan Makhrajnya dan bertentangan sifatnya, karena huruf Layn bersifat Jahr dan huruf Ta’ bersifat Hams, maka menjadi
kemudian Ta’ pertama
di-idghamkan pada Ta’ kedua karena dua huruf yang sejenis maka menjadi
.
2. asalnya mengikuti wazan Wau diganti Ta’ untuk mudahnya mengucaplan huruf Layn sukun dengan huruf yang berdekatan Makhrajnya dan bertentangan sifatnya, karena huruf Layn bersifat Jahr dan huruf Ta’ bersifat Hams, maka menjadi
kemudian Ta’ pertama di-
idghamkan pada Ta’ kedua karena dua huruf yang sejenis maka menjadi
.
3. asalnya maka menjadi
mengikuti wazan
huruf Tsa’ diganti Ta’ karena sama-sama bersifat Hams,
kemudian Ta’ pertama di-idghamkan pada Ta’ kedua karena dua huruf yang
sejenis maka menjadi Dan boleh juga dibaca Tsa’ asalnya maka menjadi
dengan Praktek I’lal sbb:
mengikuti wazan
huruf Ta’ diganti Tsa’ karena sama-sama bersifat Hams,
kemudian Tsa’ pertama di-idghamkan pada Tsa’ kedua karena dua huruf yang
sejenis maka menjadi Penting untuk diketahui: asalnya
mengikuti wazan
huruf Hamzah yang kedua diganti Ya’ karena ia sukun
dan sebelumnya ada huruf berharkah kasrah, maka menjadi
kemudian huruf Ya’ diganti Ta’
(tanpa mengikuti kias*) maka menjadi . * Pergantian Ya’ dengan Ta’ tidak mengikuti Qias yakni termasuk dari perihal Syadz.
Kaidah Ilal ke 19 » Huruf Ta’ wazan berdekatan makhrajnya
dan
diganti dg huruf yang
. Bilamana Fa’ Fi’il wazan
dan
berupa huruf ,
,
,
,
maka boleh Ta’ dari kedua wazan tersebut diganti dengan huruf yang mendekati dalam
Makhrajnya, kemudian huruf yang pertama di-idghamkan pada huruf yang kedua, demikian ini setelah huruf yang pertama dari kedua huruf yang berdekatan makhrajnya tersebut, dijadikan serupa dengan huruf yang kedua. berikut memasang Hamzah Washal agar memungkinkan permulaan dengan huruf mati. contoh: dan dan asalnya
asalnya
asalnya dan
asalnya
dan
asalnya dan
asalnya
asalnya dan
asalnya dan
dan
asalnya dan
asalnya
asalnya dan
.
Praktek I’lal :
1. asalnya
mengikuti wazan
huruf Ta’ yang pertama disukunkan sebagai sebab
syarat idgham maka menjadi maka Ta’ yang pertama di-idghamkan pada Ta’ yang kedua karena dua huruf sejenis, berikut mendatangkan Hamzah di permulaannya agar memungkinkan permulaan dengan huruf mati. Maka menjadi
2. asalnya
mengikuti wazan
Makhrojnyamaka menjadi
huruf Ta’ diganti Tsa’ karena berdekatan
kemudian huruf Tsa’ yang pertama disukunkan sebagai sebab
syarat idgham maka menjadi maka Tsa’ yang pertama di-idghamkan pada Tsa’ yang kedua karena dua huruf sejenis, berikut mendatangkan Hamzah di permulaannya agar memungkinkan permulaan dengan huruf mati. Maka menjadi Perhatian : I’lal dalam Kaidah ke 19 ini cuma bersifat Jaiz atau boleh, bukan suatu ketentuan musti. Sebagai pengalaman bagi kita, karena ini jarang ditemukan. dan yang banyak digunakan adalah berupa bentuk asalnya.