TB Paru Relaps
RH Rafsanjany Rafsanjany F akul tas Kedokte Kedokteran ran Uni ver ver sitas Kr isten isten Kr ida Wacana Jl . Arj una utar a no.6 no.6 Kebon Kebon Jeru Jeru k, Jakarta
Latar Belakang
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan oleh Mycobakterium oleh Mycobakterium tuberculosis, tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau tidak efektifnya respon imun. WHO
juga
menyatakan
Indonesia
termasuk
22
negara
yang
bermasalah
dalam
penanggulangan TBC Di Indonesia, WHO memperkirakan terdapat 583.000 kasus baru dengan 140.000 kematian terjadi setiap tahun. Perkiraan jumlah penderita TBC paru dengan Bakteri Tahan Asam ( BTA ) positif adalah sebesar 1,3 per 1000 penduduk.
F akul tas Kedokteran Kedokteran Un iversitas Kr isten isten K ri da Wacana Wacana
Telepon : 087884377307, Email : the.raf the.raf sanjany@yahoo
[email protected] .com m NI M : 10.200 10.2009.1 9.116, 16, Kelompok Kelompok : B2
1
Anamnesis
Keluhan utama
: Batuk yang tak kunjung sembuh selama 4 bulan, ada bercak darah
Keluhan tambahan
: Badan terasa hangat, hilang timbul
Pada anamnesis ditanyakan : a. Identitas b. Keluhan c. Riwayat penyakit sekarang d. Riwayat penyakit dahulu e. Riwayat penyakit keluarga f. Kehidupan sosial g. Apakah pernah merokok
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital didapat suhu badan 37.2 celsius, Tekanan darah : 130/90, Nadi : 78x/menit, Nafas : 20x/menit. Pada suara nafas didapat suara nafas naf as bronkovesikuler, JVP 5-2cm, Hb : 10g/dL.
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis Untuk pemeriksaan TB paru, pasien suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari. Diagnosis paru ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pemeriksaan dahak mikroskopik juga digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
b. Pemeriksaan biakan (kultur TB) Berfungsi untuk mengidentifikasi M.tbc, dan untuk mengetahui apakah kuman BTA tersebut masih peka/sensitif terhadap OAT yang digunakan atau sudah resisten. Indikasi kultur TB dan uji resistensi OAT :
Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
Pasien TB ekstra paru dan pasien TB anak
Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda
2
c. Pemeriksaan Radiologis Lokasi lesi TBC biasanya di apex paru (segmen apikal lobus atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau didaerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya (mis alnya pada TBC Endobronkial). Pada awal penyakit, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan batas yang tegas. Lesi ini disebut Tuberkuloma. Tuberkuloma. Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lama-lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal, bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya terlihat sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
Indikasi pemeriksaan foto thorax adalah : a. Hanya ada satu dari 3 spesimen dahak hasilnya BTA positif. Pada kasus ini foto thorax diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif. b. Ketiga spesimen dahak negatif BTA dan tidak ada perbaikan setelah pemberian Antibiotik non OAT. c. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak napas berat yang memerlukan penanganan khusus seperti pneumothorax, pleuritis eksudativa, efusi ef usi perikarditis, atau efusi pleura dan hemoptisis berat.1
3
4
Diagnosis Kerja : TB Paru Relaps
TB paru relaps di artikan sebagai penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan sputum BTA positif.
Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa. Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita diidagnosis sebagai sebagai penderita TB BTA BTA positif. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan. Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan. Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS : Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.
Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif.
Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB. 2
Diagnosis Banding PNEUMONIA
Definisi Etiologi Peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme selain Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri, virus, jamur, parasit. Berdasar sumber kumannya : pneumonia komuniti yang didapat di masyarakat, pneumonia nosokomial didapat di rumah sakit, pneumonia aspirasi, dan pneumonia imunocompromised. Berdasar penyebabnya : pneumonia bakterial/ tipikal (staphylococus, streptococcus, hemofilus influenza, klebsiella, pseudomonas. ), pneumonia atipikal (mycoplasma, legionella, chlamydia), pneumonia virus, dan pneumonia jamur. 5
Berdasarkan
predileksinya
:
pneumonia
lobaris
lobularis,
bronkopneumonia,
pleuropneumonia, dan pneumonia pneumonia interstitiil. Patogenesis dan Patologi Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru, hal ini akibat aktivitas mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme, dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembang biak menimbulkan penyakit. Cara mikroorganisme masuk saluran napas dengan 4 cara : inokulasi langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi bahan aerosol, kolonisasi di permukaan mukosa. Bakteri yang masuk alveoli menyebabkan reaksi radang, edema seluruh alveoli, dan infiltrasi sel-sel PMN. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan lekosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian di fagosit. Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi : Zona luar : alveoli yang terisi bakteri dan cairan edema. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah. Zona konsolidasi luar : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag. Diagnosis Anamnesis, didapatkan gejala demam menggigil, suhu tubuh meningkat, batuk berdahak mukoid atau purulen, sesak napas, kadang nyeri dada, batuk darah bisa sedikit bisa banyak. Pemeriksaan fisik, tergantung luas lesi. Inspeksi : bagian yang sakit tertinggal, palpasi : fremitus dapat mengeras, perkusi redup. Auskultasi : suara dasar bronkovesikuler sanpai bronkial, suara tambahan ronki basah pada stadium resolusi. Gambaran radiologis : gambaran infiltrat sampai konsolidasi (berawan) dapat disertai air bronchogram. Pemeriksaan laboratorium, peningkatan lekosit 10.000/ul-30.000/ul. Untuk dapat mengetahui etiologi dilakukan pemeriksaan dahak, biakan dan serologi. Analisis gas darah menunjukan hipoksemia, pada stadium lanjut asidosis respiratorik.
6
Pengobatan Terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik sebaiknya berdasar data mikroorganisme dan hasil uji kepekaan. KANKER PARU
Adalah semua penyakit keganasan di paru mencakup keganasan yang berasal dari paru maupun dari metastasis. Ada beberapa golongan yang memiliki risiko tinggi terkana kanker paru : laki-laki lebih tinggi, usia di atas 40 tahun, perokok, paparan industri, perempuan sebagai perokok pasif. Gambaran Klinis Dibagi menjadi dua golongan : gejala khas dan tidak khas. Gejala khas : sesak napas, sulit/ sakit menelan, benjolan di pangkal leher, sembab muka dan leher, batuk dengan atau tanpa dahak, hemoptisis, sakit dada. Gejala tidak khas : berat badan berkurang, nafsu makan hilang, demam hilang timbul. Diagnosis Anamnesis, berupa gejala, riwayat penyakit, riwayat penyakit keluarga, faktor risiko. Pemeriksaan fisik, tergantung besar dan letak tumor. Bila tumor kecil dan letak di perifer, menunjukan gambaran normal. Tumor ukuran besar, letak di sentral, dan bila disertai atelektasis akan terjadi penarikan trakea atau oesofagus. Radiologis. Tampak nodul soliter sirkumskripta atau coin lession pada radigram dada merupakan petunjuk dini untuk mendeteksi karsinoma bronkogenik, meskipun dapat juga ditemukan pada banyak keadaan lainnya. CT scan mungkin dapat memberikan bantuan lebih lanjut dalam membedakan lesilesi yang dicurigai. Bronkoskopi, memiliki beberapa fungsi : untuk mengambil bahan atau jaringan, untuk mengetahui kelainan mukosa bronkus, untuk menilai keadaan percabangan bronkus. Pemeriksaan khusus meliputi : sitologi sputum, trans torakal biopsi (TTB) untuk untuk lesi yang letaknya perifer, trans bronkial lung biopsi (TBLB), torakoskopi, mediastinoskopi, dan torakotomi eksplorasi sebagai pilihan terakhir.
7
Patologi Kanker paru primer biasanya diklasifikasikan menurut jenis histologinya : Karsinoma sel kecil Karsinoma bukan sel kecil meliputi : karsinoma skuamosa, karsinoma sel besar, adenokarsinoma. Staging Penderajatan kanker paru menurut International Staging System for Lung Cancer dengan sistem TNM (tumor, kelenjar getah bening, metastase). Stadium IA : T1N0M0. Stadium IB : T2N0M0. Stadium IIA : T1N1M0. Stadium IIB : T2N1M0. Stadium IIIA : T1N2M0, T2N2M0, T3N1M0, T3N2M0. Stadium IIIB : T berapa pun N3M0, T4 N berapa pun M0. Stadium IV : TN berapa pun M1 (Price dan Wilson, 2006). Pengobatan Pengobatan Pembedahan (operasi), diindikasikan pada jenis sel karsinoma bukan sel kecil stadium I dan II. Stadium IIIA perlu diberi kemoterapi dahulu untuk menurunkan staging. Radioterapi sebagai terapi kuratif dan paliatif. Kemoterapi (Rima, 2008). Komplikasi Batuk darah 2,3% dan pneumotorak 15,4%. 15,4%. Etiologi
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman selama beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orang yang berada disekitarnya, terutama yang kontak erat. TBC merupakan penyakit yang sangat infeksius. Seorang penderita TBC dapat menularkan penyakit kepada 10 orang di sekitarnya. Menurut perkiraan WHO, 1/3 penduduk dunia saat ini telah terinfeksi M. tuberculosis. Kabar baiknya adalah orang yang terinfeksi M. tuberculosis tidak selalu menderita penyakit TBC. Dalam hal ini, imunitas tubuh sangat berperan untuk membatasi infeksi sehingga tidak bermanifestasi menjadi penyakit penyakit TBC.
8
Epidemiologi
Di Indonesia, WHO memperkirakan terdapat 583.000 kasus baru dengan 140.000 kematian terjadi setiap tahun (1,5,8). Perkiraan jumlah penderita TBC paru dengan Bakteri Tahan Asam ( BTA ) positif adalah sebesar 1,3 per 1000 penduduk. Sekitar 75 % penderita adalah angkatan kerja yaitu golongan usia produktif (1,5). Dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia merupakan penyumbang terbesar ke-3 penyakit tuberkulosis di dunia (1,2,3). Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 TBC paru merupakan penyebab kematian ke 3 setelah penyakit jantung & pembuluh darah dan penyakit saluran pernafasan. Secara epidemiologi penyakit TBC paru di Kalimantan Selatan tahun 2002 berada pada posisi ke 3 dari 10 penyakit terbanyak dengan angka kesakitan TBC BTA positif sebesar 113 per 100.000 penduduk. (9). Di Kabupaten Banjar tahun 2002 ditemukan sebanyak 250 orang penderita baru TBC Paru BTA positif (59,07 per1000 penduduk) dengan angka angka konversi 81,1 % dan angka kesembuhan 79,5 % (10). 3
Faktor Resiko
a. Umur Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun. b. Jenis kelamin TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena lakilaki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru. c. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya. d. Pekerjaan Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan 9
kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru. e. Kebiasaan merokok Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan
adanya
kebiasaan
merokok
akan
mempermudah
untuk
terjadinya
infeksi TB Paru. f. Pencahayaan Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. g. Ventilasi udara Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terja ga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB. h. Status gizi Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.
10
i.
Keadaan sosial ekonomi Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.
Patofisiologi
Tuberkulosis Primer
Penularan TBC paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel bisa masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Dari sini akan terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer (fokus ghon). Sarang primer ini dapat dapat terjadi disetiap jaringan paru dan bisa juga menuju organ lain diluar paru. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional membentuk kompleks primer. Semua proses ini selanjutnya dapat menjadi :
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, dapat terjadi reaktifasi lagi la gi karena kuman yang dorman
Berkomplikasi dan menyebar secara : perkontinuitatum, bronkogen, hematogen, limfogen.
11
Tuberkulosis Paska Primer Kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (TB Post primer/TB sekunder). TB Sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. TB paska primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga terbentuk sarang pneumoni kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. TB paska primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang ini dapat menjadi :
Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
Sarang yang meluas, tapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek dan membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadi kavitas.
Disini lesi sangat kecil, tetapi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk kedalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Lesi ini juga dapat memadat dan membungkus diri sehingga terjadi tuberkuloma, menjadi cair dan kavitas lagi. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil.4
12
Gejala klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbulsesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
a. Gejala sistemik
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakanmalam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demamseperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
b. Gejala khusus
Tergantung
dari
organ
tubuh
mana
yang
terkena,
bila
terjadi
sumbatansebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanankelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dironggapleur a (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu s uatu saat dapat membentuk saluran sal uran dan bermuara pada kulit diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya gejala nya adalah demam tinggi, ti nggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang
13
Terapi
Tujuan pengobatan pada TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sbb:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat.Tidak OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi DosisTetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukanpengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) olehseorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu yaitu tahap intensif (2-3 bulan) dan tahap tahap lanjutan (4-7 bulan).
Tahap intensif: obat diberikan setiap hari, dan diawasi langsung untuk mencegah resistensi obat. Jika diberikan secara tepat, yang awalnya menular bisa menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan.
Tahap lanjutan: diberikan obat lebih sedikit dengan jangka waktu yang lama. Tahap ini penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah kekambuhan.5
14
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar dapat dipisahkan dengan obat-obatan ini.
Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin, Kanamisin.6
Komplikasi
Penyakit TBC bisa menimbulkan komplikasi, yaitu menyerang beberapa organ vital tubuh, di antaranya: 1. TULANG TBC tulang ini bisa disebabkan oleh bakteri TBC yang mengendap di paru-paru, lalu terjadi komplikasi dan masuk ke tulang. Atau bisa juga bakteri TBC langsung masuk ke tulang lewat aliran darah dari paru-paru. Waktu yang dibutuhkan bakteri untuk masuk dan merusak tulang bervariasi. Ada yang singkat, tapi ada pula yang lama hingga bertahun-tahun. Bakteri TBC biasanya akan berkembang biak dengan pesat saat kondisi tubuh sedang lemah, misalnya selagi anak terkena penyakit berat. Saat itu kekebalan tubuhnya menurun, sehingga bakteri pun leluasa menjalankan aksinya. Bagian tulang yang biasa diserang bakteri TBC adalah sendi panggul, panggul dan tulang belakang. Gangguan tulang belakang bisa terlihat dari bentuk tulang belakang penderita. Biasanya tidak bisa tegak, bisa miring ke kiri, ke kanan, atau ke depan. Sendi panggul yang rusak pun membuat penderita tidak bisa berjalan dengan normal. Sedangkan pada ibu hamil, kelainan panggul membuatnya tidak bisa melahirkan secara normal. Jika kelainannya masih ringan, upaya pemberian obat-obatan dan operasi bisa dilakukan. Lain halnya jika berat, tindakan operasi tidak bisa menolong karena sendi atau tulang sudah hancur. Penderita bisa cacat seumur hidup.
15
2. USUS Selain karena komplikasi, TBC usus ini bisa timbul karena penderita mengonsumsi makanan/minuman yang tercemar bakteri TBC. Bakteri ini bisa menyebabkan gangguan seperti penyumbatan, penyempitan, bahkan membusuknya usus. Ciri penderita TBC usus antara lain anak sering muntah akibat penyempitan usus hingga menyumbat saluran cerna. Mendiagnosis TBC usus tidaklah mudah karena gejalanya hampir sama dengan penyakit lain. Ciri lainnya tergantung bagian mana dan seberapa luas bakteri itu merusak usus. Demikian juga dengan pengobatannya. Jika J ika ada bagian usus yang membusuk, dokter akan membuang bagian usus itu lalu menyambungnya menyambungnya dengan bagian usus lain. 3. OTAK Bakteri TBC juga bisa menyerang otak. Gejalanya hampir sama dengan orang yang terkena radang selaput otak, seperti panas tinggi, gangguan kesadaran, kejang-kejang, juga penyempitan sel-sel saraf di otak. Kalau sampai menyerang selaput otak, penderita harus menjalani perawatan yang lama. Sayangnya, gara-gara sel-sel sarafnya rusak, penderita tidak bisa kembali ke kondisi normal. 4. GINJAL Bakteri TBC pun bisa merusak fungsi ginjal. Akibatnya, proses pembuangan racun tubuh akan terganggu. Selanjutnya bukan tidak mungkin bakal mengalami gagal ginjal. Gejala yang biasa terjadi antara lain mual-muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, lemah, dan sejenisnya. Gagal ginjal akut bisa sembuh sempurna dengan perawatan dan pengobatan yang tepat. Sedangkan gagal ginjal kronik sudah tidak dapat disembuhkan. Beberapa di antaranya harus menjalani cangkok ginjal.
16
Pencegahan
Tujuan : a. Mencegah menjadi penderita b. Mencegah kekambuhan c. Mencegah kematian d. Menurunkan tingkat penularan
Cara : a. Saat batuk seharusnya menutupi mulutnya, dan apabila batuk lebih dari 3 minggu, merasa sakit di dada dan kesukaran bernafas segera dibawa ke puskesmas atau ke rumah sakit. b. Saat batuk memalingkan muka agar tidak mengenai orang lain. c. Membuang ludah di tempat yang tertutup, dan apabila ludahnya bercampur darah segera dibawa ke puskesmas atau ke rumah sakit. d. Mencuci peralatan makan dan minum sampai bersih setelah digunakan oleh penderita. e. Bayi yang baru lahir dan anak-anak kecil harus diimunisasi denganvaksin BCG. Karena vaksin tersebut akan memberikan perlindungan yang amat bagus.
Prognosis
Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika disebabkan oleh strain resisten obat atau terjadi pada pasien berusia lanjut, dengan debilitas, atau mengalami gangguan kekebalan, yang berisiko tinggi menderita tuberkulosis milier.
Kesimpulan
Penularan tuberkulosis melalui udara dengan inhalasi droplet nucleus yang mengandung basil tuberkulosis yang infeksius. Bayi dan anak yang kontak serumah dengan penderita tuberkulosis dewasa terutama dengan sputum BTA positif yang belum pernah didiagnosa dan diobati merupakan resiko tinggi terinfeksi TB. WHO menganjurkan imunisasi BCG diberikan pada bayi baru lahir untuk mencegah infeksi tuberkulosis. Walaupun efikasi BCG dalam mencegah infeksi tuberkulosis masih diperdebatkan, pada daerah mana angka infeksi tinggi, imunisasi BCG harus dianggap sebagai dari program kontrol tuberkulosis. Di Indonesia imunisasi BCG masih perlu dilaksanakan sebagai usaha untuk mencegah tuberkulosis.
17
Dikatakan, sampai hari ini belum ada satu negara pun di dunia yang telah bebas TB paru. Bahkan untuk negara maju, di mana tadinya angka TB telah menurun, belakangan angka ini naik lagi sehingga TB disebut sebagai salah satu reemerging disease. Sementara di Indonesia penyakit ini belum pernah menurun menurun jumlahnya dan bahkan meningkat. meningkat. Oleh karena itu penting untuk memeriksakan orang-orang yang kontak erat dengan penderita TB paru. Dalam program pemberantasan penyakit tuberkulosis paru penemuan penderita dilakukan dengan cara pencarian penderita yang tersangka TB di tengah-tengah masyarakat baik secara secar a pasif maupun secara aktif, untuk diperiksa riaknya secara sec ara mikroskopis mi kroskopis langsung. Oleh karena sangat penting ditemukan penderita sedini mungkin untuk diberi pengobatan sampai sembuh sehingga tidak lagi l agi membahayakan lingkungannya.
Daftar Pustaka
1.
Trisnohadi, H. 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : FKUI
2.
Sudoyo W Aru., dkk., 2006, Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.
3.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005, Indonesia Capai Kemajuan Dalam Penanggulangan penyakit TBC, Jakarta.
4.
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Ika W, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius, 2008, hal 472-76.
5.
Mardjono M. Farmakologi dan terapi.Edisi kelima. Gunawan SG,et all,editor.Jakarta: Fakultas kedokteran universitas Indonesia; 2008.
6.
Armen Muchtar. Farmakologi Obat Anti tuberkulosis (OAT) Sekunder. JTI 2006; Vol. 3 No. 2, Hal. 24
18