BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya umur harapan hidup (UHH) sebagai hasil dari pembangunan kesehatan, maka pada tahun 2020 diperkirakan akan terjadi peningkatan jumlah dan proporsi penduduk perempuan yang berusia di atas 50 tahun dengan jumlah 29.872.900 jiwa atau 11,42 % dari total penduduk Indonesia1.
Pada kelompok usia ini, perempuan mengalami
menopause yang dapat mengganggu aktivitas dan dapat menurunkan kualitas hidup. Bahkan ketika memasuki usia 40 tahun, perempuan kerap mengalami menstruasi anovulatoar yang yang berkaitan dengan fungsi ovarium. Oleh karena itu, dibutuhkan perhatian khusus agar perempuan pada kelompok usia ini tetap dapat produktif. Menopause adalah suatu titik waktu dimana haid seorang wanita terhenti sama sekali yang kemudian diikuti dengan adanya amenorea sekurang-kurangnya 12 bulan berturut-turut 2. Rata-rata umur wanita mengalami
menopause
adalah
51,5
tahun 3,
dan
memasuki
masa
perimenopause (±6 tahun sebelum menopause)2,3 di awal usia 40 tahun 4. Menurut Badan Pusat Statistika pada tahun 2005 terdapat penduduk wanita usia 40-54 tahun dengan jumlah 18.388.905 jiwa di Indonesia 5. Di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2005 terdapat 2.997.091 jiwa penduduk wanita usia 40-54 tahun6, dan
78.751 jiwa diantaranya berada di Kabupaten
Banjarnegara dengan rasio 9,212% dari total penduduk kabupaten 7. Sebuah penelitian tentang kualitas hidup (quality of life/QOL) menemukan bahwa status kesehatan wanita di masa perimenopause dan postmenopause lebih buruk jika dibandingkan dengan wanita premenopause. 8 Pada masa perimenopause, mulai terjadi penurunan hormon estrogen yang diiringi dengan naiknya hormon gonadotropin secara perlahan dan dapat disertai adanya gejala klinik 2. Hal ini mengakibatkan terjadinya sekumpulan keluhan dan gejala di masa perimenopause yang disebut sindroma http//digilib.unimus.ac.id
perimenopause. Penurunan estrogen akan mengakibatkan beberapa keluhan yang kerap terjadi selama masa perimenopause antara lain adanya kelainan menstruasi, penurunan kesuburan, gangguan psikologis, gangguan vegetatif, gangguan seksualitas, gangguan tidur, inkontinensia urine, prolaps organ pelvis, dan inkontinensia alvi4. Empat gejala yang paling sering ditemukan antara lain hot flushes (68,9%), gangguan tidur (68,4%), depresi (55,2%), dan iritabilitas (51,6%).9 Adanya sindroma perimenopause tersebut akan dapat memperburuk Quality of Life (QOL) wanita di masa perimenopause. Selain mengalami sidroma perimenopause, kesuburan wanita juga menurun, namun kemungkinan untuk hamil tetap ada. Bahkan, apabila terjadi kehamilan cenderung akan menjadi kehamilan beresiko tinggi 10. Oleh karena itu, kontrasepsi di masa perimenopause tetap diperlukan layaknya pada wanita di usia reproduktif. Terdapat banyak pilihan metode kontrasepsi bagi wanita usia perimenopause yang tentunya disesuaikan dengan kondisi tiap wanita dan memperhatikan indikasi dan kontraindikasinya. Beberapa metode kontrasepsi yang sering digunakan pada wanita perimenopause antara lain contraceptive combination,
progesteron-only
contraceptive,
dan
non-hormonal
contraceptive10. Kontrasepsi hormonal memiliki manfaat dan kerugian 11. Selain itu, kontrasepsi hormonal juga ditengarai menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi menopause. Penggantian estrogen dengan kontrasepsi dosis rendah selama masa perimenopause dapat mengurangi keluhan vaginal yang disebabkan oleh menurunnya jumlah estrogen dan meningkatkan kualitas hidup/Quality of life (QOL) wanita di masa perimenopause4. Contraceptive combination dapat mengurangi keluhan vasomotor pada wanita perimenopause, mengurangi resiko kesehatan jangka panjang, dan meningkatkan kualitas hidup wanita perimenopause 10. Progesteron-only contraceptive
dapat
mengurangi
keluhan
vasomotor
pada
masa
perimenopause13,14. Adapun non-hormonal contraceptive tidak mengandung komponen hormon. Namun demikian, penelitian yang secara spesifik membedakan sindroma http//digilib.unimus.ac.id
perimenopause pada
akseptor
contraceptive
combination,
progesteron-only
contraceptive,
dan
non-hormonal
contraceptive masih sedikit. Oleh karena itu, penulis terdorong untuk melakukan penelitian ini. B. RumusanMasalah
Apakah terdapat perbedaan sindroma perimenopause pada wanita usia 40-54 tahun akseptor kontrasepsi oral kombinasi, progesteron only, dan nonhormonal? C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan sindroma perimanopause pada akseptor kontrasepsi oral kombinasi, progesteron only, dan non-hormonal. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan sindroma perimenopause akseptor kontrasepsi oral kombinasi b. Mendeskripsikan
sindroma
perimenopause
pada
akseptor
perimenopause
pada
akseptor
kontrasepsi progesteron only c. Mendeskripsikan
sindroma
kontrasepsi non-hormonal d. Menganalisis perbedaan sindroma perimenopause pada akseptor kontrasepsi hormonal oral kombinasi, progesteron only, dan nonhormonal D. Manfaat
Dari penelitian ini diharapkan: 1. Sebagai informasi tentang perbedaan sindroma perimenopause antara akseptor kontrasepsi oral kombinasi, progesteron only, dan non-hormonal. 2. Sebagai landasan untuk penelitian lebih lanjut guna menetahui bagaimana mekanisme kontrasepsin oral kombinasi, progesteron only, dan nonhormonal mempengaruhi gejala perimenopause. 3. Sebagai informasi bagi para klinisi dalam pemilihan metode kontrasepsi pada wanita perimenopause dengan tetap memperhatikan indikasi dan kontra indikasi metode kontrasepsi bagi tiap individu. http//digilib.unimus.ac.id