PENGARUH AUDIT INTERNAL TERHADAP PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN FRAUD (KECURANGAN) (SUATU STUDI PADA GABUNGAN KOPERASI PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA (GKPRI) Jawa Barat)
SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
OLEH : RATNA AMALIA 094020042
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PASUNDAN 2013
PENGARUH AUDIT INTERNAL TERHADAP PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN FRAUD (KECURANGAN) (Suatu Studi pada Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Jawa Barat)
SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung
Menyetujui Bandung, Juni 2013
Pembimbing,
Prof. Dr. Hj. Ida Suraida, SE.,MSi.,Ak.
Dekan,
Ketua Program Studi,
Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., MP
Dr. H. Sasa S. Suratman,SE., MSc
Ilmu itu lebih baik dari pada harta. Ilmu akan menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim ) sedangkan harta terhukum. Kalaw harta itu akan berkurang apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan bertambah apabila dibelanjakan. _Sayidina Ali bin Abi Thalib_
“Katakanlah : Tiap-tiap orang berbuat menurut cara bertindaknya masing-masing. Maka Tuhan-Mu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya “. (Al-Qur’an : 17/84)
Teruntuk : Yang tercinta Bapa‘, Mama’ Serta Kakak-kakakku’ Adikku dan Noeno
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : ` 1. Karya tulis saya, skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana, baik di Universitas Pasundan maupun di perguruan tinggi lainnya. 2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing. 3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atu pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan kemudian apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Bandung, Juni 2013 Yang membuat pernyataan
Ratna Amalia NRP. 094020042
ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Pengaruh Audit Internal terhadap Pencegahan dan Pendeteksian Fraud”. Dalam rangka memaksimalkan nilai tambah koperasi bagi pihak yang berkepentingan (stakeholders), maka GKPRI Jawa Barat mengimplementasikan Audit Internal yaitu dengan memaksimalkan fungsi pengawas yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi yang dilakukan oleh pengurus. Dimana tugas dari Audit Internal (Pengawas) adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi yang dilakukan oleh Pengurus. Pelaksanaan Audit Internal selain dilakukan oleh pengawas yang merupakan perangkat organisasi koperasi dan hasil pemeriksaannya dilaporkan pada rapat anggota juga dilakukan oleh ka.ur terhadap pegawai yang ada dibawahnya dan melaporkan hasilnya kepada pengurus. Tujuan Penulis melakukan penelitian ini antara lain, untuk mengetahui Audit Internal di GKPRI Jawa Barat, untuk mengetahui pencegahan fraud di GKPRI Jawa Barat, untuk mengetahui pendeteksian fraud di GKPRI Jawa Barat dan Untuk mengetahui pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud di GKPRI Jawa Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi empiris, yaitu penelitian terhadap fakta empiris yang diperoleh berdasarkan observasi dan pengalaman. Sedangkan Hipotesis yang digunakan adalah hipotesis deskriptif dan asosiatif, tujuannya untuk melihat hubungan antara Audit Internal dalam mencegah dan mendeteksi fraud secara nyata. Sedangkan teknik yang digunakan dalam pengumpulan datanya yaitu penelitian lapangan (melakukan wawancara langsung terhadap bagian yang berhubungan dengan objek penelitian, kuesioner). Berdasarkan hasil perhitungan program SPSS diperoleh nilai untuk X terhadap Y1 sebesar 9,229 dan untuk X terhadap Y2 sebesar 3,923. Dengan menggunakan angka signifikansi atau Sig ( = 5%), dan N = 14 maka diperoleh sebesar 2,178. Ketentuan mengatakan jika , maka Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya hipotesis yang menyatakan Audit Internal berpengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud diterima.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita dan memberikan kekuatan hati dalam setiap pembelajaran. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan kita selaku umatnya. Setelah melalui pembelajaran dan segala perjuangan, atas hidayah dan kebesaranNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Skripsi ini memuat hasil penelitian yang dilakukan penulis di Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Jawa Barat. Penelitian ini dipilih dengan judul Peranan Audit Internal dalam Mencegah dan Mendeteksi Fraud. Penulis memilih judul ini mengingat pentingnya peranan Audit Internal yang dilakukan di GKPRI Jawa Barat, demi mendukung kelancaran proses Pengendalian intern. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Hal ini juga dapat terwujud berkat bimbingan, bantuan, pengarahan, petunjuk, serta do‟a dari berbagai pihak yang begitu berharga bagi penulis sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Engkun Nurjamin dan Ibu Nia Kurniasih serta kakak-kakakku dan adikku tersayang yang senantiasa telah memberikan seluruh kasih sayang, perhatian, dan dukungannya baik moral maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini juga penulis ingin mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya khususnya kepada Prof. Dr. Hj. Ida Suraida, SE.,MSi.,AK selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga serta pikirannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi., MSi, Rektor Universitas Pasundan. 2. Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., MP, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. 3. Dr. H. Sasa S. Suratman, SE., MSc, Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. 4. Bapak Pengurus GKPRI Jawa Barat yang telah mengijinkan penulis melaksanakan penelitian di unit-unit usaha GKPRI Jawa Barat. 5. Bpk. Engkun Nurjamin, Kepala Urusan Pembukuan GKPRI Jawa Barat yang telah membimbing penulis selama melaksanakan penelitian di GKPRI Jawa Barat.
6. Sahabat-sahabatku Lilir Sundayani, Priska Wijayanti Agustiani, Elis Maesaroh dan Fitri Kania yang selalu memberi dukungan, motivasi, dan kecerian kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Teman-teman
seperjuangan
Akuntansi
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Pasundan. Penulis berharap informasi yang terdapat dalam laporan ini bermanfaat. Namun, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat mendorong penulis untuk lebih menyempurnakan laporan ini maupun karya-karya selanjutnya. Wassalammualiaikum wr.wb.
Bandung, Juni 2013 Penulis
Ratna Amalia
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................. ii DAFTAR ISI ................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x DAFTAR TABEL......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penelitian ......................................................... 1
1.2
Identifikasi Masalah ................................................................. 7
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian ................................................ 8 1.3.1 Maksud Penelitian ........................................................ 8 1.3.2 Tujuan Penelitian ......................................................... 8
1.4
Kegunaan Penelitian ................................................................ 8 1.4.1 Kegunaan Praktis ......................................................... 8 1.4.2 Kegunaan Teoritis ........................................................ 9
1.5
Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1
Kajian Pustaka ......................................................................... 10 2.1.1 Audit ............................................................................. 10 2.1.1.1 Definisi Audit ................................................ 10
2.1.1.2 Jenis-jenis Audit ............................................ 11 2.1.1.3 Tujuan Audit .................................................. 13 2.1.2 Audit Internal ............................................................... 15 2.1.2.1 Definisi Audit Internal ................................... 15 2.1.2.2 Tujuan Audit Internal ..................................... 16 2.1.2.3 Peranan Audit Internal ................................... 17 2.1.2.4 Kompetensi Audit Internal.............................. 20 2.1.2.5 Standar Profesional Audit Internal ................. 24 2.1.3 Mencegah dan Mendeteksi Fraud ................................ 29 2.1.3.1 Definisi Fraud................................................. 29 2.1.3.2 Kondisi Penyebab Fraud ............................... 31 2.1.3.3 Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Fraud .. 32 2.1.3.4 Pencegahan Fraud ......................................... 34 2.1.3.5 Tujuan Pencegahan Fraud ............................. 34 2.1.3.6 Metode Pencegahan Fraud ............................ 38 2.1.3.7 Pendeteksian Fraud ....................................... 40 2.1.3.8 Audit Berbasis Risiko (Risk-Based Audit) untuk Deteksi Fraud ................................................. 41 2.1.3.9 Pengembangan Jaringan Informan (Audit Intelegence) untuk Deteksi Fraud .................. 44 2.1.3.10 Komunikasi Informal Audit dengan Pihak Internal ........................................................... 44
2.1.3.11 Media Audit untuk Menerima Masukan atau Pengaduan ...................................................... 46 2.1.4 Peranan Audit Internal dalam Mencegah dan Mendeteksi Fraud ............................................................................ 47 2.2
Kerangka Pemikiran ................................................................ 50
2.3
Hipotesis .................................................................................. 53
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Metode Penelitian yang Digunakan ......................................... 54
3.2
Definisi Variabel dan Operasionalisasi Variabel ..................... 55 3.2.1 Definisi Variabel dan Pengukurannya ......................... 55 3.2.2 Operasionalisasi Variabel ............................................ 57
3.3
Populasi dan Teknik Sampling ................................................ 63 3.3.1 Populasi Penelitian dan Ukuran Sampel ...................... 63 3.3.2 Teknik Sampling .......................................................... 63
3.4
Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 65
3.5
Metode Analisis Data ............................................................... 66 3.5.1 Model Penelitian .......................................................... 66
3.6
Analisa Data ............................................................................. 67 3.6.1 Pengujian Validitas ...................................................... 70 3.6.2 Pengujian Reliabilitas .................................................. 71
3.7
Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis ..................................... 71 3.7.1 Penetapan Hipotesis Nol (Ho) dan Hipotesis Alternatif (Ha) .............................................................................. 71
3.7.2 Pemilihan Tes Statistik dan Penghitungan Nilai Tes Statistik ......................................................................... 72 3.7.3 Taraf Signifikansi ......................................................... 74 3.7.4 Penetapan Kriteria Pengujian Hipotesis ....................... 75
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Penelitian ........................................................................ 76 4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan ...................................... 76 4.1.1.1 Definisi Koperasi ............................................ 76 4.1.1.2
Landasan, Asas, dan Tujuan Koperasi ........... 77
4.1.1.3 Prinsip Koperasi ............................................. 78 4.1.1.4 Sejarah Singkat GKPRI Jawa Barat ............... 78 4.1.1.4 Visi dan Misi GKPRI Jawa Barat .................. 80 4.1.1.4 Aktivitas Usaha GKPRI Jawa Barat ............... 81 4.1.1.4 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas GKPRI Jawa Barat .............................................................. 82 4.1.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Data ............................... 86 4.1.3 Pelaksanaan Audit Internal dalam Mencegah dan Mendeteksi Fraud di GKPRI Jawa Barat ........................................ 89 4.2
Pembahasan ............................................................................. 111 4.2.1 Analisis Audit Internal ................................................. 111 4.2.2 Analisis Mencegah dan Mendeteksi Fraud ................. 114 4.2.3 Analisis Peran Audit Internal dalam Mencgah dan Mendeteksi Fraud ......................................................... 116
4.2.4 Pengujian Hipotesis ...................................................... 119
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan .............................................................................. 121
5.2
Saran ........................................................................................ 126
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Model Penelitian ....................................................................... 66
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rekomendasi .............................................................................. 46 Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian .......................................... 57 Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi .......................................... 73 Tabel 4.1 Hasil Penghitungan Penyajian Validitas Variabel X Audit Internal ........................................................................................ 86 Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Penyajian Validitas Variabel Y Mencegah dan Mendeteksi Fraud (Kecurangan) Akuntansi ............................... 87 Tabel 4.3 Uji Relibilitas Variabel X Audit Internal..................................... 88 Tabel 4.4 Tabel 4.4 Uji Reliabilitas Variabel Y Mencegah dan Mendeteksi Fraud Akuntansi ......................................................................... 89 Tabel 4.5 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Independensi..... 91 Tabel 4.6 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Kemampuan Profesional................................................................................... 93 Tabel 4.7 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Lingkup Pekerjaan ..................................................................................................... 95 Tabel 4.8 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan ................................................................................ 98 Tabel 4.9 Skor Jawaban Responden tentangSubvariabel Penetapan Kebijakan Anti Fraud ................................................................................... 100 Tabel 4.10 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Prosedur Pencegahan Baku ............................................................................................ 101
Tabel 4.11 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Prosedur Mendeteksi Fraud secara Otomatis dalam Sistem.......................................... 103 Tabel 4.12 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Organisasi ......... 104 Tabel 4.13 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Teknik Pengendalian ..................................................................................................... 105 Tabel 4.14 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Kepekaan Terhadap Fraud ........................................................................................... 107 Tabel 4.15 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Audit Berbasis Resiko ......................................................................................... 109 Tabel 4.16 Rata-rata (mean) Variabel X ....................................................... 111 Tabel 4.17 Rata-rata (Mean) Variabel Y........................................................ 114 Tabel 4. 18 Korelasi Rank Spearman ............................................................ 117 Tabel 4.19 Uji t ............................................................................................. 118 Tabel 4.20 Koefisien Determinasi ................................................................. 119
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Surat Tugas Pembimbing
Lampiran 2
Kartu Bimbingan Skripsi
Lampiran 3
Surat Permohonan Survey
Lampiran 4
Surat Keterangan Survey
Lampiran 5
Surat Permohonan Pengisian Kuesioner
Lampiran 6
Kuesioner
Lampiran 7
Struktur Organisasi Koperasi
Lampiran 8
Tabulasi Data Kuesioner Variabel X
Lampiran 9
Tabulasi Data Kuesioner Variabel Y
Lampiran 10
Hasil Output SPSS
Lampiran 11
Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi
Lampiran 12
Lembar Persetujuan Perbaikan (Revisi) Skripsi
Lampiran 13
Daftar Perbaikan Skripsi
Lampiran 14
Catatan Perbaikan Skripsi
Lampiran 15
Biodata
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Seiring dengan kemajuan perekonomian di negeri kita, dewasa ini
berkembang pula koperasi-koperasi dengan berbagai status kepemilikan, Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dengan semakin berkembangnya skala usaha koperasi-koperasi tersebut maka permasalahan yang dihadapi oleh koperasikoperasi tersebut akan menjadi kompleks. Koperasi seperti layaknya suatu badan usaha, merupakan salah satu tempat yang dapat memberikan kesempatan kerja dan pendapatan bagi sebagian masyarakat Indonesia yang berusaha dalam bidang yang sesuai dengan usaha yang dijalankan oleh koperasi tersebut. Koperasi sebagai salah satu sarana peningkatan usaha masyarakat Indonesia dituntut untuk memaksimalkan usahanya guna kemajuan dan kelangsungan hidup koperasi, dan juga berkembang sejalan dengan perkembangan perekonomian dewasa ini. Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam kegiatannya itu koperasi tidak dapat melepaskan diri dari kepentingan anggotanya. Kepercayaan yang diberikan oleh anggota kepada
koperasi dapat dipertahankan dan dapat dilihat dari keadaan koperasi setiap waktu, sehingga kemajuan dan kemunduran koperasi akan mempengaruhi stabilitas dan keadaan anggotanya. Dengan latar belakang tersebut, GKPRI Jawa Barat dalam kegiatannya bertujuan pula mencari laba yang ditujukan untuk peningkatan modal usaha koperasi yang diarahkan untuk mensejahterakan anggotanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pihak manajemen harus mengelola usahanya dengan baik dan disamping itu perlu memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kemajuan koperasi yang didukung kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, politik dan budaya yang dapat membuat dunia bisnis melaju dengan cepat dan merupakan suatu hal yang positif apabila dibarengi dengan adanya tanggung jawab koperasi terhadap apapun yang dilakukan. Karena pada dasarnya kemajuan tersebut mengakibatkan makin maju dan kompleksnya aktivitas koperasi yang mengarah pada keinginan koperasi untuk mendapatkan kemudahankemudahan dalam menjalankan operasionalnya. Kemudahan-kemudahan itu didapat karena selama ini koperasi dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat antara lain; membuka lapangan pekerjaan dan menyediakan kebutuhan masyarakat. Bisnis yang baik selalu mempunyai misi tertentu yang luhur dan tidak sekedar mencari keuntungan. Akan tetapi harus dapat meningkatkan standar hidup masyarakat dan membuat hidup manusia lebih manusiawi melalui pemenuhan kebutuhan secara baik. Bisnis yang hanya mencari keuntungan telah
menyebabkan perilaku yang menghalalkan segala cara demi mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mengindahkan norma. Sekarang ini Perusahaan banyak dihadapkan pada permasalahan banyaknya fraud. Tidak menutup kemungkinan koperasi juga dapat dihadapkan pada permasalahan yang sama. Fraud dapat dilakukan baik oleh pegawai maupun manajemen demi mendapatkan keuntungan bagi mereka. Data dari Penyidik Mabes Polri dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Indonesia. Kasus fraud semakin marak terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Kasus fraud terjadi di berbagai Perusahaan baik itu bersekala kecil maupun Perusahaan berskala besar. Salah satu fraud yang berhasil diungkap dalah kasus korupsi yang dilakukan oleh Ketua Koperasi Harapan Kecamatan Mancak, Jiji Abdul Aziz, Jiji yang juga guru ini didakwa melakukan korupsi dana kegiatan pemilikan rumah sejahtera sehat (KPRSH) mikro bersubsidi dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) tahun 2008 sebesar Rp 797 juta. Koperasi Harapan telah menerima bantuan dana KPRSH bersubsidi dari Kemenpera sebesar Rp 797 juta. Bantuan itu diperuntukkan bagi 119 orang sesuai nama-nama pemohon yang diajukan dan disetujui pihak Kemenpera. Namun dalam realisasinya Koperasi Harapan hanya menyalurkan dana yang diberikan kepada 119 warga itu sebesar Rp 595 juta. Selain itu, pihak koperasi juga telah memberikan fee atau komisi sebesar 25 persen atau Rp 199 juta kepada saksi Ahmad Rozi (terdakwa dalam kasus korupsi serupa) yang menjadi perantara koperasi ke Kemenpera bersama Didi Ubaidilah (DPO). Dalam kenyataannya pemberian fee itu tidak ada dalam persetujuan
Kemenpera. Perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara. Berdasarkan audit yang dilakukan, perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 797 juta (http://poskota.co.id/berita-terkini/2012/01/05/korupsi-ketuakoperasi-diadili-di-pn-serang). Kasus yang sama terjadi juga pada dua pengurus Koperasi Karyawan PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) periode 20082011, Novian Prihantono dan Subarkah. Keduanya diduga kuat melakukan korupsi dalam pengelolaan keuangan koperasi selama tahun 2008-2011 dengan nilai sekitar Rp 6 miliar rupiah (http://harianjayapos.com/detail-3467-uangkoperasi-karyawanptaskrindo-dikorup-kasusnya-diusut-di-polda-metro-jaya.html). Munculnya, banyak kasus korupsi di Indonesia yang seolah tiada ujungnya adalah karena rusaknya sistem ketatanegaraan kita. Sudah banyak peristiwa terjadi di saat banyak orang baik masuk parlemen yang rusak ini tiba-tiba menjadi jahat dan berani melakukan tindakan penyelewengan karena banyaknya godaan. Godaan dari kekuasaan itu sendiri dan yang paling parah adalah godaan dari sistem yang rusak ini. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melansir kerugian negara akibat korupsi mencapai 39,3 triliun rupiah sepanjang tahun 2004-2011. Sedangkan Sindonews.com Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, kerugian negara akibat kasus korupsi pada semester pertama tahun 2012 mencapai Rp1,22 triliun dari 285 kasus dengan total pelaku 597 orang. Tindak pidana korupsi di Tanah Air masih tergolong sangat tinggi jika mengacu pada skor Corruption Perception Index yang dilansir oleh Transparancy International Indonesia. Dengan rentang skor 1 hingga 10, di mana skor 1 menunjukkan negara dengan korupsi yang
sangat tinggi dan skor 10 negara yang dinilai bersih dari korupsi. RI berada pada skor 3 di tahun 2011. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya oleh Nur Asiah (2012) dengan judul Pengaruh Penerapan Whistleblowing System Terhadap Pencegahan Fraud. Variabel yang diteliti penerapan whistleblowing system sebagai variabel independennya, sedangkan variabel dependennya pencegahan fraud. Penelitiannya dilaksanakan pada PT INTI Persero. Hipotesis dalam penelitian
ini
menyatakan
bahwa
variabel-variabel
independen
seperti
independensi, kemampuan profesional, lingkup pekerjaan, dan pelaksanaan kegiatan pemeriksaan berperan positif dalam pencegahan dan pendeteksian fraud akuntansi. Populasi penelitian yang digunakan adalah 12 orang karyawan divisi Satuan Pengawas Intern PT INTI Persero. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling atau dengan berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur Asiah (2012) yaitu peranan whistleblowing system berpengaruh terhadap pencegahan fraud. Adapun perbedaan yang dilakukan penulis atas penelitian ini yaitu penelitian dilaksanakan pada Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Jawa Barat, data yang digunakan pada tahun 2011 berbeda dengan penelitian terdahulu menggunakan data pada tahun 2012 penelitian dilaksanakan pada PT INTI Persero. Adapun perbedaan variabel dimana Nur Asiah menggunakan variabel independennya whistleblowing system sedangkan penulis menggunakan variabel indenpendennya Audit Internal karena penulis ingin
mengetahui apakah dengan adanya peranan Audit Internal, fraud bisa dicegah dan dideteksi. Sesuai dengan Pusdiklatwas BPKP (2008:36) yang mengatakan bahwa Audit Internal memiliki peranan dalam pencegahan dan pendeteksian kecurangan. Istilah fraud dalam lingkungan bisnis memiliki arti yang lebih khusus, yaitu kebohongan yang disengaja, ketidakbenaran dalam melaporkan aktiva Perusahaan, atau manipulasi data keuangan bagi keuntungan pihak yang melakukan manipulasi tersebut. Dalam literatur
akuntansi fraud juga biasa
dikenal dengan kejahatan berkerah putih, penggelapan uang, dan bertentangan dengan peraturan. Fraud menunjukkan pada penyajian fakta yang bersifat material yang secara salah yang dilakukan oleh satu pihak ke pihak lain dengan tujuan untuk membohongi dan mempengaruhi pihak lain untuk bergantung pada fakta tersebut. Koperasi di Indonesia disamping kesejahteraan anggota yang menjadi tujuannya juga sangat mempedulikan kesejahteraan para karyawannya mengingat sudah banyaknya kecurangan-kecurangan yang dapat dilakukan oleh pegawai maupun manajemen. Akuntansi yang merupakan bagian dari dunia usaha ikut memberikan
kontribusi
dalam
merespon
kepedulian
koperasi
terhadap
kesejahteraan pegawainya demi tercapainya dunia bisnis yang lebih baik. Fraud terhadap koperasi memiliki sikap yang sama dengan Badan Usaha lain. Oleh karenanya koperasi membutuhkan peran Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud yang mungkin dapat dilakukan oleh pegawai maupun manajemen. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2012:65) Audit Internal
memainkan peranan penting dalam memantau aktivitas untuk memastikan bahwa program dan pengendalian anti kecurangan telah berjalan efektif. Aktivitas Audit Internal dapat mencegah sekaligus mendeteksi kecurangan. Mengingat kasus fraud adalah kejadian yang luar biasa, penanganan tindak kecurangan merupakan pengalaman yang langka, dan hanya dimiliki oleh segelintir auditor. Auditor yang dipilih pun biasanya adalah mereka yang sedikit “bernyali” (berani dan tegas), disamping tergolong cerdas dan berpengalaman. Tindak kecurangan bukanlah kasus sembarangan dan bukan pula kejadian yang kebetulan. Hanya Audit Internal yang dijalankan dengan penuh kewaspadaan yang mampu menangkal “permainan” mereka diam-diam merongrong Perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian skripsi dengan judul : “Pengaruh Audit Internal terhadap Pencegahan dan Pendeteksian Fraud (Suatu Studi pada Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Jawa Barat)”
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, penulis menyadari bahwa
akan banyak masalah yang akan timbul pada saat melaksanakan pembahasan masalah yang akan diteliti. Untuk itu penulis membatasi pembahasan pada ruang lingkup masalah yang ada sangkut pautnya dengan fraud. Agar masalah yang akan dibahas memperoleh suatu kejelasan dan pembahasannya lebih terarah, maka penulis berusaha untuk mengidentifikasikan masalahnya sebagai berikut:
1.
Bagaimana Audit Internal di GKPRI Jawa Barat.
2.
Bagaimana pencegahan fraud di GKPRI Jawa Barat
3.
Bagaimana pendeteksian fraud di GKPRI Jawa Barat.
4.
Bagaimana pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud di GKPRI Jawa Barat.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1
Maksud Penelitian Sehubungan dengan latar belakang dan identifikasi masalah diatas,
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana Audit Internal dapat membantu mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud.
1.3.2
Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah yang telah penulis uraikan sebelumnya, maka
tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui Audit Internal di GKPRI Jawa Barat.
2.
Untuk mengetahui, pencegahan dan pendeteksian fraud di GKPRI Jawa Barat.
3.
Untuk mengetahui pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud di GKPRI Jawa Barat.
1.4
Kegunaan Penelitian
1.4.1
Kegunaan Praktis Kegunaan praktis merupakan penjelasan kepada pihak-pihak mana saja
yang kiranya hasil penelitian penulis dapat memberikan manfaat. Adapun kegunaan praktis dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Penulis, penelitian ini berguna untuk menyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana pada Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung. 2. Bagi Perusahaan (koperasi), penelitian ini dapat menambah informasi bagi manajemen tentang pentingnya pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud untuk dijadikan bahan masukan dalam penyusunan kebijakan perencanaan dan pengendaliaan operasi yang lebih efektif. 3. Bagi Pihak Lain Yaitu sebagai sumbangan yang diharapkan akan memperkaya ilmu pengetahuan dan dalam rangka pengembangan disiplin ilmu akuntansi, serta memberikan referensi khususnya untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian yang dilakukan penulis.
1.4.2
Kegunaan Teoritis Diharapkan dapat memberikan pengembangan ilmu dalam bidang studi
yang membahas mengenai pemeriksaan keuangan khususnya mengenai topik pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud. Dan
semoga penelitian ini dapat dijadikan masukan sebagai sumber data untuk penelitian selanjutnya. 1.5
Tempat dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam menyusun
skripsi ini, Penulis melakukan penelitian di GKPRI Jawa Barat , yang berlokasi di Jalan Lengkong Besar No. 4 Bandung. Adapun waktu penelitian dimulai awal Bulan Februari 2013 sampai dengan bulan April 2013.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Audit
2.1.1.1 Definisi Audit Setiap Perusahaan didirikan dengan tujuan utama untuk memperoleh laba disamping beberapa tujuan lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka semua tahap kegiatan yang akan dilaksanakan harus direncanakan, dianalisa dan diteliti secara seksama terlebih dahulu oleh mereka yang bertanggung jawab. Dengan makin luas dan rumitnya masalah-masalah yang ada pada Perusahaan, maka ruang lingkup dan luasnya tugas yang dipikul oleh manajemen semakin bertambah besar. Oleh karena itu manajemen memerlukan alat bantu yang
dapat
digunakan
untuk
mengendalikan
kegiatan-kegiatan
yang
dilaksanakannya. Salah satu alat bantu dalam melaksanakan fungsi utama manajemen, fungsi pengawasan dan pengendalian adalah aktivitas audit. Alvin A. Arens (2008:3) mendefinisikan pengertian audit sebagai berikut: “Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen”. Untuk melakukan audit harus tersedia informasi dalam bentuk yang dapat diverifikasi dan beberapa standar (kriteria) yang digunakan auditor untuk mengevaluasi informasi tersebut dan memiliki banyak bentuk. Para auditor secara
rutin melakukan audit atas informasi yang dapat diukur termasuk laporan keuangan Perusahaan dan SPT pajak penghasilan federal perorangan. Auditor juga mengaudit informasi yang lebih subjektif seperti efektifitas sistem komputer dan efisiensi operasi manufaktur.
2.1.1.2 Jenis-jenis Audit Beberapa jenis audit dilakukan untuk memastikan bahwa proses operasi didalam Perusahaan telah berjalan sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang berlaku serta pengelolaan terhadap sumber daya dalam proses tersebut berjalan secara efektif dan efisien. Menurut IBK Bayangkara (2011:2-3) terdapat beberapa jenis-jenis audit, yaitu: 1. Pada audit kepatuhan (compliance audit), auditor berusaha mendapatkan dan mengevaluasi informasi untuk menentukan apakah pengelolaan keuangan, operasi, atau aktivitas yang lain dari suatu entitas telah sesuai dengan kriteria, kebijakan, atau regulasi yang mendasarinya. 2. Dalam Audit Internal (Audit Internaling), auditor melakukan penilaian secara independen terhadap berbagai aktivitas dalam memberikan jasanya kepada Perusahaan. Secara lengkap Institute of Audit Internalor (IIA) mendefinisikan Audit Internaling sebagai: “an independent appraisal activity established within an organization to examine and evaluate its activities as a service to the organization. The object of Audit Internaling is to assist members in the organization in the effective discharge of their duties”. Dari definisi diatas sudah jelas bahwa kegiatan penilai independen yang dibentuk dalam organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan
sebagai pelayanan kepada organisasi. Tujuan dari Audit Internal adalah untuk membantu anggota dalam organisasi dalam melaksanakan tugasnya dengan efektif ". 3. Audit operasional (operation auditing) memfokuskan penilaiannya pada efisiensi dan efektivitas operasi suatu entitas. Lebih lanjut AICPA mendefinisikan operational auditing sebagai: “a systematic review of an organization activities...in relation to specified objective. The purpose of the engagement may be: (a) to assess performance, (b) to identify opportunities for improvement, and (c) to develop recommendation for improvement or further action”. Dari definisi diatas sudah jelas bahwa review sistematis dari suatu kegiatan organisasi dalam kaitannya dengan tujuan tertentu. Tujuan dari keterlibatan
mungkin:
(a)
untuk
menilai
kinerja,
(b)
untuk
mengidentifikasi peluang untuk perbaikan, dan (c) untuk mengembangkan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. 4. Audit keuangan (financial audit) merupakan audit yang paling tua dan paling populer. Audit ini dilaksanakan dengan melakukan pengkajian dan penilaian terhadap sistem pelaporan akuntansi dan keuangan. Dilihat dari ketersediaan prosedur dan teknik audit, audit ini memiliki prosedur dan teknik yang paling lengkap dan baku. Di samping pelaksanaan auditnya telah dipimpin dengan norma audit yang standar, karena dikeluarkan oleh asosiasi profesi dibidangnya, juga objek yang diaudit telah dipimpin dengan suatu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (general accepted accounting principle-GAAP). Audit operasional menekankan penilaian terhadap prosedur operasi dalam meningkatkan efisiensi. Audit
ini merupakan perluasan dari Audit Internal, sehingga dalam audit ini penilaian terhadap pencapaian tujuan pengendalian internal juga menjadi tujuan audit yang sangat penting. Dari berbagai jenis audit yang dilakukan kecuali audit keuangan, keseluruhan audit memiliki tujuan yang (hampir) sama yaitu menilai bagaimana manajemen mengoperasikan Perusahaan, mengelola sumber daya yang dimiliki, meningkatkan efisiensi proses dalam mencapai tujuan Perusahaan secara taat asas.
2.1.1.3 Tujuan Audit Audit manajemen bertujuan untuk mengidentifikasi kegiatan, program dan aktivitas yang masih memerlukan perbaikan, sehingga dengan rekomendasi yang diberikan nantinya dapat dicapai perbaikan atas pengelolaan berbagai program dan aktivitas pada Perusahaan tersebut. Berkaitan dengan tujuan ini titik berat audit diarahkan terutama pada berbagai objek audit yang diperkirakan dapat diperbaiki di masa yang akan datang, di samping juga mencegah kemungkinan terjadinya berbagai kerugian. IBK. Bayangkara (2011:4) menyatakan bahwa tujuan audit diantaranya, yaitu: 1. Audit Laporan Keuangan, bertujuan menentukan apakah laporan keuangan auditee telah disusun sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2.
Audit Kepatuhan, bertujuan menentukan tingkat kepatuhan suatu entitas terhadap hukum, peraturan, kebijakan, rencana, dan prosedur.
3.
Audit Internal, bertujuan: a. Menilai keandalan laporan keuangan.
b. Menentukan tingkat kepatuhan suatu entitas terhadap hukum, peraturan, kebijakan, rencana dan prosedur. c. Menilai pengendalian internal organisasi. d. Menilai efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya. e. Program peninjauan terhadap konsistensi hasil dengan tujuan organisasi. 4.
Audit Operasional (Manajemen), bertujuan menilai efesiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya.
Ruang lingkup audit meliputi seluruh aspek kegiatan manajemen. Ruang lingkup ini dapat berupa seluruh kegiatan atau dapat juga hanya mencakup bagian tertentu dari program/aktivitas yang dilakukan. Periode audit juga bervariasi, bisa untuk jangka waktu satu minggu, beberapa bulan, satu tahun, bahkan untuk beberapa tahun, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
2.1.2
Audit Internal
2.1.2.1 Definisi Audit Internal Audit Internal mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan Perusahaan yang telah ditentukan. Perlunya konsep Audit Internal dikarenakan bertambah luasnya ruang lingkup Perusahaan. Semakin besar suatu Perusahaan maka semakin luas pula rentang pengendalian yang dipikul pimpinan, sehingga manajemen harus menciptakan suatu pengendalian intern yang efektif untuk mencapai suatu pengelolaan yang optimal dengan mempertimbangkan manfaat dan biayanya. Audit Internal yang dilakukan dalam suatu Perusahaan merupakan kegiatan penilaian dan verifikasi
atas prosedur-prosedur, data yang tercatat berdasarkan atas kebijakan dan rencana Perusahaan, sebagai slah satu fungsi dalam upaya mengawasi aktivitasnya. Aktivitas Audit Internal menjadi pendukung utama untuk tercapainya tujuan pengendalian internal. Ketika melaksanakan kegiatannya, Audit Internal harus bersifat objektif dan kedudukannya dalam Perusahaan adalah independen. Valery G. Kumat (2011:35) mendefinisikan Audit Internal adalah sebagai berikut: “ Audit Internal adalah agen yang paling “pas” untuk mewujudkan Internal Control, Risk Management dan Good Corporate Governance yang pastinya akan memberi Nilai Tambah bagi Sumber Daya dan Perusahaan”. Sedangkan menurut Amin Widjaja Tunggal (2012:136) Audit Internal yaitu: “Audit Internaling is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes”. Dari definisi diatas sudah jelas bahwa Audit Internal merupakan jaminan, independen, obyektif dan aktivitas konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi
dan
meningkatkan
pengendalian, dan proses governance.
efektivitas
proses
manajemen
risiko,
2.1.2.2 Tujuan Audit Internal Menurut Hery (2010:39) tujuan dari Audit Internal adalah : “Audit Internal secara umum memiliki tujuan untuk membantu segenap anggota manajemen dalam menyelesaikan tanggung jawab mereka secara efektif, dengan memberi mereka analisis, penilaian, saran dan komentar yang objektif mengenai kegiatan atau hal-hal yang diperiksa”. Untuk mencapai keseluruhan tujuan tersebut, maka auditor harus melakukan beberapa aktivitas sebagai berikut : 1. Memeriksa dan menilai baik buruknya pengendalian atas akuntansi keuangan dan operasi lainnya. 2. Memeriksa sampai sejauhmana hubungan para pelaksana terhadap kebijakan, rencana dan prosedur yang telah ditetapkan. 3. Memeriksa
sampai
sejauhmana
aktiva
Perusahaan
dipertanggung
jawabkan dan dijaga dari berbagai macam bentuk kerugian. 4. Memeriksa kecermatan pembukuan dan data lainnya yang dihasilkan oleh Perusahaan. 5. Menilai prestasi kerja para pejabat/pelaksana dalam menyelesaikan tanggung jawab yang telah ditugaskan. Adapun aktivitas dari Audit Internal yang disebutkan di atas digolongkan kedalam dua macam, diantaranya :
a. Financial Auditing Kegiatan ini antara lain mencakup pengecekan atas kecermatan dan kebenaran segala data keuangan, mencegah terjadinya kesalahan atau fraud dan menjaga kekayaan Perusahaan. b. Operational Auditing Kegiatan pemeriksaan ini lebih ditujukan pada operasional untuk dapat memberikan rekomendasi yang berupa perbaikan dalam cara kerja, sistem pengendalian dan sebagainya.
2.1.2.3 Peranan Audit Internal Mengingat pentingnya peran pengawasan terhadap tindak fraud, maka Audit Internal menjadi satu-satunya unit kerja yang paling tepat melakoninya. Karena itu, peran Audit Internal yang selama ini selalu berkaitan dengan urusan physical control harus sudah bergeser dari sekedar terkesan sebagai “provoost” Perusahaan menjadi unit yang mampu berperan dalam pencegahan sekaligus pendeteksian fraud. Menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:43) peran yang ideal bagi Audit Internal yaitu sebagai berikut: 1. Peran Audit Internal dalam pencegahan Fraud 2. Peran Audit Internal dalam pendeteksian Fraud Audit Internal dituntut untuk waspada terhadap setiap hal yang menunjukkan adanya kemungkinan terjadinya fraud, yang mencakup: a. Identifikasi titik-titik kritis terhadap kemungkinan terjadinya fraud.
b. Penilaian terhadap sistem pengendalian yang ada, dimulai sejak lingkungan pengendalian hingga pemantauan terhadap penerapan sistem pengendalian. Seandainya terjadi fraud, Audit Internal bertanggung jawab untuk membantu manajemen mencegah fraud dengan melakukan pengujian dan evaluasi keandalan dan efektivitas dari pengendalian, seiring dengan potensi risiko terjadinya fraud dalam berbagai segmen. Tidak hanya manajemen puncak, Audit Internal juga harus mendapat sumber daya yang memadai dalam rangka memenuhi misinya untuk mencegah fraud. Tanggung jawab Audit Internal dalam rangka mendeteksi kecurangan, selama penugasan audit termasuk: a.
Memiliki pengetahuan yang memadai tentang kecurangan, dalam rangka mengidentifikasi indikasi-indikasi yang mungkin terjadi dan dilakukan oleh anggota organisasi.
b.
Memiliki sensitivitas yang berkaitan dengan kemungkinan adanya kesempatan terjadinya kecurangan.
c.
Melakukan evaluasi terhadap indikator-indikator yang mungkin dapat memberikan peluang terjadinya kecurangan dan menentukan apakah perlu diadakan investigasi lanjutan.
d.
Menentukan prediksi awal terjadinya suatu kecurangan.
e.
Melakukan penilaian kembali terhadap pelaksanaan pengendalian di lingkungan dimana terjadinya tindak kecurangan dan selanjutnya menentukan upaya untuk memperkuat pengendalian didalammya.
2.1.2.4 Kompetensi Audit Internal Melihat banyak beban yang harus dipikul oleh tim Audit Internal, maka dapat diidentifikasi kebutuhan yang sesuai akan kompetensi dasar (basic competency) yang sama bagi para auditor. Menurut Valery G. Kumaat (2011: 2527) dijelaskan kompetensi Audit Internal mulai dari head of department hingga para pelaksana sebagaimana penulis uraikan berikut ini. 1. Soft Competency – Audit Internal : Menentukan Sosok Audit yang Ideal Kepribadian atau karaktek positif yang kuat sekarang ini diakui sebagai penentu keberhasilan seseorang dalam meniti karier, lebih dari bekal pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Sosok Audit Internal yang ideal harus memiliki keunikan tersendiri, yaitu perpaduan karakter yang jarang dijumpai pada posisi/profesi
lain.
Karena
harus
independen
dalam
mengidentifikasi,
menganalisis, menetapkan akar masalah hingga mengeluarkan rekomendasi solusi, integritas menjadi hal yang tidak dapat ditawar. Secara kasat mata orangorang seperti ini umumnya dijumpai dengan kemiripan ciri dalam hal: a. Sangat berminat dengan topik-topik menyangkut religiositas, spiritualitas, humanitas, filsafat, atau tertarik berdiskusi tentang masalah keadilan (fairness). b. Memiliki prinsip hidup (way of life) dan pendirian teguh, yaitu hasil bentukan dari pengalaman hidup yang lebih banyak gejolak ketimbang kisah sukses.
c. Menampilkan gaya hidup yang cenderung sederhana (low profile) dengan tingkat persistensi dan disiplin diri yang relatif tinggi serta konsisten yang sudah teruji oleh waktu. Selanjutnya, karena sifat pekerjaan auditor yang harus selalu berinteraksi dengan berbagai tipe manusia, bahkan mempengaruhi orang lain, auditor mau tidak mau juga harus memiliki aura kepemimpinan yang memadai. Valery G. Kumaat (2011:26) berpendapat bahwa pemimpin bisa berasal dari bakat (borned to be a leader) maupun hasil pembentukan (leader by learning experience). Secara umum orang-orang ini terlihat dari ciri-ciri: a.
Minat yang tinggi atau pengalaman yang konsisten, mulai dari masa sekolah/kuliah hingga
meniti
karier, terlibat
dalam
aktivitas
organisasi. b.
Relatif dewasa (matured) dibanding rekan sebayanya, serta memiliki kepercayaan diri (self confidance) dan kemandirian (self-driven) yang relatif tinggi.
c.
Memiliki kemampuan interpersonal relation, empathy, dan teamwork yang baik, yang juga ditopang oleh lingustic intelligence yang baik, khususnya fasih secara moral (terlihat saat berdiskusi atau ketika tampil sebagai public speaker).
2. Hard Competency – Audit Internal : Menentukan Bobot Auditor Meskipun Soft Competency memegang peranan penting, auditor juga dituntut memiliki tingkat berpikir, pengetahuan, dan keterampilan (Hard
Competency) di atas rata-rata, tepatnya sebuah kombinasi kompetensi yang terdiri dari Analytical Thinking, Multi-Dimensional Knowledge, dan Advisory Skill. Dalam menjalankan perannya, auditor tidak hanya dituntut
mengenal
setiap business process (sistem kerja) yang sedang berjalan maupun yang lazim berlaku, tetapi juga harus mampu: a.
Mengidentifikasi setiap critical point di dalamnya, serta setiap kemungkinan logis dari praktek yang tidak memadai pada titik-titik tersebut.
b.
Menganalisis perubahan, penyimpangan, bahkan potential risk yang ada.
c.
Membuktikan root cause yang sebenarnya dan mengukur besarnya negative impact situasi yang sudah/mungkin terjadi.
Tuntutan berpikir analitis ini tidak dapat dihindarkan mengingat Audit Internal harus berada di garis depan dalam mengembangkan risk management Perusahaan. Auditor juga dituntut memiliki kapasitas Intellectual Knowledge yang memadai agar dapat inline dengan wawasan berpikir dan pengetahuan yang dimiliki para auditee. Pengetahuan yang dikuasai setidaknya harus mampu: a.
Menunjang value added bagi bisnis maupun fungsi audit.
b.
Mengikuti perkembangan dunia bisnis dan bidang pengawasan dari waktu ke waktu (contextual).
Karena itu, auditor tidak boleh hanya berbekal pengetahuan dasar auditing saja (accounting financial management, statistic, dan sebagainya), apalagi sekedar
mengandalkan hasil studi/pelatihan formal (yang terkadang tidak link & match dengan dinamika kebutuhan bisnis), tetapi juga bersedia menjelajah secara self learning setiap informasi di luar serta pengalaman di dalam institusi bisnis, baik yang bersifat technical maupun managerial, terkait seluruh bidang yang ditekuni para auditee (IT, supply-chain,strategy management, marketing, dan sebagainya). Secara umum ada 3 tingkatan yang diharapkan auditee dari diri auditor: a.
Memiliki kecakapan teknis yang baik, paling tidak sepadan dengan yang
dimiliki
oleh
auditee,
khususnya
dalam
urusan
administrasi/pengendalian pekerjaan atau dalam menjalankan proses sebuah sistem. Auditor harus dapat menunjukkan metode yang lebih efektif/efisien ketimbang yang dijalankan oleh auditee. b.
Memiliki kecakapan supervisory yang tidak hanya terkait dengan penguasaan instrumen pengawasan (standar dan peraturan kerja, sistem reward & punishment, dan sebagainya), tetapi juga pemahaman terhadap prinsip-prinsip interpersonal skill dan leadership yang baik.
c.
Memiliki kecakapan komunikasi yang handal, tidak hanya dalam hal meyakinkan auditee tentang urgensi persoalan atau potential risk beserta dampaknya, tetapi juga dapat menunjukkan alasan mengapa saran/rekomendasi yang diberikan benar-benar applicable, bahkan sebagai best practice bagi auditee.
2.1.2.5 Standar Profesional Audit Internal Menurut Hery (2010:73) standar profesional Audit Internal terbagi atas empat macam diantaranya yaitu :
1. 2. 3. 4.
Independensi Kemampuan Profesional Lingkup Pekerjaan Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan Adapun penjelasan dari keempat standar profesional Audit Internal
tersebut adalah : 1. Independensi a. Mandiri dan Objektif Audit Internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa.
Auditor
inernal
dianggap
mandiri
apabila
dapat
melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian Audit Internal sangat penting treutama dalam memberikan penilaian yang tidak memihak (netral). Hal ini hanya dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif dari para audit interrnal. Status organisasi Audit Internal harus dapat memberikan keleluasaan bagi Audit Internal dalam menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan secara maksimal. 2. Kemampuan Profesional a. Pengetahuan dan kemampuan Kemampuan profesional wajib dimiliki oleh Audit Internal. Dalam setiap pemeriksaan, pimpinan Audit Internal haruslah menugaskan orang-orang yang secara bersama-sama atau keseluruhan memiliki pengetahuan dan kemampuan dari berbagai disiplin ilmu, seperti akuntansi, ekonomi, keuangan, statistik, pemrosesan data elektronik,
perpajakan, dan hukum yang memang diperlukan unutk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas. b. Pengawasan Pimpinan Audit Internal bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan terhadap segala aktivitas pemeriksaan yang dilakukan oleh para stafnya. Pengawasan yang dilakukan sifatnya berkelanjutan, yang dimulai dengan perencanaan, yang dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan penyimpulan hasil pemeriksaan yang dilakukan. Pengawasan yang dimaksud mencakup : Memberikan instruksi kepada para staf Audit Internal pada awal pemeriksaan dan menyetujui program-program pemeriksaan. Melihat apakah program pemeriksaan yang telah disetujui dilaksanakan, kecuali bila terdapat penyimpangan yang dibenarkan atau disalahkan.
Menentukan apakah kertas kerja pemeriksaan telah cukup untuk mendukung temuan pemeriksaan, kesimpulan-kesimpulan, dan laporan hasil pemeriksaan.
Meyakinkan apakah laporan pemeriksaan tersebut akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif dan tepat waktu. Menentukan apakah tujuan pemeriksaan telah dicapai.
c. Ketelitian Profesional Audit Internal harus dapat bekerja secara teliti dalam melaksanakan pemeriksaan. Audit Internal harus mewaspadai berbagai kemungkinan terjadinya pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja, kesalahan, kelalaian, ketidakefektifan,
pemborosan
(ketidakefesienan),
dan
konflik kepentingan. 3. Lingkup Pekerjaan a. Keandalan informasi Audit Internal haruslah menguji sistem informasi tersebut, dan menentukan apakah berbagai catatan, laporan finansial dan laporan operasional perusahaan mengandung informasi yang akurat, dapat dibuktikan kebenarannya, tepat waktu, lengkap, dan berguna. b. Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur, dan ketentuan perundang-undangan Manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan sistem, yang dibuat dengan tujuan memastikan pemenuhan berbagai persyaratan, seperti kebijakan, rencana, prosedur, dan peraturan perundang-undangan. Audit Internal bertanggung jawab untuk menentukan apakah sistem tersebut telah cukup efektif dan apakah berbagai kegiatan yang diperiksa telah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan. c. Perlindungan aktiva Audit Internal harus meninjau berbagai alat atau cara yang digunakan untuk melindungi aktiva perusahaan terhadap berbagai jenis kerugian,
seperti kerugian yang diakibatkan oleh pencurian, dan kegiatan yang ilegal. Pada saat memverifikasi keberadaan suatu aktiva, Audit Internal harus menggunakan prosedur pemeriksaan yang sesuai dan tepat. d. Penggunaan sumber daya Audit Internal harus dapat memastikan keekonomisan dan keefesienan penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Audit Internal bertanggung jawab untuk :
Telah menetapkan suatu standar operasional untuk mengukur keekonomisan dan efesiensi
Standar operasional tersebut telah dipahami dan dipenuhi
Berbagai
penyimpangan
dari
standar
operasional
telah
diidentifikasi, dianalisis, dan diberitahukan kepada berbagai pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan perbaikan.
Tindakan perbaikan telah dilakukan
e. Pencapaian tujuan Audit Internal harus dapat memberikan kepatian bahwa semua pemeriksaan yang dilakukan sudah mengarah kepada pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahan. 4. Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan a. Perencanaan kegiatan pemeriksaan Audit
Internal harus terlebih dahulu melakukan perencanaan
pemeriksaan dengan meliputi : Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan
Memperoleh informasi dasar tentang objek yang akan diperiksa Penentuan
tenaga
yang
diperlukan
untuk
melaksanakan
pemeriksaan Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu Melakukan survei secara tepat untuk lebih mengenali bidang atau area yang akan diperiksa Penetapan program pemeriksaan Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil pemeriksaan disampaikan Memperoleh persetujuan atas rencana kerja pemeriksaan b. Pengujian dan pengevaluasian Audit Internal harus melakukan pengujian dan pengevaluasian terhadap semua informasi yang ada guna memastikan ketepatan dari informasi tersebut yang nantinya akan digunakan untuk pemeriksaan. c. Pelaporan hasil pemeriksaan Audit Internal harus melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya. Laporan yang dibuat haruslah objektif, jelas, singkat, konstruktif dan tepat waktu. Objektif adalah laporan yang faktual, tidak berpihak, dan terbebas dari distorsi. Laporan yang jelas adalah laporan yang mudah dimengerti dan logis. Laporan yang singkat adalah laporan yang diringkas
langsung
membicarakan
pokok
permasalahan
dan
menghindari berbagai perincian yang tidak diperlukan. Laporan yang konstruktif adalah laporan yang berdasarkan isi dan sifatnya akan
membantu pihak yang diperiksa dan organisasi serta menghasilkan berbagai perbaikan yang diperlukan. Laporan yanng tepat waktu adalah laporan yang pemberitaanya tidak ditunda dan mempercepat kemungkinan pelaksanaan berbagai tindakan yang koreksi dan efektif. Audit Internal juga harus langsung melaporkan hasil pemeriksaannya kepada pimpinan dan karyawan lain apabila membutuhkan. d. Tindak lanjut pemeriksaan Audit Internal harus secara terus menerus meninjau dan melakukan tindak lanjut untuk memastikan apakah suatu tindakan perbaikan telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan. Tindak lanjut Audit Internal didefinisikan sebagai suatu proses untuk menentukan kecukupan, keefektifan, dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh menejemen terhadap berbagai temuan pemeriksaan yang dilaporkan. 2.1.3
Pencegahan dan Pendeteksian Fraud
2.1.3.1 Definisi Fraud Pada kenyataannya fraud hampir terdapat di setiap lini pada organisasi, mulai dari jajaran manajemen sampai kepada jajaran pelaksana bahkan bisa sampai ke pesuruh (office boy). Fraud dapat dilakukan oleh siapa saja, bahkan oleh seorang pegawai yang tampaknya jujur sekalipun. Tindak fraud adalah “manusia” dengan berbagai alasan dari dalam dirinya untuk melakukan tindakan tercela (Valery G. Kumaat, 2011:135).
Adapun pengertian fraud menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:11) adalah sebagai berikut: “Dalam istilah sehari-hari, fraud dimaknai sebagai ketidakjujuran. Dalam terminologi awam fraud lebih ditekankan pada aktivitas penyimpangan perilaku yang berkaitan dengan konsekuensi hukum, seperti penggelapan, pencurian dengan tipu muslihat, fraud pelaporan keuangan, korupsi, kolusi, nepotisme, penyuapan, penyalahgunaan wewenang, dan lain-lain”. Sedangkan Amin Widjaja Tunggal (2012:169) mengartikan fraud adalah sebagai berikut: “Fraud is an advantage gained by unfair or wrong ful means, an infraction of the rules of fair trade; a false representation of fact made knowingly; without belief in its truth, recklessly, not caring whether it is true or false”. Pada dasarnya fraud merupakan tindakan yang melanggar hukum dan bisa merugikan berbagai pihak. Fraud merupakan suatu hal yang sangat sulit diberantas, bahkan korupsi di Indonesia sudah dilakukan secara sistematis sehingga perlu penanganan yang sistematis. Akan tetapi kita harus optimis bahwa bisa dicegah atau paling sedikitnya bisa dikurangi dengan menerapkan pengendalian anti fraud. Dari beberapa uraian diatas dapat diketahui bahwa fraud berarti bahwa suatu item tidak dimasukkan sehingga menyebabkan informasi tidak benar, apabila suatu kesalahan adalah disengaja maka kesalahan tersebut merupakan fraud (fraudulent). Fraud auditing hendaknya disebut dengan istilah Audit atas fraud , yang dapat didefinisikan sebagai audit khusus yang dimaksudkan untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya penyimpangan atau fraud atas transaksi keuangan. Fraud auditing termasuk dalam audit khusus yang berbeda dengan
audit umum terutama dalam hal tujuan yaitu fraud auditing mempunyai tujuan yang lebih sempit (khusus) dan cenderung untuk mengungkap suatu fraud yang diduga terjadi dalam pengelolaan asset/aktiva.
2.1.3.2 Kondisi Penyebab Fraud Amin Widjaja Tunggal (2012:10) menyatakan bahwa terdapat beberapa kondisi penyebab fraud, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Insentif atau tekanan. Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan fraud .
b.
Kesempatan. Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan fraud .
c.
Sikap atau rasionalisasi. Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilainilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan
yang
cukup
menekan
yang
membuat
mereka
merasionalisasi tindakan yang tidak jujur. Dari pernyataan diatas, jelas bahwa kondisi penyebab fraud itu diantaranya disebabkan oleh adanya intensif/tekanan, kesempatan, dan juga sikap atau rasionalisasi. Insentif yang umum bagi Perusahaan untuk memanipulasi laporan keuangan adalah menurunnya prospek keuangan Perusahaan. Kesempatan meskipun laporan keuangan semua Perusahaan mungkin saja menjadi sasaran manipulasi, risiko bagi Perusahaan yang berkecimpung dalam
industri yang melibatkan pertimbangan dan estimasi yang signifikan jauh lebih besar. Sikap/rasionalisasi sikap manajemen puncak terhadap pelaporan keuangan merupakan faktor risiko yang sangat penting dalam menilai kemungkinan laporan keuangan yang curang.
2.1.3.3 Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Fraud Fraud umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan dan dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Faktor pendorong fraud boleh diartikan sebagai pola pemanfaatan “kesempatan/peluang” untuk mengambil keuntungan melalui cara-cara yang merugikan. Valery G Kumaat (2011:139) menyatakan pendapatnya tentang faktor pendorong terjadinya fraud adalah sebagai berikut: 1.
Desain pengendalian internalnya kurang tepat, sehingga meninggalkan “celah” risiko.
2.
Praktek yang menyimpang dari desain atau kelaziman (common business sense) yang berlaku.
3.
Pemantauan
(pengendalian)
yang
tidak
konsisten
terhadap
implementasi business process. 4.
Evaluasi yang tidak berjalan terhadap business process yang berlaku.
Simanjuntak (2008:4) dalam Nur Asiah (2012) menyatakan terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan fraud, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu:
1.
Greed (keserakahan).
2.
Opportunity (kesempatan).
3.
Need (kebutuhan).
4.
Exposure (pengungkapan).
Greed dan need termasuk dalam faktor individu yang merupakan hal bersifat sangat personal dan diluar kendali Perusahaan sehingga sulit sekali dapat dihilangkan oleh ketentuan perundang-undangan. Dengan adanya alasan kebutuhan ditambah dengan motivasi yang mendorongnya, maka sikap serakah seseorang akan cenderung melanggar ketentuan dan aturan. Opportunity dan Exposure disebut sebagai faktor genetik karena merupakan faktor yang masih di dalam kendali Perusahaan sebagai korban perbuatan fraud. Pada umumnya terdapatnya kesempatan akan mendorong seseorang untuk berbuat fraud kerena pelaku cenderung berpikir bahwa kapan lagi ada kesempatan jika tidak sekarang. Sementara exposure berkaitan dengan proses pembelajaran berbuat curang karena menganggap sanksi terhadap pelaku fraud tergolong ringan sehingga para karyawan Perusahaan tidak merasa takut apabila melakukan fraud. Pada umumnya faktor pendorong seseorang melakukan tindakan fraud adalah tekanan, baik itu tekanan finansial maupun non finansial yang didukung dengan adanya kesempatan karena Perusahaan tidak menindak tegas pelaku fraud sehingga tidak membuat efek jera bagi para pelaku fraud.
2.1.3.4 Pencegahan Fraud Kasus fraud yang semakin marak terjadi membuat kerugian yang cukup besar bagi Perusahaan. Apabila fraud tidak bisa dideteksi dan dihentikan, maka akan berakibat fatal bagi Perusahaan. Untuk itu, manajemen Perusahaan harus mengambil tindakan yang tepat untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya fraud. Pencegahan fraud Pusdiklatwas BPKP (2008:37) merupakan upaya terintegrasi yang dapat menekan terjadinya faktor penyebab fraud (fraud triangle) yaitu: “ 1. Memperkecil peluang terjadinya kesempatan untuk berbuat kecurangan. 2. Menurunkan tekanan kepada memenuhi kebutuhannya.
pegawai
agar
ia mampu
3. Mengeliminasi alasan untuk membuat pembenaran atau rasionalisasi atas tindakan fraud yang dilakukan”. Dengan adanya upaya pencegahan yang diterapkan oleh Perusahaan dapat memperkecil peluang terjadinya fraud karena setiap tindakan fraud dapat terdeteksi cepat dan diantisipasi dengan baik oleh Perusahaan. Setiap karyawan tidak merasa tertekan lagi dan melakukan pembenaran terhadap tindakan fraud yang dapat merugikan banyak pihak.
2.1.3.5 Tujuan Pencegahan Fraud Adanya penerapan Good Corporate Governance membuat sejumlah Perusahaan mengeluarkan kebijakan terkait dengan upaya pencegahan fraud. Salah satu cara tersebut adalah dengan memberikan kesempatan kepada Audit Internal untuk mendeteksi dan mencegah fraud
yang mungkin terjadi dalam
lingkungan organisasi. Apabila teknik pencegahan fraud berjalan baik dan efektif akan membuat citra positif bagi Perusahaan karena meningkatnya kepercayaan publik. Menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:38) pencegahan fraud yang efektif memiliki lima tujuan yaitu: “ 1. Preventation, yaitu mencegah terjadinya fraud secara nyata pada semua lini organisasi. 2. Deterence, yaitu menangkal pelaku potensial bahkan tindakan untuk yang bersifat coba-coba. 3. Discruption, yaitu mempersulit gerak langkah pelaku fraud sejauh mungkin. 4. Identification, yaitu mengidentifikasi kegiatan beresiko tinggi dan kelemahan pengendalian. 5. Civil action prosecution, yaitu melakukan tuntutan dan penjatuhan sanksi yang setimpal atas perbuatan fraud kepada pelakunya.” Fraud merupakan suatu masalah di dalam Perusahaan dan harus dicegah sedini mungkin, Amin Widjaja Tunggal (2012:59) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tata kelola untuk mencegah fraud diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Budaya Jujur dan Etika yang Tinggi Riset menunjukkan bahwa cara yang paling efektif untuk mencegah dan
menghalangi fraud adalah mengimplementasikan program serta pengendalian anti fraud , yang di dasarkan pada nilai-nilai inti yang dianut Perusahaan. Nilai-nilai semacam itu menciptakan lingkungan yang mendukung perilaku dan ekspektasi yang dapat diterima, bahwa pegawai dapat menggunakan nilai itu untuk mengarahkan tindakan mereka. Nilai-nilai itu membantu menciptakan budaya jujur dan etika yang menjadi dasar bagi tanggung jawab pekerjaan para karyawan. Menciptakan budaya jujur dan etika yang tinggi mencakup enam unsur.
a.
Menetapkan Tone at the Top Manajemen dan dewan direksi bertanggung jawab untuk menetapkan
“Tone at the Top” terhadap perilaku etis dalam Perusahaan. Kejujuran dan integritas manajemen akan memperkuat kejujuran serta integritas karyawan di seluruh organisasi. Tone at the Top yang dilandasi kejujuran dan integritas akan menjadi dasar bagi kode etik perilaku yang lebih terinci, yang dapat dikembangkan untuk memberikan pedoman yang lebih khusus mengenai perilaku yang diperbolehkan dan dilarang. b.
Menciptakan Lingkungan Kerja yang Positif Dari riset yang dilakukan terlihat bahwa pelanggaran lebih jarang
terjadi bila karyawan mempunyai perasaan positif tentang atasan mereka ketimbang bila mereka merasa diperalat, diancam, atau diabaikan. Tempat kerja yang positif dapat mendongkrak semangat karyawan, yang dapat mengurangi
kemungkinan karyawan
melakukan fraud
terhadap
Perusahaan. c.
Mempekerjakan dan Mempromosikan Pegawai yang Tepat Agar berhasil mencegah fraud , Perusahaan yang dikelola dengan baik
mengimplementasikan
kebijakan
penyaringan
yang
efektif
untuk
mengurangi kemungkinan mempekerjakan dan mempromosikan orangorang yang tingkat kejujurannya rendah, terutama yang akan menduduki jabatan yang bertanggung jawab atau penting. Kebijakan semacam itu mungkin mencakup pengecekan latar belakang orang-orang yang dipertimbangkan akan dipekerjakan atau dipromosikan menduduki jabatan
yang bertanggung jawab atau penting. Pengecekan latar belakang memverifikasi pendidikan, riwayat pekerjaan, serta referensi pribadi calon karyawan, termasuk referensi tentang karakter dan integritas. Setelah seorang pegawai diangkat, evaluasi yang berkelanjutan atas kepatuhan pegawai itu pada nilai-nilai dan kode perilaku Perusahaan juga akan mengurangi kemungkinan fraud . d.
Pelatihan Semua pegawai baru harus dilatih tentang ekspektasi Perusahaan
menyangkut perilaku etis pegawai. Pegawai harus diberi tahu tentang tugasnya untuk menyampaikan fraud aktual atau yang dicurigai serta cara yang tepat untuk, menyampaikannya. Selain itu, pelatihan kewaspadaan terhadap fraud juga harus disesuaikan dengan tanggung jawab pekerjaan khusus pegawai itu, misalnya, pelatihan yang berbeda untuk agen pembelian dan penjualan. e.
Konfirmasi Sebagian Perusahaan mengharuskan pegawainya untuk secara
periodik mengkonfirmasikan tanggung jawabnya mematuhi kode perilaku. Pegawai diminta untuk menyatakan bahwa mereka memahami ekspektasi Perusahaan serta sudah mematuhi kode perilaku, dan mereka tidak mengetahui adanya pelanggaran. Konfirmasi tersebut akan membantu mengokohkan kebijakan kode perilaku dan juga membantu menghalangi pegawai melakukan fraud atau pelanggaran etika lainnya.
2.
Tanggung jawab Manajemen untuk Mengevaluasi Pencegahan Fraud Fraud
tidak
mungkin
terjadi
tanpa
adanya
kesempatan
untuk
melakukannya dan menyembunyikan perbuatan itu. Manajemen bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan mencegah fraud, mengambil langkah-langkah yang teridentifikasi untuk mencegah fraud, serta memantau pengendalian internal yang mencegah dan mengidentifikasi fraud . 3.
Pengawasan Oleh Komite Audit Komite audit mengemban tanggung jawab utama mengawasi pelaporan
keuangan serta proses pengendalian internal organisasi. Dalam memenuhi tanggung jawab ini komite audit memperhitungkan potensi diabaikannya pengendalian internal oleh manajemen serta mengawasi proses pencegahan fraud oleh manajemen, dan program serta pengendalian anti fraud. Komite audit juga membantu menciptakan “tone at the top” yang efektif tentang pentingnya kejujuran dan perilaku etis dengan mendukung toleransi nol manajemen terhadap fraud.
2.1.3.6 Metode Pencegahan Fraud Pusdiklatwas BPKP (2008:38) menyatakan beberapa metode pencegahan yang lazim ditetapkan oleh manajemen mencakup beberapa langkah berikut: “ 1. Penetapan kebijakan anti fraud. 2. Prosedur pencegahan baku. 3. Organisasi. 4. Teknik pengendalian. 5. Kepekaan terhadap fraud ”.
Kebijakan unit organisasi harus memuat a high ethical tone dan harus dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk mencegah tindakantindakan fraud dan kejahatan ekonomi lainnya. Seluruh jajaran manajemen dan karyawan harus mempunyai komitmen yang sama untuk menjalankannya sehingga kebijaksanaan yang ada akan dilaksanakan dengan baik. Pada
dasarnya
komitmen
manajemen
dan
kebijakan
suatu
instansi/organisasi merupakan kunci utama dalam mencegah dan mendeteksi fraud. Namun demikian, harus pula dilengkapi dengan prosedur penanganan pencegahan secara tertulis dan ditetapkan secara baku sebagai media pendukung. Adanya audit commitee yang independen menjadi nilai plus karena unit Audit Internal mempunyai tanggung jawab untuk melakukan evaluasi secara berkala atas aktivitas organisasi secara berkesinambungan. Bagian ini juga berfungsi untuk menganalisis pengendal;ian intern dan tetap waspada terhadap fraud saat melaksanakan audit. Sistem yang dirancang dan dilaksanakan secara kurang baik akan menjadi sumber atau peluang terjadinya fraud, yang pada gilirannya menimbulkan kerugian financial bagi organisasi sehingga diperlukan teknik-teknik pengendalian dan audit yang efektif untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraud. Kerugian dan fraud dapat dicegah pula apabila organisasi atau instansi mempunyai staf yang berpengalaman sehingga mereka peka terhadap sinyal-sinyal fraud.
2.1.3.7 Pendeteksian Fraud Pada dasarnya tindak fraud dapat dibongkar oleh audit karena adanya indikasi awal serta perencanaan yang baik untuk menyingkap segala sesuatu
mengenai tindak fraud yang mungkin terjadi, tim audit harus memiliki intuisi yang tajam melihat berbagai aspek internal Perusahaan yang riskan (rawan) terjadi fraud. Namun, di sini audit tidak mungkin bekerja hanya berdasarkan kaidah/metode audit yang baku. Selain menerapkan berbasis risiko, audit juga perlu mengembangkan aktivitas jaringan “mata-mata”. Dan yang terakhir ini tidak mungkin dijalankan sendiri oleh para Audit Internal, yang identitasnya mudah diketahui di tengah Perusahaan. Karena itu, diperlukan upaya terintegrasi untuk membangun kedekatan emosional dengan orang-orang tertentu yang nantinya diharapkan bisa berpihak pada tim audit. Valery G Kumaat (2011:156) menyatakan bahwa: “Mendeteksi fraud adalah upaya untuk mendapatkan indikasi awal yang cukup mengenai tindak fraud, sekaligus mempersempit ruang gerak para pelaku fraud (yaitu ketika pelaku menyadari prakteknya telah diketahui, maka sudah terlambat untuk berkelit)”. Sedangkan menurut PUSDIKLATWAS BPKP (2008:45) pendeteksian fraud oleh internal auditor merupakan: “Pendeteksian fraud oleh internal auditor merupakan pengidentifikasian indikator-indikator fraud yang mengarahkan perlu tidaknya dilakukan pengujian”. Dari beberapa definisi di atas sudah jelas bahwa pendeteksian fraud merupakan suatu deteksi awal yang harus dilakukan agar tindak fraud dapat dicegah untuk tidak dilakukan, dan untuk mengetahui perlu tidaknya dilakukan pengujian. Upaya pendeteksian ini bisa berlangsung dalam waktu relatif cepat, tetapi terkadang harus membutuhkan kesabaran hingga berbulan-bulan. Menurut Valery
G Kumaat (2011:156) menyimpulkan bahwa cepat atau lambatnya pendeteksian bergantung pada: 1.
Faktor di pihak pelaku, yaitu kemampuannya menyiasati sistem atau menutup celah dari praktek fraud nya, sehingga menentukan tingkat kerumitan suatu tindak fraud.
2.
Faktor yang ditentukan oleh kapasitas auditor sendiri, yaitu kemampuannya mengembangkan audit berbasis resiko (risk based audit) dan membangun Jaringan Informan (Audit Intelligence) dengan tetap bersikap hati-hati.
2.1.3.8 Audit Berbasis Risiko (Risk-Based Audit) untuk Deteksi Fraud Menurut Valery G Kumaat (2011:157) menyatakan bahwa audit berbasis risiko dalam konteks mendeteksi tindak fraud adalah: “Rangkaian aktivitas pengawasan yang terencana, terpadu, dan berkesinambungan dalam rangka memetakan, mengamati, memverifikasi, dan menganalisis semua titik-titik kritis risiko (critical risk points) yang berpotensi menimbulkan tindak fraud.” Pemetaan (Mapping) di sini bertujuan untuk mengidentifikasi titik-titik kritis risiko terjadinya tindak fraud. Peta risiko dapat dibuat langsung melalui kriteria keuangan, masukan (khususnya keluhan) dari berbagai pihak, hingga riwayat kasus yang pernah terjadi. Pengamatan (Observing) bertujuan untuk memperdalam semua titik risiko berdasarkan situasi aktual di lapangan. Hal itu termasuk mewawancarai pihak-pihak terkait guna mengetahui berbagai kendala/masalah aktual serta kebutuhan/ekspektasi para pelaksana dilapangan. Namun, rencana pengamatan
oleh auditor sering kali berbenturan dengan sikap yang kurang welcome di lapangan. Resistensi yang dijumpai memang bisa jadi mengindikasikan adanya praktek fraud pada objek yang diamati. Namun, terlalu dini untuk mengambil kesimpulan. Jika terjadi resistensi, membangun jaringan informan (Audit Intellegence) merupakan hal yang sangat penting. Verifikasi Transaksi dan Analisis Data (Verifying & Analyzing) bertujuan untuk mempertegas kesimpulan bahwa tindak fraud mungkin ada atau rawan terjadi. Hasil verifikasi dan analisis ini akan menyempurnakan hasil pemetaan + pengamatan untuk menyimpulkan adanya „bahaya‟ terkait ada tidaknya tindak fraud. Menurut Valery G Kumaat (2011: 157) menyatakan bahwa setidaknya ada 3 objek yang bisa menjadi materi uji awal untuk menggambarkan berbagai titik krisis risisko (critical risk point), yaitu: 1.
Transparansi Sistem.
2.
Konsentrasi Aset dan Biaya.
3.
Integritas SDM dan Kesinambungan
Sistem kerja yang tidak transparan (terbuka) merupakan peluang emas bagi pelaku fraud. Pelaku fraud banyak “bermain” pada lingkup sistem (unit kerja) yang dianggap „basah‟ yang dapat menghasilkan keuntungan pribadi baik langsung maupun tidak langsung, seperti: a.
Pembelian barang atau jasa.
b.
Pengeluaran uang (kas & bank) dan biaya rutin.
c.
Pengeluaran berbasis proyek/event.
d.
Penagihan kewajiban dari pelanggan, khususnya yang kurang lancar (bermasalah atau bad debt).
e.
Pengeluaran aset fisik (inventory atau aktiva tetap).
Valery G Kumaat (2011:159) berpendapat bahwa konsentrasi Aset/Biaya yang besar ini dapat dijabarkan dalam beberapa pengertian berikut: 1. Jumlah fisik aset yang relatif banyak, sehingga memberi kemudahan untuk melakukan „pengutilan‟ tanpa segera dapat diketahui. 2. Alokasi anggaran biaya yang relatif besar, sehingga terbuka peluang untuk melakukan manipulasi (mark-up) biaya. 3. Nilai barang yang relatif tinggi, yang bila berhasil memiliki dan menjualnya „di bawah harga pasar‟ tetap bisa memberi keuntungan yang fantastik. Integritas SDM dan Kesinambungan ini adalah bagian yang mungkin mudah dinilai, tetapi bisa juga menjadi faktor yang luput dari perkiraan ketika kita harus mengukur potensi risiko terjadinya tindak fraud. Yang jelas dalam suatu kasus fraud, apapun alasan rasional yang dikemukakan para pelaku, dapat kita katakan bahwa mereka punya masalah integritas pribadi.
2.1.3.9
Pengembangan Jaringan Informan (Audit Intellegence) untuk Deteksi Fraud Pada hakikatnya, audit intellegence bukanlah aktivitas spionase yang
dilakukan di internal korporasi, tetapi dapat didefinisikan sebagai berikut: Menurut Valery G Kumaat (2011:161) menyatakan bahwa yang disebut dengan audit intellegence adalah:
“Strategi atau upaya berkesinambungan membangun sebuah jaringan informasi aktual bagi tim audit dalam rangka menunjang aktivitas audit berbasis risiko (risk-based audit), khususnya untuk mengantisipasi risiko yang berdampak negatif terhadap organisasi serta untuk melakukan cegah-tangkal atas praktek tindak fraud ”. Selain itu Valery G Kumaat (2011:161) berpendapat bahwa aktivitas spionase memang bisa dianggap sebagai bagian dari audit intellegence. Namun, hal itu dapat mengundang perdebatan di kalangan internal, khususnya dari aspek etika organisasi dan tujuan strategis (yaitu mendorong Good Corporate Governance
di tengah Perusahaan). Spionase tidak mendapat hambatan bila
dilakukan dengan sasaran pihak eksternal yang memiliki kepentingan langsung dengan Perusahaan (stakeholders seperti para suppliers dan customers), di mana metoda dan hasilnya tetap dirahasiakan, tidak dikemukakan dalam konfirmasi maupun laporan resmi Audit Internal.
2.1.3.10 Komunikasi Informal Audit dengan Pihak Internal Komunikasi dalam suasana formal merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi korps audit, baik secara verbal maupun tertulis. Hal itu karena auditor harus menyampaikan masalah demi masalah (audit findings) plus rekomendasi audit dengan penuh kesungguhan, agar dapat ditangkap urgensi dan implikasinya. Formalitas sangat ampuh untuk menunjukkan kewibawaan auditor yang dapat menunjang respect & trust semua pihak terhadap independensi korps ini. Namun, suasana yang selalu formal dapat juga menciptakan „jarak‟ yang tidak kondusif bagi keterbukaan informasi dari para auditee. Itulah sebabnya perlu
dikembangkan korps Audit Internal yang lebih terbuka dan lentur agar bisa tampil dalam suasana formal atau informal sesuai waktu dan tempat yang tepat. Dalam konteks membangun jaringan informasi yang, tentu saja, bersifat “rahasia”, komunikasi intensif perlu dikembangkan dengan orang-orang tertentu pada berbagai unit kerja yang dianggap berpotensi menyimpan masalah. Untuk itu perlu dibangun seperangkat kriteria di kedua belah pihak, yaitu para “komunikator” di tim audit dan orang-orang yang dianggap layak untuk didekati. Kriteria umum yang perlu dimiliki oleh kedua belah pihak tentu saja sama-sama harus menaruh respect & trust satu sma lain. Berikut ini rekomendasi menurut Valery G Kumaat (2011:162) menyatakan bahwa:
Tabel 2.1 Rekomendasi Orang-orang Internal yang “Diincar”
Komunikator di Pihak Tim Audit
1. Auditor yang cukup teruji 1. Orang yang memiliki integritas dan loyalitasnya terhadap korps audit, “chemistry” yang sama dengan tim khususnya dalam menjaga audit dalam menegakkan kebenaran informasi yang bersifat rahasia atau dan keadilan serta teruji mampu sensitif diketahui kalangan umum. menjaga “rahasia” serta loyal terhadap Perusahaan. 2. Auditor yang memiliki 2. Orang yang tidak dikategorikan Interpersonal Skills yang baik, “trouble maker” di unit kerjanya. dapat diterima baik secara Memiliki reputasi yang baik di mata horizontal maupun dari kalangan atasan maupun rekan-rekan di internal umum Perusahaan. Lebih baik lagi unit kerja. dapat berinteraksi dengan “kalangan atas” Perusahaan. 3. Auditor yang terdidik untuk mendalami berbagai critical control/risk point pada bidangbidang yang memerlukan jaringan informan.
3. Orang yang berada di posisi yang memiliki akses memadai terhadap informasi penting di unit kerjanya.
2.1.3.11 Media Audit untuk Menerima Masukan/Pengaduan Strategi
“Audit
Centre”
ini
merupakan
pelapis/pelengkap
dari
pengembangan komunikasi informal. Jika komunikasi informal menjangkau kalangan yang sangat terbatas, penyediaan media “pengaduan” akan memberikan akses yang lebih terbuka, namun tetap harus menjaga kerahasiaan identitas para narasumber beserta materi yang disampaikan. Pada era telematika yang kian canggih sekarang ini, tidak sulit menyediakan berbagai pilihan media. Mulai dari PO Box, Contact No (Call
Centre), Email Address, hingga Website/Blog khusus. Tinggal bagaimana menangani semua media pengaduan yang meliputi 3 aspek berikut ini: 1.
Menginformasikan keberadaan semua media tersebut kepada berbagai stakeholder (karyawan, klien, pemasok hingga pelanggan) dengan risiko para „pemain‟ juga mengetahuinya.
2.
Mendorong keberanian pihak-pihak yang memiliki informasi untuk memanfaatkan media ini dengan kompensasi berupa jaminan kerahasiaan identitas para narasumber, atau jaminan bebas dari tuduhan ikut terlibat (bila saksi sempat menjadi bagian dari tim “mafia” yang diadukan).
3.
Mengangani setiap informasi penting yang masuk secara cepat, memberi tanggapan kepada narasumber (bila perlu memberi penghargaan khusus), hingga meneruskan informasi kepada tim audit (yang selanjutnya akan melakukan investigasi).
Untuk itu dibutuhkan orang-orang yang khusus in-change sebagai Audit Support, di mana aktivitas utamanya adalah menangani hal-hal di atas.
2.1.4 Pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud Audit Internal mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan perusahaan yang telah ditentukan. Audit Internal memainkan peran yang penting dalam memantau aktivitas untuk memastikan bahwa program dan pengendalian anti fraud telah berjalan efektif. Aktivitas Audit Internal dapat
mencegah sekaligus mendeteksi fraud. Audit Internal akan membantu mencegah fraud dengan memeriksa dan mengevaluasi pengendalian internal yang mengurangi risiko fraud. Mereka akan membantu mendeteksi fraud dengan melaksanakan prosedur audit yang dapat mengungkapkan pelaporan keuangan yang curang serta penyalahgunaan aset. Auditor Internal adalah bertanggung jawab pada manajemen perusahaan. Tinjauannya adalah audit terhadap setiap berbagai prosedur-prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitas kegiatan. Pada akhir kegiatan biasanya diajukan saran-saran rekomendasi manajemen untuk meningkatkan kualitas operasi perusahaan. Pada dasarnya layanan yang diberikan oleh para auditor di setiap cabang audit tersebut adalah sama, yang membedakannya adalah tanggung jawab dan tingkat kebebasan yang berbeda. Dari definisi tersebut, kita mengetahui pengertian audit dalam arti luas, namun lebih menekankan pada auditor yang dilakukan oleh Audit Internal. Fraud adalah perbuatan tidak jujur yang menimbulkan potensi kerugian ataupun kerugian nyata
terhadap perusahaan atau karyawan perusahaan atau
orang lain, tetapi tidak terbatas pada pencurian uang, pencurian barang, penipuan, pemalsuan. Juga termasuk dalam perbuatan ini adalah pemalsuan, penyembunyian atau penghancuran dokumen/laporan, atau menggunakan dokumen palsu untuk keperluan bisnis, atau membocorkan informasi Perusahaan kepada pihak di luar Perusahaan.
Ada banyak cara yang digunakan untuk mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud. Fraud dapat dicegah dan dideteksi dengan adanya pengendalian intern yang efektif dan efisien. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2012:59) terdapat tiga unsur untuk mencegah dan mendeteksi fraud, yaitu : 1. Budaya jujur dan etika yang tinggi. 2. Tanggung jawab manajemen untuk mengevaluasi risiko fraud. 3. Pengawasan oleh komite audit. Jadi berdasarkan tiga unsur diatas dapat dilihat bahwa banyak alternatif yang dapat dilakukan untuk mencegah fraud yaitu dengan adanya Audit Internal sebagai perantara dalam pencegahan fraud. Untuk itu peneliti ingin mencari tahu seberapa besar pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud. Fraud telah banyak terungkap dengan adanya Audit Internal. Dalam hal ini yang bertindak sebagai Audit Internal adalah auditor dan semua yang berkepentingan dengan eksistensi organisasi/perusahaan. Dengan adanya peranan Audit Internal di perusahaan, maka akan muncul persepsi yang kuat bahwa fraud dapat dicegah dan dideteksi.
2.2
Kerangka Pemikiran Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas adalah dengan
meningkatkan efisien kerja. Untuk mencapai efisien kerja ini, salah satu alat pengukurnya adalah mencegah dan mendeteksi fraud. Dimana untuk mencegah dan mendeteksi fraud ini diantaranya perlu peran seorang Audit Internal.
Menurut Valery G. Kumat (2011:35) mendefinisikan Audit Internal adalah sebagai berikut: “ Audit Internal adalah agen yang paling “pas” untuk mewujudkan Internal Control, Risk Management dan Good Corporate Governance yang pastinya akan memberi Nilai Tambah bagi Sumber Daya dan Perusahaan”. Berdasarkan pengertian di atas diketahui bahwa audit intern merupakan suatu fungsi penilaian yang bebas dalam suatu organisasi guna menelaah atau mempelajari dan menilai kegiatan-kegiatan Perusahaan untuk memberikan saran kepada manajemen. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2012:65) Audit Internal memainkan peranan penting dalam memantau aktivitas untuk memastikan bahwa program dan pengendalian anti fraud telah berjalan efektif. Aktivitas Audit Internal dapat mencegah sekaligus mendeteksi fraud. Sedangkan menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:36) Audit Internal memiliki peranan dalam : a. Pencegahan Fraud (Fraud Prevention), b. Pendeteksian Fraud (Fraud Detection), dan Pengertian Fraud berarti bahwa suatu item tidak dimasukkan sehingga menyebabkan informasi tidak benar, apabila suatu kesalahan adalah disengaja maka kesalahan tersebut merupakan fraud (fraud ulent). Adapun pengertian fraud menurut Amin Widjaja Tunggal (2012 : 2) adalah sebagai berikut: “Fraud, sebagaimana yang umumnya dimengerti dewasa ini, berarti ketidakjujuran dalam bentuk suatu penipuan yang disengaja atau suatu kesalahan penyajian yang dikehendaki atas suatu fakta yang material”.
Penelitian yang dilakukan penulis mengenai pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud
ini menyebutkan bahwa Audit
Internal berfungsi membantu manajemen dalam pencegahan, pendeteksian fraud yang terjadi di suatu organisasi. Tindakan fraud menciptakan
budaya
kejujuran,
sikap
dapat dicegah dengan cara
keterbukaan
dan
meminimalisasi
kesempatan untuk melakukan tindakan fraud. Penelitian terkait dengan Audit Internal telah banyak dilakukan pada Perusahaan Publik atau Sektor Pemerintahan akan tetapi penelitian yang dilakukan di koperasi masih relatif jarang, dimana karakter yang berbeda dari organisasi tersebut memungkinkan adanya symptom yang khas yang harus dikenali oleh auditor. Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan symptom fraud yang berpotensi terjadi di lingkungan koperasi serta pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian terjadinya fraud . Pada umumnya perusahaan memiliki bagian yang bertugas melaksanakan audit laporan keuangan dan operasi manajemen yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah. Kondisi serupa juga terjadi pada perusahaan swasta, walaupun tidak ada aturan khusus akan tetapi cukup banyak perusahaan yang menyadari akan kebutuhan adanya Audit Internal, sehingga mereka sudah memiliki bagian atau departemen Audit Internal. Audit Internal memiliki peran dalam upaya mendeteksi dan mencegah terjadinya fraud . Kasus fraud yang semakin marak terjadi membuat kerugian yang cukup besar bagi perusahaan. Apabila fraud tidak bisa dideteksi dan dihentikan, maka
akan berakibat fatal bagi perusahaan. Untuk itu manajemen perusahaan harus mengambil tindakan yang tepat untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya fraud. Pencegahan fraud
menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:37) merupakan
upaya terintegrasi yang dapat menekan terjadinya faktor penyebab fraud (fraud triangle) yaitu: “ 1. Memperkecil peluang terjadinya kesempatan untuk berbuat kecurangan. 2. Menurunkan tekanan kepada memenuhi kebutuhannya.
pegawai
agar
ia mampu
3. Mengeliminasi alasan untuk membuat pembenaran atau rasionalisasi atas tindakan fraud yang dilakukan”. Dengan adanya upaya pencegahan yang diterapkan oleh perusahaan dapat memperkecil peluang terjadinya karena setiap tindakan fraud dapat terdeteksi cepat dan diantisipasi dengan baik oleh perusahaan. Setiap karyawan tidak merasa tertekan lagi dan melakukan pembenaran terhadap tindakan fraud yang dapat merugikan banyak pihak. Menurut Valery G Kumaat (2011:156) mendeteksi fraud (fraud detection) adalah upaya untuk mendapatkan indikasi awal yang cukup mengenai tindak fraud, sekaligus mempersempit ruang gerak para pelaku fraud
(yaitu ketika
pelaku menyadari prakteknya telah diketahui, maka sudah terlambat untuk berkelit). Maka dengan adanya Audit Internal di dalam perusahaan tindak fraud dapat dicegah dan dideteksi karena setiap gerak-gerik karyawan terawasi dan terbatasi untuk melakukan tindakan fraud .
2.3
Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan kerangka konseptual yang telah disusun,
maka peneliti mengemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut: Jika Audit Internal menjalankan perannya sebagai internal control dengan baik maka akan berpengaruh dalam mencegah dan mendeteksi praktek fraud.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian yang Digunakan Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Sugiyono (2012:2) menyatakan bahwa: “Metode Penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah”. Metode penelitian yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah metode studi empiris, yaitu penelitian terhadap fakta empiris yang diperoleh berdasarkan observasi dan pengalaman. Menurut Sugiyono (2012:2) mengemukakan bahwa “penelitian studi empiris adalah cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan”. Hipotesis yang digunakan adalah hipotesis deskriptif dan asosiatif, karena ada variabel-variabel yang akan ditelaah hubungannya serta tujuannya untuk kemudian disajikan gambaran secara terstruktur, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta sertra hubungan antar variabel yang diteliti.
Sugiyono (2012:97) menyatakan bahwa: “Hipotesis deskriptif merupakan jawaban sementara terhadap masalah deskriptif, yaitu berkenaan dengan variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih”. Dalam penelitian ini, hipotesis deskriptif akan digunakan untuk mengidentifikasi/menjelaskan
tentang
pengaruh
Audit
Internal
terhadap
pencegahan dan pendeteksian fraud. Sedangkan yang dimaksud hipotesis asosiatif menurut Sugiyono (2012:100) adalah “ hipotesis asosiatif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah asosiatif, yaitu yang menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih”. Hipotesis ini tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, dengan tujuan untuk dapat menggambarkan, menjelaskan serta menganalisis keadaan yang ada pada perusahaan.
3.2
Definisi Variabel dan Operasionalisasi Variabel
3.2.1
Definisi Variabel dan Pengukurannya Dalam sebuah penelitian terdapat beberapa variabel yang harus ditetapkan
dengan jelas sebelum mulai pengumpulan data. Sugiyono (2009:31) menyatakan bahwa: “Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya”. Sesuai dengan judul penelitian, yaitu Pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud, variabel penelitian terdiri dari:
1. Variabel Bebas (Independent Variable) Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah Audit Internal (X). Skala pengukuran menggunakan skala ordinal. Adapun definisi lain tentang Audit Internal menurut Alvin A. Arens (2008:482) yaitu: “ Audit Internal adalah aktivitas konsultasi dan assurance yang objektif dan independen yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi organisasi. Hal tersebut membantu organisasi untuk mencapai tujuan mereka dengan melakukan pendekatan yang sistematis dan berdisiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas dan manajemen risiko, pengendalian, dan proses pengaturan”. 2. Variabel Terikat (Dependent Variable) Dalam penelitian ini pencegahan fraud (Y1) dan pendeteksian fraud (Y2) merupakan variabel terikat. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2012 : 2) fraud adalah sebagai berikut: “Kecurangan, sebagaimana yang umumnya dimengerti dewasa ini, berarti ketidakjujuran dalam bentuk suatu penipuan yang disengaja atau suatu kesalahan penyajian yang dikehendaki atas suatu fakta yang material”. Menurut
Pusdiklatwas BPKP (2008:37) mencegah fraud merupakan
upaya terintegrasi yang dapat menekan terjadinya faktor penyebab fraud (fraud triangle) yaitu: “ 1. Memperkecil peluang terjadinya kesempatan untuk membuat kecurangan. 2. Menurunkan tekanan kepada memenuhi kebutuhannya. 3.
pegawai
agar
ia
mampu
Mengeliminasi alasan untuk membuat pembenaran atau rasionalisasi atas tindakan kecurangan yang dilakukan”.
Menurut Valery G. Kumaat (2011:156) mendeteksi kecurangan (Fraud Detection) adalah sebagai berikut: “Mendeteksi kecurangan adalah upaya untuk mendapatkan indikasi awal yang cukup mengenai tindak kecurangan, sekaligus mempersempit ruang gerak para pelaku kecurangan (yaitu ketika pelaku menyadari prakteknya telah diketahui, maka sudah terlambat untuk berkelit)”.
3.2.2
Operasionalisasi Variabel
Berdasarkan judul penelitian yang dikemukakan yaitu Pengaruh Audit Internal terhadap Pencegahan dan Pendeteksian Fraud, maka terdapat 3 variabel yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu:
1. Audit Internal (X) sebagai variabel independen. 2. Pencegahan dan pendeteksian fraud (Y1) sebagai variabel dependen. 3. Pendeteksian fraud (Y2) sebagai variabel dependen.
Variabel-variabel tersebut dikembangkan ke dalam beberapa subvariabel dan indikator-indikator variabel yang akan menjadi bahan penyusunan instrumen kuisioner. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian Variabel Variabel bebas (X) Peranan Audit Internal Sumber : Hery (2010:73)
Konsep Dimensi “Audit 1.Independensi Internal adalah suatu fungsi penilaian yang dikembangkan 2.Kemampuan secara bebas Profesional. dalam
Indikator Mandiri Objektif Pengetahuan dan kemampuan
Skala Ordinal
Instrumen Angket/ kuesioner
organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatankegiatan sebagai wujud 3.Lingkup pelayanan Pekerjaan. terhadap organisasi Perusahaan”.
Pengawasan Ketelitian profesional Keandalan Informasi Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur, dan ketentuan perundangundangan. Perlindungan aktiva Penggunaan sumber daya Pencapaian tujuan
4.Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan.
Perencanaan kegiatan pemeriksaan Pengujian dan pengevaluasian Pelaporan hasil pemeriksaan Tindak lanjut pemeriksaan
Pencegahan 1.Penetapan Menetapkan fraud kebijakan anti kebijakan anti merupakan fraud fraud upaya terintegrasi Adanya Sumber : yang dapat komitmen Pusdiklatwas menekan antara BPKP terjadinya manajemen dan (2008:3) faktor para karyawan penyebab Perusahaan fraud . untuk melaksanakan kegiatan anti fraud Variabel terikat (Y1) Pencegahan Fraud
2.Prosedur pencegahan baku
Terdapat prosedur penanganan pencegahan fraud secara tertulis dan baku
a.Pengendalian intern Perusahaan
Pengendalian intern Pemisahan fungsi yang menciptakan kondisi saling cek antar fungsi
b.Prosedur Menerapkan mendeteksi prosedur fraud secara mendeteksi otomatis dalam fraud sistem Prosedur yang diterapkan dalam sistem untuk melaporkan Fraud
Memperoses dan menindak pelaku fraud 3.Organisasi
Unit Audit Internal Perusahaan mempunyai tanggung jawab untuk melakukan evaluasi berkala atas aktivitas organisasi secara berkesinambung an
4.Teknik pengendalian
Terdapat pembagian tugas yang jelas sehingga tidak ada satu orang pun yang menguasai seluruh aspek dari suatu transaksi Pengawasan Kontrol memadai untuk media pendukung operasional
5.Kepekaan terhadap fraud
Memiliki staf berpengalaman, khususnya staf yang peka terhadap sinyalsinyal fraud
Melakukan interview mendalam pada saat menyeleksi calon karyawan Mewajibkan cuti tahunan bagi para karyawannya Melakukan rotasi pegawai secara periodik Pendeteksian Fraud (Y2)
Pendeteksian 1.Audit kecurangan Berbasis adalah upaya Risiko Sumber : untuk Valery G mendapatkan Kumaat indikasi awal (2011:157) yang cukup mengenai tindak kecurangan, sekaligus mempersempit ruang gerak para pelaku kecurangan.
Pemetaan (Mapping) disini bertujuan untuk mengidentifikas i titik-titik kritis risiko terjadinya tindak kecurangan. Pengamatan (Observing) bertujuan untuk memperdalam semua titik-titik risiko berdasarkan situasi aktual dilapangan. Verifikasi Transaksi dan Analisis Data (Verifying & Analyzing) bertujuan untuk mempertegas kesimpulan bahwa tindak kecurangan
mungkin ada atau rawan terjadi.
2.Jaringan Informan (Audit Intelligence)
Komunikasi Informal Audit dengan Pihak Internal dimana komunikasi dalam suasana formal merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi korp audit, baik secara verbal maupun tertulis. Media Audit untuk Menerima Masukan/Penga duan dimana Strategi “Audit Centre” ini merupakan pelengkap dari pengembangan informasi informal.
3.3
Populasi dan Teknik Sampling
3.3.1
Populasi Penelitian dan Ukuran Sampel Populai merupakan sekumpulan objek yang ditentukan melalui suatu
kriteria tertentu dan yang dapat dikategorikan ke dalam objek tersebut bisa termasuk orang, file, atau dokumen yang dapat dipandang sebagai objek penelitian. Sugiyono
dalam
buku
Metode
Penelitian
Bisnis
(2012:389)
mengungkapkan pengertian tentang populasi yaitu “populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini, populasi sasaran yang penulis teliti adalah objek yang berhubungan dengan Audit Internal. Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah 15 orang staf/pegawai GKPRI Jawa Barat.
3.3.2
Teknik Sampling Menurut Sugiyono (2012:116) teknik sampling adalah merupakan teknik
pengambilan sampel. Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh karakteristik tersebut. Pengambilan sampel menggunakan sampel acak sederhana yaitu metode pemilihan sampel yang memberikan kesempatan yang sama tak terbatas pada setiap elemen populasi untuk dipilih sebagai sampel. Dengan mempertimbangkan data dan waktu yang tersedia, maka penulis menetapkan tingkat kesalahan sebesar 5%. Semakin besar
tingkat kesalahan yang diberikan maka semakin kecil sampel yang diperlukan. Dalam menentukan ukuran sampel, maka digunakan rumus Slovin, yaitu:
Dimana : = Ukuran Sampel = Ukuran Populasi yaitu 15 orang e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel). Dalam hal ini peneliti menggunakan tingkat kesalahan 5%. Nilai tersebut umum digunakan dalam penelitian sebelumnya. Maka:
14 Berdasarkan rumus tersebut dapat dihitung jumlah sampel dari populasi berjumlah 15 orang dengan taraf kesalahan 5%, maka sampel 14 orang.
3.4
Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Pengertian data primer menurut sugiyono (2012:193) adalah: “Sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data”. Data yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini sebagai dasar untuk menguji hipotesis adalah data yang diperoleh langsung dari subyek yang diteliti. Metode
pengumpulan data
yang dilakukan oleh penulis dalam
memperoleh data-data untuk bahan penelitian adalah dengan metode penelitian lapangan. Penelitian lapangan adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan peninjauan langsung pada perusahaan. Penelitian lapangan bertujuan untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dengan melakukan pengamatan langsung atas aktivitas yang dilaksanakan oleh objek penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan melalui data primer. Adapun cara yang digunakan sebagai berikut:
Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data melalui tanya jawab langsung dengan pihak Perusahaan.
Kuesioner Kuesioner dilakukan dengan mengajukan daftar pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel yang penulis teliti dengan disebarkan ke bagian-bagian yang sesuai dengan objek penelitian.
3.5
Metode Analisis Data
3.5.1
Model Penelitian Model penelitian merupakan abstraksi dari fenomena-fenomena yang
sedang diteliti. Sesuai dengan judul yang diambil, maka model penelitian digambarkan sebagai berikut :
Pencegahan Fraud Peranan Audit Internal
Pusdiklatwas BPKP (2008:38)
Hery (2010:73) Pendeteksian Fraud Valery G. Kumaat (2011:157)
Gambar 3.1 Model Penelitian
3.6
Analisis Data Analisis data merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk
yang lebih mudah di baca, dipahami dan diinterpretasikan. Data yang akan dianalisis merupakan data hasil pendekatan survey dari penelitian lapangan. Adapun data yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Menganalisis Audit Internal di GKPRI Jawa Barat.
2.
Menganalisis bagaimana pencegahan fraud di GKPRI Jawa Barat.
3.
Menganalisis bagaimana pendeteksian fraud di GKPRI Jawa Barat.
4.
Menganalisis pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud di GKPRI Jawa Barat.
Selanjutnya berdasarkan indikator-indikator dari masing-masing variabel (variabel X dan variabel Y), maka dibuatlah daftar pertanyaan (kuesioner). Kuesioner tersebut diperuntukkan bagi para responden di koperasi. Data yang dihimpun dari hasil kuesioner tersebut kemudian dibandingkan dengan landasan teori yang relevan atau yang dituangkan kedalam indikator-indikator penelitian. Setiap item dari kuesioner memiliki 4 (lima) jawaban dengan masingmasing nilai yang berbeda. Metode skala pengukuran yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah skala likert. Skala likert digunakan dalam mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian ini skor untuk setiap jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepada responden mengacu pada pertanyaan Sugiyono (2012:133) yaitu: “Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan”. Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya: 1.
Setuju/selalu/sangat positif diberi skor
4
2.
Setuju/sering/positif diberi skor
3
3.
Ragu-ragu/kadang-kadang/netral diberi skor
2
4.
Sangat tidak setuju/tidak pernah/diberi skor
1
Untuk menilai variabel X dan Y, maka analisis yang digunakan berdasarkan rata-rata (mean) dari masing-masing variabel. Nilai rata-rata (mean) ini didapat dengan menjumlahkan data keseluruhan dalam setiap variabel kemudian dibagi dengan jumlah responden. Menurut Sugiyono (2012:49) rumus rata-rata (mean) yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: ∑
Dimana : Me
= Mean (Rata-rata)
Ʃ
= Epsilon (Jumlah)
Xi
= Nilai X ke i sampai ke n
n
= Jumlah individu Setelah mendapat rata-rata (mean) dari masing-masing variabel, kemudian
dibandingkan dengan kriteria yang penulis tentukan berdasarkan nilai yang terendah dan nilai yang tertinggi dari hasil kuesioner. Untuk variabel X terdapat sebanyak 14 pertanyaan: Nilai terendah didapat dari 14 pertanyaan dikalikan dengan nilai terendah satu. Dimana skor terendah 14=(14x1). Dan nilai tertinggi didapat dari 14 pertanyaan dikalikan dengan nilai tertinggi lima. Dimana skor tertinggi 70=(14x5), lalu diperoleh kelas intervalnya sebesar 11,4=((70-14+1)/5). Angka 11,4 dibulatkan menjadi 11.
Atas dasar nilai terendah dan nilai tertinggi tersebut, maka kriteria untuk menilai implementasi Audit Internal (variabel X) penulis tentukan sebagai berikut: 1. Nilai 14-24 untuk kriteria “Tidak Baik” 2. Nilai 25-35 untuk kriteria “Kurang Baik” 3. Nilai 36-46 untuk kriteria “Cukup baik” 4. Nilai 47-57 untuk kriteria “Baik” 5. Nilai 58-69 untuk kriteria “Sangat Baik” Sedangkan untuk variabel Y1 terdapat sebanyak 16 pertanyaan: Nilai terendah didapat dari 16 pertanyaan dikalikan dengan nilai terendah satu. Dimana skor terendah 16=(16x1). Dan nilai tertinggi didapat dari 16 pertanyaan dikalikan dengan nilai tertinggi lima. Dimana skor tertinggi 80=(16x5), lalu diperoleh kelas intervalnya sebesar 13=((80-16+1)/5). Atas dasar nilai terendah dan nilai tertinggi tersebut, maka kriteria untuk menilai implementasi pencegahan dan pendeteksian fraud (variabel Y1) penulis tentukan sebagai berikut: 1. Nilai 16-28 untuk kriteria “Tidak Memadai” 2. Nilai 29-41 untuk kriteria “Kurang Memadai” 3. Nilai 42-54 untuk kriteria “Cukup Memadai” 4. Nilai 55-67 untuk kriteria “Memadai” 5. Nilai 68-81 untuk kriteria “Sangat Memadai” Sedangkan untuk variabel Y2 terdapat sebanyak 5 pertanyaan: Nilai terendah didapat dari 5 pertanyaan dikalikan dengan nilai terendah satu. Dimana skor terendah 5=(5x1). Dan nilai tertinggi didapat dari 5 pertanyaan
dikalikan dengan nilai tertinggi lima. Dimana skor tertinggi 25=(5x5), lalu diperoleh kelas intervalnya sebesar
4,2=((25-5+1)/5). Angka 4,2 dibulatkan
menjadi 4. Atas dasar nilai terendah dan nilai tertinggi tersebut, maka kriteria untuk menilai implementasi pencegahan dan pendeteksian fraud (variabel Y2) penulis tentukan sebagai berikut: 1. Nilai 5-8 untuk kriteria “Tidak Memadai” 2. Nilai 9-12 untuk kriteria “Kurang Memadai” 3. Nilai 13-16 untuk kriteria “Cukup Memadai” 4. Nilai 17-20 untuk kriteria “Memadai” 5. Nilai 21-25 untuk kriteria “Sangat Memadai”
3.6.1
Pengujian Validitas Validitas menjelaskan sejauh mana suatu alat ukur mengukur apa yang
ingin diukur. Apabila validitas suatu alat ukur semakin tinggi maka semakin tinggi pula ketepatannya atau akurat. Dalam penelitian ini pengujian dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows version 20.0 (statistic program for social science). Sugiyono (2012:172) menyatakan bahwa: “Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur”. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan setiap skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah dari tiap butir skor. Jika ada item yang tidak memenuhi syarat, maka item tersebut
tidak akan diteliti lebih lanjut. Menurut Sugiyono syarat yang harus dipenuhi memiliki kriteria sebagai berikut:
Jika r = 0.30 atau diatas 0.30, maka item-item pertanyaan dari kuesioner adalah valid.
Jika r ≠ 0.30 atau dibawah 0.30, maka item-item pertanyaan dari kuesioner adalah tidak valid.
3.6.2
Pengujian Reliabilitas Sedangkan reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran
terhadap aspek yang sama pada alat ukur yang sama. Reliabilitas kuesioner menunjukka pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat ukur menunjukkan ketepatan, kemantapan suatu alat ukur yang baik, dalam hal ini kuesioner haruslah berisi pertanyaan-pertanyaan yang jelas sehingga hasilnya memang benar-benar sesuai dengan kenyataan. Metode yang digunakan dalam pengujian alat ukur pada penelitian ini adalah metode alpha Cronbach Alpha (a) yang terdapat dalam SPSS for Windows version 20.0 (statistic program for social science). Jika Cronbach Alpha lebih besar dari 0.6 maka alat uji tersebut dikatakan reliabel. Harga koefisien berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati 1 maka semakin besar keandalan alat ukur tersebut dan menunjukkan konsistensi yang tinggi.
3.7
Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis
3.7.1
Penetapan Hipotesis Nol (Ho) dan Hipotesis Alternatif (Ha) Penetapan Hipotesis Nol (Ho) dan Hipotesis Alternatif (Ha) digunakan
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh positif antara variabel independen dengan variabel dependen. Hipotesis Nol (Ho) adalah hipotesis yang menyatakan bahwa tidak terdapatnya pengaruh variabel X terhadap variabel Y dan dalam hal ini diinformasikan untuk ditolak. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah Hipotesis Alternatif (Ha), sedangkan untuk keperluan analitis statistiknya secara berpasangan antara Hipotesis Nol (Ho) dan Hipotesis Alternatif (Ha) adalah sebagai berikut: Ho
= 0 Audit Internal tidak berpengaruh terhadap pencegahan dan
pendeteksian fraud. Ha
≠ 0 Audit Internal berpengaruh terhadap pencegahan dan
pendeteksian fraud.
3.7.2
Pemilihan Tes Statistik dan Penghitungan Nilai Test Statistik 1. Analisis Korelasi Koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui kuat atau tidaknya
hubungan antara variabel dan yang digunakan adalah korelasi bivariat, yakni statistik yang dapat digunakan untuk menerangkan keeratan hubungan antar variabel. Terdapat bermacam-macam teknik Statistik Korelasi yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif. Pada penelitian ini teknik statistik korelasi yang digunakan adalah statistik nonparametris yaitu dengan Korelasi Rank Spearman.
Dalam korelasi Rank Spearman jenis data yang dikorelasikan adalah data ordinal. Menurut Sugiyono (2012:357) koefisien korelasi Rank Spearman dinyatakan dengan rumus manual sebagai berikut: [
∑
]
Dimana: = Koefisien korelasi Rank Spearman = Selisih setiap pasangan Rank n
= Jumlah responden yang diteliti Kemudian untuk mengetahui nilai dari hubungan yang didapat, dapat
dilihat berdasarkan tabel interpretasi nilai koefisien korelasi sebagai berikut: Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi No Koefisien Korelasi 1 0,00 - 0,199 2 0,20 - 0,399 3 0,40 - 0,599 4 0,60 - 0,799 5 0,80 - 1,000 Sumber : Sugiyono (2012:250)
Interpretasi Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat
Penulis menggunakan alat statistik koefisien korelasi Rank Spearman yang terdapat pada program SPSS for Windows version 20.0 (Statistic Program for Social Science).
2. Uji t Untuk menguji signifikansi suatu koefisien korelasi, maka dapat menggunakan statistik uji t dengan rumus sebagai berikut: √ √
Sugiyono, 2012 : 366 Keterangan: t : Nilai uji t r : Koefisien Korelasi n : Jumlah sampel 3. Koefisien Determinasi Untuk melihat seberapa besar persentase pengaruh variabel X (Audit Internal) terhadap variabel Y (pencegahan dan pendeteksian fraud), digunakan koefisien determinasi (Kd) yang merupakan kuadrat koefisien korelasi yang biasanya dinyatakan dalam persentase (%) dengan rumus:
Dimana: Kd = Koefisien Determinasi Koefisien Korelasi
3.7.3 Taraf Signifikansi Sebelum pengujian dilakukan, maka terlebih dahulu harus menentukan taraf signifikansi atau taraf nyata. Hal ini dilakukan untuk membuat suatu rencana pengujian agar dapat diketahui batas-batas untuk menunjukkan pilihan antara Ho
dan Ha. Taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
= 5%
(0,05). Angka ini dipilih karena dapat mewakili hubungan antara variabel yang diteliti dan merupakan tingkat signifikansi yang sering digunakan dalam bidang penelitian ilmu-ilmu sosial.
3.7.4
Penetapan Kriteria Pengujian Hipotesis Untuk membuktikan apakan peranan Audit Internal memberikan pengaruh
yang signifikan dalam pencegahan dan pendeteksian fraud, maka dilakukan pengujian dengan hipotesis statistik sebagai berikut: Ho
= 0 Audit Internal tidak berpengaruh terhadap pencegahan dan
pendeteksian fraud. Ha
≠ 0 Audit Internal berpengaruh terhadap pencegahan dan
pendeteksian fraud. Untuk menguji apakah variabel-variabel korelasi signifikan atau tidak, maka terlebih dahulu harus dicari nilai
dengan
= 5%, dan derajat
kebebasan (dk) = n-2. tidak terdapat pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud. Jika Ho diterima maka Ha ditolak. : terdapat Pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud. Jika Ho ditolak maka Ha diterima.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1.1 Definisi Koperasi Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Bab 1 Pasal 1 tentang perkoperasian, yang menjelaskan bahwa: “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 17 tahun 2012 Bab 1 Pasal 1 tentang perkoperasian, yang menjelaskan bahwa: “Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi”. Sebagaimana telah dijelaskan dari pengertian di atas, jelas bahwa Koperasi adalah kumpulan orang-orang bukan kumpulan modal. Hal ini berarti bahwa Koperasi
harus
benar-benar
memberikan
pelayanan
guna
tercapainya
kesejahteraan para anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya, bukan untuk mencari keuntungan semata-mata. Koperasi adalah milik para anggota sendiri dan pada dasarnya harus diatur sesuai dengan keinginan para anggotanya, dimana hak tertinggi di dalam Koperasi terletak pada rapat anggota. Koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat yang
berperan melayani kepentingan ekonomi anggota membutuhkan unit-unit usaha yang dapat memberikan keuntungan dan dapat memenuhi kebutuhan para anggota dan masyarakat. 4.1.1.2 Landasan, Asas, dan Tujuan Koperasi Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 pasal 2 tentang perkoperasian, Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan. Sedangkan Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 pasal 3 tentang perkoperasian, Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian
nasional dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. 4.1.1.3 Fungsi dan peran Koperasi Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 pasal 4 tentang perkoperasian, dijelaskan mengenai fungsi dan peran Koperasi adalah sebagai berikut: a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota
pada khususnya
dan masyarakat pada
umumnya
untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya.
d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
4.1.1.4 Prinsip Koperasi Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 pasal 5 tentang perkoperasian, dijelaskan mengenai prinsip Koperasi adalah sebagai berikut: (1) Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut: a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis. c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal. e. Kemandirian. (2) Dalam mengembangkan Koperasi, maka Koperasi melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut: a. Pendidikan perkoperasian. b. Kerja sama antar koperasi.
4.1.1.5 Sejarah Singkat GKPRI Jawa Barat Berawal dari inisiatif beberapa orang untuk meringankan beban hidup para pegawai negeri dalam menghadapi tekanan ekonomi di jaman yang serba labil dan tidak pasti saat itu, maka didrikanlah Koperasi Kesejahteraan Pegawai (KKP) pada tanggal 6 Maret 1945. Karena bentuknya sebagai koperasi primer,
KKP ini banyak menemui hambatan dalam beberapa hal yang cukup mendasar. Hal ini meyakinkan pengurus KKP bahwa harus dicari bentuk koperasi lain dengan cara pembentukan yang lain pula. Maka setelah melalui proses pemikiran yang matang, KKP dibubarkan dan sebagai gantinya berdiri Pusat Koperasi Pegawai Negeri Jawa Barat (PKPN Jawa Barat) yang merupakan koperasi sekunder, pada tanggal 1 Juli 1945 yang diresmikan pada tanggal 12 Juli 1954. PKPN Jawa Barat yang baru berdiri saat itu belum memiliki kelengkapan organisasi yang cukup dan hanya memiliki modal yang sangat terbatas. Namun dengan dukungan dan bantuan dari Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, dan pihak-pihak lain, maka secara bertahap PKPN Jawa Barat bisa mulai melengkapi kebutuhannya sebagai organisasi dan bisa merealisasikan usaha pertamanya. Aktivitas usaha yang dilakukan oleh PKPN Jawa Barat awalnya hanya menjual gula pasir. Kemudian berkembang dengan menjual kain batik dan usaha tekstil. Selain itu, jumlah anggota yang bergabung juga semakin berkembang. Tercatat pada tanggal 1 Januari 1955 PKPN Jawa Barat memiliki anggota sebanyak 17 koperasi primer (6 diantaranya sudah berbadan hukum). Dengan seiring berjalannya waktu, maka terasa adanya suatu kebutuhan akan suatu Badan Koperasi yang mengurus kepentingan bersama dari seluruh PKPN di Indonesia, dengan harapan keberadaan Badan Koperasi tersebut suatu saat dianggap pantas dan mampu mengoper suatu kepentingan dan keaktifan bersama dalam bidang yang wajar untuk diatur dan diurus pusat. Maka pada Kongres 1958 pada tanggal 19 sampai 22 November 1958 di Bandung, dibentuk
suatu Badan Koperasi yang wilayah kerjanya meliputi seluruh PKPN di Indonesia. Berdasarkan pengertian yang lebih dari pada ide koperasi dan mendekatkan orang-orang yang berkecimpung dalam Gerakan dalam Gerakan Koperasi pada Tahun 1992 menjadi Gabungan Koperasi Pegawai Negeri Jawa Barat, setelah itu pada Tahun 1995 berubah lagi menjadi GKPRI sampai sekarang.
4.1.1.6 Visi dan Misi GKPRI Jawa Barat Visi GKPRI Jawa Barat adalah terwujudnya GKPRI Jawa Barat sebagai wahana pendukung pembangunan perekonomian masyarakat Jawa Barat, khususnya para anggota koperasi, serta terwujudnya hubungan hirarkhis antara lembaga
dan
jiwa
kewira-koperasian,
melalui
azas
kebersamaan
dan
kekeluargaan. Berdasarkan rumusan visi GKPRI Jawa Barat, maka misi GKPRI Jawa Barat terdiri dari 3 butir, yaitu sebagai berikut: 1. Berperan aktif dalam mendukung peningkatan kesejahteraan anggota melalui optimalisasi potensi dan sumber daya yang tersedia. 2. Berupaya meningkatkan kesejahteraan anggota dan keluarganya, sehingga mampu mendukung profesionalisme dan peningkatan kualitas pelayanan pegawai Republik Indonesia kepada masyarakat. 3. Berupaya meningkatkan kemampuan dan kinerja Koperasi Pegawai Republik Indonesia, baik langsung maupun melalui kerjasama dengan lembaga lain secara hirarkhis.
4.1.1.7 Aktivitas Usaha GKPRI Jawa Barat Aktivitas usaha GKPRI Jawa Barat meliputi: a. Unit Simpan Pinjam (USP) b. SPBU c. Kantor Pusat: Kerjasama dan penyertaan. Unit Simpan Pinjam (USP) merupakan unit tersendiri yang melayani aktivitas simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi. Tujuan utama dari USP ini adalah sebagai fasilitator dalam penyediaan pinjaman anggota.Wisma merupakan unit usaha yang menyediakan jasa penginapan bagi anggota koperasi maupun non anggota koperasi. SPBU merupakan unit penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berlokasi di Jalan Peta no 105. Kantor Pusat selain tempat bernaung (base) bagi unit-unit tersebut diatas juga melakukan efektivitas bisnis yang merupakan kerjasama dengan pihak lain sehingga memiliki penghasilan di luar penghasilan yang diperoleh dari unitunit yang berada dibawah naungannya, yaitu USP, Unit Wisma, dan Unit SPBU.
4.1.1.8 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas GKPRI Jawa Barat Struktur organisasi merupakan gambaran organisasi Perusahaan dalam bentuk bagan yang menunjukkan susunan dari bagian-bagian dan departemendepartemen, serta posisi karyawan dalam suatu Perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi, garis-garis wewenang dan tanggungjawab dapat ditunjukkan dengan jelas di antara pelaksananya. Hal tersebut ditunjang dengan adanya uraian tugas yang detail dan jelas di antara pelaksananya.
Uraian tugas dan tanggungjawab masing-masing fungsi berdasarkan struktur organisasi GKPRI Jawa Barat adalah sebagai berikut: Rapat Anggota Uraian tugas: a. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. b. Menetapkan anggaran Dasar koperasi. c. Menetapkan kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi. d. Menetapkan pemilihan, pengangkatan, pemberhentian Pengurus dan Pengawas. e. Menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, serta pengesahan laporan keuangan. f. Menetapkan
pengesahan
pertanggungjawaban
Pengurus
dalam
pelaksanaan tugasnya. g. Menetapkan pembagian sisa hasil usaha. h. Menetapkan penggabungan, peleburan, pendirian, dan pembubaran koperasi. Pengurus Uraian tugas: a. Mengelola koperasi dan kegiatan usahanya. b. Mengajukan rancangan rencana kerja serta anggaran pendapatan dan belanja koperasi. c. Menyelenggarakan Rapat Anggota.
d. Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas. e. Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris koperasi secara tertib. f. Memelihara buku daftar anggota dan pengurus. g. Memberikan bimbingan di bidang organisasi dan usaha. h. Membantu atau mengambil bagian secara aktif dalam usaha/perjuangan untuk mengusahakan pengakuan atas sesuatu kepada pihak berwenang. i. Menyempurnakan organisasi serta menjalankan kebijaksanaan demi kemajuan Gabungan dan para anggotanya. j. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya. k. Memberikan bimbingan dan pembinaan dalam pelaksanaan keputusan Rapat Anggota/Rapat Anggota Tahunan. l. Menyampaikan peringatan kepada anggota yang melalaikan tugas dan kewajibannya yang telah ditetapkan dan menentukan sanksi-sanksi terhadapnya. m. Memberikan garis-garis pokok kebijaksanaan/ketentuan-ketentuan untuk dijadikan pedoman para anggota. n. Menghadiri rapat/pertemuan yang diselenggarakan oleh anggota. o. Menentukan kebijaksanaan dalam menyelesaikan sesuatu perselisihan yang terjadi diantara para anggota.
Pengawas Uraian tugas: Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi yang dilakukan oleh pengurus. Ka.ur Keuangan Uraian tugas: a. Membantu tugas pengurus dalam hal pengelolaan keuangan keuangan. b. Sebagai koordinator dari kepala urusan penerimaan dan pengeluaran uang. Ka.ur Tata Usaha Inventaris/Rt Rumah tangga Uraian tugas: Membantu tugas pengurus dalam melaksanakan teknis operasional di bidang tata usaha yang meliputi urusan sekretariat, urusan inventaris dan rumah tangga. Ka.ur pembukuan Uraian tugas: Membantu tugas pengurus dalam melaksanakan teknis operasional dalam penyelenggaraan pembukuan koperasi dan unit-unit usahanya. Kepala Unit Simpan Pinjam Membantu tugas pengurus dalam melaksanakan teknis operasional di bidang Usaha Simpan Pinjam. Kepala Unit SPBU Kepala unit SPBU mengelola kegiatan usaha SPBU. Semua kepala-kepala tersebut bertanggung jawab kepada pengurus.
4.1.2
Uji Validitas dan Reliabilitas Data Uji validitas menjelaskan sejauh mana suatu alat ukur itu mengukur apa
yang ingin diukur. Dalam pengujian validitas, instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner sebanyak 33 pertanyaan. Sebelum melakukan uji validitas, data yang diperoleh ditabulasi terlebih dahulu. Proses perhitungan skor kuesioner hasil tabulasi dapat dilihat di lampiran. Setelah data hasil jawaban dari responden ditabulasi, selanjutnya diolah dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows version 20.0 sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil Penghitungan Penyajian Validitas Variabel X Audit Internal Nilai Pertanyaan Korelasi Batas Keputusan P1 0.560 0.3 Valid P2 0.836 0.3 Valid P3 0.696 0.3 Valid P4 0.857 0.3 Valid P5 0.725 0.3 Valid P6 0.639 0.3 Valid P7 0.700 0.3 Valid P8 0.424 0.3 Valid P9 0.588 0.3 Valid P10 0.487 0.3 Valid P11 0.913 0.3 Valid P12 0.037 0.3 Tidak Valid P13 0.546 0.3 Valid P14 0.456 0.3 Valid Sumber: Hasil pengolahan data penelitian
Dilihat dari tabel 4.1 di atas, hasil pengujian validitas item kuesioner menunjukkan bahwa 13 item pertanyaan dalam setiap variabel memiliki nilai korelasi di atas 0.3 sebagai nilai batas suatu item kuesioner penelitian dikatakan dapat digunakan (dapat diterima). Sehingga dapat dikatakan bahwa item kuesioner variabel Audit Internal valid dan dapat digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil olah data untuk uji validitas dapat dilihat pada lampiran. Sedangkan validitas untuk variabel Y1 dan Y2 (pencegahan dan pendeteksian fraud) adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Penyajian Validitas Variabel Y1 Pencegahan Fraud Pertanyaan Korelasi Nilai Batas P1 -0,551 0.3 P2 -0,016 0.3 P3 0,008 0.3 P4 0,548 0.3 P5 0,838 0.3 P6 0,696 0.3 P7 0,829 0.3 P8 0,852 0.3 P9 0,896 0.3 P10 0,977 0.3 P11 0,972 0.3 P12 0,967 0.3 P13 0,966 0.3 P14 0,990 0.3 P15 0,968 0.3 P16 0,972 0.3 Sumber: Hasil pengolahan data penelitian
Keputusan Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Dari tabel 4.2 di atas, hasil pengujian validitas item kuesioner pencegahan fraud menunjukkan sebanyak 13 item pertanyaan memiliki nilai korelasi di atas 0.3 sehingga dapat dikatakan bahwa item kuesioner variabel pencegahan fraud valid dan dapat digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti. Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Penyajian Validitas Variabel Y2 Pendeteksian Fraud Pertanyaa Korelasi Nilai Batas Keputusan n P1 0,980 0.3 Valid P2 0,973 0.3 Valid P3 0,988 0.3 Valid P4 0,990 0.3 Valid P5 0,986 0.3 Valid Sumber: Hasil pengolahan data penelitian Dari tabel 4.3 di atas, hasil pengujian validitas item kuesioner pendeteksian fraud menunjukkan sebanyak 5 item pertanyaan memiliki nilai korelasi di atas 0.3 sehingga dapat dikatakan bahwa item kuesioner variabel pendeteksian fraud valid dan dapat digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti. Dari hasil perhitungan diketahui untuk variabel X terdapat 1 item pertanyaan yang tidak valid dan untuk variabel Y1 terdapat 3 item pertanyaan sehingga totalnya 4 item pertanyaan yang tidak akan diolah lebih lanjut. Setelah diketahui validitas dari data, maka selanjutnya menentukan reliabilitas instrumen. Uji Reliabilitas digunakan untuk mengukur tingkat kekonsistenan tanggapan
responden
terhadap
item
pertanyaan
kuesioner
berdasarkan
pemahaman responden terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang
diajukan. Uji reliabilitas dilakukan dengan metode Cronbach’s Alpha. Diperoleh hasil pengujian variabel X dan variabel Y sebagai berikut. Tabel 4.4 Uji Reliabilitas Variabel X Audit Internal Variabel yang diukur
Cronbach's Alpha
Standarized alpha
Keterangan
Variabel X
0,896
0,6
Reliabel
Sumber: Data primer yang diolah Berdasarkan pada hasil penghitungan dengan menggunakan program SPSS for Windows version 20.0 di atas, pada kolom Cronbach's Alpha terdapat nilai 0,896 dan angka tersebut melebihi 0,6 artinya bahwa 13 pertanyaan yang terdapat pada variabel X yaitu Audit Internal memiliki tingkat reliabilitas sebesar 0,896 maka dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pertanyaan pada variabel X adalah reliabel karena koefisien korelasinya lebih besar daripada nilai kritisnya yaitu 0,6. Tabel 4.5 Uji Reliabilitas Variabel Y1 Pencegahan Fraud Variabel yang diukur
Cronbach's Alpha
Standarized alpha
Keterangan
Variabel Y1
0,970
0,6
Reliabel
Sumber: Data primer yang diolah Dari tabel 4.4 di atas, dapat dilihat nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,970dan angka tersebut melebihi 0,6 artinya bahwa 13 pertanyaan yang terdapat pada variabel Y1 yaitu pencegahan fraud memiliki tingkat reliabilitas sebesar 0,970 maka dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pertanyaan pada
variabel Y1 adalah reliabel karena koefisien korelasinya lebih besar dari pada nilai kritisnya yaitu 0,6. Tabel 4.6 Uji Reliabilitas Variabel Y2 Pendeteksian Fraud Variabel yang diukur
Cronbach's Alpha
Standarized alpha
Keterangan
Variabel Y2
0,993
0,6
Reliabel
Sumber: Data primer yang diolah Dari tabel 4.4 di atas, dapat dilihat nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,993 dan angka tersebut melebihi 0,6 artinya bahwa 5 pertanyaan yang terdapat pada variabel Y2 yaitu pendeteksian fraud memiliki tingkat reliabilitas sebesar 0,993 maka dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pertanyaan pada variabel Y2 adalah reliabel karena koefisien korelasinya lebih besar dari pada nilai kritisnya yaitu 0,6.
4.1.3
Pelaksanaan Audit Internal terhadap Pencegahan dan Pendeteksian Fraud di GKPRI Jawa Barat Dalam rangka memaksimalkan nilai tambah koperasi bagi pihak yang
berkepentingan (stakeholders), maka GKPRI Jawa Barat mengimplementasikan Audit Internal yaitu dengan memaksimalkan fungsi pengawas yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi yang dilakukan oleh pengurus. Dimana tugas dari Audit Internal (Pengawas) adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi yang dilakukan oleh Pengurus. Pelaksanaan Audit Internal selain dilakukan oleh pengawas yang merupakan perangkat organisasi koperasi dan hasil
pemeriksaannya dilaporkan pada rapat anggota juga dilakukan oleh ka.ur terhadap pegawai yang ada dibawahnya dan melaporkan hasilnya kepada pengurus. Langkah-langkah yang di tempuh oleh Audit Internal dalam pencegahan dan pendeteksian fraud : 1. Memeriksa prosedur dari transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran. 2. Memeriksa bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran. 3. Memeriksa pembukuan. 4. Pengecekan kebijakan pembatasan besarnya uang di kas unit-unit usaha (di kas maksimal Rp.500.00,00 apabila diatas jam 10.00). Jadi semua penerimaan harus disetorkan ke bank. 5. Pengecekan obyek dengan unsur lain yang berkaitan dengan obyek tersebut, misalnya :
Wisma : Untuk penerimaan wisma dapat dilihat dari seprai yang terpakai.
SPBU : Untuk penebusan BBM dapat dilihat dari PPh 22 yang dibayarkan (setiap 8 ton 78261).
USP
: Karena kegiatan ini khusus pelayanan terhadap anggota
setiap 3 bulan diadakan konfirmasi mengenai : setoran, simpanan, cicilan pinjaman dan jasa yang diberikan (semua kewajiban adalah merupakan index pembagian SHU). Hasil jawaban responden tentang Audit Internal (Variabel X ) adalah sebagai berikut :
1. Independensi Untuk mengetahui hasil jawaban responden mengenai independensi, penulis akan menyajikan jawaban kuesioner dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.7 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Independensi Frekuensi jawaban berdasarkan peringkat jawaban
No Pertanyaan 4
3
2
1
3 1 11 2 1 2 11 Total 22 5 1 Sumber: Hasil pengelolaan kuesioner
Persentase Responden (%)
Total
14 14 28
4
3
2
1
79 79 79
21 14 17
0 7 4
0 0 0
Total (%) 100 100 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden sebesar 79% menjawab “Sangat positif” tentang independensi, responden sebesar 17% menjawab “Positif” tentang independensi, responden 4% menjawab “Cukup Positif” tentang independensi
dan
responden
0%
menjawab
“Kurang
Positif”
tentang
independensi. Hal ini didukung dengan pemenuhan indikator-indikator pertanyaan yaitu:
Apakah Audit Internal (pengawas) diberikan tanggung jawab yang luas untuk menjamin jangkauan audit di lingkungan unit-unit usaha GKPRI Jawa Barat : 79% responden menjawab selalu melakukan jangkauan yang luas untuk audit di lingkungan unit-unit usaha GKPRI Jawa Barat, dan sisanya 21% responden menjawab sering melakukan jangkauan yang luas untuk audit di lingkungan unit-unit usaha GKPRI Jawa Barat.
Apakah Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat sudah bersikap objektif dalam setiap pekerjaan auditnya : 79% responden menjawab selalu bersikap objektif dalam setiap pekerjaan auditnya, 17% responden menjawab sering bersikap objektif dalam setiap pekerjaan auditnya, dan sisanya 4% responden menjawab kadang-kadang bersikap objektif dalam setiap pekerjaan auditnya.
2. Kemampuan Profesional Untuk mengetahui hasil jawaban responden mengenai kemampuan profesional, penulis akan menyajikan jawaban kuesioner dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.8 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Kemampuan Profesional Frekuensi jawaban berdasarkan peringkat jawaban
No Pertanyaan 4
3
2
Total
1
4 1 3 9 4 1 4 9 5 10 4 Total 28 12 2 Sumber: Hasil pengelolaan kuesioner
Persentase Responden (%)
14 14 14 42
4
3
2
1
64 64 71 67
29 29 29 28
7 7 0 5
0 0 0 0
Total (%) 100 100 100 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden sebesar 67% menjawab “Sangat positif” tentang kemampuan profesional, responden sebesar 28% menjawab “Positif”, responden 5% menjawab “Cukup Positif” dan responden 0% menjawab “Kurang Positif” tentang kemampuan profesional. Hal ini didukung dengan pemenuhan indikator-indikator pertanyaan yaitu:
Apakah Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat sudah menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya dalam setiap pemeriksaan yang dilakukan: 64% responden menjawab selalu melaksanakan tanggung jawab auditnya sesuai dengan sesuai dengan SPI yang ditetapkan, 29% responden menjawab sering melaksanakan tanggung jawab auditnya sesuai dengan SPI yang ditetapkan, dan sisanya 7 % responden menjawab kadang-kadang melaksanakan tanggung jawab auditnya sesuai dengan SPI yang ditetapkan.
Apakah Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat melakukan pengawasan kepada semua satuan unit kerja yang dimilikinya : 64% responden menjawab selalu melakukan pengawasan kepada semua satuan unit kerja yang dimilikinya, 29% responden menjawab sering melakukan pengawasan kepada semua satuan unit kerja yang dimilikinya, dan sisanya 7% responden menjawab kadang-kadang melakukan pengawasan kepada semua satuan unit kerja yang dimilikinya.
Apakah Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat sudah menerapkan ketelitian profesional di dalam melaksanakan tanggung jawab auditnya : 71% responden menjawab selalu menerapkan ketelitian profesional di dalam melaksanakan tanggung jawab auditnya, dan sisanya 29% responden menjawab sering menerapkan ketelitian profesional di dalam melaksanakan tanggung jawab auditnya.
3. Lingkup Pekerjaan Untuk mengetahui hasil jawaban responden mengenai lingkup pekerjaan, penulis akan menyajikan jawaban kuesioner dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.9 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Lingkup Pekerjaan Frekuensi jawaban berdasarkan peringkat jawaban
No Pertanyaan 4
3
2
1
6 5 6 2 1 7 12 2 8 9 5 8 1 9 5 7 10 7 Total 38 28 3 1 Sumber: Hasil pengelolaan kuesioner
Persentase Responden (%)
Total
14 14 14 14 14 70
4
3
2
1
36 86 64 36 50 54
43 14 36 57 50 40
14 0 0 7 0 5
7 0 0 0 0 1
Total (%) 100 100 100 100 100 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden sebesar 54% menjawab “Sangat positif” tentang lingkup pekerjaan, responden sebesar 40% menjawab “Positif”, responden 5% menjawab “Cukup Positif” dan responden 1% menjawab “Kurang Positif” tentang lingkup pekerjaan. Hal ini didukung dengan pemenuhan indikator-indikator pertanyaan yaitu:
Apakah
Audit
Internal
(pengawas)
GKPRI
Jawa
Barat
sudah
melaksanakan pemeriksaan keandalan informasi keuangan unit-unit usaha di GKPRI Jawa Barat dalam pelaksanaan auditnya : 43% responden menjawab selalu melaksanakan pemeriksaan keandalan informasi keuangan unit-unit usaha di GKPRI Jawa Barat dalam pelaksanaan auditnya, 36% responden menjawab sering melaksanakan pemeriksaan
keandalan informasi keuangan unit-unit usaha di GKPRI Jawa Barat dalam pelaksanaan auditnya, 14% responden menjawab kadang-kadang melaksanakan pemeriksaan keandalan informasi keuangan unit-unit usaha di GKPRI Jawa Barat dalam pelaksanaan auditnya, dan sisanya 7% responden menjawab tidak pernah melaksanakan pemeriksaan keandalan informasi keuangan unit-unit usaha di GKPRI Jawa Barat dalam pelaksanaan auditnya.
Apakah
Audit
Internal
(pengawas)
GKPRI
Jawa
Barat
dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sudah menggunakan sistem yang sesuai dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum dan peraturan yang berlaku : 86% responden menjawab selalu menggunakan sistem yang sesuai dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum dan peraturan yang berlaku dalam melaksanakan tanggung jawabnya, dan sisanya 14% responden menjawab sering menggunakan sistem yang sesuai dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum dan peraturan yang berlaku dalam melaksanakan tanggung jawabnya
Apakah Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat sudah ikut berperan aktif dalam upaya meningkatkan sumber daya yang efektif dan efisien : 64% responden
menjawab selalu ikut berperan aktif dalam upaya
meningkatkan sumber daya yang efektif dan efisien, dan sisanya 36% responden menjawab sering ikut berperan aktif dalam upaya meningkatkan sumber daya yang efektif dan efisien.
Apakah
Audit
Internal
(pengawas)
GKPRI
Jawa
Barat
sudah
melaksanakan tanggung jawab nya untuk memeriksa dan melindungi harta GKPRI Jawa Barat : 36% responden menjawab selalu melaksanakan tanggung jawab nya untuk memeriksa dan melindungi harta GKPRI Jawa Barat, 57% responden menjawab sering melaksanakan tanggung jawab nya untuk memeriksa dan melindungi harta
GKPRI Jawa Barat, dan
sisanya 7% responden menjawab kadang-kadang melaksanakan tanggung jawab nya untuk memeriksa dan melindungi harta GKPRI Jawa Barat.
Apakah Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat sudah ikut berperan aktif dalam pencapaian tujuan GKPRI Jawa Barat : 50% responden menjawab selalu ikut berperan aktif dalam pencapaian tujuan GKPRI Jawa Barat, dan sisanya 50% responden ikut berperan aktif dalam pencapaian tujuan GKPRI Jawa Barat.
4. Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan Untuk mengetahui hasil jawaban responden mengenai pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, penulis akan menyajikan jawaban kuesioner dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.10 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan Frekuensi jawaban berdasarkan peringkat jawaban
No Pertanyaan 4
3
2
1
11 11 3 12 9 5 13 8 6 14 9 5 Total 37 19 Sumber: Hasil pengelolaan kuesioner
Persentase Responden (%)
Total
14 14 14 14 56
4
3
2
1
79 64 57 64 66
21 36 43 36 34
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
Total (%) 100 100 100 100 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden sebesar 66% menjawab “Sangat positif” tentang pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, responden sebesar 34% menjawab “Positif”, responden 0% menjawab “Cukup Positif” dan responden 0% menjawab “Kurang Positif” tentang pelaksanaan kegiatan pemeriksaan. Hal ini didukung dengan pemenuhan indikator-indikator pertanyaan yaitu:
Apakah setiap kegiatan Audit Internal (pengawas) pemeriksaan internal direncanakan terlebih dahulu : 79% responden direncanakan terlebih dahulu,
menjawab selalu
dan sisanya 21% responden menjawab
sering direncanakan terlebih dahulu.
Apakah Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat sudah melakukan pengujian terhadap obyeknya : 64% responden menjawab selalu melakukan pengujian terhadap obyeknya, dan sisanya 36% responden menjawab sering melakukan pengujian terhadap obyeknya.
Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Rapat Anggota dan pengurus: 57% responden menjawab selalu melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Rapat anggota dan pengurus GKPRI Jawa Barat, dan sisanya 43% responden menjawab sering melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Rapat Anggota dan pengurus GKPRI Jawa Barat.
Apakah Pengurus GKPRI Jawa Barat menindak lanjuti laporan hasil temuan Audit Internal : 64% responden menjawab selalu menindak lanjuti laporan hasil temuan Audit Internal, dan sisanya 36% responden menjawab sering menindak lanjuti laporan hasil temuan Audit Internal.
Hasil jawaban responden tentang pencegahan fraud (Variabel Y1) adalah sebagai berikut : 1. Penetapan Kebijakan Anti Fraud Untuk mengetahui hasil jawaban responden mengenai penetapan kebijakan anti fraud, penulis akan menyajikan jawaban kuesioner dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.11 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Penetapan Kebijakan Anti Fraud Frekuensi jawaban berdasarkan peringkat jawaban
No Pertanyaan 4
3
2
1
1 2 8 4 2 1 4 5 4 Total 3 12 9 4 Sumber: Hasil pengelolaan kuesioner
Persentase Responden (%)
Total
14 14 29
4
3
2
1
14 7 11
57 29 42
29 35 32
0 29 15
Total (%) 100 100 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden sebesar 11% menjawab “Sangat positif” tentang penetapan kebijakan anti fraud , responden sebesar 42% menjawab “Positif”, responden 32% menjawab “Cukup Positif” dan responden 15% menjawab “Kurang Positif” tentang penetapan kebijakan anti fraud. Hal ini didukung dengan pemenuhan indikator-indikator pertanyaan yaitu:
Apakah Pengurus GKPRI Jawa Barat menetapkan kebijakan anti fraud : 14% responden menjawab selalu menetapkan kebijakan anti fraud 57% responden menjawab sering menetapkan kebijakan anti fraud dan 29% responden menjawab kadang-kadang menetapkan kebijakan anti fraud.
Apakah staf/pegawai unit-unit usaha GKPRI Jawa Barat sudah melaksanakan kebijakan anti fraud: 7% responden menjawab selalu melaksanakan kebijakan anti fraud 29% responden menjawab sering melaksanakan kebijakan anti fraud 35% responden menjawab kadangkadang melaksanakan kebijakan anti fraud dan sisanya 29% responden menjawab tidak pernah melaksanakan kebijakan anti fraud.
2. Prosedur Pencegahan Baku Untuk
mengetahui
hasil
jawaban
responden
mengenai
prosedur
pencegahan baku, penulis akan menyajikan jawaban kuesioner dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.12 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Prosedur Pencegahan Baku Frekuensi jawaban berdasarkan peringkat jawaban
No Pertanyaan 4
3
2
1
3 1 13 4 1 9 4 5 2 22 4 Total 4 44 8 Sumber: Hasil pengelolaan kuesioner
Persentase Responden (%)
Total 4 14 14 28 56
7 7 7 7
3
2
1
93 64 79 79
0 29 14 14
0 0 0 0
Total (%) 100 100 100 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden sebesar 7% menjawab “Sangat positif” tentang prosedur pencegahan baku, responden sebesar 79% menjawab “Positif”, responden 14% menjawab “Cukup Positif” dan responden 0% menjawab “Kurang Positif” tentang prosedur pencegahan baku. Hal ini didukung dengan pemenuhan indikator-indikator pertanyaan yaitu:
Apakah GKPRI Jawa Barat sudah menetapkan prosedur penanganan pencegahan fraud secara tertulis dan baku : 7% responden menjawab selalu menetapkan prosedur penanganan pencegahan fraud secara tertulis dan sisanya 93% responden menjawab sering menetapkan prosedur penanganan pencegahan fraud secara tertulis.
Apakah GKPRI Jawa Barat sudah menerapkan pengendalian intern yang memadai untuk pencapaian tujuan GKPRI Jawa Barat : 7% responden menjawab selalu menerapkan pengendalian intern yang memadai untuk pencapaian tujuan GKPRI Jawa Barat 64% responden menjawab sering menerapkan pengendalian intern yang memadai untuk pencapaian tujuan
GKPRI Jawa Barat, dan sisanya 29% responden menjawab kadang-kadang menerapkan pengendalian intern yang memadai untuk pencapaian tujuan GKPRI Jawa Barat.
Apakah pengurus GKPRI Jawa Barat sudah melaksanakan pemisahan fungsi yang menciptakan kondisi saling cek antar satuan unit kerja : 7% responden menjawab selalu melaksanakan pemisahan fungsi yang menciptakan kondisi saling cek antar satuan unit kerja 79% responden menjawab melaksanakan pemisahan fungsi yang menciptakan kondisi saling cek antar satuan unit kerja, dan sisanya 14% responden menjawab melaksanakan pemisahan fungsi yang menciptakan kondisi saling cek antar satuan unit kerja.
3. Prosedur Mendeteksi Fraud secara Otomatis dalam Sistem Untuk
mengetahui
hasil
jawaban
responden
mengenai
prosedur
mendeteksi fraud secara otomatis dalam sistem, penulis akan menyajikan jawaban kuesioner dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.13 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Prosedur Mendeteksi Fraud secara Otomatis dalam Sistem Frekuensi jawaban berdasarkan peringkat jawaban
No Pertanyaan 4
3
2
1
6 5 6 3 7 6 5 3 8 7 3 4 Total 18 14 10 Sumber: Hasil pengelolaan kuesioner
Persentase Responden (%)
Total
14 14 14 42
4
3
2
1
35 44 50 43
44 36 21 33
21 21 29 24
0 0 0 0
Total (%) 100 100 100 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden sebesar 43% menjawab “Sangat positif” tentang prosedur mendeteksi fraud
secara Otomatis dalam
Sistem, responden sebesar 33% menjawab “Positif”, responden 24% menjawab “Cukup Positif” dan responden 0% menjawab “Kurang Positif” tentang prosedur mendeteksi fraud
secara Otomatis dalam Sistem. Hal ini didukung dengan
pemenuhan indikator-indikator pertanyaan yaitu:
Apakah staf/pegawai GKPRI Jawa Barat sudah menerapkan prosedur mendeteksi fraud
secara memadai dalam sistem : 35% responden
menjawab selalu menerapkan prosedur mendeteksi fraud secara memadai dalam sistem 44% responden menjawab sering menerapkan prosedur mendeteksi fraud
secara memadai dalam sistem, dan sisanya 21%
responden menjawab kadang-kadang menerapkan prosedur mendeteksi fraud secara memadai dalam sistem.
Apakah GKPRI Jawa Barat sudah menerapkan prosedur yang memadai untuk melaporkan fraud : 44% responden menjawab selalu menerapkan prosedur
yang memadai untuk melaporkan fraud, 36% responden
menjawab sering menerapkan prosedur yang memadai untuk melaporkan fraud, dan sisanya 21% responden menjawab kadang-kadang menerapkan prosedur yang memadai untuk melaporkan fraud.
Apakah pengurus GKPRI Jawa Barat sudah memproses dan menindak pelaku fraud : 50% responden menjawab selalu memproses dan menindak pelaku fraud, 21% responden menjawab sering memproses dan menindak
pelaku fraud, dan 29% lagi menjawab kadang-kadang memproses dan menindak pelaku fraud. 4. Organisasi Untuk mengetahui hasil jawaban responden mengenai organisasi, penulis akan menyajikan jawaban kuesioner dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.14 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Organisasi Frekuensi jawaban berdasarkan peringkat jawaban
No Pertanyaan 4
3
2
1
9 5 6 2 1 Total 5 6 2 1 Sumber: Hasil pengelolaan kuesioner
Persentase Responden (%)
Total
14 14
4
3
2
1
35 36
44 43
14 14
7 7
Total (%) 100 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden sebesar 36% menjawab “Sangat positif” tentang organisasi, responden sebesar 43% menjawab “Positif”, responden 14% menjawab “Cukup Positif” dan responden 7% menjawab “Kurang Positif” tentang organisasi. Hal ini didukung dengan pemenuhan indikatorindikator pertanyaan yaitu:
Apakah
Audit
Internal
(pengawas)
GKPRI
Jawa
Barat
sudah
melaksanakan tanggung jawab untuk melakukan evalusi berkala dan aktivitas organisasi secara berkesinambungan di GKPRI Jawa Barat : 35% responden menjawab selalu melaksanakan tanggung jawab untuk melakukan
evalusi
berkala
dan
aktivitas
organisasi
secara
berkesinambungan, 44% responden menjawab sering melaksanakan
tanggung jawab untuk melakukan evalusi berkala dan aktivitas organisasi secara berkesinambungan, 14% responden menjawab kadang-kadang melaksanakan tanggung jawab untuk melakukan evalusi berkala dan aktivitas organisasi secara berkesinambungan dan sisanya 7% responden menjawab tidak pernah melaksanakan tanggung jawab untuk melakukan evalusi berkala dan aktivitas organisasi secara berkesinambungan. 5. Teknik Pengendalian Untuk
mengetahui
hasil
jawaban
responden
mengenai
teknik
pengendalian, penulis akan menyajikan jawaban kuesioner dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.15 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Teknik Pengendalian Frekuensi jawaban berdasarkan peringkat jawaban
No Pertanyaan 4
3
2
1
10 12 2 11 9 5 12 5 8 1 Total 26 15 1 Sumber: Hasil pengelolaan kuesioner
Persentase Responden (%)
Total
14 14 14 42
4
3
2
1
86 65 35 62
14 35 58 36
0 0 7 2
0 0 0 0
Total (%) 100 100 100 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden sebesar 62% menjawab “Sangat positif” tentang teknik pengendalian, responden sebesar 36% menjawab “Positif”, responden 2% menjawab “Cukup Positif” dan responden 0% menjawab “Kurang Positif” tentang teknik pengendalian. Hal ini didukung dengan pemenuhan indikator-indikator pertanyaan yaitu:
Apakah pengurus GKPRI Jawa Barat sudah melaksanakan pembagian tugas yang jelas sehingga tidak ada satu orang pun yang menguasai seluruh aspek dari suatu transaksi : 86% responden menjawab selalu melaksanakan pembagian tugas yang jelas sehingga tidak ada satu orang pun yang menguasai seluruh aspek dari suatu transaksi dan sisanya 14% responden menjawab sering melaksanakan pembagian tugas yang jelas sehingga tidak ada satu orang pun yang menguasai seluruh aspek dari suatu transaksi.
Apakah Audit Internal (pengawas) sudah melakukan pengawasan yang ketat terhadap semua aspek yang memungkinkan untuk terjadinya fraud : 65% responden menjawab selalu melakukan pengawasan yang ketat terhadap semua aspek yang memungkinkan untuk terjadinya fraud dan 35% lagi menjawab sering melakukan pengawasan yang ketat terhadap semua aspek yang memungkinkan untuk terjadinya fraud.
Apakah
Audit
Internal
(pengawas)GKPRI
Jawa
Barat
sudah
melaksanakan kontrol yang memadai terhadap media pendukung operasional : 35% responden menjawab selalu melaksanakan kontrol yang memadai terhadap media pendukung operasional, 58% responden menjawab sering melaksanakan kontrol yang memadai terhadap media pendukung
operasional
dan
7%
lagi
menjawab
kadang-kadang
melaksanakan kontrol yang memadai terhadap media pendukung operasional.
6. Kepekaan Terhadap Fraud Untuk mengetahui hasil jawaban responden mengenai kepekaan terhadap fraud , penulis akan menyajikan jawaban kuesioner dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.16 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Kepekaan Terhadap Fraud Frekuensi jawaban berdasarkan peringkat jawaban
No Pertanyaan 4
3
2
1
13 7 7 14 11 3 15 9 5 16 8 6 Total 35 21 Sumber: Hasil pengelolaan kuesioner
Persentase Responden (%)
Total
14 14 14 14 56
4
3
2
1
50 79 64 57 63
50 21 36 43 37
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
Total (%) 100 100 100 100 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden sebesar 63% menjawab “Sangat positif” tentang kepekaan terhadap fraud, responden sebesar 37% menjawab “Positif”, responden 0% menjawab “Cukup Positif” dan 0% menjawab “Kurang Positif” tentang kepekaan terhadap fraud. Hal ini didukung dengan pemenuhan indikator-indikator pertanyaan yaitu:
Apakah pengurus GKPRI Jawa Barat
melakukan pengrekrutan staf
berpengalaman, khususnya staf yang peka terhadap sinyal-sinyal fraud : 50%
responden
menjawab
selalu
melakukan
pengrekrutan
staf
berpengalaman, khususnya staf yang peka terhadap sinyal-sinyal fraud, dan
50%
lagi
menjawab
sering
melakukan
pengrekrutan
berpengalaman, khususnya staf yang peka terhadap sinyal-sinyal fraud.
staf
Apakah pengurus GKPRI Jawa Barat sudah melakukan interview mendalam pada saat menyeleksi calon karyawan : 79% responden menjawab selalu melakukan interview mendalam pada saat menyeleksi calon karyawan, dan 21% lagi menjawab sering melakukan interview mendalam pada saat menyeleksi calon karyawan.
Apakah pengurus GKPRI Jawa Barat sudah melakukan rotasi pegawai : 64% responden menjawab selalu melakukan rotasi pegawai dan sisanya 36% responden menjawab sering melakukan rotasi pegawai.
Apakah pengurus GKPRI Jawa Barat sudah memberikan cuti tahunan bagi para karyawannya : 57% responden menjawab selalu memberikan cuti tahunan bagi para karyawannya dan 43% lagi menjawab sering memberikan cuti tahunan bagi para karyawannya.
Hasil jawaban responden tentang pendeteksian fraud (Variabel Y2) adalah sebagai berikut : 1. Audit Berbasis Resiko Untuk mengetahui hasil jawaban responden mengenai audit berbasis resiko, penulis akan menyajikan jawaban kuesioner dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.17 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Audit Berbasis Resiko Frekuensi jawaban berdasarkan peringkat jawaban
No Pertanyaan 4
3
2
1
1 6 5 3 2 7 3 4 3 4 4 5 1 Total 17 12 12 1 Sumber: Hasil pengelolaan kuesioner
Persentase Responden (%)
Total
14 14 14 42
4
3
2
1
44 50 29 40
35 21 29 29
21 29 35 29
0 0 7 2
Total (%) 100 100 100 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden sebesar 40% menjawab “Sangat positif” tentang audit berbasis resiko, responden sebesar 29% menjawab “Positif”, responden 29% menjawab “Cukup Positif” dan responden 2% menjawab “Kurang Positif” tentang audit berbasis resiko. Hal ini didukung dengan pemenuhan indikator-indikator pertanyaan yaitu:
Apakah GKPRI Jawa Barat sudah melakukan identifikasi risiko terjadinya tindak kecurangan : 44% responden menjawab selalu sudah melakukan identifikasi risiko terjadinya tindak kecurangan, 35% responden menjawab sering sudah melakukan identifikasi risiko terjadinya tindak kecurangan, dan sisanya 21% responden menjawab kadang-kadang sudah melakukan identifikasi risiko terjadinya tindak fraud.
Apakah Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat sudah melakukan pengawasan terhadap risiko yang terjadi di lapangan : 7% responden menjawab selalu melakukan pengawasan terhadap risiko yang terjadi di lapangan, 3% responden menjawab sering melakukan pengawasan
terhadap risiko yang terjadi di lapangan dan 4% lagi menjawab kadangkadang melakukan pengawasan terhadap risiko yang terjadi di lapangan.
Apakah Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat sudah melakukan verifikasi transaksi dan analisis data untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kecurangan : 29%bresponden menjawab selalu melakukan verifikasi transaksi dan analisis data untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kecurangan, 29% responden menjawab sering melakukan verifikasi transaksi dan analisis data untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kecurangan, 35% lagi menjawab kadang-kadang melakukan verifikasi transaksi dan analisis data untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kecurangan, dan sisanya 7% responden menjawab tidak pernah melakukan verifikasi transaksi dan analisis data untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kecurangan. Tabel 4.18 Skor Jawaban Responden tentang Subvariabel Jaringan Informan (Audit Intelligence) Frekuensi jawaban berdasarkan peringkat jawaban
No Pertanyaan 4
3
2
1
4 4 6 4 5 2 8 4 Total 6 14 8 Sumber: Hasil pengelolaan kuesioner
Persentase Responden (%)
Total
14 14 28
4
3
2
1
28 14 21
44 58 50
28 28 29
0 0
Total (%) 100 100 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden sebesar 21% menjawab “Sangat positif” tentang audit berbasis resiko, responden sebesar 50% menjawab “Positif”, responden 29% menjawab “Cukup Positif” dan responden 0%
menjawab “Kurang Positif” tentang audit berbasis resiko. Hal ini didukung dengan pemenuhan indikator-indikator pertanyaan yaitu:
Apakah pengurus GKPRI Jawa Barat sudah melakukan komunikasi informal audit dengan pihak internal : 28% responden menjawab selalu melakukan komunikasi informal audit dengan pihak internal, 44% responden kadang-kadang menjawab sering melakukan komunikasi informal audit dengan pihak internal dan sisanya 28% lagi menjawab kadang-kadang melakukan komunikasi informal audit dengan pihak internal.
Apakah pengurus GKPRI Jawa Barat sudah membuka media audit untuk menerima masukan atau pengaduan tindak kecurangan : 14% responden menjawab selalu membuka media audit untuk menerima masukan atau pengaduan tindak kecurangan, 58% responden menjawab sering membuka media audit untuk menerima masukan atau pengaduan tindak kecurangan dan 28% lagi menjawab kadang-kadang membuka media audit untuk menerima masukan atau pengaduan tindak kecurangan.
4.2
Pembahasan
4.2.1 Analisis Audit Internal Untuk menganalisis sejauh mana Audit Internal, maka cara yang dilakukan penulis adalah dengan menggunakan nilai rata-rata (Mean) dari skor perhitungan variabel X masing-masing responden yang kemudian dibandingkan dengan kriteria yang telah penulis tetapkan pada bab III.
Adapun hasil rata-rata (mean) untuk variabel X menurut perhitungan SPSS for Windows version 20.0 adalah sebagai berikut : Tabel 4.19 Rata-rata (mean) Variabel X Descriptive Statistics
Audit_Internal
Mean Std. Deviation 46,71 4,906
N
Sumber: Data primer yang diolah Berdasarkan perhitungan SPSS for Windows version 20.0 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari variabel X adalah sebesar 46,71. Apabila nilai tersebut dibandingkan dengan kriteria yang telah penulis tetapkan pada BAB III, maka nilai rata-rata variabel X tersebut termasuk kriteria “Baik” yaitu antara 47-57. Hal ini didukung oleh indikator Audit Internal yaitu : 1. Apakah Audit Internal (pengawas) diberikan tanggung jawab yang luas untuk menjamin jangkauan audit di lingkungan unit-unit usaha GKPRI Jawa Barat. 2. Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat bersikap objektif dalam setiap pekerjaan auditnya. 3. Apakah Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat sudah menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya dalam setiap pemeriksaan yangdilakukan.
14
4.
Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat melakukan pengawasan kepada semua satuan unit kerja yang dimilikinya.
5. Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat menerapkan ketelitian profesional di dalam melaksanakan tanggung jawab auditnya. 6. Audit
Internal
(pengawas) GKPRI
Jawa
Barat
melaksanakan
pemeriksaan keandalan informasi keuangan unit-unit usaha di GKPRI Jawa Barat dalam pelaksanaan auditnya. 7.
Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat dalam melaksanakan tanggung jawabnya menggunakan sistem yang sesuai dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum dan peraturan yang berlaku.
8. Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat ikut berperan aktif dalam upaya meningkatkan sumber daya yang efektif dan efisien. 9. Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat melaksanakan tanggung jawab nya untuk memeriksa dan melindungi harta GKPRI Jawa Barat. 10. Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat ikut berperan aktif dalam pencapaian tujuan GKPRI Jawa Barat. 11. Setiap kegiatan Audit Internal (pengawas) pemeriksaan internal direncanakan terlebih dahulu. 12. Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Rapat Anggota dan pengurus. 13. Pengurus GKPRI Jawa Barat menindak lanjuti laporan hasil temuan Audit Internal.
4.2.2
Analisis Pencegahan dan Pendeteksian Fraud Untuk
menganalisis
sejauh
mana
pelaksanaan
pencegahan
dan
pendeteksian fraud pada GKPRI Jawa Barat, maka cara yang dilakukan penulis adalah dengan menggunakan nilai rata-rata (Mean) dari skor perhitungan variabel Y1, Y2 masing-masing responden yang kemudian dibandingkan dengan kriteria yang telah penulis tetapkan pada BAB III. Adapun hasil rata-rata (mean) untuk variabel Y1 menurut perhitungan SPSS for Windows version 20.0 adalah sebagai berikut : Tabel 4.20 Rata-rata (Mean) Variabel Y1 Descriptive Statistics Mean Std. Deviation
Pencegahan fraud 43,71 Sumber: Data primer yang diolah
3,950
N
14
Berdasarkan perhitungan SPSS for Windows version 20.0 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari variabel Y1 adalah sebesar 43,71. Apabila nilai tersebut dibandingkan dengan kriteria yang telah penulis tetapkan pada BAB III, maka nilai rata-rata variabel Y1 tersebut termasuk kriteri “Cukup Memadai” yaitu antara 42-54. Hal ini didukung oleh indikator pencegahan fraud yaitu : 1. Pengurus GKPRI Jawa Barat menetapkan kebijakan anti fraud. 2. Staf/pegawai unit-unit usaha GKPRI Jawa Barat melaksanakan kebijakan anti fraud.
3. GKPRI Jawa Barat menetapkan prosedur penanganan pencegahan fraud secara tertulis dan baku. 4. GKPRI Jawa Barat menerapkan pengendalian intern yang memadai untuk pencapaian tujuan GKPRI Jawa Barat. 5. Pengurus GKPRI Jawa Barat melaksanakan pemisahan fungsi yang menciptakan kondisi saling cek antar satuan unit kerja. 6. Staf/pegawai GKPRI Jawa Barat menerapkan prosedur mendeteksi fraud secara memadai dalam sistem. 7. GKPRI Jawa Barat menerapkan prosedur
yang memadai untuk
melaporkan fraud. 8. Pengurus GKPRI Jawa Barat memproses dan menindak pelaku fraud . 9. Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat melaksanakan tanggung jawab untuk melakukan evalusi berkala dan aktivitas organisasi secara berkesinambungan di GKPRI Jawa Barat. 10. Pengurus GKPRI Jawa Barat melaksanakan pembagian tugas yang jelas sehingga tidak ada satu orang pun yang menguasai seluruh aspek dari suatu transaksi. 11. Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat melakukan pengawasan yang ketat terhadap semua aspek yang memungkinkan untuk terjadinya fraud. 12. Audit Internal (pengawas)GKPRI Jawa Barat melaksanakan kontrol yang memadai terhadap media pendukung operasional.
13. Pengurus
GKPRI
Jawa
Barat
melakukan
pengrekrutan
staf
berpengalaman, khususnya staf yang peka terhadap sinyal-sinyal fraud. 14. Pengurus GKPRI Jawa Barat melakukan interview mendalam pada saat menyeleksi calon karyawan. 15. Pengurus GKPRI Jawa Barat melakukan rotasi pegawai. 16. Pengurus GKPRI Jawa Barat memberikan cuti tahunan bagi para karyawannya. Adapun hasil rata-rata (mean) untuk variabel Y2 menurut perhitungan SPSS for Windows version 20.0 adalah sebagai berikut : Tabel 4.21 Rata-rata (Mean) Variabel Y2 Descriptive Statistics Mean Std. Deviation Pendeteksian Fraud 12,21 Sumber: Data primer yang diolah
2,486
N 14
Berdasarkan perhitungan SPSS for Windows version 20.0 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari variabel Y2 adalah sebesar 12,21. Apabila nilai tersebut dibandingkan dengan kriteria yang telah penulis tetapkan pada BAB III, maka nilai rata-rata variabel Y2 tersebut termasuk kriteri “Cukup Memadai” yaitu antara 13-16. Hal ini didukung oleh indikator pendeteksian fraud yaitu : 1. GKPRI Jawa Barat melakukan identifikasi risiko terjadinya tindak fraud. 2. Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat melakukan pengawasan terhadap risiko yang terjadi di lapangan.
3. Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat melakukan verifikasi transaksi dan analisis data untuk mengetahui kemungkinan terjadinya fraud. 4. Pengurus GKPRI Jawa Barat melakukan komunikasi informal audit dengan pihak internal. 5. Pengurus GKPRI Jawa Barat membuka media audit untuk menerima masukan atau pengaduan tindak fraud. 4.2.3
Analisis Pengaruh Peranan Audit Internal terhadap Pencegahan dan Pendeteksian Fraud Untuk mengetahui kuat atau tidaknya hubungan antar variabel, maka pada
penelitian ini teknik statistik korelasi yang digunakan adalah statistik nonparametris yaitu dengan korelasi Rank Spearman. Hasil perhitungan dengan menggunakan alat bantu program SPSS for Windows version 20.0 (Statistic Program for Social Science) dapat dilihat sebagai berikut : 1. Korelasi Rank Spearman Berdasarkan hasil pengolahan data SPSS, didapat nilai korelasi antara Pengaruh Peranan Audit Internal terhadap Pencegahan Fraud sebagaimana ditunjukkan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 4. 22 Korelasi Rank Spearman Audit Internal terhadap Pencegahan Fraud Correlations Audit_Intern Pencegahan al fraud
Audit_Internal
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
1
,936**
N 14 Pearson ,936** Correlation Pencegahan fraud Sig. (2-tailed) ,000 N 14 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
,000 14 1
14
Hasil korelasi Rank Spearman, dengan menggunakan program SPSS sebesar 0,936 untuk variabel X terhadap Y1. Angka inilah yang akan penulis gunakan dalam perhitungan selanjutnya. Nilai tersebut berada di antara 0,80 - 1,000 yang dapat dilihat pada tabel 3.2 pada BAB III, yang menyatakan jika hasil perhitungan koefisien berada pada 0,80 - 1,000 maka dapat dikatakan terdapat hubungan yang sangat kuat antara Audit Internal dengan pencegahan fraud. Korelasi positif menunjukkan hubungan antara Audit Internal dengan pencegahan fraud.
Tabel 4. 23 Korelasi Rank Spearman Audit Internal terhadap Pendeteksian Fraud
Audit_Internal
Correlations Audit_Intern Pendeteksian al Fraud Pearson 1 ,750** Correlation Sig. (2-tailed) ,002
N 14 Pearson ,750** Correlation Pendeteksian Fraud Sig. (2-tailed) ,002 N 14 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
14 1
14
Hasil korelasi Rank Spearman, dengan menggunakan program SPSS sebesar 0,750 untuk variabel X terhadap Y2. Angka inilah yang akan penulis gunakan dalam perhitungan selanjutnya. Nilai tersebut berada di antara 0,60 - 0,799 yang dapat dilihat pada tabel 3.2 pada BAB III, yang menyatakan jika hasil perhitungan koefisien berada pada 0,60 - 0,799 maka dapat dikatakan terdapat hubungan yang kuat antara Audit Internal dengan pendeteksian fraud. Korelasi positif menunjukkan hubungan antara Audit Internal dengan pendeteksian fraud. 2. Uji t Adapun hasil uji t menurut perhitungan SPSS for Windows version 20.0 adalah sebagai berikut :
Tabel 4.24 Uji t Audit Internal terhadap Pencegahan Fraud
Model
Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 8,497 3,835
2,216
,047
,936
9,229
,000
(Constant) 1 Audit_Intern ,754 ,082 al a. Dependent Variable: Pencegahan fraud
t
Sig.
Nilai constant a menunjukkan nilai rata-rata jika Audit Internal tidak melaksanakan perannya dalam pencegahan fraud. Berdasarkan hasil perhitungan program SPSS di atas dapat diketahui bahwa nilai Dengan
= 5%, df = 12, maka di dapat
adalah sebesar 9,229.
sebesar 2,178. Dikarenakan nilai
, (9,229 2,178) maka Ho ditolak Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan fraud. Tabel 4.25 Uji t Audit Internal terhadap Pendeteksian Fraud
Model
Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta -5,533 4,547
-1,217
,247
,750
3,923
,002
(Constant) 1 Audit_Intern ,380 ,097 al a. Dependent Variable: Pendeteksian Fraud
t
Sig.
Nilai constant a menunjukkan nilai rata-rata jika Audit Internal tidak melaksanakan perannya dalam pendeteksian fraud. Berdasarkan hasil perhitungan program SPSS di atas dapat diketahui bahwa nilai Dengan
= 5%, df = 12, maka di dapat
adalah sebesar 3,923.
sebesar 2,178. Dikarenakan nilai
, (3,923 2,178) maka Ho ditolak Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh Audit Internal terhadap pendeteksian fraud. 3. Koefisien Determinasi Untuk menghitung besarnya pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud rumus yang digunakan adalah dengan koefisien determinasi. Adapun hasil koefisien determinasi menurut perhitungan SPSS for Windows version 20.0 adalah sebagai berikut : Tabel 4.26 Koefisien Determinasi Audit Internal terhadap Pencegahan Fraud Model Summary Mode R R Square Adjusted R Std. Error of l Square the Estimate a 1 ,936 ,877 ,866 1,445 a. Predictors: (Constant), Audit_Internal Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan fraud adalah 87,7% dan sisanya sebesar 12,3% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis. Faktor tersebut antara lain adanya Sumber Daya Manusia yang terbatas dan adanya tugas rangkap staf/pegawai.
Tabel 4.27 Koefisien Determinasi Audit Internal terhadap Pendeteksian Fraud Model Summary Mode R R Square Adjusted R Std. Error of l Square the Estimate 1 ,750a ,562 ,525 1,713 a. Predictors: (Constant), Audit_Internal Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pengaruh Audit Internal terhadap pendeteksian fraud adalah 56,2% dan sisanya sebesar 43,8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis. Faktor tersebut antara lain adanya Sumber Daya Manusia yang terbatas dan adanya tugas rangkap staf/pegawai.
4.2.4 Pengujian Hipotesis Hipotesis penelitian yang diajukan adalah hipotesis alternatif (Ha), dan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut : Ho = 0, Audit Internal tidak berpengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud. Ha = 0, Audit Internal berpengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud. Berdasarkan hasil perhitungan program SPSS diperoleh nilai
untuk
X terhadap Y1 sebesar 9,229 dan untuk X terhadap Y2 sebesar 3,923. Dengan menggunakan angka signifikansi atau Sig ( = 5%), dan N = 14 maka diperoleh sebesar 2,178. Ketentuan mengatakan jika
, maka Ha
diterima dan Ho ditolak. Artinya hipotesis yang menyatakan Audit Internal berpengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud diterima.
Dengan demikian, hipotesis penelitian “jika Audit Internal GKPRI Jawa Barat diterapkan secara baik maka akan berpengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud” dapat diterima. Hal ini sesuai dengan teori hubungan yang sebelumnya telah dikemukakan Pusdiklatwas BPKP (2008:36-37) adalah sebagai berikut : Untuk pencegahan dan pendeteksian fraud ada beberapa tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh manajemen mencakup : “1. Pengembangan lingkungan pengendalian, yang dimulai dari kesadaran tentang perlunya pengendalian. 2. Penetapan tujuan dan sasaran organisasi yang realistis. 3. Menetapkan aturan perilaku bagi semua pegawai didokumentasikan dan diimplementasikan dengan baik. 4. Kebijakan-kebijakan otorisasi yang tepat untuk setiap transaksi yang terus diwujudkan dan dipelihara”. 5. Kebijakan, praktik, prosedur, pelaporan dan mekanisme lainnya untuk memonitor aktivitas dan menjaga asset khususnya yang memiliki tingkat risiko tinggi dan bernilai mahal. 6. Mekanisme komunikasi informasi yang dapat dipercaya serta berkesinambungan, antara seluruh karyawan dengan pihak manajemen atau pimpinan instansi”.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Pengaruh Peranan
Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud yang diterapkan di GKPRI Jawa Barat, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Audit Internal di GKPRI Jawa Barat sudah baik. Hal ini didukung dengan:
Audit Internal (pengawas) diberikan tanggung jawab yang luas untuk menjamin jangkauan audit di lingkungan unit-unit usaha GKPRI Jawa Barat. Dengan diberikan tanggung jawab yang luas maka Audit Internal (pengawas) telah bersikap mandiri dalam menjalankan tanggung jawabnya terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud.
Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat bersikap objektif dalam setiap pekerjaan auditnya. Hal ini memudahkan untuk mendeteksi tindak fraud yang terjadi.
Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat sudah menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya dalam setiap pemeriksaan
yang
dilakukan.
Hal
ini
diperlukan
untuk
melaksanakan pemeriksaan secara cepat dan pantas.
Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat menerapkan ketelitian profesional di dalam melaksanakan tanggung jawab
auditnya. Hal ini menjadikan informasi yang di dapat benar-benar nyata keadaannya, tanpa harus ada rekayasa apapun.
Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat ikut berperan aktif dalam pencapaian tujuan GKPRI Jawa Barat. Hal ini akan mempermudah koperasi didalam pencapaian tujuan karena segala sesuatu yang menyebabkan terhambatnya tujuan koperasi akan terungkap oleh Audit Internal (pengawas), yang kemudian akan ditindak lanjuti.
Setiap kegiatan pemeriksaan internal direncanakan terlebih dahulu. Dengan
diadakan
perencanaan
terlebih
dahulu
akan
mempermudah, mempercepat Audit Internal (pengawas) di dalam menjalankan tanggung jawabnya untuk mencegah dan mendeteksi fraud. 2. Pencegahan fraud di GKPRI Jawa Barat sudah cukup memadai. Hal ini ditandai dengan :
Terdapat komitmen yang kuat antara pengurus, pegawai untuk melaksanakan kebijakan anti fraud sehingga pencegahan fraud di unit-unit usaha GKPRI Jawa Barat berjalan efektif.
Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat sudah melaksanakan tanggung jawab untuk melakukan evalusi berkala dan aktivitas organisasi secara berkesinambungan di GKPRI Jawa Barat. Hal ini memudahkan Audit Internal (pengawas) dalam melakukan pengawasan agar tidak terjadi fraud.
GKPRI Jawa Barat memiliki staf berpengalaman, khususnya staf yang peka terhadap sinyal-sinyal fraud. Hal ini dapat mencegah fraud secara dini sebelum menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi koperasi.
Pengurus GKPRI Jawa Barat sudah memberikan cuti tahunan bagi para karyawannya. Karyawan akan beristirahat dengan adanya cuti yang diberikan sehingga tidak akan merasa jenuh dengan rutinitas pekerjaan dan termotivasi untuk melakukan fraud.
3. Pendeteksian fraud di GKPRI Jawa Barat sudah cukup memadai. Hal ini ditandai dengan :
Pengurus GKPRI Jawa Barat sudah membuka media audit (kotak saran) untuk menerima masukan atau pengaduan tindak fraud. Hal ini memudahkan Audit Internal (pengawas) untuk mengumpulkan informasi terkait adanya tindak fraud.
Audit Internal (pengawas) sudah melakukan pengawasan terhadap risiko yang terjadi di lapangan. Hal ini memudahkan Audit Internal (pengawas)
dalam
melakukan
pendeteksian
kemungkinan
terjadinya tindak fraud. 4. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa semakin baik Audit Internal menjalankan perannya sebagai internal control akan membuat pencegahan dan pendeteksian fraud semakin efektif. Audit Internal memiliki pengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud yaitu dibuktikan dengan , maka Ha diterima dan Ho ditolak. Besarnya pengaruh
Audit Internal terhadap pencegahan fraud adalah 87,7% dan sisanya sebesar 12,3% sedangkan besarnya pengaruh Audit Internal terhadap pendeteksian fraud adalah 56,2% dan sisanya sebesar 43,8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis. Faktor tersebut antara lain Sumber Daya Manusia yang terbatas dan adanya tugas rangkap yang dilakukan staf/pegawai. 5.2
Saran Pada bagian akhir ini, penulis bermaksud mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya. Saransaran tersebut antara lain : Bagi GKPRI Jawa Barat Beberapa saran yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mendeteksi fraud diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Dalam penerimaan pegawai seleksi pegawai secara ketat dengan cara menguji dari kemampuan, kejujuran, latar belakang, dan lain sebagainya. Lebih baik lagi bekerjasama dengan perguruan tinggi yang handal.
2.
Tingkatkan kompetensi (ilmu pengetahuan, skill dll) pegawai dalam melakukan pelatihan dan pendidikan. Hal ini akan membuat pencegahan dan pendeteksian fraud semakin efektif.
3.
Tingkatkan
kesejahteraan
agar
para
pegawai
tidak
merasa
dimanfaatkan tenaga dan keterampilannya saja, hal ini bisa menghindari tindakan fraud yang mungkin dilakukan pegawai.
4.
Manfaatkan mesjid yang dimiliki dengan diadakannya pembinaan rohani agar lebih memperdalam pengetahuan agama para pegawai, sehinga menjauhkan mereka dari tindakan untuk melakukan fraud .
5.
Pelihara iklim keterbukaan dalam Koperasi. Hal ini akan menciptakan suasana kerja yang positif karena semua keluhan dan harapan dari para pegawai dapat dikelola dengan baik.
Bagi peneliti selanjutnya Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna untuk dijadikan landasan kesimpulan secara general terhadap peranan Audit Internal. Untuk itu berkaitan dengan penelitian ini diharapkan bagi peneliti selanjutnya jika ingin mengambil topik yang sama dengan penulis agar dapat memperluas cakupan penelitian dengan menambahkan sampel penelitian yang lebih banyak lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A.2008. Auditing dan Jasa Assurance. Edisi Keduabelas. Jakarta: Erlangga. Asiah, Nur. 2012. Pengaruh Penerapan Whistleblowing System terhadap Pencegahan Fraud. Tidak dipublikasikan. Badan Pengawas Keuangan Dan Pembangunan. 2008. Fraud Auditing. Edisi kelima. Bogor: Pusdiklatwas BPKP. Bayangkara, IBK. 2011. Audit Manajemen. Edisi keenam. Jakarta: Salemba empat. Hery. 2010. Potret Audit Internal. Bandung: Alfabeta. http://poskota.co.id/berita-terkini/2012/01/05/korupsi-ketua-koperasi-diadili-dipn-serang. http://harianjayapos.com/detail-3467-uang-koperasi-karyawan-ptaskrindodikorup-kasusnya-diusut-di-polda-metro-jaya.html. Kumaat, Valery G. 2011. Internal Audit. Jakarta: Erlangga. Santoso, Singgih. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Cetakan kedua. Jakarta: Gramedia. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan keenam belas. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Cetakan kedua puluh. Bandung: Alfabeta. Tunggal, Amin Widjaja. 2012. The fraud Audit Mencegah dan Mendeteksi Kecurangan Akuntansi. Jakarta: Harvarindo. Undang-Undang No. 25 Tentang Perkoperasian Tahun 1992. Undang-Undang No. 17 Tentang Perkoperasian Tahun 2012.
LAMPIRAN
Jawaban Kuesioner Variabel X Audit Internal
Subyek X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 1 2 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 1 4 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 6 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 7 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 4 3 4 8 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 9 4 4 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 10 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 11 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 4 12 4 4 3 4 4 3 4 3 3 3 4 4 4 4 13 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 14 3 2 2 3 3 2 4 4 3 3 3 4 3 3 53 52 50 50 52 43 54 51 46 49 53 51 50 51 Total 3,8 3,7 3,6 3,6 3,7 3,1 3,9 3,6 3,3 3,5 3,8 3,6 3,6 3,6 Mean
Skor Total 52 52 48 54 56 54 44 53 53 53 53 51 40 42 705 50,4
Jawaban Kuesioner Variabel Y1 Pencegahan Fraud subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Total Mean
1
2
3
4
5
6
7
8
9
3 3 2 2 3 2 3 4 3 4 3 3 2 3 40 2,9
3 4 2 2 2 2 3 3 1 1 3 1 2 1 30 2,1
3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 43 3,1
3 3 2 2 4 2 3 3 3 3 3 3 3 2 39 2,8
3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 2 42 3
3 4 2 2 3 2 4 3 4 3 4 4 3 3 44 3,1
2 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 3 2 2 45 3,2
2 4 4 4 4 4 3 3 4 2 4 3 2 2 45 3,2
4 3 1 4 4 4 3 3 3 4 3 3 2 2 43 3,1
10 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 54 3,9
11 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 51 3,6
12 3 3 3 4 4 4 2 3 4 3 4 3 3 3 46 3,3
13 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 3 3 3 3 49 3,5
14 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 53 3,8
15 4 4 3 3 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 51 3,6
16 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 50 3,6
Skor Total 52 56 48 52 59 53 49 55 54 53 56 51 43 44 725 51,8
Jawaban Kuesioner Variabel Y2 Pendeteksian Fraud Subyek 1 2 3 4 5 1 2 2 3 3 3 2 4 4 4 4 3 3 4 4 2 2 2 4 4 4 2 2 2 5 4 4 4 4 3 6 4 4 2 2 2 7 3 3 2 3 3 8 3 3 4 4 4 9 3 4 3 3 3 10 3 2 4 4 4 11 4 4 3 3 3 12 3 3 3 3 3 13 2 2 2 3 2 14 2 2 1 2 3 Total 45 45 39 42 40 Mean 3,2 3,2 2,8 3 2,9
Skor Total 10 16 12 12 16 12 11 14 13 13 14 12 9 7 171 12,2
Reliability Scale: All Variables
Case Processing Summary N Valid Excludeda
Cases
Total
% 14
100,0
0
,0
14
100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
,881
14
Reliability Statistics Cronbach's
N of Items
Alpha ,947
16
Reliability Statistics Cronbach's
N of Items
Alpha ,993
5
Validitas Variabel X Item-Total Statistics Scale Mean if
Scale Variance if
Corrected Item-
Cronbach's Alpha
Item Deleted
Item Deleted
Total Correlation
if Item Deleted
Pertanyaan 1
96,93
92,225
,560
,744
Pertanyaan 2
97,00
87,077
,836
,727
Pertanyaan 3
97,14
88,132
,696
,732
Pertanyaan 4
97,14
86,286
,857
,724
Pertanyaan 5
97,00
90,308
,725
,738
Pertanyaan 6
97,64
85,324
,639
,726
Pertanyaan 7
96,86
91,978
,700
,743
Pertanyaan 8
97,07
92,687
,424
,747
Pertanyaan 9
97,43
89,802
,588
,738
Pertanyaan 10
97,21
91,874
,487
,744
Pertanyaan 11
96,93
89,456
,913
,734
Pertanyaan 12
97,07
96,379
,037
,759
Pertanyaan 13
97,14
91,363
,546
,742
Pertanyaan 14
97,07
92,379
,456
,746
Pertanyaan 15
50,36
24,247
1,000
,881
Validitas Variabel Y2 Item-Total Statistics Scale
Scale Variance
Corrected Item-
Cronbach's
Mean if
if Item Deleted
Total
Alpha if Item
Correlation
Deleted
Item Deleted Pertanyaan 1
16,27
296,781
,980
,992
Pertanyaan 2
16,20
288,314
,973
,992
Pertanyaan 3
16,53
274,124
,988
,989
Pertanyaan 4
16,27
268,638
,990
,989
Pertanyaan 5
16,33
260,238
,986
,991
Validitas Variabel Y1
Item-Total Statistics Scale
Scale Variance
Corrected Item-
Cronbach's
Mean if
if Item Deleted
Total
Alpha if Item
Correlation
Deleted
Item Deleted Pertanyaan 1
54,67
511,095
-,551
,957
Pertanyaan 2
55,27
491,638
-,016
,953
Pertanyaan 3
54,33
491,667
,008
,952
Pertanyaan 4
54,53
476,124
,548
,948
Pertanyaan 5
54,27
468,210
,838
,946
Pertanyaan 6
54,07
459,495
,696
,946
Pertanyaan 7
53,93
446,638
,829
,943
Pertanyaan 8
53,87
435,981
,852
,942
Pertanyaan 9
53,93
423,495
,896
,940
Pertanyaan 10
53,13
423,838
,977
,939
Pertanyaan 11
53,27
410,781
,972
,938
Pertanyaan 12
53,53
396,838
,967
,937
Pertanyaan 13
53,27
390,067
,966
,937
Pertanyaan 14
52,93
381,495
,990
,937
Pertanyaan 15
53,00
372,000
,968
,938
Pertanyaan 16
53,00
361,286
,972
,939
Reliability Variabel X Descriptive Statistics Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Mean
N of Items
,896
13
Std. Deviation
N
Audit_Internal
46,71
4,906
14
Pencegahan fraud
43,71
3,950
14
Correlations
Reliability Variabel Y1
Audit_Internal
Pencegahan fraud
Reliability Statistics Cronbach's
Pearson Correlation
N of Items
Audit_Internal
,936
Sig. (2-tailed)
Alpha
,000
N ,970
**
1
13
Pearson Correlation Pencegahan fraud
14
14
**
1
,936
Sig. (2-tailed)
,000
N
14
14
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Reliability Variabel Y2 Reliability Statistics Cronbach's
Descriptive Statistics
N of Items
Mean
Alpha ,993
5
Std. Deviation
N
Audit_Internal
46,71
4,906
14
Pendeteksian Fraud
12,21
2,486
14
Correlations Audit_Internal
Pendeteksian Fraud
Pearson Correlation Audit_Internal
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
Pendeteksian Fraud
1
Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
**
,750
,002 14
14
**
1
,750
,002 14
14
a
Variables Entered/Removed Model
Variables
Variables
Entered 1
Method
Removed
Audit_Internal
b
. Enter
a. Dependent Variable: Pendeteksian Fraud b. All requested variables entered.
Model Summary Model
R
R Square
a
1
,750
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,562
,525
1,713
a. Predictors: (Constant), Audit_Internal
a
ANOVA Model
1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
45,155
1
45,155
Residual
35,202
12
2,934
Total
80,357
13
F
Sig.
15,393
b
,002
a. Dependent Variable: Pendeteksian Fraud b. Predictors: (Constant), Audit_Internal
Coefficients Model
a
Unstandardized Coefficients
Standardized
t
Sig.
Coefficients B (Constant)
Std. Error -5,533
4,547
,380
,097
Beta -1,217
,247
3,923
,002
1 Audit_Internal
a. Dependent Variable: Pendeteksian Fraud
,750
a
Variables Entered/Removed Model
Variables
Variables
Entered 1
Method
Removed
Audit_Internal
b
. Enter
a. Dependent Variable: Pencegahan fraud b. All requested variables entered.
Model Summary Model
R
R Square
a
1
,936
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,877
,866
1,445
a. Predictors: (Constant), Audit_Internal
a
ANOVA Model
Sum of Squares Regression
1
Residual Total
Df
Mean Square
177,808
1
177,808
25,049
12
2,087
202,857
13
F
Sig.
85,182
b
,000
a. Dependent Variable: Pencegahan fraud b. Predictors: (Constant), Audit_Internal
Coefficients Model
a
Unstandardized Coefficients
Standardized
t
Sig.
Coefficients B (Constant)
Std. Error 8,497
3,835
,754
,082
Beta 2,216
,047
9,229
,000
1 Audit_Internal
a. Dependent Variable: Pencegahan fraud
,936