TUGAS ANALISIS LOKASI DAN POLA RUANG
RESUME ANALISIS INTERAKSI KERUANGAN Dosen Pengampu : Sri Rahayu, SSi, MSi.
Nama : Nela Agustin K. NIM
: L2D 008 052 Kelas : B
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009
ANALISIS INTERAKSI KERUANGAN (SPATIAL INTERACTION)
Ruang bisa dianggap sebagi suatu tempat dimana seseorang akan melakukan segala kegiatannya. Dalam suatu ruang pastilah ada yang disebut interaksi, seperti interaksi manusia dengan alam sekitar, interaksi manusia desa dan kota, dan lain-lain. Pergerakan (interaksi) ini terjadi sebagai salah satu bentuk aktivitas manusia. Interaksi ini terjadi karena beberapa hal, seperti jika interaksi terjadi dari manusia yang berbeda tempat (desa-kota) bisa jadi perbedaan ketersediaan alat penunjang aktivitas manusia menjadi salah satu penyebabnya. Karena permintaan dan penawaran yang ada di setiap wilayah pastilah berbeda, misalnya saja ketersediaan prasarana dan sarana di kota lebih lengkap dibanding yang berlokasi di kota. Dengan begitu bisa dikatakan kalau lokasi dari semua alat penunjang aktivitas manusia juga sangat berpengaruh pada terjadinya interaksi yang dilakukan manusia. Dalam interaksi yang terjadi dalam suatu keruangan terdapat beberapa kondisi yang memepengaruhinya, antara lain: 1. Complementarity (asas komplementaritas) Bunyi Asas Komplementaritas: “Semakin besar komplementaritas maka semakin besar interaksi yang terjadi”. Jadi orang-orang akan lebih banyak mendatangi suatu tempat yang memiliki kelengkapan segala alat penunjang aktivitas manusia. 2. Intervening Opportunity Inti: “Semakin besar Intervening Opportunity maka semakin kecil interaksi yang terjadi”. Jika dalam interaksi antara wilayah X dengan wilayah Y, dimana wilayah Y membutuhkan kelengkapan yang ada di wilayah X, terdapat wilayah Z yang memiliki kelengkapan yang dibutuhkan Y. Maka, tidak semua penduduk wilayah Y akan pergi ke wilayah X, tetapi sebagian akan pergi ke wilayah Z. 3. Tranferabilitas Bahwa dalam suatu interaksi: waktu, biaya serta peraturan menjadi hal yangsangat penting. Dalam mendapatkan barang atau jasa yang dibutuhkannya, manusia akan memikirkan bagaimana caranya agar dalam mendapatkannya hanya memerlukan biaya dan waktu yang seminimal mungkin. (Materi Kuliah Analisis Lokasi dan Pola Ruang, 2008)
Untuk menyelesaikan permasalahan interaksi keruangan, muncul beberapa teori interaksi keruangan. Teori ini sendiri muncul karena beberapa hal,sebagai berikut: 1. Terdapat ketidakpuasan dalam melakukan analisis terhadap fenomena pemilihan lokasi aktifitas karena adanya asumsi-asumsi yang sulit untuk diterima. 2. Terdapatnya konsep daya tarik lokasi
3. Adanya perkembangan teori geografi transportasi. (http://www.pustral-ugm.org) Model gravitasi menjadi awal perkembangan dari teori interaksi keruangan. Model gravitasi memiliki fungsi ganda, yaitu 1. Sebagai teori lokasi Untuk melihatkaitan potensi suatu lokasi dan dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut. 2. Sebagai alat dalam perencanaan. Sering dijadikan alat untuk melihat apakah lokasi sebagai fasilitas kepentingan umum telah berada pada tempat yang benar. Rumus Gravitasi secara umum:
Iij = k PiPb j dij Keterangan: Iij
= jumlah trip antara kota I dengan kota j
Pi
= penduduk kota i
Pj
= penduduk kota j
dij
= jarak antara kota I dengan kota j
b
= menggambarkan cepatnya jumlah trip menurun seiring dengan pertambahan jarak. Nilai b dapat dihitung tetapi apabila tidak maka yang sering digunakan b = 2
k
= bilangan konstanta berdasarkan pengalaman.
(Tarigan, 2007)
Model Gravitasi Hansen Salah satu penggunaan awal model gravitasi dalam perencanaan adalah model yang dikembangkan oleh W.G. Hansen. Menurut Hansen indeks aksesibilitas (accessibility index) adalah faktor utama bagi seseorang dalam menentukan lokasi tempat tinggalnya disamping adanya lahan kosong (holding capacity). Lahan kosong yang dimaksud adalah lahan yang cocok untuk permukiman penduduk. Indeks aksesibiltas dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan: Aij
= Indeks aksesibilitas daerah j terhadap I
Ej
= total lapangan pekerjaan (employment) di daerah j
Dij
= jarak antara I dan j
b
=pangkat (2)
(Materi Kuliah Analisis Lokasi dan Pola Ruang, 2008)
Breaking Point Theory Teori ini dikemukakan oleh William J. Reilly. Inti dari teori titik henti ini adalah: “jarak titik henti atau titik pisah dari pusat perdagangan yang lebih kecil ukurannya adalah berbanding lurus dengan jarak antara kedua pusat perdagangan itu, dan berbanding terbalik dengan satu di tambah akar kuadrat jumlah penduduk dari kota atau wilayah yang penduduknya lebih besar dibagi dengan jumlah penduduk kota atau wilayah yang lebih sedikit penduduknya.” Secara sistematis, teori titik henti ini dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan : DAB = Lokasi titik henti, yang diukur dari kota atau wilayah yang jumlah penduduknya lebih kecil dAB = Jarak kota A dan B PA = Jumlah Penduduk kota A yang lebih besar PB = Jumlah Penduduk kota B yang lebih kecil (http://www.harintaka.staff.ugm.ac.id) Selain itu, Hansen juga mengajarkan tentang Model Potensi Lahan. Fungsi dari model ini adalah untuk mempredeksi daya tarik masing-masing lokasi, dimana tiap wilayah dianggap memiliki daya tarik tersendiri, suatu kegiatan akan bereaksi terhadap daya tarik tersebut. Asumsi yang ditarik Hansen untuk membuat model ini adalah lapangan kerja, tingkat aksesibilitas, lahan yang masih kosong. Teori interaksi keruangan oleh Furness (1955) Pada periode ini mulai dikenal satu tabel yang dinamakan “Matriks Asal Tujuan atau Origin Destination Matrix”. Karena suatu wilayah asal dan kemana tujuan dari interaksi yang terjadi sangat berpengaruh pada interaksi keruangan.
Sumber: Materi Kuliah Analisis Lokasi dan Pola Ruang: Analisis Interaksi Keruangan, 2008. Drs. Robinson Tarigan, M.R.P. 2007. “Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi (Edisi Revisi)”. Jakarta: PT Bumi Aksara. http://www.harintaka.staff.ugm.ac.id http:// www.pustral-ugm.org.