INTEGRASI BAURAN PEMASARAN ISLAMI DAN KONTEMPORER Introduction Dikutip dari laporan Thomson Reuters State of Global Islamic Economy 2016-2017, konsu men muslim di tahun 2015 telah menghabiskan sebesar US$ 1,9 triliun untuk membeli produk dan jasa yang Halal, seperti Jasa Keuangan Islami, Makanan Halal, Fashion, Travel, Media dan Research, Farmasi, dan Kosmetik. Angka ini diperkirakan mengingkat menjadi US$ 3 triliun di tahun 2021 (Thomson Reuters & Dinar Standard, 2016). Oleh karena itu, tidak mengherankan jika ada peningkatan minat dalam bisnis islami, khususnya pemasaran islami. Pemasaran sendiri didefinisikan oleh American Marketing Association Chartered Institute of Marketing (2013) adalah kegiatan, serangkaian institusi, dan proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan, dan menukarkan penawaran yang bernilai bagi pelanggan, klien, mitra, dan masyarakat pada umumnya. Pemahaman pemasaran yang lebih luas didefinisikan sebagai rencana strategis dan kompetitif yang ditempuh oleh top management yang didukung oleh serangkaian aktivitas fungsional yang dilakukan oleh manajer lini dan praktik orientasi berbasis pelanggan yang dilakukan oleh seluruh anggota organisasi dengan tujuan hubungan yang menguntungkan (Lovelock, 2011). Namun demikian, Islam memandang perdagangan sebagai sumber sumbe r vital bagi seseorang sese orang untuk untu k mencari nafkah selama prosesnya sejalan dengan ajaran Islam yang berkaitan dengan cara berbisnis yang tepat. Terutama, Allah SWT menakdirkan Nabi Muhammad SAW untuk menjadi seorang pengusaha sukses sebelum kehidupan kenabiannya (Antonio, 2007 dalam Hashim dan Hamzah, 2014). Karena Islam adalah cara hidup seorang Muslim, kode etik pemasaran harus dipandu oleh Quran dan Hadis, yang merupakan merupak an dua sumber referensi utama bagi umat Islam agar sukses dalam kehidupan dan akhirat ak hirat mereka. Sampai saat ini, isu pemasaran Islam masih banyak diperdebatkan di kalangan akademisi, pelajar, praktisi praktis i dan konsumen karena kar ena permintaan dan minat untuk isu tertentu dipertanyakan dipe rtanyakan antara negara-negara minoritas Muslim dan negara-negara mayoritas Muslim (Wilson, 2012; Ghazali, 2016). Namun, pemasar memainkan peran penting dalam mengantarkan produk dan layanan agar sesuai dengan harapan pelanggan yang canggih. Akibatnya, perusahaan diharapkan dapat memberikan produk dan layanan mereka dengan cara yang dapat diterima secara moral. Oleh karena itu, pemasaran Islam menyediakan jalan bagi penerapan cara pemasaran yang dapat diterima secara moral. Islam adalah cara hidup yang komprehensif yang menyediakan peraturan untuk segala hal termasuk kegiatan komersial (Arham, 2010). Atas hal ini, Allah SWT menyatakan permasalahannya melalui salah satu ayat Alquran yaitu sebagai berikut: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu kepadamu (QS An-Nisa:29).
Secara khusus, pemasaran Islami secara signifikan berpotensi mempengaruhi aktivitas komersial kontemporer. Konsep 7P dalam pemasaran kontemporer dalam makalah ini akan digabungkan dengan perspektif pemasaran Islam karena 7P dianggap sebagai pilar dasar untuk
memahami sifat pemasaran. Selain itu, konsep 7P pada pemasaran jasa diperlukan untuk menciptakan strategi yang layak untuk memenuhi kebutuhan pelanggan secara menguntungkan di pasar yang cenderung kaku (Lovelock, 2011). Oleh karena itu tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengembangkan pemahaman 7P berdasarkan integrasi perspektif pemasaran Islami dan kontemporer. Discussion Konsep 7P dalam Marketing Kontemporer Secara tradisional, bauran pemasaran terkenal dengan 4P terdiri dari Product, Price, Place, dan Promotion. Namun, karena kebutuhan pelanggan menjadi lebih tinggi, tiga P ditambahkan terutama pada industri jasa, yaitu People, Process, dan Physical Environment . Saat ini, penambahan tersebut dikenal dengan 7P of Marketing atau dikenal juga dengan sebutan Marketing Mix (Booms dan Bitner 1981).
Product elements – Produk jasa terdiri dari elemen inti (core) dan elemen tambahan ( supplementary/value added ). Place and time – Distribusi jasa melalui saluran fisik dan non-fisik. Price and other user outlays – Penghasilan pendapatan dan laba mempertimbangkan biaya yang pelanggan keluarkan. Promotion and education – Memberikan informasi, mengajak pelanggan, dan mengajarkan pelanggan agar menjadi efektif melalui proses jasa.
Process – Pengoperasian input dan output dari pemasar/penjual ke pelanggan
Physical environment – Tampilan fisik memberikan bukti nyata atas performa jasa.
People – Interkasi antara pelanggan dan personel yang berinteraksi langsung dengan pelanggan akan mempengaruhi kepuasan pelanggan
Konsep 7P dalam Marketing Kontemporer Hadirnya gerakan baru berbasis timbal balik dan marketing berbasis konsumen memerlukan lebih banyak pilar dari sekedar 4P. Dalam kasus pemasaran islami, Wilson (2012) telah menambahkan 7P dari perspektif Islam dengan elemen-elemen sebagai berikut:
Pragmatism – Menilai kebenaran dan arti dari teori yang didasarkan pada pendekatan ilmiah dan pendekatan dunia/waktu yang tepat. Pertinence – Menunjukkan relevansi dan kegunaan. Palliation – Meringankan kesulitan sembari menerima bahwa penyebab kesulitan tidak bisa dihilangkan begitu saja. Peer-support – Mengidentifiaksi dan melibatkan diri dengan jaringan sosial dalam kelompok stakeholder tanpa kehilangan keaslian diri. Pedagogy – Memberdayakan stakeholder melalui penyediaan konsep, metode, dan praktik intruksional yang transparan terlepas dari apakah mereka pemasar, akademisi, atau konsumen.
Persistent – Terus bekerja walaupun mengalami banyak kesulitan.
Patience – Berdasarkan pada subject longetivity.
Integrasi Konsep Marketing 7P Kontemporer dan 7P Islami
Konsep pemasaran Islami menjadi signifikan ketika dapat dihubungkan dengan konsep pemasaran modern (Arham, 2010). Pada bagian ini, disajikan realisasi nilai -nilai Islam dalam 7P bauran pemasaran.
Pragmatism & Product
Persistence & Process
Pertinance & Promotion Integrasi 7P Islami dan Kontemporer
Pedagogy & Physical Environment
Palliation & Price
Peer-support & People
Grafik 1 Integrasi Bauran Pemasaran Islami dan Kontemporer
Sumber: Hashim dan Hamzah, 2014 1.
Pragmatism dan Product P pertama adalah integrasi antara pragmatism dan product . Wilson (2012) mendefinisikan pragmatism sebagai aktivitas meninjau kebenaran dan makna dari teori atau kepercayaan yang berlaku di dunia nyata. Padahal, produk pada dasarnya dimaksudkan untuk memberikan manfaat inti (core) dan manfaat tambahan (valueadded ) kepada pelanggan (Lovelock, 2011). Konsep product dan pragmatism ini sejalan dengan ajaran Islam dimana Nabi Muhammad SAW memilih untuk menjual komoditas yang dibutuhkan oleh semua orang dan tidak dalam kondisi buruk (Trim, 2009).
Disamping itu, Nabi Muhammad melarang untuk mencampur produk berkualitas rendah dan produk berkualitas tinggi dalam satu tempat, sebagaimana tercantum dalam HR Muslim No. 120: “ Nabi Muhammad SAW pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan terseb ut terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak mel etakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami.” 2.
Pertinence dan Promotion
P yang kedua adalah gabungan konsep pertinance (dalam terjemahan bebas artinya ketepatan) dan promotion. Wilson (2012) menjelaskan bahwa pertinance sebagai relevansi dan kegunaan pada pemasaran Islami, untuk dimasukkan ke dalam kurikulum pemasaran tradisional di kalangan sekolah bisnis di Inggris. Alasan integrasi pertinance dan promotion adalah bahwa kedua konsep tersebut menekankan pada penyebarluasan informasi yang tepat kepada pelanggan. Pada saat yang sama, pelanggan diberikan edukasi mengenai kemudahan dan keuntungan yang diterima dari penggunaan produk atau jasa. Konsep ini sejalan dengan ajaran Islam dimana produk seharusnya dikomunikasikan dalam batas-batas etis karena Islam melarang praktik memberi janji janji kepada pelanggan sehingga mereka tidak merasa frustasi, sebagaimana tercantum dalam HR Muslim No. 1607: “Jauhilah oleh kalian banyak bersumpah dalam berdagang, karena dia (memang biasanya) dapat melariskan dagangan tapi kemudian menghapuskan (keberkahannya).” 3.
Palliation dan Price P ketiga adalah penggabungan antara palliation (dalam terjemahan bebas artinya peringanan) dan price dimaksudkan karena palliation menggambarkan minimalisasi kesulitan yang dihadapi oleh pemasar dan pelanggan (Wilson, 2012). Sementara itu, harga tidak hanya untuk menentukan pendapatan atau keuntungan yang diperoleh perusahaan tetapi juga untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan pelanggan, dimana bisa saja lebih dari harga yang ia bayarkan kepada penjual (Lovelock, 2011).
Pada kasus ini, contoh palliation adalah dengan memberikan diskon kepada pelanggan dan melakukan pemotongan biaya dengan tujuan untuk meringankan/mengurangi beban pelanggan dalam melakukan pembelian di saat ekonomi dipengaruhi oleh inflasi biaya (cosh-push inflation). Oleh karena itu, integrasi konsep-konsep ini sejalan dengan ajaran Islam dimana Nabi Muhammad SAW menjual produknya berdasarkan volume penjualan dengan harga yang bisa diserap pasar (Trim, 2008 dalam Hashim, 2014). Dalam konteks yang sama, Saeed (2010) menyebutkan kisah Umar Al-Khattab melihat Hatib bin Balta'ah menjual kismis dengan harga yang sangat murah dengan tujuan untuk merugikan kompetitornya. Kemudian Umar Al-Khattab mengatakan "Naikanlah hargamu atau keluar dari pasar". Artinya, palliation disini tidak hanya terbatas pada pelanggan-pemasar tetapi juga pemasar- stakeholder . 4.
Peer-support dan People P keempat adalah integrasi antara peer-support dan people yang memungkinkan usaha terus menerus dan saling timbal balik antar pemasar dalam membangun hubungan positif dengan pemangku kepentingan internal maupun eksternal. Peer-support dalam Wilson (2012) didefinisikan sebagai keterlibatan dengan jaringan sosial yang berisi stakeholder dengan mempertahankan keaslian, sementara People disebut sebagai interaksi antara pemasar/penjualan dengan pelanggan internal dan eksternal (Lovelock, 2011).
Integrasi ini menekankan pada kondisi dimana penyedia jasa (yang terdiri dari manajer dan karyawan) dan stakeholder (supplier, distributor, pelanggan, dst) saling mendukung satu sama lain dan bertindak dalam posisi yang setara untuk tercapainya kesepakatan
bisnis. Dengan demikian, kedua konsep ini dikaitkan karena memberikan makna dan pengertian yang sangat mirip. Apalagi Sula dan Kartajaya (2006) menyatakan bahwa pelanggan atau pembeli harus diperlakukan baik. Selain itu, Nabi Muhammad SAW memberikan peran mitra bisnis teladan dalam hal perilaku etis karena Nabi Muhammad SAW tidak pernah bertengkar dengan stakeholder-nya (Antonio, 2007 dalam Hashim, 2014). 5.
Pedagogy and Physical environment P kelima adalah integrasi antara pedagogy dan physical environment . Pedagogi didefinisikan sebagai pemberdayaan pemangku kepentingan dalam menyediakan konsep, metode, dan praktik instruksional yang transparan (Wilson, 2012). Sementara itu, physical environment atau lingkungan fisik didefinisikan sebagai desain lingkungan dari layanan/jasa yang mengarahkan pelanggan untuk menginat perusahaan demi hubungan yang menguntungkan (Lovelock, 2012).
Lingkungan fisik erat kaitannya dengan situasi yang penting sebagai obyek stimuli, sedangkan konsep, metode, praktik pemasaran yang digunakan oleh pemasar akan dipengaruhi oleh situasi tersebut. Dalam kasus Nabi Muhammad SAW, namanya saja sudah menjadi jaminan kualitas, kejujuran, dan integritas (Arham, 2010). 6.
Persistence dan Process P keenam adalah integrasi antara persistence (ketekunan) dan proses terlihat relevan dalam pemasaran Islami karena persistence didefinisikan sebagai kerja terus-menerus tanpa mempedulikan masalah dan kesulitan (Wilson, 2012). Sementara itu, proses mengacu pada praktik terbaik dalam mengantarkan produk dan layanan kepada pelanggan dengan tujuan membuat mereka bahagia dan puas (Lovelock, 2011).
Konsep persistance dan proses sangat penting dalam bauran pemasaran karena pelanggan mungkin memiliki kesan pertama dalam proses penyampaian dan ketekunan yang digambarkan oleh pemasar. Karena ajaran Islam mengajarkan pengikutnya untuk mencapai kesepakatan bersama dalam proses jual-beli, kegagalan dalam memenuhi syarat kesepakatan tersebut akan menyebabkan proses penyampaian tidak dapat diterima (Ayub, 2007 dalam Hashim, 2014). 7.
Patience dan Place Terakhir adalah P ketujuh yang menggabungkan patience (kesabaran) dan place (lokasi) sebagai satu kesatuan konsep dalam memastikan bahwa pemasar mematuhi perilaku bisnis yang adil dan etis saat mendistribusikan produk dan layanan mereka. Wilson (2012) menyatakan bahwa patience mendasari daya tahan seorang pemasar, sedangkan place didefinisikan oleh Lovelock (2011) sebagai distribusi layanan baik melalui saluran fisik maupun non-fisik.
Dalam berurusan dengan pelanggan, Nabi Muhammad meminta penjual untuk tidak menyembunyikan apapun kepada pelanggan mereka selama transaksi (HR Muslim No. 120). Apalagi, Nabi Muhammad SAW tidak mengizinkan penjual menjual sesuatu yang tidak ada. Selain itu, penjual tidak diizinkan pergi ke pembeli lain kecuali negosiasi pertama telah gagal. Nabi Muhamamd SAW mengajarkan umat Islam untuk
memprioritaskan pelanggan/pembeli pertama untuk memuaskan dan menghormati semua pelanggan (Trim, 2009 dalam Hashim, 2014). Conclusion Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa perspektif islam terhadap bauran pemasaran 7P tidak terlepas dari bauran pemasaran kontemporer. Integrasi pemasaran Islam dan kontemporer akan membawa pemahaman mendalam pada setiap elemen dari 7P yang sesuai dengan pemahaman manajemen Islam dan perilaku konsumen Muslim saat ini. Selain itu, bauran pemasaran dapat dianggap sebagai salah satu bahan bagi umat Islam dan bahkan Non-Muslim untuk sukses di dunia bisnis. Selanjutnya, konsep terpadu yang berasal dari teologi Islam tradisional dan praktik bisnis modern, dapat secara akademis dan praktis relevan bagi praktisi pemasaran Barat dan akademisi yang berprasangka buruk untuk mengakui konsep baru pemasaran Islam. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan wawasan baru yang berharga mengenai isu-isu terkait seput ar pemasaran Islam, yaitu demarkasi halal dan haram dalam perdagangan makanan dan minuman, riba, gharar (ketidakpastian) dan usaha bisnis yang sesuai syariah, dan kejujuran dan kerendahan dalam periklanan. Diharapkan para pemasar dapat menggunakan dimensi 7P bauran pemasaran islami dari Wilson (2012) dalam praktik nyata. Di sisi lain, hasil integrasi 7Ps dari perspektif pemasaran Islam dan kontemporer harus disempurnakan dan dikembangkan lagi agar dapat menjadi teori sesungguhnya, dengan instrumen penelitian yang dapat diukur yang dapat digunakan untuk analisis kausal dengan variabel lain. Referensi American Marketing Association. (2013, July). Definition of Marketing . Diambil kembali dari AMA: https://www.ama.org/AboutAMA/Pages/Definition-of-Marketing.aspx Arham, M. (2010). Islamic perspectives on marketing. Journal of Islamic Marketing , 149-164. Bahari, M. A., Faizal, Yue, M., & Anwar. (2012). Marketing Mix From Islamic Marketing Perspective. Dipetik Juni 2017, 8, dari http://ssrn.com/abstract=2017488 Booms, B. H., & Bitner, M. J. (1981). Marketing strategies and organization structures for service firms. Marketing of services, 47-52. Ghazali, E., & Mutum, D. S. (2016). Islamic Marketing: Compatibility with Contemporary Themes in Marketing: An Asian Perspective. Advances in Islamic Finance, Marketing, and Management , 213-222. doi:10.1108/978-1-78635-899-820161011 Hashim, N., & Hamzah, M. I. (2014). 7P’s: A Literature Review of Islamic Marketing and Contemporary Marketing Mix. Procedia - Social and Behavioral Sciences , 155-159. Lovelock, C., Wirtz, J., & Chew, P. (2011). Essentials of Service Marketing 2nd Edition. Singapore: Pearson. Muawiah, A. (2010, Juni 20). Etika Dalam Berdagang . Dipetik Juli 11, 2017, dari AtAtsariyyah: http://al-atsariyyah.com/etika-dalam-berdagang.html Saeed, M., Ahmed, Z. U., & Mukhtar, S.-M. (2011). International Marketing Ethics from an Islamic Perspective: A Value-Maximization Approach. Journal of Business Ethics, 127-142. Thomson Reuters & DinarStandard. (2016). State of The Global Islamic Economic Report. Dubai: Thomson Reuters. Dipetik Juni 10, 2017, dari https://ceif.iba.edu.pk/pdf/ThomsonReutersstateoftheGlobalIslamicEconomyReport201617.pdf