LAPORAN TEKNIK INSTRUMENTASI PADA NY.N
DENGAN REMOVE IMPLANT DAN RE PLATE-SCREW
ATAS INDIKASI IMPLANT FAILURE FEMUR SINISTRA
DI OK 10 (ORTHOPEDI)
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh :
INTAN RIZKI ANDINI
PELATIHAN INSTRUMENTATOR KAMAR OPERASI
RUMAH SAKIT DR. SAIFUL ANWAR MALANG
2016
TINJAUAN PUSTAKA/TEORI
1. PENGERTIAN :
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis.
a. pada jenis Femoral Neck fraktur karena kecelakaan lalu lintas, jatuh
pada tempat yang tidak tinggi, terpeleset di kamar mandi dimana
panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi. Sering terjadi pada usia 60
tahun ke atas, biasanya tulang bersifat osteoporotik, pada pasien
awal menopause, alkoholism, merokok, berat badan rendah, terapi
steroid, phenytoin, dan jarang berolahraga, merupakan trauma high
energy;
b. Femoral Trochanteric fraktur karena trauma langsung atau trauma yang
bersifat memuntir;
c. Femoral Shaft fraktur terjadi apabila pasien jatuh dalam posisi kaki
melekat pada dasar disertai putaran yang diteruskan ke femur.
Fraktur bisa bersifat transversal atau oblik karena trauma langsung
atau angulasi. Fraktur patologis biasanya terjadi akibat metastasis
tumor ganas. Bisa disertai perdarahan masif sehingga berakibat syok.
ANATOMI FISIOLOGI TULANG FEMUR
Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang
yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah
proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan
metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng
epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi
tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel
tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang
dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi
bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon
pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang
panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng
epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut
kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
2. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Cedera traumatic
a. cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang
patah secara spontan
b. cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, diman dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas)
b. Infeksi seperti osteomielitis
c. Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi
vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
3. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi
sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
4. TERAPI
Reduksi terbuka adalah tindakan reduksi dan melakukan kesejajaran
tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan deseksi atau
pemajanan tulang yang patah. Fiksasi Interna adalah stabilisasi tulang
yang sudah patah yang telah direduksi dengan skrup, plate, dan pin logam.
Maka dapat ditarik kesimpulan Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
adalah sebuah prosedur bedah medis yang tindakannya mengacu pada operasi
terbuka untuk mengatur tulang, seperti yang diperlukan pada beberapa
patah tulang. Fiksasi Internal mengacu pada fiksasi skrup untuk
mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan (Brunner & Suddart, 2003).
Plate-Screw adalah suatu prosedur fiksasi tulang setelah dilakukan
reposisi interna dengan menggunakan plate dan screw (Brunner & Suddarth,
2003).
INDIKASI
a. Pasien dengan frakture femur, patella dan condyle
b. Fraktur segmental
c. Fraktur complicate/ multiple fragment
d. Fraktur patologis.
KONTRA INDIKASI
a. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
b. Pada pasien dengan fraktur terbuka, karena diperlukan debridement
hingga cukup bersih untuk dilakukan pemasangan ORIF
c. Pasien dengan GCS (Glass Gow Coma Scale) di bawah 15.
d. Pasien dengan penurunan kesehatan atau prognosis jelek
e. Pasien yang mengalami kelemahan
Kasus implant failure atau rusak ( patah ) dari plate yang terpasang
memang jarang terjadi kebanyakan kasus patahnya implant disebabkan
terjadinya trauma ulang pada lokasi fraktur
Terapi yang dilakukan adalah dengan melepas plate yang rusak atau
patah dan memasangan plate dan scruw ulang yang ditujukan untuk
memfiksasi tulang femur.
LAPORAN KASUS
1. PERSIAPAN LINGKUNGAN:
1) Menata ruangan dan mengatur penempatan kursi,mesin couter, mesin
suction, meja instrument, troley, waskom, meja mayo.
2) Memastikan mesin suction, mesin ESU, dan lampu operasi dalam
keadaan baik.
3) Mengatur suhu ruangan.
4) Memberi alas underpad dan linen pada meja operasi.
2. PERSIAPAN PASIEN
1. Pastikan ketepatan identifikasi pasien
2. Cek informed consent pembedahan dan anestesi
3. Cek penandaan area operasi
4. Cek kelengkapan data lain sesuai checklist lembar serah terima pasien
5. Menanggalkan semua perhiasan yang digunakan pasien (bila ada) dan
diserahkan pada keluarga pasien.
6. Persiapan psikologis pasien.
3. PERSIAPAN ALAT
a) Alat non steril
1. Meja operasi : 1 buah
2. Lampu operasi : 1 buah
3. Mesin suction : 1 buah
4. Troli waskom : 2 buah
5. Standart infus : 1 buah
6. Mesin couter : 1 buah
7. Meja mayo : 1 buah
8. Meja instrument : 1 buah
9. Tempat sampah : 1 buah
10. Gunting verban : 1 buah
11. Meja traksi : 1 set
12. C-Arm
b) Alat steril
a. Instrumen dasar / meja mayo
1. Duk klem : 5 buah
2. Desinfeksi klem : 1 buah
3. Pinset cirurgis : 2 buah
4. Pinset anatomis : 2 buah
5. Scalpel handle no 3 / no 4: 1/1 buah
6. Musquito klem : 1 buah
7. Pean bengkok : 2 buah
8. Kocher : 1 buah
9. Gunting Metzenboum : 1 buah
10. Gunting kasar/ Mayo : 1 buah
11. Needle holder : 2 buah
12. Haak tajam : 2 buah
13. Langen beck : 2 buah
14. Haak femur : 2 buah
15. Raspatorium : 1 buah
16. Elevator : 1 buah
17. Hofmann ( cobra ) : 2 buah
18. Bone tang/bone reduction : 2 buah
19. Knable tang : 1 buah
20. Bone Curet : 1 buah
21. Verburgge : 2 buah
b. Instrument penunjang
1. Bor listrik : 1 buah
Baterai
chuky key ( kunci bor )
2. Screwing set locking
mata bor 4,3mm : 1 buah
penduga (depht gauge) : 1 buah
Sleave locking : 1 buah
screw driver locking ( obeng) : 1 buah
tapper cortical locking : 1 buah
tapper cancelous locking : 1 buah
3. Screwing set non locking
mata bor 3,2mm : 1 buah
sleave : 1 buah
screw driver non locking : 1 buah
tapper cortical : 1 buah
tapper cancelous : 1 buah
4. Trochanter plate locking 12 hole : 1 buah
5. Waskom, bengkok, cucing : 1/1/1
6. Couter : 1 buah
7. Canule suction : 1 buah
c. Peralatan dimeja instrument
1. Kassa/ big kas : 20/ 5
2. Depres : 5 buah
3. Cucing desinfektan : 1 buah
4. Doek besar : 4 buah
5. Doek sedang : 4 buah
6. Doek kecil : 4 buah
7. Sarung meja mayo : 1 buah
8. Slang suction : 1 buah
9. Gaun operasi : 5 buah
10. Handuk kecil : 5 buah
c) Bahan Habis Pakai
1. Hand scoen steril : secukupnya
2. Hand scoen orthopedic/maxi : secukupnya
3. Mess no 22/10 : 1/1 buah
4. Spuit 10 cc : 2 buah
5. U-pad steril : 4 buah
6. U-pad on : 2 buah
7. Supratule : 1 buah
8. Drain vacuum ukuran 14 : 1 buah
9. Foley catheter no 16 : 1 buah
10. Urobag : 1 buah
11. Benang Vicril 1/0/2-0 : 1/1/1 buah
12. Benang Premiline 3-0 : 2 buah
13. EMP : 1 buah
14. Soft ban ukuran 15 : 1 buah
15. Elastic bandage ukuran 15 : 1 buah
16. NaCl 0,9% ukuran 1 liter : 3 liter
17. Kasa steril : 40 buah
18. Deppres : 6 buah
19. Kasa gulung : 1 buah
20. Betadine : 150 cc
21. Handscoen on : 4 pasang
4. TEKNIK INSTRUMENTASI
Saat pasien berada di ruang premedikasi, lakukan proses sign in
sebelum dilakukan induksi anestesi, meliputi:
Konfirmasi identitas, area operasi, tindakan operasi, dan
lembar persetujuan operasi.
Penandaan area operasi
Kesiapan mesin anestesi dan obat-obatannya
Kesiapan fungsi pulse oksimeter
Riwayat alergi pasien
Adanya penyulit airway atau resiko aspirasi
Resiko kehilangan darah
Pindahkan pasien ke kamar operasi, dekatkan brankart dengan meja
operasi
Pasang underpad on di atas meja operasi
Pindahkan pasien dari brankart ke meja operasi
Pasang plat diatermi pada paha kanan pasien
Atur posisi pasien dalam posisi supinasi untuk dilakukan regional
anestesi
Pasang kateter yang telah terhubung dengan urobag.
Atur posisi pasien supine dengan menggunakan meja traksi dan kaki
pasien dipasang sepatu traksi.
Cuci area operasi dengan hibis scub yang telah dicampur dengan air
untuk mengurangi kotoran yang menempel di area operasi pasien selama
pasien dari ruangan rawat inap hingga pasien berada di instalasi
bedah sentral.
Keringkan dengan duk atau handuk steril.
Instrumentator melakukan scrubing, gowning, dan gloving
Instrumentator membantu operator dan asisten melakukan scrubing,
gowning, dan gloving
Perawat instrumen memberikan desinfeksi klem dan cucing yang
didalamnya telah diberi deppers dan povidon iodine pada operator
untuk desinfeksi dengan povidone iodine dan deppers yang telah
dituang perawat sirkuler ke dalam cucing
Lakukan draping area oprasi, meliputi:
1. Pasang underpad steril 2 ( dari pangkal paha sampai bawah telapak
kaki )
2. Berikan duk besar untuk draping bagian bawah sampai menutupi kaki
dan handle traksi.
3. Berikan duk sedang untuk menutup bagian kaki sebelahnya.
4. Berikan dua duk kecil yang dikaitkan dengan duk klem untuk
melingkar pangkal paha.
5. Berikan duk besar lagi untuk menggandakan lapisan draping bagian
bawah.
6. Berikan duk besar untuk draping bagian atas
7. Fiksasi antar duk dengan towel klem
Pasang opsite pada area yang akan di lakukan insisi.
Pasang kabel couter dan conection suction yang disatukan dengan kasa
steril dan difiksasi ke duk menggunakan towel klem.
Lakukan time out sebelum dilakukan insisi.
(konfirmasi nama tim operasi, pemberian antibiotik profilaksis 60
menit sebelum operasi, tindakan darurat di luar standart operasi,
estimasi lama operasi, antisipasi kehilangan darah, perhatian khusus
selama pembiusan, sterilitas alat instrumen bedah)
Marking daerah insisi dengan menggunakan pinset cirugis.
Insisi dengan memberikan pinset cirugis dan mess 1 pada operator.
Berikan pean cantik dan kassa serta cotter untuk merawat perdarahan
dan hak gigi tajam untuk membuka area insisi.
Setelah fasia terlihat berikan mess 2 dan pinset cirurgis untuk
membuka fasia dan otot, kemudian berikan gunting metzenboum untuk
insisi lebih dalam, berikan hack femur dan langenback pada asisten
agar operator menginsisi sampai terlihat plat.
Rawat perdarahan berikan operator pean manis dan cotter, berikan
asisten suction.
Berikan cobra pada operator untuk membuka area yang terpasang plat
agar plat yang menempel pada tulang terlihat lebih jelas dan berikan
raspatorium pada operator untuk membersihkan jaringan yang menempel
pada plat.
Setelah plat terlihat bersih dari jaringan yang mengikat berikan
operator screw driver 4,5 untuk melepas screw satu demi satu dan
taruh pada bengkok. Hitung jumlah screw yang diambil dan cocokkan
dengan jumlah yang terlihat di rontgen.
Berikan currete dan knable tang untuk membersihkan garis patahan
tulang & bekas lubang screw sekaligus lakukan spooling dengan NaCl
0,9 % lalu lakukan suction
Reduksi tulang femur dengan 2 buah bone tang
Berikan trochanter plate locking 12 hole lalu letakkan secara tepat
dengan bantuan elevator
Reposisi fraktur femur yang terjadi dengan bantuan trochanter plate
locking 12 hole yang dijepit dengan bone reduction kemudian fiksasi
dengan verburgge
Teknik pemasangan screw locking
1. Pasang sleave khusus untuk locking dengan memutarkan sleave secara
tegak lurus terhadap hole locking pada plate. Sehingga uliran
sleave dan uliran hole locking terpasang secara tepat.
2. Berikan bor listrik pada operator beserta mata bor locking 4.3 mm.
3. Berikan penduga atau depht gauge untuk menentukan arah lubang yang
akan dipasang dan untuk mengetahui kedalaman lubang pada tulang
untuk disesuaikan dengan panjang screw yang akan dipasang.
4. Pasang cortrical screw locking 5,0 mm dengan screw driver.
5. Lakukan berulang kali hingga screw yang dipasang cukup kuat untuk
menahan patahan tulang.
Teknik pemasangan screw non locking
1. Berikan bor listrik pada operator beserta mata bor 3,2 mm dan
sleave 3,2 mm.
2. Berikan penduga atau depht gauge untuk menentukan arah lubang yang
akan dipasang dan untuk mengetahui kedalaman lubang pada tulang
untuk disesuaikan dengan panjang screw yang akan dipasang.
3. Berikan taper 4,5 mm untuk memberi alur screw guna memudahkan
pemasangan screw.
4. Pasang screw 4,5 mm dengan screw driver.
5. Lakukan berulang kali hingga screw yang dipasang cukup kuat untuk
menahan patahan tulang.
Lakukan cuci dengan menggunakan NaCl 0,9 % 1 liter sebanyak 2 botol /
secukupnya.
Pasang drain ukuran 14 di bawah fasia dan fiksasi drain pada daerah
kulit di sekitar tertembus jarum drain dengan premiline ( non
absorbable ) ukuran 3-0
Lakukan sign out
1. Jenis tindakan yang dilakukan
2. Kecocokan jumlah instrumen, kasa, dan jarum sebelum dan sesudah
operasi.
3. Perhatian khusus pada masa pemulihan
4. Ada atau tidaknya permasalahan pada alat-alat yang digunakan
Jahit fasia dengan benang vicril ( absorbable ) ukuran 1
Jahit lemak dan sub kutis dengan vikril ( absorbable ) ukuran 2-0
Jahit kulit dengan benang premiline ( non absorbable ) ukuran 3-0
Lepas opsite dan bersihkan bekas povidone iodine
Tutup luka dengan sofra-tulle lalu tutup dengan kasa kering
Tutup dengan plester
Bersihkan pasien dengan tisu towel
Balut dengan softband 15 cm,
Balut dengan elastic bandage 15 cm
Operasi selesai
Rapikan alat dan rapikan pasien.
5. PENYELESAIAN
Dekontaminasi Alat dan Pengepakan
1) Alat yang sudah dipergunakan dan dibawa semua ke ruang pencucian
alat
2) Alat – alat yang kotor (terkontaminasi cairan tubuh pasien)
direndam dengan ALKAZINE 1 bungkus ( g ) dalam 1 liter air
selama 15 menit
3) Alat yang sudah direndam kemudian di cuci dengan CIDECYM
4) Bilas alat dengan air mengalir kemudian di keringkan
5) Inventarisasi alat.
6) Lalukan pengepakan alat kemudian diberi indikator dan keterangan
isi dari alat
Malang, 12 Februari 2016
Pembimbing OK 10
( Cucuk Dwi A, Amd.Kep )
DAFTAR PUSTAKA
Modul Pelatihan Perawat Instrument Kamar Operasi RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang tahun 2016
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.
Jakarta: EGC.
Gruendeman, B.J & Fernsebner, B. 2005. Keperawatan Perioperatif, vol 2.
Jakarta: EGC.