IAS 16 tentang Properti, Pabrik, dan Peralatan
Tujuan Pernyataan ini adalah mengatur perlakuan akuntansi assettetap agar pengguna laporan keuangan dapat memahami informasimengenai investasi entitas di aset tetap dan perubahan dalam sepertiinvestasi. Pokok masalah untuk akuntansi atas aset tetap
adalah pengakuan aset, penentuan jumlah tercatat dan penyusutanbiaya dan kerugian penurunan nilai harus diakui dalam kaitannya dengan mereka.
Properti, Pabrik, dan peralatan adalah item yang nyata bahwa:
(a) yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan untuk orang lain, atau untuk tujuan administratif; dan
(b) diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Biaya suatu Properti, Pabrik, dan peralatan harus diakui sebagai asetjika, dan hanya jika:
(a) besar kemungkinan manfaat ekonomis masa depan berkenaan dengan aset tersebut akan mengalir ke entitas, dan
(b) biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.
Pengukuran pada saat pengakuan: Komponen properti, pabrik, dan kantor yang memenuhi persyaratan untuk diakui sebagai aset tetap harus diukur pada biaya. Biaya item dari properti, pabrik, dan kantor adalah harga setara kas pada tanggal pengakuan. Jika pembayaran ditangguhkan melampaui persyaratan kredit normal, perbedaan antara uang tunai harga setara dengan jumlah pembayaran dicatat sebagai bunga selama periode kredit kecualibunga tersebut diakui dalam jumlah tercatat dari item dalam sesuaidengan perlakuan alternatif diperbolehkan dalam IAS 23.
Biaya suatu properti, pabrik, dan kantor terdiri dari:
(a) harga pembelian, termasuk bea impor dan tidak dapat dikembalikan pajak pembelian, setelah dikurangi diskon dagangdan rabat.
(b) biaya langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisidiperlukan untuk itu harus mampu beroperasi sesuai dengan yang dikehendaki oleh manajemen.
(c) estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi
situs di mana ia berada, kewajiban yang menimbulkan suatu entitas baik
ketika aset tersebut diperoleh atau sebagai karena penggunaanitem selama
tertentu periode untuk tujuan selain untuk menghasilkan persediaan selama periode tersebut.
Pengukuran setelah pengakuan: Sebuah entitas harus memilih antara model biaya atau
model revaluasi sebagai kebijakan akuntansi dan menerapkankebijakan tersebut terhadap seluruh kelas aset dan peralatan. Biayamodel: Setelah pengakuan sebagai aset, suatu aset tetapdilaksanakan kurang biaya penyusutan setiap akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai.
Revaluasi model: Setelah pengakuan sebagai aset, suatu aset, pabrik dan peralatan nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dilakukan dengan revaluasi jumlah, harga yang wajar pada tanggalrevaluasi dikurangi berikutnya akumulasi penyusutan danakumulasi penurunan nilai berikutnya. Revaluasi harus dilakukandengan keteraturan yang memadai untuk memastikan bahwamembawa para jumlah tidak berbeda secara material dari apa yangakan ditentukan dengan adil nilai pada tanggal neraca.
Jika jumlah yang tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut akan dikreditkan langsung ke ekuitas pada bagian surplusrevaluasi. Namun, kenaikan tersebut harus diakui dalam laporan laba rugi sejauh itu membalikkan revaluasi penurunan aset yang sama sebelumnya telah diakui dalam laporan laba rugi. Jika jumlahtercatat aset menurun akibat revaluasi, penurunan tersebut harusmenjadi diakui dalam laporan laba rugi. Namun, penurunan tersebut harus didebitkan ke ekuitas di bawah judul selisih penilaian kembalisejauh dari setiap saldo kredit di selisih penilaian kembalisehubungan dengan aset tersebut.
Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama masa berguna hidup. Jumlah yang dapat disusutkan adalah biaya aset, atau jumlah lain yang disubstitusikan untuk biaya, dikurangi nilai sisanya. Setiap bagian dari suatu asettetap dengan biaya yang signifikan dalam kaitannya dengan total biaya item akan disusutkan secara terpisah. Penyusutan yang dibebankan untuk setiap periode diakui dalam laba rugi kecuali termasuk dalam jumlah tercatat aset lain. Metode penyusutan yang digunakan harus mencerminkan pola di mana masa depan assetmanfaat ekonomi diharapkan akan dikonsumsi oleh entitas.
Nilai residu aset adalah jumlah perkiraan bahwa entitas saat iniakan mendapatkan dari pelepasan aset, setelah dikurangi estimasi biaya pelepasan, jika aset sudah zaman dan dalam kondisi yang diharapkan pada akhir masa manfaatnya. Untuk menentukan apakahsuatu aset tetap terganggu, suatu entitas berlaku IAS 36 Penurunan Nilai Aset.
Nilai tercatat suatu aset tetap harus lagi diakui:
(a) penjualan, atau
(b) tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya.
IAS No. 16 Tentang Aktiva Tetap
Posted: 28 April 2011 in Uncategorized
0
A. Pengertian IAS
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 Revisi 2007 adalah standar akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang mengatur tentang perlakuan akuntansi aset tetap, yang terakhir kali diubah pada tahun 2007 dan mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2008. Pernyataan-pernyataan dalam PSAK 16 harus diterapkan dalm perlakuan akuntansi aset tetap kecuali ada pernyataan lain yang menetapkan atau mengizinkan perlakuan akuntansi yang berbeda dengan standar ini. Misalnya aset tetap seperti hak penambangan dan reservasi tambang seperti minyak bumi atau gas alam, dan sumber daya lain, tidak diatur dalam pernyataan ini tetapi melaui pernyataan lain yang khusus mengatur tentang aset tersebut. Perlakuan lain misalnya sewa-menyewa diatur dalam PSAK lain, tetapi hal-hal perlakuan akuntansi tertentu seperti penyusutan diatur dengan pernyataan ini.
Di dalam PSAK 16 yang dimaksud dengan aset tetap adalah aset berwujud yang:
Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Nilai yang dapat diakui sebagai aset tetap dalam standar ini yaitu nilai wajar.
Menurut PSAK No.16 (revisi 2007) tentang Aset Tetap, nilai wajar didefinisikan sebagai " Jumlah yang dipakai mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan yang memadai dalam suatu transaksi dengan wajar.
Menurut IAS No.16 tentang Property, Plant and Equipment, yang diadopsi menjadi PSAK No.16 (revisi 2007), nilai wajar didefinisikan sebagai "The amount for wich and asset could be exchanged between knowleadgeable, wiling parties in an arm's length transaction".
Pengukuran aset tetap dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu:
1) Pengukuran awal ketika aset tersebut diperoleh
Aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk dikategorikan sebagai aset tetap pada awalnya diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan aset adalah jumlah biaya yang dikeluarkan oleh entitas dan diperlukan untuk menyiapkan aset tetap tersebut agar dapat digunakan sebagaimana mestinya sebuah aset tetap. Biaya perolehan aset tetap menurut PSAK Nomor 16 Revisi Tahun 2007 meliputi:
biaya perolehan, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi dengan diskon pembelian dan potongan lain.
biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
a. biaya penyiapan lahan untuk pabrik.
b. biaya penanganan dan penyerahan awal.
c. biaya perakitan dan instalasi.
d. biaya pengujian aset apakah dapat beroperasi dengan baik, setelah dikurangi hasil penjualan dari produk yang dihasilkan atas pengujian tersebut.
e. komisi profesional.
estimasi biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset.
Pada umumnya nilai perolehan suatu aset tetap sama dengan jumlah biaya (bisa berupa kas maupun nonkas) untuk memperoleh aset tersebut. Selain hal tersebut, aset tetap dapat diperoleh dari pertukaran aset nonmoneter. Prinsip utama pada pengukuran aset tetap yang diperoleh dari pertukaran aset tetap ini adalah dengan menggunakan nilai wajarnya. Dalam hal nilai wajar aset tetap yang dipertukarkan tidak diketahui, nilai buku dari aset tersebut dapat digunakan.
2) Pengukuran setelah pengakuan awal
Pengukuran aset tetap selain dilakukan pada awal perolehan juga dilakukan pada periode setelah aset tetap tersebut diperoleh. Di dalam PSAK 16 Revisi 2007 terdapat perubahan yang signifikan mengenai perlakuan akuntansi aset tetap terutama tentang pengukuran nilai aset tetap setelah perolehan. PSAK 16 Revisi 2007 mengakui adanya dua metode dalam perlakuan akuntansi aset tetap tersebut. Kedua metode itu adalah:
Metode Biaya Historis
Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, aset tetap tersebut dicatat pada harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset
Metode Revaluasian
Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi atas aset tetap harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.
Penentuan nilai aset dengan menggunakan nilai wajar pada umumnya dilakukan melalui penilai yang memiliki kualifikasi profesional. untuk melakukan penilaian terhadap tanah dan bangunan biasanya penilai menggunakan bukti pasar. Sedangkan untuk penilaian aset tetap lain seperti pabrik dan peralatan penilai akan menentukan sendiri nilai pasar wajarnya. Dalam hal tidak ada pasar yang memperjualbelikan aset tetap yang serupa, penentuan nilai pasar wajar dapat dilakukan dengan pendekatan penghasilan atau biaya pengganti yang telah disusutkan (depreciated replacement cost approach). Frekuensi pelaksanaan revaluasi sendiri tergantung pada perubahan niali wajar suatu aset. Jika nilai wajar yang tercatat berbeda secara material dengan nilai revaluasi, maka revaluasi lanjutan perlu dilaksanakan. Untuk aset tetap yang mempunyai perubahan nilai wajar secara fluktuatif dan sifatnya signifikan, revaluasi dapat dilaksanakan tiap tahun. Sedangkan untuk beberapa aset lain yang tidak mengalami perubahan secara fluktuatif dan signifikan, revaluasi tidak perlu dilaksanakan setiap tahun. Untuk aset seperti itu revaluasi dapat dilakukan setiap tiga tahun atau lima tahun.
Untuk metode revaluasi, perlakuan terhadap akumulasi penyusutan aset tetap pada tanggal revaluasi dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut:
Disajikan kembali secara proporsional dengan perubahan dan jumlah tercatat secara bruto dari aset sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi sama dengan jumlah revaluasian, metode ini sering digunakan apabila aset direvaluasi dengan cara memberi indek untuk menentukan biaya pengganti yang disusutkan (depreciated replacement cost).
Dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto dari aset dan jumlah tercatat neto setelah eliminasi disajikan kembali sebesar jumlah revaluasian dari aset tersebut. Metode ini sering digunakan untuk bangunan.
Pengakuan terhadap kenaikan atau penurunan nilai akibat revaluasi dilakukan langsung pada kenaikan atau penurunan akibat revaluasi, kecuali jika revaluasi dilakukan pada tahun-tahun berikutnya. Apabila revaluasi dilakukan untuk yang kedua kali dan seterusnya, terdapat perlakuan yang berbeda. Perbedaan tersebut adalah:
Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut langsung dikredit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun kenaikan tersebut harus diakui di dalam laporan laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai aset akibat revaluasi yang pernah dilakukan sebelumnya dalam laporan laba rugi.
Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui dalam laporan laba rugi. Namun penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung didebit ke dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut.
Penilaian kembali atau revaluasi aktiva tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Keuangan menganut penilaian aktiva berdasarkan harga perolehan. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah. Ketika perusahaan melakukan penilaian kembali atas aset-asetnya, laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari konsep harga perolehan di dalam penyajian aktiva tetap serta pengaruh daripada penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan perusahaan. Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai buku (nilai tercatat) aktiva tetap dibukukan dalam akun modal dengan nama Selisih Penilaian Kembali Aktiva Tetap.
Kualifikasi Aktiva Tetap
Aktiva yang diperoleh perusahaan dan memenuhi kualifikasi untuk digolongkan sebagai aktiva tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. Komponen biaya perolehan sendiri terdiri dari:
harga belinya, termasuk bea impor dan PPN Masukan Tak Boleh Restitusi (non-refundable), setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga pembelian.
biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aktiva tersebut ke kondisi yang membuat aktiva tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan. Contoh dari biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
biaya persiapan tempat
biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar-muat (handling costs)
biaya pemasangan (installation costs) dan
biaya profesional seperti arsitek dan insinyur.
Perolehan aktiva tetap selain dengan pembelian tunai juga dapat dilakukan secara kredit. Jika pembayaran terhadap aktiva tetap tersebut dalam jangka waktu kurang dari satu periode, bunga atas hutang tersebut diakui sebagai beban bunga dan tidak dikapitalisasikan dalam nilai aktiva tetap. Pengkapitalisasian bunga dalam perolehan aktiva tetap diatur dalam PSAK 26 Revisi 1994 tentang Akuntansi Bunga untuk Periode Konstruksi.
Pengeluaran setelah perolehan awal aktiva tetap (subsequent expenditures) dikapitalisasikan jika menambah masa manfaat atau kemungkinan memberikan manfaat ekonomis di masa depan bagi perusahaan. Pengeluaran setelah perolehan awal aktiva tetap (subsequent expenditures) yang tidak menambah masa manfaat atau tidak memberikan manfaat ekonomis di masa depan diakui sebagai beban pada periode tersebut.
Aktiva tetap disajikan pada pada nilai bukunya. Nilai buku aktiva tetap merupakan nilai perolehan dari aktiva tetap tersebut dan dikurangi dengan akumulasi depresiasinya.
Penyusutan Aktiva Tetap
Jumlah dapat disusutkan (depreciable) suatu aktiva tetap harus dialokasikan secara sistematis sepanjang masa manfaatnya. Metode penyusutan harus mencerminkan pola pemanfaatan ekonomi aktiva (the pattern in which the asset's economic benefits are consumed by the enterprise) oleh perusa-haan. Penyusutan untuk setiap periode diakui sebagai beban untuk periode yang bersangkutan, kecuali termasuk sebagai jumlah tercatat aktiva lain.
Masa manfaat suatu aktiva tetap harus ditelaah ulang secara periodik dan, jika harapan berbeda secara signifikan dengan estimasi sebelumnya, beban penyusutan untuk periode sekarang dan masa yang akan datang harus disesuaikan.
Metode penyusutan yang digunakan untuk aktiva tetap ditelaah ulang secara periodik dan jika terdapat suatu perubahan signifikan dalam pola pemanfaatan ekonomi yang diharapkan dari aktiva tersebut, metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan sebagai suatu perubahan kebijakan akuntansi dan dilaporkan sesuai dengan PSAK No.25 dan beban penyusutan untuk periode sekarang dan masa yang akan datang harus disesuaikan. Apabila manfaat keekonomian suatu aktiva tetap tidak lagi sebesar jumlah tercatatnya maka aktiva tersebut harus dinyatakan sebesar jumlah yang sepadan dengan nilai manfaat keekonomian yang tersisa. Penurunan nilai kegunaan aktiva tetap tersebut dilaporkan sebagai kerugian.
B. IAS No.16 pencatatan akuntansi untuk komponen aktiva tetap
IAS 16 mengharuskan adanya pencatatan akuntansi untuk komponen aktiva tetap. Component accounting is the first challenge in IASKomponen akuntansi adalah tantangan pertama dalam IAS 16. Many companies are accustomed to Banyak perusahaan yang terbiasa aggregating fixed assets into large units of account—perhaps accounting for a building, menggabungkan aktiva tetap menjadi unit-unit besar-mungkin akuntansi account untuk membangun, sebuahaircraft, or an oil production facility as a single asset. pesawat, atau fasilitas produksi minyak sebagai aset tunggal. Paragraph 9 of IAS 16 reads: Ayat 9 dari IAS 16 berbunyi:
This Standard does not prescribe the unit of measure for recognition, ie what constitutes "Standar ini tidak menetapkan satuan ukuran untuk pengenalan, yaitu apa yang merupakan an item of property, plant and equipmesuatu aset tetap. Thus, judgement is required in applying the Jadi, penilaian diperlukan dalam menerapkan recognition criteria to an entity's specific circumstanckriteria pengakuan's khusus untuk keadaan suatu entitas. It may be appropriate to Ini mungkin cocok untuk aggregate individually insignificant items, such as moulds, tools and dies, and to apagregat secara individual tidak signifikan item, seperti cetakan, alat-alat dan mati, dan untuk menerapkan the criteria to the aggregate valukriteria dengan nilai agregat".
However, and this is more significant to fixed-asset record-keeping systems, paragraphs 43 and
Namun, dan ini lebih signifikan untuk aset tetap pencatatan sistem, paragraf 43 dan 44 re44 membaca:
Each part of an item of property, plant and equipment with a cost that is significant in Setiap bagian dari suatu aset tetap dengan biaya yang signifikan dalam
relation to the total cost of the item shall be depreciated separately Sehubungan dengan total biaya barang harus disusutkan secara terpisah
There is little point in allocating the cost of an asset to components if the effAda gunanya mengalokasikan biaya perolehan aset untuk komponen jika pengaruhdoing so is not material. melakukannya tidak material. Still, some assets have components with useful lives that aNamun, beberapa aset memiliki komponen dengan masa manfaat yang significantly different from one another, and some jurisdictions already separate assets insecara signifikan berbeda dari satu sama lain, dan yurisdiksi sudah beberapa aset terpisah menjadi components. komponen. For example, a building's, elevators, and heating/air conditioning plant may have Sebagai contoh, sebuah gedung itu, lift, dan pemanas / AC pabrik mungkin lives that are shorter than that of the building shell. hidup yang lebih pendek dibandingkan dengan shell bangunan. In a manufacturing facility, custom-built
C. IAS 16 requires an explicit estimate of residual value IAS 16 membutuhkan perkiraan eksplisit dari nilai sisa
Paragraph 6 of IAS 16 defines residual value as: Ayat 6 dari IAS 16 mendefinisikan nilai sisa sebagai:
"The residual value of an asset is the estimated amount that an entity would currentl"'Nilai sisa aset adalah jumlah diperkirakan entitas saat ini akan obtain from disposal of the asset, after deducting the estimated costs of disposal, if tdiperoleh dari penjualan aset, setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan, jikaasset were already of the age and in the condition expected at the end of its useful life. aset sudah usia dan dalam kondisi yang diharapkan pada akhir masa manfaatnya''.
Definisi tersebut dapat kembali sebagai pertanyaan sederhana. If the asset was at the end of its useful life Jika aset itu pada akhir masa manfaatnya today, and was in the condition expected at the end of its useful life, what would the compahari ini, dan berada di kondisi yang diharapkan pada akhir masa manfaat nya, apa yang akan perusahaan receive today from selling the asset (net of disposal costsmenerima hari ini dari penjualan aktiva (setelah dikurangi biaya penjualan)? IAS 16 also requires that the residual value of assets must be reviewed annually. IAS 16 juga mensyaratkan bahwa nilai sisa aset harus ditinjau setiap tahun. If an asset's Jika aset's residual value is greater than its net carrying amount, then there is no charge for depreciationilai sisa lebih besar dari nilai tercatat, maka tidak ada biaya untuk penyusutan.
Does this require management to make an annual detailed review of its fixed asset records? Apakah ini mengharuskan manajemen untuk membuat kajian rinci tahunan aktiva tetap catatannya? Probably not in many situationMungkin tidak dalam banyak situasi. Again, judgement is required. Sekali lagi, penilaian diperlukan. The residual value of some Nilai sisa dari beberapa assets, such as aircraft, may change significantly from period to perioaset, seperti pesawat terbang, dapat berubah secara signifikan dari periode ke periode. Other assets, suchAktiva lain, seperti those used in manufacturing facilities, may have residual values that do not change from periyang digunakan dalam fasilitas manufaktur, dapat memiliki nilai sisa yang tidak berubah dari periode to perke periode berikutnya. Management should have a policy for identifying and monitoring changes in assets. Manajemen harus memiliki kebijakan untuk mengidentifikasi dan monitoring perubahan aktiva.
D. IAS 16 membutuhkan perkiraan eksplisit masa manfaat
Paragraph 6 of IAS 16 defines useful life as: Ayat 6 dari IAS 16 mendefinisikan umur manfaat sebagai:
a. the period over which an asset is expected to be available for use by an entity; or periode dimana aset diharapkan akan tersedia untuk digunakan oleh entitas; atau
b. (b) the number of production or similar units expected to be obtained from the assejumlah atau mirip unit produksi diharapkan diperoleh dari aktiva oleh an entisuatu entitas.
Masa manfaat suatu aktiva didefinisikan dalam hal aset yang diharapkan utilitas untuk entitas. Oleh karena itu, masa manfaat suatu aktiva mungkin lebih pendek dari umur ekonomisnya. The estimation estimasi of the useful life of the asset is a matter of judgement based on the experience of the entity with dari masa manfaat aset tersebut adalah masalah penilaian berdasarkan pengalaman dari entitas dengan similar assets. aset yang serupa.
E. IAS 16 memungkinkan berbagai metode depresiasi
Of all IAS 16's requirements, the selection of depreciation methods can have the largest effect on Dari semua IAS 16 kebutuhan, pemilihan metode depresiasi dapat memiliki pengaruh terbesar untuk reported profit or losmelaporkan laba atau rugi. Yet the standard devotes only a few paragraphs to the topic. Namun standar mencurahkan hanya beberapa paragraf dengan topik. Paragraph Ayat 60 captures the principle:60 menangkap prinsip:
The depreciation method used shall reflect the pattern in which the asset's future "Metode penyusutan yang digunakan harus mencerminkan pola di mana asset masa depan economic benefits are expected to be consumed by the entitymanfaat ekonomi diharapkan untuk dikonsumsi oleh entitas".
The requirement, then, is simple. Persyaratan, kemudian, adalah sederhana. IAS 16 requires a depreciation method that is consistent with IAS 16 membutuhkan metode penyusutan yang konsisten dengan the pattern of consumption of economic benefits, to the extent possible within the limits of pola konsumsi manfaat ekonomi, sejauh mungkin dalam batas-batas apapun accounting allocation methmetode akuntansi alokasi. Selection of a method is not a free choice.Tujuan dari metode penyusutan, then, is to approximate the pattern in which the bundle of economic benefits diminishes ovkemudian, adalah untuk perkiraan pola di mana bundel manfaat ekonomi berkurang selama tiwaktu.
Manfaat ekonomi masa depan aset tetap dikonsumsi oleh entitas terutama through its umelalui penggunaannya. However, other factors, such as technical or commercial obsolescence Namun, faktor lain, seperti atau komersial usang teknis and wear and tear while an asset remains idle, often result in the diminution of dan keausan saat aktiva tetap siaga, sering mengakibatkan penurunan dari economic benefits that might have been obtained from the asset. manfaat ekonomi yang mungkin telah diperoleh dari aset tersebut. Consequently, all the following factors are considered in determining the useful life ofAkibatnya, semua faktor berikut dipertimbangkan dalam menentukan masa manfaat dariasset: aset:
expected usage odiharapkan penggunaan aset tersebut. Usage is assessed by reference to thPenggunaan dinilai dengan mengacu pada asset expected capacity or physical outdiharapkan kapasitas atau output fisik.
diharapkan fisik dan keausan, yang tergantung pada faktor-faktor operasional sepertithe number of shifts for which the asset is to be used and the repair and jumlah pergeseran penggunaan aset yang akan digunakan dan perbaikan dan maintenance programme, and the care and maintenance of the asset while idlpemeliharaan program, dan perawatan dan pemeliharaan aset sementara menganggur.
teknis atau komersial usang yang timbul dari perubahan atau perbaikan in production, or from a change in the market demand for the product or serviproduksi, atau dari perubahan permintaan pasar untuk produk atau jasa output of the assetoutput dari aset tersebut.
atau serupa batasan hukum atas penggunaan aset tersebut, seperti tanggal berakhirnya related leases.terkait sewa.
F. Kondisi-kondisi perusahaan menjual aktiva tetap
Kondisi-kondisi tertentu yang menyebabkan perusahaan menjual aktiva tetapnya, antara lain:
Karena perusahaan kekurangan supply dana, sehingga perusahaan dengan terpaksa menjual aktiva tetapnya untuk memperoleh tambahan dana entah untuk modal kerja, atau untuk memenuhi kewajiban (bayar hutang) jangka pendek/jangka panjangnya.
Karena perusahaan berganti jenis product, sehingga mesin-mesin dan peralatan tertentu tidak diperlukan lagi (tidak member manfaat lagi). Hal ini biasanya terjadi pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang memproduksi "fast moving product", misalnya: Perusahaan Apparel, perubahan trend mode akan membuat perusahaan tidak mempergunakan mesin untuk jenis pengerjaan bagian tertentu lagi.
Karena perusahaan berganti technology, misalnya: perusahaan menjual semua komputer ber spesifikasi Pentium III, karena perusahaan akan membeli komputer yang berspesifikasi Pentium IV. Atau perusahaan menjual monitor non-flat karena akan menggunakan flat-monitor.
Karena perusahaan akan ditutup (berhenti beroperasi) karena alasan tertentu.
G. Prosedur dan perlakuan Akuntansi atas penjualan Aktiva Tetap
Pada garis besarnya prosedur dan jurnal penjualan aktiva tetap hanya terdiri dari 2 langkah saja, yaitu:
Step-1: Update Buku Aktiva yang dijual
Step-2: Hapus Aktiva Tetap
Contoh kasus:
Pada tanggal 18 April 2008, PT. ROYAL BALI CEMERLANG menjual salah satu mesin produksinya seharga Rp. 15.000.000. Dahulunya dibeli pada tanggal 22 February 2005 dengan harga perolehan sebesar Rp. 25.000.000.
Catatan:
PT. Royal Bali Cemerlang menggunakan metode garis lurus untuk menghitung penyusutan aktiva tetapnya, tanpa "Salvage Value (nilai residu)", umur ekonomis (life time) mesin diperkirakan 8 Tahun. Posisi Aktiva Tetap Mesin PT. Royal Bali Cemerlang per 31 Des 2007 adalah sebagai berikut:
Perolehan = Rp. 25.000.000
Accum Deprec = (Rp. 8.854.167)
——————-
Nilai Buku = Rp. 16.145.833
Prosedur dan Perlakuan-nya:
Step-1: Update Buku Aktiva Tetap
Hitung Penyusutan 01 January – 18 Maret 2008:
Karena mesin dijual pada tanggal 18 April 2008, dimana tanggal 18 sudah melewati tengah bulan, oleh karenanya untuk bulan April dianggap mesin telah dipergunakan selama satu bulan penuh (jika dibawah tanggal 15 maka dianggap belum dipergunakan), maka penyusutan 01 Jan – 18 Apr 2008:
4/12 x (25.000.000/8) = Rp. 1.041.667.
Bebankan Penyusutan dengan jurnal:
[Debit]. Depreciation = Rp 1,041,667
[Credit]. Accum Deprec = Rp 1,041,667
catatan: Jurnal diatas akan menambah "Depreciation Cost" dan menambah "Accum Deprec" mesin sebesar Rp. 1.041.667. sehingga "Accum Deprec Mesin" per tanggal 18 April 2008 adalah:
Accum Deprec per 31 Dec 2007 = Rp 8,854,167
Accum Deprec 01 Jan-18 Apr 2008 = Rp 1,041,667
————————————————————-
Accum Deprec per 18 April 2008 = Rp 9.895,833
Dan nilai "Buku Aktiva Tetap Mesin" per 18 April 2008 adalah:
Rp 25,000,000 – Rp 9,895,833 = Rp 15,104,167
Langkah berikutnya adalah penghapusan
Step-2: Penghapusan Aktiva tetap Mesin
Aktiva Tetap Mesin dihapus dengan jurnal:
[Debit]. Kas/Piutang = Rp. 15.000.000,-
[Debit]. Accum Deprec Mesin = Rp. 9.895.833,-
[Debit]. Rugi Penjualan Aktiva = Rp. 104.167,-
[Credit]. Aktiva Tetap Mesin = Rp. 25.000.000,-
Catatan:
Jurnal diatas akan:
Menghapus aktiva tetap mesin dan akumulasi penyusutannya. Penghapusan terjadi karena posting aktiva tetap mesin di masukkan di credit (berlawanan dengan perolehan aktiva tetap mesin yang berada di debit) dan Deprec Accum di masukkan ke sisi debit (berlawanan dengan saldonya yang berada di sisi credit).
Mencatat kas masuk atau mengakui piutang sebesar nilai penjualan.
Mengakui rugi penjualan aktiva tetap sebesar selisih antara harga perolehan dengan (Kas+Accum Deprec), dengan kata lain selisih antara nilai buku aktiva tetap setelah di-update dengan nilai penjualan.
IFRS: Property, Plant, and Equipment
07-05-2011 22:27:18
Aset tetap atau PPE (Property, Plant, and Equipment) adalah aset berwujud (tangible assets) yang digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan, yang memiliki manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Istilah aset tetap digunakan untuk membedakan dengan aset tidak berwujud, yang juga memiliki masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi tetapi tidak memiliki wujud fisik, serta nilainya tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh eksistensi fisik dari aset.
Dalam standar akuntansi yang mengacu ke Amerika (US GAAP), akuntansi untuk aset tetap relatif tidak menimbulkan banyak masalah, karena standar akuntansi aset tetap berdasar US GAAP menggunakan basis kos historis. IFRS tidak menggunakan basis kos historis, mengingat basis kos historis berimplikasi pada penyajian laporan keuangan yang dipandang kurang relevan dengan kebutuhan nyata pengguna informasi karena tidak mampu menggambarkan nilai riil aset tetap yang disajikan di dalam laporan keuangan.
Artikel ini tidak dimaksudkan untuk membahas secara detil seluruh aspek teknis akuntansi atas aset tetap, tetapi dimaksudkan untuk mendeskripsikan aspek-aspek umum akuntansi aset tetap yang membedakan antara US GAAP dengan IFRS. Secara umum permasalahan akuntansi aset tetap yang akan dibahas dalam artikel ini adalah mencakup prinsip-prinsip dasar akuntansi aset tetap sebagai berikut:
Akuntansi perolehan aset tetap
Akuntansi alokasi kos aset tetap ke masing-masing periode akuntansi yang menikmati jasa aset tetap.
Akutansi perubahan nilai aset setelah pemilikan aset, seperti akuntansi kenaikan nilai dan penurunan nilai (impairments) aset tetap.
Akuntansi penghentian aset.
Baik standar akuntansi versi US GAAP maupun versi IFRS area utama permasalahan akuntansi yang diatur dalam masing-masing standard adalah sama, yaitu dalam empat area tersebut di atas, sehingga dengan melakukan pengkajian atas keempat area utama akuntansi tersebut akan diperoleh pemahaman tentang kesamaan dan perbedaan standard akuntansi yang berlaku pada masing-masing standar.
PEMBAHASAN
Pengukuran Kos Investasi Awal
Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membuat aset tetap dalam kondisi siap dioperasikan harus dicatat sebagai bagian dari kos aset. Elemen kos mencakup (1) harga beli, termasuk biaya legal dan fee perantara, pajak impor, pajak pertambahan nilai, dan pajak-pajak lain yang bersifat final, dikurangi dengan diskon atau rabat dan (2) seluruh biaya langsung untuk membawa aset ke lokasi hingga siap dioperasikan sesuai harapan manajemen, termasuk biaya persiapan lokasi penempatan aset tetap, biaya pemasangan, dan biaya uji coba, dan (3) taksiran biaya pembongkaran (dismantling costs), pemindahan barang, dan penyiapan lokasi. Dari tiga macam elemen kos, letak perbedaan US GAAP dan IFRS adalah pada perlakukan akuntansi atas dismantling costs, US GAAP menggunakan prinsip kos historis, sehingga unsur biaya yang sifatnya masih preditif, apalagi peristiwanya akan terjadi setelah aset tetap dihentikan pemanfaatannya, tidak diperlakukan sebagai unsur kos aset tetap.
Dalam hal aset tetap diperoleh dengan cara kredit, bunga kredit tidak termasuk sebagi kos aset tetap, dalam kasus ini kos aset tetap diakui sebesar nilai tunai dari pembayaran periodik. Biaya inkremental lain, seperti biaya konsultasi dan biaya komisi dalam rangka pembelian aset termasuk sebagai bagian dari kos aset tetap berwujud. Dalam kasus ini, secara prinsip dan konsep tidak ada perbedaan antara US GAAP dengan IFRS.
Biaya restorasi lokasi aset (decommissioning costs) yang diprediksi akan terjadi pada akhir masa manfaat aset diperlakukan sebagai bagian dari kos aset tetap. Dengan demikian kos aset tetap adalah mencakup kos perolehan aset tetap ditambah dengan decommissioning costs dan dismantling costs. Rekening lawan dari decommissioning costs adalah rekening utang bersyarat. IAS 37 menegaskan bahwa provisions atau pencadangan utang atas decommissioning costs akan diakui hanya pada saat dipenuhi kriteria sebagai berikut:
Pada saat pelaporan keuangan perusahaan terbukti memiliki kewajiban (present obligation) baik secara legal maupun bersifat konstruktif, sebagai akibat dari peristiwa yang lalu.
Dapat diprediksi akan terjadinya arus keluar sumberdaya ekonomi untuk menyelesaikan kewajiban, dan
Dapat diprediksi secara memadai jumlah kewajiban yang harus diselesaikan diwaktu yang akan datang.
Dalam proposal amandemen IAS 37: Provision, Contingent Liabilities and Contingent Assets, IASB (the International Accounting Standards Board) mengusulkan untuk menghapus istilah ?Provisions? dan menggantinya dengan istilah baru ?nonfinancial liabilities?. Dalam US GAAP masalah decommissioning costs tidak diatur karena prinsip yang digunakan adalah kos historis, meskipun pada dasarnya jika unsurdecommissioning costs diakomodasi oleh US GAAP perlakukan akuntansinya cocok dengan prinsip kehati-hatian atau conservative principle yang digunakan sebagai basis pengembangan US GAAP. Namun demikian US GAAP tidak menerapkan prinsip hati-hati untuk mengakui decommissioning costs, dengan kemungkinan alasan karena objectivitas atau validitas estimasi kos sulit untuk diukur.
Contoh implementasi decommissioning costs adalah sebagai berikut, misalnya dalam rangka memenuhi ketentuan perizinan pemerintah dalam pengadaan aset tetap, perusahaan diwajibkan pada akhir masa pakai aktiva tetap perusahaan harus membongkar aktiva tetap, membersihkan lokasi penempatan aktiva tetap, dan mengembalikan tanah seperti keadaan semula. Kondisi semacam ini memenuhi ketentuan sebagai kewajiban masa sekarang sebagai akibat peristiwa masa lalu (pengadaan aset tetap), yang kemungkinan besar akan mengakibatkan arus keluar sumberdaya di masa yang akan datang. Pengakuan kos atas peristiwa di masa yang akan datang semacam ini memerlukan estimasi yang cukup cermat, mengingat estimasi berhubungan dengan jangka waktu yang cukup panjang, yang sangat rentan dengan berbagai kemungkinan yang bisa mempengaruhi ketepatan estimasi, paling tidak bisa sangat dipengaruhi oleh evolusi atau bahkan revolusi perubahan teknologi, yang kemungkinan besar akan mempengarui realisasi decommissioning dan dismantling costs.
Untuk mengatasi kerumitan estimasi, IAS 37 memberikan arahan teknis dengan menyatakan bahwa estimasi yang terbaik adalah dengan cara mengukur dengan tepat decommissioning dan dismantling costspada akhir masa kegunaan aset tetap, kemudian mengukurnya dengan nilai sekarang (discounted to present value), selanjutnya present value dari kedua unsur kos tersebut dimasukkan sebagai bagian dari kos perolehan aset tetap. Meskipun telah disediakan arahan teknis semacam ini, kesulitan dalam praktik tetap akan terjadi, karena yang menjadi persoalan utama adalah pada teknis pengukuran secara tepat prediksi potensi kos yang akan terjadi pada akhir umur ekonomis aset tetap, bukan pada bagaimana mengukur nilai sekarang dari kedua unsur kos tersebut. Dari kaca mata US GAAP, masalah berat seperti ini barangkali yang membuat US GAAP tidak mengatur standard tentang unsur biaya semacam ini.
Perlu difahami bahwa dismantling costs, legal costs atau constructive obligations, yang merupakan bagian dari kos perolehan aset tetap, tidak diperkenankan untuk diperluas sampai dengan kos operasional aset tetap di waktu yang akan datang, mengingat kos operasional di waktu yang akan datang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban masa sekarang (present obligation). Konsekuensi dari ketentuan kapitalisasidismantling costs maka dismantling costs harus dibebankan ke masing-masing periode yang menikmati jasa aset tetap melalui prosedur depresiasi. Pada masing-masing periode dismantling costs harus disesuaikan dengan perkembangan informasi terbaru dengan tujuan untuk meningkatkan ketepatan prediksi dismantling costs. Kenaikan nilai cadangan (provision) dari dismantling costs dilaporkan sebagai bunga atau semacam biaya pendanaan.
Beberapa contoh decommissioning costs atau dismantling costs yang harus diakui pada saat perolehan aset tetap, misalnya sebagai berikut:
Contoh 1:
Kasus lease premises (leasing aset tetap). Misalnya dalam transaksi leasing terdapat kewajiban bagi lessee atau pembeli bahwa pada akhir umur ekonomi aset tetap harus mengosongkan lokasi penempatan aset tetap, atau harus membongkar dan memindahkan aset tetap ke lokasi lain. Dalam hal terjadi kasus semacam, jika leasing termasuk kategori leasing pendanaan (finance lease), maka taksiran biaya pembongkaran dan pemindahan aset (distmantling dan decommissioning costs) harus dikapitalisasi atau dibukukan sebagai bagian dari kos aset tetap, dan didepresiasi selama umur ekonomi aset tetap. Dalam hal leasing termasuk sebagai kategori leasing operasional, kos semacam ini harus dipalorkan sebagai beban ditangguhkan (deferred charge). Dalam US GAAP kos semacam ini tidak diperlakukan sebagai kos aset tetap, karena kos aset tetap diukur berdasarkan kos yang telah terjadi (historical costs), dan tidak termasuk kos yang kemungkinan akan terjadi.
Contoh 2:
Kepemilikan aset tetap (owned premises). Mesin dalam contoh 1 dipasang pada lokasi pabrik yang dimiliki perusahaan. Pada akhir umur ekonomi mesin, perusahaan memiliki opsi untuk membongkar dan memindahkan mesin serta menanggung seluruh biaya pembongkaran dan pemindahan mesin, atau membiarkan mesin tetap ditempatnya dan tidak dioperasikan lagi. Jika perusahaan memilih tidak membongkar dan memindahkan mesin, maka akibat yang ditimbulkan adalah menurunkan nilai wajar (fair value) dari lokasi mesin, jika perusahaan memutuskan untuk menjual lokasi mesin sebagaimana adanya. Tetapi karena tidak ada kewajiban legal untuk membongkar dan memindahkan aset tetap, dalam hal ini mesin, maka kos pembongkaran tersebut tidak dimasukkan sebagai bagian kos dari aset tetap. Semestinya kos pembongkaran harus tetap diakui sebagai kos aset tetap, agar perlakuan akuntansinya konsisten dengan kasus nomor 1 (satu) di atas.
Contoh 3:
Dengan menggunakan kasus yang sama seperti contoh 1 dan 2, misalnya dalam kasus ini pemilik perusahaan memberi opsi kepada fihak ketiga untuk membeli perusahaan pada akhir tahun ke 5, yaitu akhir umur ekonomis aset tetap. Di dalam menawarkan opsi, secara verbal pemilik perusahaan mengatakan bahwa perusahaan akan dalam keadaan bersih, seluruh mesin serta perlengkapan kantor akan disingkirkan dari lokasi pabrik. Pemilik perusahaan berharap bahwa pembeli opsi menjadi tertarik karena biaya pembongkaran aset tetap (dalam hal ini mesin) ditanggung oleh penjual, yaitu dalam bentuk janji untuk membersihkan pabrik dari mesin-mesin lama. Dalam kasus semacam ini, meskipun status legalnya kemungkinan masih dapat dipertanyakan, tetapi secara janji semacam ini telah memunculkan kewajiban konstruktif (constructive obligation) dan harus diakui sebagai decommissioning costs.
Contoh 4:
PT X bergerak dalam produksi bahan-bahan kimia. Perusahaan memasang tank bawah tanah untuk menyimpan berbagai jenis bahan kimia. Tank dipasang pada saat perusahaan membeli fasilitas pabrik tujuh tahun yang lalu. Pada bulan Februari 2009 pemerintah mengeluarkan peraturan yang mengharuskan perusahaan untuk membongkar tank semacam ini pada saat tank sudah tidak digunakan lagi. Dalam kasus semacam ini maka mulai sejak dikeluarkan peraturan pemerintah perusahaan harus mengakuidecomissioning obligation.
Misalnya dalam kasus PT X ini, dalam kegiatan operasionalnya perusahaan juga menggunakan cairan kimia untuk membersihkan peralatan pabrik yang dimilikinya, yang ditempatkan dalam penampungan yang khusus dirancang untuk tujuan tersebut. Penampungan dan tanah sekitarnya yang semuanya adalah milik PT X, terkontaminasi oleh pembersih berbahan kimia tersebut. Pada tanggal 1 Februari 2009 pemerintah menerbitkan peraturan yang berisi keharusan untuk membersihkan dan membuang limbah produksi yang membahayakan pada akhir penggunaan fasilitas penampungan sisa bahan kimia. Atas berlakunya peraturan pemerintah tersebut, berakibat timbulnya keharusan untuk mengakui dengan segera biaya pembersihan dan pembuangan limbah industri (decommissioning costs and obligation) yang berhubungan dengan kontaminasi yang telah terjadi.
Tentang kemungkinan terjadinya perubahan taksiran decommissioning costs dan dismantling costs, IFRIC nomor 1 menginterpretasikan bahwa penyesuaian hanya diperlukan untuk sisa umur aset tetap, atau berlaku secara prospektif, dan tidak berlaku secara restrospektif.
Inilah salah satu perbedaan antara US GAAP dan IFRS, karena US GAAP berbasis kos historis, makadismantling dan decommissioning costs tidak diakui. Utang bersyarat yang selama ini diakomodasi oleh US GAAP adalah bukan untuk konteks semacam ini, misalnya hutang hadiah, utang garansi, atau utang karena adanya tuntutan hukum fihak ketiga, yang jumlah nominalnya relatif lebih mudah pengukurannya. Hambatan yang akan dihadapi pada saat IFRS diterapkan adalah pada penaksiran atau pengukurandismantling costs dan taksiran kos lain yang akan timbul pada saat aset tetap dihentikan pemanfaatannya. Namun demikian IFRIC nomor 1, telah memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi hambatan ini.
Kos Aset yang Dibangun Sendiri
Konsep pengukuran kos atas aset tetap yang dibangun sendiri adalah sama dengan aset tetap yang diperoleh dengan membeli dalam bentuk jadi, yaitu bahwa seluruh kos yang diperlukan untuk menyelesaikan pembangunan aset diperlakukan sebagai kos aset tetap, permasalahan hanya akan terjadi pada saat kos aset ternyata melampaui recoverable amount, kelebihan kos harus diperlakukan sebagai biaya pada periode terjadinya kos. Jumlah abnormal dari sisa bahan, tenaga, dan sumberdaya yang lain tidak boleh diperlakukan sebagai kos aset tetap.
Aset tetap yang dibangun sendiri juga mencakup biaya pendanaan selama proses pembangunan berlangsung. Ketentuan kapitalisasi biaya pendanaan diatur dalam IAS 23. Kontroveri muncul untuk perlakuan akuntansi atas overhead kos tetap. Terdapat dua alternatif perlakuan akuntansi atas overhead kos tetap:
Dibebankan ke kos aset berdasarkan jumlah wajarnya atau dibebankan secara rata-rata, misalnya menggunakan basis yang sama dengan pembebanan untuk persediaan yang diproduksi sendiri, atau
Dibebankan ke kos aset tetap hanya sebesar kenaikan fixed overhead cost yang dapat diidentifikasi.
Ketentuan dalam IAS 23 tersebut tidak berbeda dengan ketentuan yang berlaku dalam US GAAP. Ketika IFRS belum mengatur masalah ini, praktisi akuntansi dianjurkan untuk mempertimbangkan pedoman yang dikeluarkan oleh US GAAP. Dalam monograf riset akuntansi AICPA, saran tersebut dinyatakan sebagai berikut:
???in the absence of compelling evidence to the contrary, overhead costs considered to have ?discernible future benefits? for the purposes of determining the cost of inventory should be presumed to have ?discernible future benefits? for the purpose of determining the cost of a self-constructed depreciable asset???
Sejauh hasil penelitian penulis, dalam hal aset tetap diperoleh dengan cara dibangun sendiri, sampai dengan saat ini belum ada perbedaan konsep dan standar antara US GAAP dan IFRS.
Kos atas Pertukaran Aset Tetap
Aset tetap kemungkinan diperoleh melalui pertukaran antar aset tetap. US GAAP mengatur bahwa pertukaran harus dibedakan sebagai berikut:
Pertukaran tersebut antar aset sejenis atau tidak sejenis, kriteria sejenis atau tidak sejenis adalah pada fungsi dari aset tetap, jika fungsinya sama maka akan disimpulkan sebagai aset tetap sejenis.
Jika pertukaran dilakukan antara aset tetap sejenis, maka tidak boleh diakui adanya laba pertukaran aset tetap, kecuali dalam pertukaran tersebut diterima sejumlah kas, maka laba diakui proporsional dengan kas yang diterima.
IFRS menetapkan standar yang kurang lebih sejalan dengan yang diatur dalam US GAAP, perbedaanya adalah pada ketentuan sejenis dan tidak sejenis. IFRS menggunakan istilah ?substansi ekonomi?, dalam arti bahwa pertukaran tersebut mengandung substansi ekonomi atau tidak. Ukuran substansi ekonomi adalah pada pengaruhnya terhadap arus kas di waktu yang akan datang, jika arus kas di waktu yang akan datang diprediksi tidak terpengaruh oleh pertukaran, maka pertukaran akan dianggap sebagai tidak memiliki substansi ekonomi, atau dianggap sebagai pertukaran aset tetap sejenis, meskipun pada dasarnya aset tetap tersebut memiliki fungsi dan kegunaan yang berbeda.
Kos Setelah Kepemilikan
Kos yang terjadi setelah kepemilikan aset tetap, seperti perbaikan, pemeliharaan, atau perbaikan(betterment). Perlakukan akuntansi atas kos setelah pemilikan ditentukan oleh karakteristik dari kos tersebut. Kos setelah pemilikan dapat dikapitalisasi sepanjang kos tersebut diprediksi akan memberikan manfaat ekonomi di waktu yang akan datang melampau prediksi manfaat ekonomi semula, misalnya umur ekonomisnya bertambah, kapasitas produksinya bertambah, atau kualitas outputnya meningkat.
Sebagaimana halnya dalam kos aset yang dibuat sendiri, jika kos penggantian melampaui batasan kos yang telah ditetapkan, maka kelebihan kos harus dibebankan sebagai biaya pada periode yang berjalan, dan pada saat perbaikan aset menyangkut penggantian sebagian dari aset, bagian aset yang diganti harus diperlakukan sebagai penghentian aset.
Untuk komponen aset tetap yang harus diganti secara periodic, karena usia ekonomisnya lebih cepat dibanding aset tetap utamannya, maka komponen tersebut harus didepresiasi tersendiri sesuai dengan umur ekonomis bagian dari aset tetap tersebut, sehingga ketika komponen tersebut diganti atau direnovasi total, komponen tersebut diharapkan sudah habis didepresiasi secara penuh. Jika ternyata masih tersisa kos komponen aset tetap yang belum didepresiasi penuh dan komponen aset tetap yang baru telah dibukukan sebagai komponen aset tetap, maka sisa kos aset tetap tersebut harus dihapus dari rekening komponen aset tetap.
Prinsip umum yang dapat digunakah adalah jika pengeluaran kos setelah pemilikan hanya ditujukan untuk membuat aset tetap dapat berfungsi sesuai dengan prediksi kapasitas produksi pada saat aset tetap diperoleh, atau untuk mengembalikan kapasitas aset tetap ke kapasitas semula, pengeluaran kos setelah pemilikan tersebut tidak boleh dikapitalisasi.
Pengecualian dapat diberikan pada saat aset tetap diperoleh dalam kondisi memerlukan pengeluran tertentu untuk membuat aset tetap tersebut dalam kondisi dapat dioperasikan sebagaimana yang diharapkan. Dalam kondisi semacam ini, kos kos yang dalam kondisi normal masuk dalam kategori biaya pemeliharan dan tidak dikapitalisasi, dapat diperlakukan sebagai kos yang dikapitalisasi. Setelah restorasi aset tetap selesai, selanjutnya pengeluaran biaya pemeliharaan harus diperlakukan sebagai biaya periode.
Kos yang berkaitan dengan keharusan inspeksi, misalnya dalam kasus inspeksi pesawat terbang, kos semacam ini dapat dikapitalisasi dan didepresiasi sesuai dengan periode berlakunya inspeksi teknis. Jika dikemudian hari diperlukan inspeksi ulang karena kasus tertentu, maka kos inspeksi yang belum didepresiasi harus dikeluarkan dari rekening dan diganti dengan kos inspeksi yang baru. Untuk memudahkan teknis pembukuan, kos inspeksi dapat diperlakukan sebagai komponen terpisah dari aset tetap utama.
Secara umum standar akuntansi untuk pengeluaran setelah pemilikan, tidak ada perbedaan antara standard versi US GAAP dengan versi IFRS. Ketentuan tentang kapitaliasi pengeluaran, yang dalam US GAAP diklasifikasi ke dalam capital expenditures dan revenue expenditures, dalam IFRS juga berlaku ketentuan yang sama.
Depresiasi
Tidak ada perbedaan antara US GAAP dan IFRS tentang peran penting prinsip penandingan (matching principle). Sesuai dengan konvensi dasar tentang prinsip penandingan, kos aset tetap harus dialokasikan ke masing-masing periode yang menikmati jasa aset tetap melalui depresiasi. Pemilihan metode depresiasi harus disesuaikan dengan karakteristik aset tetap yang didepresiasi, dengan tujuan agar menghasilkan alokasi kos aset tetap secara sistematis dan rasional selama umur ekonomis aset tetap.
Penentuan umur ekonomis aset tetap harus mempertimbangkan sejumlah factor, misalnya faktor perubahan teknologi, keusangan normal, penggunaan secara fisik, serta kemampuan untuk menggunakan aset tetap, baik secara legal maupun berdasarkan pertimbangan-pertimbangan keterbatasan yang lainnya. IAS 16 menyatakan bahwa, meskipun secara normal tanah memiliki umur ekonomis tak terbatas sehingga kos tanah tidak didepresiasi, tetapi pada saat di dalam kos tanah dimasukkan unsur kos penataan kembali atau kos restorasi tanah pada akhir masa penggunaannya, maka kos penataan kembali atau kos restorasi tanah harus didepresiasi sesuai dengan umur ekonomisnya. Dalam bidang industri tertentu, tanah kemungkinan memiliki umur ekonomis yang terbatas, misalnya terjadinya penurunan kesuburan tanah atau karena spesifik yang lainnya, dalam kasus semacam ini kos tanah harus didepresiasi sesuai dengan umur ekonomisnya.
IAS 16, revisi 2003, menganjurkan penggunaan pendekatan komponen dalam depresiasi aset tetap. Dalam pendekatan ini masing-masing komponen aset tetap yang memiliki umur ekonomis berbeda atau memiliki pola pemanfaatan berbeda, didepresiasi secara terpisah dengan metode yang bebeda. Pendekatan ini ditujukan untuk keperluan ketepatan perlakuan akuntansi atas pengeluaran-pengeluaran di waktu yang akan datang yang berkaitan dengan komponen aset tetap yang bersangkutan. Selanjutnya IAS 16 menyatakan bahwa metode depresiasi harus merefleksikan pola harapan manfaat ekonomis aset tetap di waktu yang akan datang, sehingga ketepatan metode depresiasi harus dikaji ulang paling tidak satu tahun sekali untuk disesuaikan dengan kemungkinan perubahan pola manfaat ekonomis aset tetap.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa IFRS mengatur secara lebih rinci tentang ketentuan depresiasi aset tetap, terlebih lagi jika ketentuan depresiasi ini dihubungkan dengan depresiasi untukdismantling dan decommissioning costs. Dalam hal terdapat situasi khusus seperti dalam kasus depresiasi tanah tersebut di atas, pada dasarnya di bawah US GAAP praktik semacam itu tetap dimungkinkan melalui wadah yang disebut dengan praktik industri, artinya praktik-praktik akuntansi tertentu tetap dimungkinkan untuk diterapkan sepanjang praktik tersebut telah berterima umum dalam bidang industri yang bersangkutan, serta sesuai dengan rerangka konseptual akuntansi keuangan.
Nilai Residu
IAS 16 menyatakan bahwa nilai residu sering tidak material dan dalam praktik sering diabaikan, namun demikian untuk aset tertentu sangat dimungkinkan bahwa nilai residu cukup material, terutama pada saat perusahaan menghentikan aset lebih awal dari umur ekonomisnya, misalnya nilai residu aset tetap untuk bisnis perhotelan, yang karena tuntutan kualias pelayanan, aset tetap cenderung dipelihara dengan standar tinggi, bahkan untuk aset tetap tertentu bisa jadi nilai residunya lebih tinggi dari kos perolehannya.
Dalam perspektif kos historis, nilai residu didefinisikan sebagai nilai yang diharapkan dari aset tetap pada akhir masa kegunaan aset tetap, berdasar nilai mata uang sekarang. Namun demikian nilai residu harus diukur berdasarkan nilai bersih di luar biaya penghentian aset tetap. Dalam kasus tertentu, dimungkinkan aset tetap memiliki nilai residu negatif, sebagai contoh adalah nilai residu aset tetap pada saat suatu entitas harus mengeluarkan biaya untuk penghentian aset tetap dalam jumlah yang cukup besar, atau pada saat suatu perusahaan harus mengembalikan property seperti keadaan sebelum suatu aset ditempatkan, misalnya untuk kasus tanah pertambangan yang menjadi objek undang-undang perlindungan lingkungan. Dalam kasus semacam ini total beban depresiasi kemungkinan akan melampaui kos perolehan aset tetap, sehingga pada akhir umur ekonomis aset tetap, taksiran utang atas penghentian aset akan sama dengan jumlah nilai residu negatif. Sehubungan dengan potensi kasus semacam ini, nilai residu akan menjadi objek pengkajian ulang paling tidak satu tahun sekali.
Jika pengukuran aset tetap menggunakan metode revaluasi, nilai residu harus diukur ulang pada setiap tanggal revaluasi aset tetap. Pengukuran nilai residu dilakukan dengan menggunakan data nilai realisasi aset sejenis, dan umur ekonomis aset tetap pada saat dilakukan revaluasi. Namun demikian dalam pengukuran nilai residu tidak perlu dilakukan pengukuran potensi inflasi serta tidak perlu dilakukan pengukuran nilai sekarang untuk mengakui adanya perubahan nilai waktu uang. Sesuai dengan prinsip kos historis dalam akuntansi aset tetap, jika diprediksi terjadi nilai residu negatif, nilai residu negatif dibebankan selama umur ekonomis aset tetap, dengan cara seperti ini pada akhir umur ekonomis jumlah biaya penghentian aset tetap telah habis dibebankan dan disebar ke seluruh periode akuntansi selama umur ekonomis aset tetap.
Umur Ekonomis Aset Tetap
Umur ekonomis aset tetap dipengaruhi oleh berbagai hal seperti kebijakan perbaikan dan pemeliharaan aset, perubahan teknologi, dan permintaan pasar atas barang yang diproduksi dengan menggunakan aset tetap yang bersangkutan. Jika ketika melakukan review metode depresiasi ternyata dapat diidentifikasi berbagai hal yang mempengaruhi penggunaan aset tetap, sehingga taksiran umur ekonomis menjadi di atas atau di bawah taksiran sebelumnya, maka perubahan taksiran umur ekonomis diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi, bukan sebagai koreksi atas kesalahan akuntansi. Dengan demikian, tidak perlu dilakukan pelaporan ulang atas biaya depresiasi yang dibebankan pada periode sebelumnya, perubahan diperhitungkan secara prospektif, yaitu direfleksikan pada periode terjadinya perubahan dan periode-periode sesudahnya.
Contoh perlakuan akuntansi atas perubahan estimasi umur ekonomis aset tetap, misalnya suatu aset tetap dengan kos Rp100.000.000,00, prakiraan awal umur ekonomis 10 tahun, tanpa antisipasi nilai residu. Depresiasi menggunakan metode garis lurus, sehingga depresiasi per tahun adalah Rp100.000.000/10 tahun = Rp 10.000.000. Setelah dua tahun berjalan, manajemen merevisi umur ekonomis aset tetap tersebut menjadi 6 tahun. Dalam kasus ini maka depresiasi tahun ke 3 sampai dengan tahun ke enam adalah berdasarkan sisa nilai buku aset tetap, tanpa harus merevisi depresiasi yang telah dibebankan selama dua tahun sebelumnya, sehingga dipresiasi per tahun setelah tahun ke dua adalah: ? x Rp80.000.000 = Rp20.000.000,00.
Revaluasi Aset Tetap
IAS 16 menyediakan dua pendekatan akuntansi untuk revaluasi aset tetap berwujud. Pertama adalah akuntansi berdasar kos historis, di mana kos perolehan atau kos konstruksi digunakan sebagai dasar pengakuan perolehan aset tetap, menjadi dasar perhitungan depresiasi selama umur ekonomis aset tetap, dan juga sebagai dasar penghapusan aset tetap dalam hal terjadi penurunan nilai aset tetap yang bersifat permanen. Dalam sejumlah Negara metode ini menjadi satu-satunya metode yang diperkenankan, tetapi dalam beberapa negara tertentu, terutama di negara-negara yang tingkat inflasinya tinggi, mengijinkan baik revaluasi penuh maupun revaluasi secara terbatas (selected revaluation), dan IAS 16 membolehkan praktik semacam ini dengan memberi mandat yang dinyatakan dalam suatu model yang disebut ?model revaluasi (revaluation model)?. Dalam model revaluasi, setelah pengakuan aset, selanjutnya elemen-elemen aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur dengan terpercaya (reliable) harus disajikan sebesar nilai revaluasinya, yaitu sebesar nilai wajar aset tetap pada tanggal revaluasi dikurangi dengan akumulasi depresiasi sesudah revaluasi dan akumulasi rugi penurunan nilai setelah revaluasi.
Dasar pemikiran pengakuan revaluasi adalah berhubungan dengan laporan posisi keuangan (neraca) dan pengukuran kinerja periodik entitas yang disajikan dalam laporan rugi laba komprehensif. Sehubungan dengan pengaruh inflasi, yang jika diukur secara tahunan tidak material, tetapi jika diukur selama umur ekonomis aset tetap jumlahnya bisa menjadi material, maka laporan pisisi keuangan dapat menjadi kumpulan beragam kos yang tidak bermakna jika prinsip kos historis tetap dipertahankan dan revaluasi aset tetap tidak diperkenankan untuk diterapkan.
Lebih jauh lagi, jika pembebanan depresiasi ke dalam laporan rugi laba didasarkan pada kos historis, maka konsekuensinya laba akan menjadi lebih saji (overstated). Dalam situasi semacam ini, entitas yang secara nominal tampak menguntungkan, karena kinerjanya diukur dengan kos historis, bisa jadi akan menghadapi persoalan likuiditas dan tidak mampu melanjutkan usahanya, atau paling tidak akan berada dalam posisi kinerja organisasi yang lebih rendah dari yang dipersepsikan pembaca laporan keuangan, tanpa adanya dukungan utang baru atau investasi baru. IAS 29, Financial Reporting in Hyperinflationary Economies,mengatur masalah penyesuaian depresiasi pada kondisi hiper inflasi. Disadari bahwa penggunaan metode revaluasi akan menjadi tidak tepat dalam situasi ekonomi yang dari waktu ke waktu tidak menghadapi inflasi yang yang berarti.
Dalam model revaluasi, frekuensi revaluasi tergantung pada perubahan nilai wajar dari elemen yang akan direvaluasi, dan konsekuensinya kekita nilai wajar aset yang direvaluasi berbeda cukup material dengan nilai tersajinya (carrying amount), maka diperlukan revaluasi ulang. Telah pula disadari bahwa model revaluasi memakan biaya yang lebih besar dibanding model kos historis, oleh sebab itu hasil survey di Inggris tahun 2005 yang dilakukan oleh the Institute of Chartered Accountants menyimpulkan bahwa hanya 4% dari EU Companies yang menggunakan model revaluasi untuk bangungan, tetapi tidak menggunakan model revaluasi untuk aset tetap yang lain, dan hanya 28% dari EU Companies dengan investasi pada property yang menggunakan metode nilai wajar (revaluasi) untuk aset yang dimilikinya.
Berdasarkan uraian di atas, secara konseptual model revaluasi memang lebih ideal dibanding model kos historis, namun demikian dalam praktik model revaluasi lebih sulit untuk diterapakan serta lebih memakan biaya. Pertanyaan lain yang bisa muncul adalah tentang kenaikan manfaat informasi kuangan dengan model revalusi dibandingkan dengan biaya untuk mengimplementasikan model revaluasi. Jika manfaatnya jauh melampaui biayanya, maka model revaluasi akan menjadi relevan untuk diterapkan. US GAAP tidak mengatur masalah revaluasi karena berbagai pertimbangan tentang konsekuensi dari penerapan model revaluasi.
Nilai Wajar
Sebagai basis dari metode revaluasi, standar mendeskripsikan nilai wajar yang digunakan dalam setiap kasus revaluasi, yaitu yang didefinisikan sebagai nilai aset yang dapat digunakan sebagai basis nilai pertukaran antara dua fihak yang sama-sama memahami aset dan berkenan untuk melakukan pertukaran.
Lebih jauh standar mensyaratkan bahwa sekali suatu entitas menggunakan model revaluasi, mereka harus secara konsiten melakukannya di waktu yang akan datang, atau memastikan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara nilai wajar dengan nilai saji pada saat pelaporan laporan keuangn. Dengan kata lain, jika suatu entitas telah menggunakan metode revaluasi, entitas tersebut tidak boleh melaporkan nilai aset yang tidak relevan dengan nilai wajarnya. Jika metode revaluasi tidak dijalankan secara konsisten, dampaknya akan sangat besar terhadap interpretasi pengguna laporan keuangan.
Sesuai dengan IAS 16, pengukuran nilai wajar biasanya dilakukan oleh jasa penilai (appraisers) dengan menggunakan bukti-bukti pasar yang valid. Namun demikian untuk aset tetap yang tidak memiliki nilai pasar yang jelas, yang siap untuk dugunakan, aset tersebut dapat dinilai berdasarkan depreciated replacement costs.
Nilai wajar memang diakui sebagai nilai yang paling tepat untuk diterapkan, terlepas dari sulitnya melakukan pengukuran atas nilai wajar aset tetap. Pada saat ini istilah nilai wajar (fair value) diterapkan dalam IFRS tanpa petunjuk detail tentang bagaimana menerapkannya. Pada bulan Mey 2009, IASB mempublikasikan Exposure Draft (ED) tentang fair value measurements, yang mengacu pada US GAAP, tepatnya mengacu pada FAS 157, yang digunakan oleh IASB sebagai titik awal perumusan nilai wajar (as the starting point for its deliberations) tentang pedoman pengukuran nilai wajar. Berdasarkan ED 2009, IASB mendeskripsikan bahwa pengukuran nilai wajar dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) peringkat sebagai berikut, peringkat I adalah didasarkan pada harga standar (quoted prices) pada pasar aktif untuk aset atau utang yang dinilai, peringkat II adalah didasarkan pada hasil obervasi langsung atau tidak langsung atas harga di pasar aktif untuk aset dan utang yang sejenis, dan peringkat III adalah berdasarkan data yang tidak diobservasi, tetapi mampu merefkelsikan asumsi bahwa para partisipan pasar akan menggunakannya sebagai dasar pengukuran harga dan utang, termasuk asumsi tentang risiko.
PENUTUP
Secara konseptual IFRS menawarkan standard akuntansi yang lebih ideal untuk diterapkan, terlepas dari berbagai hambatan yang dipastikan akan dihadapi pada saat standard tersebut diterapkan. Dalam hal standard akuntansi untuk aset tetap, terdapat sejumlah kesamaan dan juga sejumlah perbedaan. Hal-hal yang berbeda dalam IFRS pada dasarnya sudah lama menjadi wacana dalam perumusan US GAAP, dan tidak dimasukkannya wacana standar akuntansi ke dalam US GAAP adalah karena faktor pertimbangan biaya, manfaat, dan risiko. Dengan demikian, jika pada akhirnya wacana standar akuntansi yang tidak dimasukkan ke dalam US GAAP sekarang justru dimasukkan ke dalam IFRS, maka pengguna standar harus ?terampil? di dalam menerapkannya sehingga tujuan ideal dari IFRS benar-benar bisa dicapai.
Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dan dikaji ulang secara lebih komprehensif dalam kaitannya dengan standard akuntansi untuk aset tetap adalah sebagai berikut:
1. Masalah saat pengakuan aset tetap, tidak terdapat perbedaan antara US GAAP dan IFRS.
2. Masalah pengukuran kos perolehan aset tetap, terdapat perbedaan antara US GAAP dengan IFRS, terutama dengan perlunya dimasukkan unsur dismantling costs dan decommissioning costs.
3. Masalah pengukuran kos depresiasi aset tetap, terdapat perbedaan antara US GAAP dengan IFRS, yaitu dengan dimasukkannya dismantling costs, decommissioning costs, pengukuran nilai residu, dan revaluasi aset tetap.
4. Masalah penyajian kos aset tetap di dalam laporan posisi keuangan, terdapat perbedaan antara US GAAP dan IFRS, yaitu berdasarkan kos historis untuk US GAAP dan berdasarkan fair value untuk IFRS.
Dengan memahami perbedaan pokok antara US GAAP dan IFRS, serta memahami pemikiran yang melatarbelakangi masing-masing standard, akan menjadi lebih mudah di dalam memetakan permasalah stadard akuntansi untuk aset tetap serta di dalam menerapkannya di dalam dunia praktik. Pembandingan antara US GAAP dan IFRS memegang peran penting dalam proses pemahaman mengingat US GAAP adalah standar akuntansi yang sudah dikenal dan diterapkan secara luas selama puluhan tahun.