HUBUNGAN PERIODONTITIS DENGAN DIABETES MELITUS SERTA PERAWATANNYA
PENDAHULUAN
Periodontitis merupakan peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi, yakni gusi, tulang yang membentuk kantong tempat gigi berada, dan ligament periodontal.1 Sedangkan diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme tubuh dimana hormon insulin tidak bekerja sebagaimana mestinya. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit sistemik yang dapat berperan sebagai faktor risiko bagi terjadinya periodontitis dan memperburuk kesehatan periodonsium. 2
Siaran pers baru-baru ini dari American Academy of Periodontology menyatakan bahwa penderita diabetes lebih cenderung memiliki penyakit periodontal dibandingkan orang tanpa diabetes.3 Akhir-akhir ini para pakar telah mencoba mengungkapkan hubungan timbal balik antara periodontitis dengan DM, yang dititikberatkan pada pengaruh keberadaan DM terhadap kontrol gula darah pasien diabetik.2
Dalam pembahasan berikut akan dikemukakan mengenai pengaruh DM terhadap kesehatan periodontal, pengaruh penyakit periodontal terhadap DM, dan perawatan periodontal pada penderita DM.
DEFINISI PERIODONTITIS
Periodontitis dapat terjadi apabila perlekatan antara jaringan periodontal dengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu tulang alveolar (tulang yang menyangga gigi) juga mengalami kerusakan. Peridontitis dapat berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal. Bila ini tejadi, gusi dapat mengalami penurunan, sehingga permukaan akan terlihat dan sensitivitas gigi terhadap panas dan dingin meningkat. Gigi dapat mengalami kegoyangan karena adanya kerusakan tulang.1
Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan tipis biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis.1
DEFINISI DIABETES MELITUS
Diabetes melitus merupakan penyakit yang sangat penting dari sudut pandang periodonsia.4 Hal ini ditandai oleh kurangnya fungsi sel-sel beta dari pulau Langerhans di pankreas yang menyebabkan kadar glukosa darah tinggi dan eksresi gula dalam urin.4,5
Ada dua tipe DM primer, yaitu tipe 1 dan 2.4 Pada penderita diabetes tipe 1, kelenjar pankreas tidak mampu memproduksi insulin, sehingga jumlah insulin beredar dalam tubuh tidak mencukupi kebutuhan. Lain halnya pada diabetes tipe 2, hormon insulin tetap diproduksi namun tidak dapat berfungsi dengan baik. Sebahagian besar penderita diabetes di Indonesia mengidap diabetes tipe 2. Diabetes tipe ini secara umum biasa dikaitkan dengan usia lanjut. Diabetes tipe 2 ini juga disebabkan karena obesitas (kegemukan) dan gaya hidup yang tidak sehat (pola makan tinggi lemak dan jarang berolah raga).6 Disamping kedua tipe diatas, ada tipe lain yang dinamakan diabetes sekunder, yang berkaitan dengan penyakit lain yang melibatkan pankreas dan merusak sel-sel pembuat insulin.4
PENGARUH DIABETES MELITUS TERHADAP KESEHATAN PERIODONTAL
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang berpengaruh terhadap kesehatan jaringan periodontal. Ada beberapa hal yang terjadi pada pasien diabetes sehingga penyakit ini cenderung untuk memperparah kesehatan jaringan periodontal.
Bacterial Pathogens
Kandungan glukosa yang terdapat di dalam cairan gusi dan darah pada pasien diabetes dapat mengubah lingkungan dari mikroflora, meliputi perubahan kualitatif bakteri yang berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit periodontal.
Polymorphonuclear Leukocyte Function
Penderita diabetes rentan terhadap terjadinya infeksi. Hal ini dihipotesiskan sebagai akibat dari polymorphonuclear leukocyte deficiencies yang menyebabkan gangguan chemotaxis, adherence, dan defek phagocytosis.
Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol terjadi pula gangguan pada fungsi PMN (Polymorphonuclear Leukocytes) dan monocytes / macrophage yang berperan sebagai pertahanan terhadap bakteri patogen.
Altered Collagen Metabolis
Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol yang mengalami hiperglikemi kronis terjadi pula perubahan metabolisme kolagen, dimana terjadi peningkatan aktivitas collagenese dan penurunan collagen synthesis.
Kolagen yang terdapat di dalam jaringan cenderung lebih mudah mengalami kerusakan akibat infeksi periodontal. Hal ini mempengaruhi integritas jaringan tersebut.7
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa DM yang disertai oleh beberapa perubahan pada periodonsium berpotensi dan berperan dalam terjadinya periodontitis kronis.
Hiperglikemia yang terjadi pada diabetes bertanggung jawab bagi terjadinya komplikasi yang menyertai penyakit tersebut. Keadaan hiperglikemia menyebakan terbentuknya advanced glycation and products (AGE) non enzimatik pada makromolekul jaringan. AGE merupakan senyawa yang berasal dari glukosa, secara kimiawi irreversible dan terbentuk secara perlahan-lahan tetapi terus-menerus sejalan dengan peningkatan kadar glukosa darah. Penumpukan AGE bisa terjadi di dalam plasma dan jaringan gingival penderita diabetes.
Sel-sel pada endotelial, otot polos, neuron dan monosit mempunyai sisi pengikat (binding site) AGE pada permukaannya, yang diberi nama reseptor AGE (RAGE). Terikatnya AGE ke sel-sel endotelial menyebabkan terjadinya lesi vaskular, trombosis dan vasokonsriksi pada diabetes. AGE yang terikat ke monosit akan meningkatkan kemotaksis dan aktivasi monosit yang disertai peningkatan jumlah sitokin proinflamatori yang dilepas, seperti TNF-α, IL-1, dan IL-6. Ikatan AGE dengan RAGE pada fibroblas menyebabkan terganggunya remodeling jaringan ikat, sedangkan ikatan AGE dengan kolagen menyebabkan penurunan solubilitas dan laju pembaharuan kolagen. Buruknya kontrol gula darah dan meningkatnya pembentukan AGE menginduksi stress oksidan pada gingival sehingga memperkuat kerusakan jaringan periodontal.2 Di samping itu, dengan adanya peningkatan kadar sel radang dalam cairan saku gusi, menyebabkan jaringan periodontal lebih mudah terinfeksi dan menyebabkan kerusakan tulang.6
Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Jadi, infeksi bakteri pada penderita diabetes lebih berat.6
Perubahan-perubahan yang dikemukakan di atas secara klinis mempengaruhi kondisi periodonsium penderita diabetes. Diabetes yang tidak terkontrol atau kurang baik kontrolnya disertai oleh peningkatan kerentanan terhadap infeksi, termasuk periodontitis kronis. Periodontitis kronis lebih sering terjadi dan lebih parah pada individu diabetik yang disertai komplikasi sistemik yang lebih parah.
Taylor et.al melaporkan bahwa kehilangan perlekatan adalah lebih sering dan lebih banyak pada pasien diabetes melitus tipe 1 dan 2 yang kontrol diabetesnya sedang sampai buruk. Kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang signifikan lebih tinggi pada pasien DM tipe1 yang kontrol diabetesnya buruk dibandingkan pasien yang diabetesnya terkontrol baik. Demikian juga pada pasien diabetes melitus tipe 2, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan adalah signifikan lebih parah pada kelompok yang diabetesnya tidak terkontrol baik.
Beberapa penelitian telah secara khusus mengamati hubungan antara periodontitis kronis dengan diabetes melitus tipe 1 dan 2. Dilaporkan bahwa penderita diabetes melitus tipe 1 meningkat risikonya menderita periodontitis kronis sejalan dengan pertambahan usia dan keparahan periodontitis kronis meningkat sejalan dengan meningkatnya durasi diabetes. Pada pasien diabetik dewasa dengan diabates yang tidak terkontrol baik, terjadi kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang yang lebih banyak dibandingkan pasien dengan diabetes yang terkontrol baik, meskipun mereka dalam memelihara mulutnya adalah setara. Dilaporkan pula bahwa penderita DM tipe 2 adalah berisiko 4,2 kali mengalami kehilangan tulang yang progresif dibandingkan dengan individu non-diabetik.
PENGARUH PENYAKIT PERIODONTAL TERHADAP DIABETES MELITUS
Sintesa dan sekresi sitokin akibat infeksi yang berasal dari periodontitis dapat memperhebat sintesa dan sekresi sitokin yang berasal dari interaksi AGE dengan RAGE, dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan periodontitis dengan DM berlangsung dalam dua arah.2,3 Dengan demikian penyakit periodontal yang berupa inflamasi kronis dapat memperparah status penderita diabetes melitus ke arah komplikasi yang lebih berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komplikasi diabates pada diabetes melitus tipe 1 maupun tipe 2 lebih parah pada pasien diabetik dengan penyakit periodontal yang parah dibandingkan dengan pasien diabetik yang hanya menderita penyakit periodontal ringan sampai sedang.3
Periodontitis kronis yang parah pada penderita DM diduga menjadi penyebab bagi peningkatan konsentrasi hemoglobin terglikosilasi. Infeksi yang berasal dari periodontitis selain meningkatkan produksi sitokin, diduga dapat pula meningkatkan resistensi insulin yang pada akhirnya memperburuk kontrol glikemik penderita diabetes yang juga menderita periodontitis di mulutnya. Hal ini dapat dilihat pada dua kutipan laporan penelitian di bawah ini.
Hasil penelitian prospektif terhadap penderita periodontitis kronis pada pasien DM tipe 2 di kalangan suku India Pima menunjukkan, bahwa pasien dengan periodontitis kronis yang parah pada pemeriksaan awal adalah sekitar enam kali lebih tinggi kemungkinannya mengalami kontrol glikemik yang buruk (HbA1c 9 %) dibandingkan pasien dengan periodontitis kronis yang lebih ringan.
Penelitian lain berupa penelitian restrospektif terhadap pasien DM tipe 2 menunjukkan bahwa level HbA1c signifikan meningkat pada pasien dengan periodontitis yang parah.2
PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS
Beberapa kelompok peneliti telah mengamati pengaruh perawatan periodontal terhadap kontrol glikemik pasien diabetes. Stewart et al. melaporkan bahwa terjadinya penurunan level HbA1c secara signifikan pada kelompok penderita DM tipe 2 yang mendapat perawatan mekanis dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapat perawatan periodontal.
Kelompok peneliti lainnya mengamati pula pengaruh perawatan periodontal yang dibarengi dengan pemberian antimikroba/antibiotik. Miller et al. mengamati 10 orang pasien DM tipe 1 yang diberikan perawatan skeling, penyerutan akar dan doksisiklin 100 secara sistemik, dan ternyata disertai penurunan level HbA1c dan albumin terglikasi pada pasien yang mengalami perbaikan inflamasi gingiva.
Iwamoto et al. melaporkan bahwa dengan terapi periodontal mekanis yang dikombinasikan dengan aplikasi subgingival jel minosiklin 10 mg (Periocline®) terjadi penurunan level HbA1c yang signifikan sebanyak 0,8% pada 13 orang pasien DM tipe 2.2
Pemberian antibiotik berupa doksisiklin atau minosiklin, keduanya merupakan derivat tetarasiklin, ternyata mempengaruhi hasil perawatan. Hal ini disebabkan tetrasiklin dan kedua derivatnya mempunyai potensi menghambat proses kolagenolisis dan meningkatkan sintesis dan sekresi protein. Disamping itu, melalui mekanisme non-antikolagenase doksisiklin terbukti dapat menurunkan level glikasi protein. Dengan demikian pemberian doksisiklin sebagai penunjang perawatan medis pada pasien diabetik yag menderita penyakit periodontal bisa memberikan dua keuntungan. Pertama, sebagai antibioktik berspektrum luas yang efektif terhadap kebanyakan patogen periodontal. Kedua, sebagai modulator bagi respons pejamu pasien diabetik terhadap infeksi periodontal, doksisiklin menghambat glikasi non-ensimatik protein ekstraseluler dan kemungkinan besar menghambat pula glikasi hemoglobin.2
Pada penderita DM, perawatan hanya dapat dilakukan apabila diabetesnya terkontrol. Apabila akan dilakukan prosedur bedah yang agak besar, sebaiknya diberikan antibiotik mulai sehari sebelumnya sebagai perlindungan.7 Bila diabetes tidak terkontrol, pasien harus segera dirujuk ke dokter umum yang akan melakukan pemeriksaan kadar gula urin dan kadar gula darah.8
Sebuah kerja sama yang erat antara dokter spesialis yang menangani masalah diabetes dan periondotologist sangat penting untuk mengelola masalah-masalah periodontal pasien dan mengurangi inflamasi dampak lingkungan yang merugikan pada pengendalian diabetes dan kesehatan jantung. Apabila kedua ini dikombinasikan, kedua disiplin memiliki kesuksesan yang lebih besar dalam diagnosis dan pengendalian diabetes dan periodontitis.9
PEMBAHASAN
Periodontitis dan DM memiliki hubungan timbal balik. DM dapat menimbulkan serangkaian perubahan pada periodonsium yang pada akhirnya bisa mempengaruhi kondisi periodontal penderita diabetes. Di samping itu, infeksi yang terkait dengan penyakit periodontal mempengaruhi pula status diabetes pasien, khususnya level hemoglobin terglikasi.
Perawatan periodontal yang dibarengi pemberian minosiklin atau doksisiklin lebih berpotensi menurunkan level hemoglobin terglikasi dibandingkan dengan perawatan mekanis saja.
Dengan adanya hubungan timbal balik antara periodontitis dengan DM, seorang dokter gigi dituntut untuk lebih profesional dalam penanganan pasien diabetes. Kerentanan terhadap kerusakan periodontal harus dijelaskan kepada pasien dan harus dilakukan scaling yang teratur dan perawatan kebersihan mulut yang rutin. Disarankan dilakukannya pemeriksaan gigi dan mulut setiap tahun bagi pasien DM karena memungkinkan dilakukannya diagnosis penyakit mulut yang lebih awal. Para praktisi di bidang kedokteran gigi ikut bertanggung jawab menginformasikan pasien DM mengenai komplikasi penyakit ini di rongga mulut dan menganjurkan perawatan kesehatan mulut yang baik.
Daftar Pustaka
1.Ikatan Dokter Indonesia. Periodontitis. 16 Juli 2008. http://www.klikdokter.com/illnes/detail/114 (3 Oktober 2009).
2.Daliemunthe SH. Hubungan timbal balik antara periodontitis dengan diabates melitus. Dentika J Dent 2003; 8(2): 120-5.
3.Willlman DE, Gehrig, Nield JS. Foundations of periodontics. Philadelpia: Wolters Kluwer Company, 1990: 103-6.
4.Daliemunthe SH. Etiologi penyakit gingiva dan periodontal. Dalam: Daliemunthe SH. eds Revisi Periodonsia. Medan: Bagian Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2008: 138-9.
5.Carranza FA. Glickman's clinical periodontology. 6th ed. Philadelpia: W. B. Saunders Company, 1984: 461-2.
6.Gigi Sehat Badan Sehat. Diabates melitus dan jaringan periodontal. 24 Juni 2009. http:/gigisehatbadansehat.blogspot.com/2009/07/diabetes-jaringan.html (3 Oktober 2009).
7.Daliemunthe SH. Hubungan periodonsia dengan bidang lain. Dalam: Daliemunthe SH. eds. Terapi Periodontal. Medan: Bagian Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2006: 288-9.
8.Manson JD, Eley BM. Outline of periodontics. Alih Bahasa. Anastasia S. Jakarta: Hipokrates, 1993: 71.
9.Schulze A, Busse M. Periodontal disease in diabetics : Relationship, Prevention, and Treatment. Clinical Sports Medicine International (CSMI) 2008; 1(2): 1-4.
Diposkan oleh docter's zone di 01.08
A. DEFINISI
Periodontitis adalah seperangkat peradangan penyakit yang mempengaruhi periodontium – yaitu, jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi . Periodontitis melibatkan hilangnya progresif dari tulang alveolar di sekitar gigi, dan jika tidak diobati, dapat menyebabkan melonggarnya dan kemudian kehilangan gigi .
Merupakan suatu penyakit jaringan penyangga gigi yaitu yang melibatkan gingiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar karena suatu proses inflamasi. Inflamasi berasal dari gingiva (gingivitis) yang tidak dirawat, dan bila proses berlanjut maka akan menginvasi struktur di bawahnya sehingga akan terbentuk poket yang menyebabkan peradangan berlanjut dan merusak tulang serta jaringan penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut. Karekteristik periodontitis dapat dilihat dengan adanya inflamasi gingiva, pembentukan poket periodontal, kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar sampai hilangnya sebagian atau seluruh gigi.
Periodontitis adalah penyakit atau peradangan pada periodontium (jaringan penyangga gigi / periodontal), merupakan keradangan berlanjut akibat gingivitis yang tidak dirawat.
Periodontitis adalah peradangan pada jaringan yang menyelimuti gigi dan akar gigi. Secara umum periodontitis terbagi atas 2 jenis yaitu:
1. Marginal periodontitis
2. Apikal periodontitis
Periodontitis marginali berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal.
Sedangkan periodontitis apikalis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan sekitar apeks gigi yang biasanya merupakan lanjutan dari infeksi atau peradangan pada pulpa.
B. KLASIFIKASI :
Periodontitis kronis
Periodontitis agresif
Periodontitis kronis adalah umum penyakit dari rongga mulut yang terdiri dari kronis peradangan dari jaringan periodontal yang disebabkan oleh akumulasi sebesar-besarnya jumlah plak gigi .
Pada tahap awal, periodontitis kronis memiliki beberapa gejala dan banyak orang penyakit itu telah berkembang secara signifikan sebelum mereka mencari pengobatan. Gejala dapat mencakup hal berikut:
Kemerahan atau pendarahan dari gusi saat menyikat gigi , menggunakan benang gigi atau menggigit makanan keras (apel misalnya) (meskipun hal ini dapat terjadi bahkan di gingivitis , di mana tidak ada kerugian lampiran)
Gum pembengkakan yang berulang
Halitosis atau bau mulut, dan rasa logam terus-menerus dalam mulut
Resesi gingiva , sehingga gigi tampak memanjang. (Ini juga dapat disebabkan oleh berat atau menyikat tangan dengan sikat gigi kaku.)
Deep saku antara gigi dan gusi ( saku adalah situs di mana lampiran telah secara bertahap dihancurkan oleh kolagen-menghancurkan enzim, yang dikenal sebagai collagenases )
Loose gigi, pada tahap selanjutnya (meskipun hal ini mungkin terjadi karena lain alasan juga)
Gingiva peradangan dan kerusakan tulang sering menyakitkan. Kadang-kadang pasien menganggap bahwa pendarahan tanpa rasa sakit setelah membersihkan gigi tidak signifikan, meskipun ini mungkin merupakan gejala dari kemajuan periodontitis kronis pada pasien itu.
kalkulus Subgingival adalah menemukan sering.
Ada lambat untuk menilai moderat perkembangan penyakit tetapi pasien mungkin mengalami periode perkembangan yang cepat ("ledakan kehancuran"). Periodontitis kronis dapat dikaitkan dengan faktor-faktor predisposisi lokal (misalnya gigi-terkait atau iatrogenik faktor). Penyakit ini dapat dimodifikasi oleh dan terkait dengan penyakit sistemik (misalnya diabetes mellitus , HIV infeksi) ini juga dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor lain dari penyakit sistemik seperti merokok dan emosional stres .
Mayor faktor risiko: bebas, kurangnya kesehatan mulut dengan plakat memadai biofilm kontrol.
Periodontitis kronis diinisiasi oleh Gram-negatif -terkait mikroba gigi biofilm yang menimbulkan suatu host respon, yang menghasilkan tulang dan kerusakan jaringan lunak. In response to endotoxin derived from periodontal pathogens , several osteoclast -related mediators target the destruction of alveolar bone and supporting connective tissue such as the periodontal ligament . Menanggapi endotoksin yang berasal dari patogen periodontal , beberapa osteoclast terkait mediator-target penghancuran tulang alveolar dan mendukung jaringan ikat seperti ligamentum periodontal . Major drivers of this aggressive tissue destruction are matrix metalloproteinases (MMPs), cathepsins , and other osteoclast-derived enzymes . Mayor driver ini kerusakan jaringan yang agresif adalah matriks metalloproteinases (MMPs), cathepsins , dan lainnya berasal osteoclast- enzim .
Mikroaerofil bakteri Actinomyces actinomycetemcomitans , rektus Campylobacter , dan corrodens Eikenella juga mungkin memainkan peran dalam periodontitis kronis.
Periodontitis agresif
1.Localized aggressive periodontitis (LAP) Localized agresif periodontitis (PAP)
2.Generalized aggressive periodontitis (GAP) Umum agresif periodontitis (GAP)
Periodontitis agresif jauh kurang umum daripada periodontitis kronis dan umumnya mempengaruhi pasien yang lebih muda daripada bentuk kronis.
Bentuk-bentuk lokal dan umum tidak hanya berbeda dalam hal luas, mereka berbeda dalam etiologi dan patogenesis.
Karakteristik Berbeda dengan periodontitis kronis , fitur utama yang sama untuk kedua PAP dan GAP adalah sebagai berikut:
kecuali adanya penyakit periodontal , pasien dinyatakan sehat
cepat hilangnya lampiran dan tulang kehancuran
keluarga agregasi
Selain itu, periodontitis agresif sering muncul dengan fitur sekunder berikut:
Jumlah deposito mikroba tidak konsisten dengan tingkat keparahan dari jaringan periodontal kehancuran
proporsi tinggi actinomycetemcomitans Aggregatibacter , dan dalam beberapa kasus, dari Porphyromonas gingivalis serta
fagosit kelainan
hyperresponsive makrofag fenotipe , termasuk peningkatan kadar prostaglandin E 2 (PGE 2) dan interleukin 1β
perkembangan patogenesis mungkin membatasi diri
Localized vs bentuk umum periodontitis agresif
Konsensus 1999 Laporan diterbitkan oleh American Academy of Periodonti diizinkan pembagian penyakit periodontal agresif ke dalam bentuk-bentuk lokal dan umum berdasarkan fitur cukup spesifik secara individu, sebagai berikut: [4]
Localized aggressive periodontitis Localized periodontitis agresif
circumpubertal onset circumpubertal awal
robust serum antibody response to infective agents : the dominant serotype antibody is IgG2 kuat
serum antibodi respon terhadap agen infektif : antibodi serotipe yang dominan adalah IgG2
localized first molar / incisor presentation lokal pertama molar / gigi seri presentasi
Generalized aggressive periodontitis Umum periodontitis agresif
biasanya mempengaruhi pasien di bawah usia 30 tahun
antibodi respon terhadap agen infeksi
episodic diucapkan sifat pemusnah periodontal
presentasi umum yang berdampak pada sedikitnya 3 gigi permanen selain geraham pertama dan gigi seri
Keparahan kerusakan jaringan periodontal adalah subclassified dengan cara yang sama seperti periodontitis kronis .
Pengobatan biasanya melibatkan terapi mekanik (non-bedah atau bedah debridemen) dalam hubungannya dengan antibiotik .Beberapa studi menunjukkan bahwa jenis kasus merespon terbaik untuk sebuah kombinasi debridement dan antibiotik. Terapi regeneratif dengan prosedur penyambungan tulang sering dipilih dalam kasus-kasus ini disebabkan oleh morfologi yang menguntungkan dari tulang yang cacat akibat penyakit tersebut.
C. PENYEBAB
Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan tipis biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis.
Periodontitis disebabkan oleh mikroorganisme bahwa mematuhi dan tumbuh pada permukaan gigi, bersama dengan terlalu agresif kekebalan respon terhadap mikroorganisme tersebut.
Etiologi Periodontitis Secara Umum
Terutama disebabkan oleh mikroorganisme dan produk-produknya yaitu: plak supra dan sub gingiva.
Faktor sistemik juga dapat berpengaruh pada terjadinya periodontitis, meskipun tidak didahului oleh proses imflamasi.
Tekanan oklusal yang berlebihan juga dapat memainkan peranan penting pada progresivitas penyakit periodontitis dan terjadinya kerusakan tulang (contohnya: pada pemakaian alat ortodonsi dengan tekanan yang berlebihan).
Keadaan gigi yang tidak beraturan, ujung tambahan yang kasar dan alat-alat yang kotor berada dimulut (alat ortodontik, gigi tiruan) dapat mengiritasi gusi dan meningkatkan faktor resiko. Serta kesalahan cara menyikat gigi juga yang dapat mempengaruhinya.
Faktor predisposing atau faktor etiologi sekunder dari periodontitis dapat dihubungkan dengan
adanya akumulasi, retensi dan maturasi dari plak,
kalkulus yang terdapat pada gingiva tepi dan yang over kontur,
impaksi makanan yang menyebabkan terjadinya kedalaman poket.
D. PATOGENESIS
Periodontitis dimulai dengan gingivitis dan bila kemungkinan terjadi proses inflamasi, maka pada kebanyakan pasien tetapi tidak semua pasien inflamasi secara bertahap akan memasuki jaringan periodontal yang lebih dalam. Bersama dengan proses inflamasi akan timbul potensi untuk menstimulasi resorpsi jaringan periodontal dan pembentukan poket periodontal.
Dengan terbentuknya poket, penyakit inflamasi periodontal menjadi dengan sendirinya mengekalkan faktor etiologi prinsipal, yaitu plak, yang pada saat ini terbentuk di dalam lingkungan poket yang lehih anaerob, yang mendorong pertumbuhan organisme patologis periodontal dan lebih sulit diakses untuk dibuang sendiri oleh pasien. Bila urutan kejadian ini bertahan dalam waktu yang lama, infeksi kronis bisa menyebabkan kerusakan periodontium yang parah dan hilangnya gigi-gigi. Penelitian terbaru menunjukan bahwa kemungkinan ada periode aktif resorpsi tulang dikuti dengan waktu tidak aktif dimana ada poket periodontal tetapi tidak menyebabkan attachment loss lebih lanjut.
E. GEJALA
Tanda klinik dari periodontitis adalah:
1. Inflamasi gingiva dan pendarahan
2. Poket
3. Resesi gingiva
4. Mobilitas gigi
5. Nyeri
6. Halitosis dan rasa tidak enak
Penampakan luar sangat bervariasi tergantung dari lamanya waktu terjadinya penyakit dan respons dari jaringan itu sendiri.
Warna gingiva bervariasi dari merah sampai merah kebiruan.
Konsistensinya dari odem sampai fibrotik.
Teksturnya tidak stippling,
konturnya pada gingiva tepi membulat dan pada interdental gingiva mendatar.
Ukurannya rata-rata membesar, junctional epithelium berjarak 3-4 mm kearah apikal dari CEJ. Tendensi perdarahan banyak,
pada permukaan gigi biasanya terdapat kalkulus diikuti dengan adanya eksudat purulen dan terdapat poket periodontal yang lebih dari 2mm, terjadi mobilitas gigi.
F. PEMERIKSAAN
1. Inflamasi gingiva dan pendarahan
Adanya dan keparahan inflamasi gingiva tergantung pada statu kebersihan mulut; bila buruk, inflamasi gingiva akan timbul dan terjadi pendarahan waktu penyikatan atau bahkan pendarahan spontan. Bila penyikatan gigi pasien cukup baik, plak cukup terkontrol tetapi ada deposit subgingiva karena skaling yang kurang adekuat, adnya penyakit periodontal mungkin tidak ditemukan pada pemeriksaan superfisial.bila dilakukan pemeriksaan riwayat dengan cermat pasien sering melaporkan riwayat pendarahan dimasa lalu yang berhenti ketika ia makin rajin membersihkan giginya.
2. Poket
Pengukuran kedalaman poket merupakan bagian penting dari diagnosis periodontal tetapi harus tetap diinterpretasikan bersama dengan inflamasi gingiva dan pembengkakan.
Teoritis, bila tidak ada pembengkakan gingiva, poket sedalam lebih dari 2 mm menunjukkan adanya migrasi ke apikal dari epiteluim krevikular, tetapi pembengkakan inflamasi sangat sering mengenai individu muda usia sehingga poket sedalam 3-4mm dapat seluruhnya merupakan poket gingiva atau poket palsu.
Pemeriksaan kedalaman poket
3. Resesi gingiva
Resesi gingiva dan terbukanya akar dapat meyertai periodontitis kronis tetapi tidak selalu merupakan tanda dari penyakit. Bila ada resesi, pengukuran kedalaman poket hanya merupakan cerminan sebagian dari kerusakan periodontal seluruhnya.
4. Mobilitas gigi
Beberapa mobilitas gigi pada bidang labiolingual dapa terjadi pada gigi yang sehat, berakar tunggal, khususnya pada gigi insisivus bawah yang lebih kecil mobil daripada gigi berakar jamak.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menekan salah satu sisi gigi yang bersangkutan dengan alat atau ujung jari dengan ujung jari lainnya pada sisi gigi yang berseberangna dan gigi tetangganya yang digunakan sebagai titik pedoman sehingga gerakan realtif dapat diperiksa. Cara lain untuk memeriksa mobilitas (walaupun tidak megukurnya) adalah dengan pasien mengoklusikan gigi-geliginya.
5. Derajat mobilitas gigi dapat dikelompokkan
Grade 1. Hanya dirasakan
Grade 2. Mudah dirasakan, pergeseran labiolingual 1 mm
Grade 3. Pergeseran labiolingual lebih dri 1 mm, mobilitas dari gigi ke atas dan kebawah pada arah aksial.
6. Nyeri
Nyeri atau sakit waktu gigi diperkusi menunjukkan adanya inflamasi aktif dari jaringan penopang, yang paling akut bila ada pembentukan abcess dimana gigi sangan sensitif terhadap sentuhan. Sensitivitas terhadap dingin atau panas dan dingin kadang ditemukan bila ada resesi gingiva dan terbukanya pulpa.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis periodontitis ditegakkan berdasarkan anamnesa, gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan gejala berupa gusimudah berdarah, gigi goyang. Dari pemeriksaan penunjang untuk memastikan bakteri penyebab dapat dilakukan kultur, dan untuk pemeriksaan radiologis, gambaran radiologik pada gigi yang mengalami kelainan periondontium biasa memperlihatkan kehilangan tulang yang menyeluruh baik vertikal maupun horizontal sepanjang permukaan pada ketinggian yang berberda-beda atau tampak gambaran destruksi processus alveolaris berbentuk V m(cup like resorption).
H. PENATALAKSANAAN
1. Skaling dan root planing
Skaling subginggiva adalah metode paling konservatif dari reduksi poket dan bila poket dangkal, merupakan satu-satunya perawaan yang perlu dilakukan. Meskipun demikian, bila kedalaman poket 4 mm atau lebih, diperlukan perawatan tambahan. Ayng pain gsering adalah root planing dengan atau tanpa kuretase subginggiva.
Skeling adalah suatu tindakan pembersihan plak gigi,kalkulus dan deposit-deposit lain dari permukaan gigi. Penghalusan akar dilakukan untuk mencegah akumulasi kembali dari deposit-deposit tersebut. Tertinggalnya kalkulus supragingival maupun kalkulus subgingival serta ketidak sempurnaan penghalusan permukaan gigi dan akar gigi mengakibatkan mudah terjadi rekurensi pengendapan kalkulus pada permukaan gigi.
2. Antibiotik
Antibiotik biasanya diberikan untuk menghentikan infeksi pada gusi dan jaringan di bawahnya. Perbaikan kebersihan mulut oleh pasien sendiri juga sangat penting.
Obat pilihan adalah tetrasiklin, tetapi akhir-akhir ini obat yang mengandung metronidazol dibuktikan sangat efektif terhadap bakteri patogen periodontal. Pengalaman klinik menunjukkan bahwa metronidazol dikombinasikan dengan amoksisilin sangat efektif untuk perawatan periodontitis lanjut dan hasilnya memuaskan.
3. Kumur-kumur antiseptik
Terutama yang sering digunakan pada saat sekarang adalah chlorhexidin atau heksitidin yang telah terbukti efektif dalam meredakan proses peradangan pada jaringan periodontal dan dapat mematikan bakteri patogen periodontal serta dapat meghambat terbentuknya plak.
4. Bedah periodontal
Pada kasus-kasus yang lebih parah, tentunya perawatan yang diberikan akan jauh lebih kompleks. Bila dengan kuretase tidak berhasil dan kedalaman poket tidak berkurang, maka perlu dilakukan tindakan operasi kecil yang disebut gingivectomy. Tindakan operasi ini dapat dilakukan di bawah bius lokal.
Pada beberapa kasus tertentu yang sudah tidak bisa diatasi dengan perawatan di atas, dapat dilakukan operasi dengan teknik flap, yaitu prosedur yang meliputi pembukaan jaringan gusi, kemudian menghilangkan kotoran dan jaringan yang meradang di bawahnya.
5. Ektraksi gigi
Bila kegoyangan gigi parah atau didapatakan gangren pulpa, maka dilakukan ektraksi gigi.
I. PENCEGAHAN PERIODONTITIS
Sikat gigi dua kali sehari, pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur.
Lakukan flossing sekali dalam sehari untuk mengangkat plak dan sisa makanan yang tersangkut di antara celah gigi-geligi.
Pemakaian obat kumur anti bakteri untuk mengurangi pertumbuhan bakteri dalam mulut, misalnya obat kumur yang mengandung chlorhexidine. Lakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter gigi Anda dalam penggunaan obat kumur tersebut.
Berhenti merokok
Lakukan kunjungan secara teratur ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali untuk kontrol rutin dan pembersihan.
I. PROGNOSIS
Dokter mengukur hygienists penyakit periodontal menggunakan perangkat yang disebut probe periodontal . Ini adalah tongkat "tipis mengukur" yang lembut ditempatkan ke dalam ruang antara gusi dan gigi, dan menyelipkan di bawah garis-gusi.
Jika ujung dapat slip lebih dari 3 milimeter di bawah garis-gusi, pasien dikatakan memiliki saku gingiva jika tidak ada migrasi lampiran epitel telah terjadi atau saku periodontal jika migrasi apikal telah terjadi.
Hal ini agak keliru, karena setiap kedalaman dalam esensi saku, yang pada gilirannya ditentukan oleh kedalaman, yaitu, saku 2 mm atau saku 6 mm. Namun, secara umum diterima bahwa saku adalah diri-cleansable (di rumah, oleh pasien, dengan sikat gigi) jika mereka 3 mm atau kurang secara mendalam. Hal ini penting karena jika ada saku yang lebih dari 3 mm di sekitar gigi, perawatan di rumah tidak akan cukup untuk membersihkan saku, dan perawatan profesional harus dicari.
Ketika kedalaman saku mencapai 6 dan 7 mm di kedalaman, instrumen tangan dan cavitrons digunakan oleh profesional gigi tidak dapat mencapai cukup mendalam ke dalam saku untuk membersihkan plak microbic yang menyebabkan inflamasi gingiva.
Dalam situasi tulang atau gusi sekitar gigi yang harus diubah atau pembedahan akan selalu memiliki peradangan yang kemungkinan akan menyebabkan hilangnya tulang di sekitar gigi yang lebih banyak. Cara tambahan untuk menghentikan peradangan akan bagi pasien untuk menerima antibiotik subgingival (seperti minocycline ) atau mengalami beberapa bentuk operasi gingiva untuk mengakses kedalaman kantong dan mungkin bahkan mengubah kedalaman saku sehingga mereka menjadi 3 mm atau kurang secara mendalam dan dapat sekali lagi akan dibersihkan oleh pasien di rumah dengan sikat gigi nya.
Jika seorang pasien memiliki 7 mm atau lebih dalam saku sekitar gigi mereka, maka mereka cenderung akan resiko kerugian akhirnya gigi selama bertahun-tahun.Jika kondisi periodontal tidak diidentifikasi dan pasien tetap tidak menyadari sifat progresif dari penyakit ini kemudian, tahun kemudian, mereka mungkin akan terkejut bahwa sebagian gigi berangsur-angsur akan menjadi longgar dan mungkin perlu digali, kadang-kadang karena infeksi yang parah atau bahkan nyeri.
Prognosis lesi-lesi ini bergantung pada perawatan periodontik, perawatan saluran tidak merupakan indikasi, terutama jika pulpanya masih vital. Bila penanganan dilakukan segera, kehilangan gigi dapat dicegah, bila tidak ditangani dengan baik dapat terbentuk pus dan bisa meluas menjadi pyorrhea alveolaris atau dapat menimbulkan kegoyangan gigi yang parah sehingga harus dilakukan ekstraksi gigi