65
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada era globalisasi, pelayanan prima merupakan elemen utama di rumah sakit dan unit kesehatan. Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang memenuhi standar pelayanan yang optimal. Hal tersebut sebagai akuntabilitas rumah sakit supaya mampu bersaing dengan Rumah Sakit lainnya,(Wike D.A, 2009)
Rumah sakit adalah suatu institusi penyelenggara pelayanan kesehatan yang merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap juga perawatan di rumah, ini seiring dengan yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, yaitu pelayanan kesehatan paripurna adalan pelayanan kesehatan yang melipti promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, serta sebagai pusat rujukan kesehatan masyarakat. Rumah sakit dinyatakan berhasil, tidak hanya pada kelengkapan fasilitas yang diunggulkan, melainkan juga sikap dan layanan sumber daya manusia merupakan elemen yang berpengaruh signifikan terhadap pelayanan yang dihasilkan dan dipersepsikan pasien. Bila elemen tersebut diabaikan maka dalam waktu yang tidak lama, rumah sakit akan kehilangan banyak pasien dan dijauhi oleh calon pasien, (Wike D.A, 2009)
Pasien akan beralih ke Rumah Sakit lainnya yang memenuhi harapan pasien, hal tersebut dikarenakan pasien merupakan asset yang sangat berharga dalam mengembangkan industri rumah sakit. Hakikat dasar dari Rumah Sakit adalah pemenuhan kebutuhan dan tuntutan pasien yang mengharapkan penyelesaian masalah kesehatannya pada rumah sakit. Pasien memandang bahwa hanya rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan medis sebagai upaya penyembuhan dan pemulihan atas rasa sakit yang dideritanya. Pasien mengharapkan pelayanan yang siap, cepat, tanggap dan nyaman terhadap keluhan penyakit pasien (Ristrini,2005).
Dalam memenuhi kebutuhan pasien tersebut, pelayanan prima menjadi utama dalam pelayanan di Rumah Sakit. Pelayanan prima di Rumah Sakit akan tercapai jika seluruh SDM rumah sakit mempunyai ketrampilan khusus, diantaranya memahami produk secara mendalam, berpenampilan menarik, bersikap ramah dan bersahabat, responsif (peka) dengan pasien, menguasai pekerjaan, berkomunikasi secara efektif dan mampu menanggapi keluhan pasien secara professional. Strategi pelayanan prima bahwa setiap setiap rumah sakit harus melakukan pendekatan mutu paripurna yang berorientasi pada kepuasan pasien, agar rumah sakit tetap eksis, ditengah pertumbuhan industry pelayanan kesehatan yang semakin kuat.
Upaya rumah sakit untuk tetap bertahan dan berkembang adalah dengan meningkatkan pelayanan kepada pasien. Hal tersebut karena pasien merupakan sumber pendapatan yang ditunggu oleh rumah sakit, baik secara langsung (out of pocket) maupun secara tidak langsung melalui asuransi kesehatan. Tanpa pasien, rumah sakit tidak dapat bertahan dan berkembang mengingat besarnya biaya operasional rumah sakit yang tinggi. Rumah Sakit melakukan berbagai cara demi meningkatnya kunjungan pasien, sehingga rumah sakit harus mampu menampilkan dan memberikan pelayanan kesehatan, sehingga dari dampak yang muncul akan menimbulkan sebuah loyalitas pada pasien sehingga pasien akan datang kembali memanfaatkan jasa rumah sakit tersebut. Kepuasan pasien tergantung pada kualitas pelayanan. Di sisi lain rumah sakit perlu melakukan suatu upaya untuk tetap bertahan dan berkembang mengingat besarnya biaya operasional rumah sakit yang sangat tinggi disertai meningkatnya kompetisi kualitas pelayanan jasa rumah sakit. Adapun upaya yang harus dilakukan rumah sakit adalah dengan menampilkan dan memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas (Parasuraman,1988).
Perawat memberikan pengaruh besar untuk menentukan kualitas pelayanan. Perawat sebagai ujung tombak pelayanan terhadap pasien dan keluarganya di Rumah Sakit, karena frekuensi pertemuannya dengan pasien yang paling sering. Terkadang pengaruh karakteristik yang dimiliki oleh pasien, mulai dari umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan atau pekerjaan, dan lain sebagainya mungkin akan membuat situasi pelayanan yang diberikan oleh perawat berbeda karena pasien bisa saja mempunyai harapan yang berbeda berdasarkan karakteristik yang mereka miliki.
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bombana telah hadir sejak tahun 2005 melalui peraturan daerah No. 2 Tahun 2005 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Bombana dan diresmikan penggunaannya oleh Gubernur Sulawesi Tenggara Tanggal 9 Februari Tahun 2007 (Data Profil RSUD Kabupaten Bombana Tahun 2013). RSUD Kabupaten Bombana merupakan bagian terpadu dari upaya pembangunan kesehatan di Kabupaten Bombana secara tidak langsung dalam pembangunan sumber daya di Pemerintah Kabupaten Bombana khususnya dan Provinsi Sulawesi Tenggara Pada umumnya, yaitu manusia yang memiliki derajat kesehatan yang tinggi dengan mutu kehidupan yang tinggi pula yang mencakup aspek jasmani dan kejiwaan disamping aspek spiritual dan kepribadian. Dalam rangka mengemban tugas tersebut diatas, berbagai upaya telah dilakukkan baik melalui perbaikan fisik, penambahan sarana dan prasarana, ketenagaan maupun peningkatan biaya operasional. Namun harus disadari bahwa dengan semakin tingginya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat serta beragam pola penyakit yang ada maka tututan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang maksimal pun semakin meningkat.
Hasil survei awal yang penulis lakukan di RSUD Kabupaten Bombana, di peroleh data awal tentang jumlah tenaga perawat secara keseluruhan yaitu sebanyak 63 orang dan untuk tenaga perawat di ruang perawatan kelas II & III yaitu sebanyak 28 orang. Jumlah kunjungan pasien rawat inap selama tahun 2013 yaitu sebanyak 1214 pasien, secara khusus untuk ruang perawatan kelas II & III yaitu sebanyak 816 pasien dengan klasifikasi : pasien umum sebanyak 142 pasien, pasien jamkesmas sebanyak 237 pasien, pasien askes sebanyak 256 pasien dan pasien bahteramas sebanyak 181 pasien. Sementara untuk jumlah penggunaan tempat tidur (BOR) pada tahun 2013 yaitu sebanyak 20% dari 51 tempat tidur yang tersedia dengan jumlah rata-rata lamanya pasien dirawat (Av-LOS) yaitu 3 hari dan rata-rata tempat tidur tidak ditempati dalam satu periode (TOI) yaitu 12 hari, sedangkan data frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode (BTO) yaitu sebanyak 24 kali (Data Profil RSUD Kabupaten Bombana Tahun 2013).
Disamping data tersebut di atas, untuk melihat kesenjangan antara kepuasan pasien dengan pelayanan yang diterima pasien, penulis juga melakukan wawan cara dengan 15 orang pasien yang telah menjalani perawatan, dan diperoleh data sementara khusus untuk ruang perawatan kelas II dan III dari 15 orang pasien, 67% yang menyatakan menerima pelayanan yang kurang maksimal dari perawat . Dimana pelayanan perawat yang dimaksud tersebut meliputi: sulitnya untuk mendapatkan informasi tentang proses perawatan yang dijalani pasien, waktu pelayanan yang relatif lama, kurangnya kesigapan perawat dalam memberikan pelayanan, sikap perawat dalam memberikan pelayanan yang kurang dari apa yang diharapkan pasien, serta keterbatasan fasilitas yang digunakan dalam memberikan pelayanan juga cukup dirasakan pasien, dan 33% sisanya menyatakan bahwa komunikasi dan keramah tamahan perawat dalam memberikan pelayanan dirasa sangat kurang.
Dari uraian data awal dan fakta yang berhasil penulis kumpulkan di atas dapat dikatakan bahwa antara pelaksanaan pelayanan perawat bersamaan dengan kepuasan pasien yang di nilai kurang, hal ini dikarenakan prosedur pelayanan yang baik dan berfokus pada pasien akan menciptakan kepuasan. Namun, didalam fakta yang diungkap di atas, terlihat ada kesenjangan antara harapan pasien dengan pelayanan yang diterima. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk melakukan analisis lebih lanjut mengenai hubungan pelaksanaan pelayanan perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di RSUD. Kabupaten Bombana.
Rumusan Masalah
Dari permasalahan tersebut di atas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu:
Apakah ada hubungan antara penerimaan perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bombana Tahun 2014?
Apakah ada hubungan antara perhatian perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bombana Tahun 2014?
Apakah ada hubungan antara komunikasi perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bombana Tahun 2014?
Apakah ada hubungan antara tanggungjawab perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bombana Tahun 2014?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pelaksanaan pelayanan perawat dengan tingkat kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bombana Tahun 2014.
Tujuan Khusus
Untuk menganalisis hubungan antara penerimaan perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bombana Tahun 2014.
Untuk Menganalisis hubungan antara perhatian perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bombana Tahun 2014.
Untuk Menganalisis hubungan antara komunikasi perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bombana Tahun 2014.
Untuk Menganalisis hubungan antara tanggungjawab perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bombana Tahun 2014.
Manfaat Penelitian
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan atau masukan bagi direktur RSUD Kabupaten Bombana dalam rangka penentuan kebijakan yang berhubungan dengan pelaksanaan pelayanan perawat.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi khasanah yang dapat memperluas wawasan ilmu pengetahuan dan menjadi salah satu bahan bacaan bagi peneliti berikutnya dimasa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit
Pengertian
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes ,RI 2000).
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.
Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan.
Dimana untuk menyelenggarakan fungsinya, maka Rumah Sakit umum menyelenggarakan kegiatan :
Pelayanan medis
Pelayanan dan asuhan keperawatan
Pelayanan penunjang medis dan nonmedis
Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan
Pendidikan, penelitian dan pengembangan
Administrasi umum dan keuangan
Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, fungsi rumah sakit adalah :
Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan seuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
Pelayanan Rawat Inap
Definisi Rawat Inap
Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi obsevasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik, dengan menginap diruang rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta serta puskesmas perawatan dan rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap.
Rawat inap merupakan suatu bentuk perawatan, dimana pasien dirawat dan tinggal dirumah sakit untuk jangka waktu tertentu. Selama pasien dirawat rumah sakit harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien (Posman, 2001 dalam kotler, 2004)
Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi pelayanan.
Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya. Menurut Revans 1986, (dalam kotler 2004) bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat inap mengalami tingkat proses transformasi, yaitu :
Tahap Admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan kenyakinan dirawat tinggal dirumah sakit.
Tahap Diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya.
Tahap treatment, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam program perawatan dan terapi
Tahap Inspection, yaitu secara terus menerus diobservasi dan dibandingkan pengaruh serta respon pasien atas pengobatan.
Tahap Control, yaitu setelah dianalisa kondisinya, pasien dipulangkan. Pengobatan diubah atau diteruskan, namun dapat juga kembali ke proses untuk didiagnosa ulang.
Jadi rawat inap adalah pelayanan pasien yang perlu menginap dengan cara menempati tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosa dan terapi bagi individu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan, penyakit kronis atau rehabilitasi medik atau pelayanan medik lainnya dan memerlukan pengawasan dokter dan perawat serta petugas medik lainnya setiap hari.
Kegiatan Pelayanan Rawat Inap
Kegiatan pelayanan rawat inap meliputi :
Pelayan pasien (admission)
Pelayanan medik
Pelayanan penunjang medik
Pelayanan perawatan
Pelayanan obat
Pelayanan makanan
Pelayanan administrasi keuangan
Kualitas Pelayanan Rawat Inap
Menurut Jacobalis (1990) kualitas pelayanan kesehatan diruang rawat inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya :
Penampilan keprofesian atau aspek klinis
Aspek ini menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku dokter, perawat dan tenaga profesi lainnya.
Efisiensi dan efektifitas
Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit agar dapat berdaya guna dan berhasil guna.
Keselamatan pasien, aspek ini menyangkut keselamatan dan keamanan pasien
Kepuasan paien, aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental dan sosial pasien terhadap lingkungan rumah sakit, keberhasilan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.
Tujuan Pelayanan Rawat Inap
Tujuan pelayanan rawat inap menurut Dolores dan Doris dalam Anggrani (2008) adalah
Membantu pasien memenuhi kebutuhan sehari-hari sehubungan dengan penyembuhan pasien.
Mengembangkan hubungan kerja sama yang produktif baik antara unit maupun antara profesi.
Menyediakan tempat latihan/praktek bagi siswa perawat
Memberikan kesempatan kepada tenaga perawat untuk meningkatkan keterampilan dalam hal keperawatan.
Meningkatkan suasana yang memungkinkan timbul dan berkembangnya gagasan yang kreatif
Mengandalkan evaluasi yang terus menerus mengenai metode keperawatan yang yang dipergunakan untuk usaha peningkatan.
Memanfaatkan hasil evaluasi tersebut sebagai alat peningkatan atau perbaikan praktek keperawatan yang dipergunakan.
Tinjauan Umum Tentang Tingkat Kepuasan Pasien
Pengertian dan Teori Kepuasan Pasien
Kepuasan adalah bentuk perasaan seseorang setelah mendapatkan pengalaman terhadap kinerja pelayanan yang telah memenuhi harapan (Gerson, 2004). Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah membandingkan antara persepsi dengan kinerja atau hasil suatu produk atau jasa dan harapan-harapan (Kotler, 2007).
Kotler (2007) mendefinisikan bahwa kepuasan pasien adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Menurut Gerson (2004), kepuasan pasien adalah persepsi pasien bahwa harapannya telah terpenuhi. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2004)
Aspek – Aspek yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien
Kepuasan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor dari pihak pemberi pelayanaan saja, tetapi juga dipengaruhi faktor dari luar maupun dari dalam diri pasien. Faktor dari dalam mencakup sumber daya, pendidikan, pengetahuan dan sikap. Faktor dari luar mencakup budaya, sosial ekonomi, keluarga dan situasi yang dihadapi (Gerson, 2004). Penilaian kualitas pelayanan dikaitkan dengan kepuasan pasien dengan berfokus pada aspek fungsi dari proses pelayanan (Supranto, 2001), yaitu :
Tangibles (Wujud nyata) adalah wujud langsung yang meliputi fasilitas fisik, yang mencakup kemutahiran peralatan yang digunakan, kondisi sarana, kondisi SDM perusahaan dan keselarasan antara fasilitas fisik dengan jenis jasa yang diberikan.
Reliability (kepercayaan) adalah pelayanan yang disajikan dengan segera dan memuaskan dan merupakan aspek – aspek keandalan system pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan rencana, kepedulian perusahaan kepada permasalahan yang dialami pasien, keandalan penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan janji yang diberikan keakuratan penanganan.
Responsiveness (tanggung jawab) adalah keinginan untuk membantu dan menyediakan jasa yang dibutuhkan konsumen. Hal ini meliputi kejelasan informasi waktu penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan administrasi, kesediaan pegawai dalam membantu konsumen, keluangan waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien dengan cepat.
Assurance (jaminan) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan memberikan jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman selama berurusan dengan karyawan, kesabaran karyawan, dukungan pimpinan terhadap staf.
Empathy (empati) adalah berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen yang meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada konsumen, pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepentingan konsumen, kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen.
Menurut Hafizurrachman (2004), kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi: reliabilitas (konsistensi dan kehandalan), ketanggapan (kesediaan, kesiapan dan ketepatan waktu), kompetensi (kemudahan kontak dan pendekatan), komunikasi (mendengarkan serta memelihara hubungan pengertian), kredibilitas (nilai kepercayaan dan kejujuran), jaminan rasa aman (dari risiko dan keraguan), pengertian (upaya untuk mengerti keluhan dan kenginan pasien), wujud pelayanan yang dirasakan.
Menurut Mediawati (2000), menyebutkan bahwa puas atau tidak puasnya pasien biasanya ditentukan oleh hal-hal meliputi mutu produk atau jasa, mutu pelayanan, harga, waktu penyerahan, dan keamanan.
Semua faktor kepuasan pasien tersebut pada hakikatnya sangat berkaitan dan ditentukan oleh mutu kerja para perawat, sehubungan dengan hal tersebut, pada dasarnya kepuasan pasien dipengaruhi oleh faktor-faktor: teknologi, kemampuan kerja perawat, kemauan perawat, dan lingkungan kerja perawat. Notoatmodjo (2003), berpendapat bahwa faktor-faktor dasar yang mempengaruhi kepuasan yaitu :
Pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi prilaku individu, yang mana makin tinggi tingkat pengetahuan seseorang tentang kesehatan, maka makin tinggi untuk berperan serta.
Kesadaran
Bila pengetahuan tidak dapat dipahami, maka dengan sendirinyatimbul suatu kesadaran untuk berprilaku berpartisipasi
Sikap positif
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sedangkan salah satu kompensasi dari sikap yang positif adalah menerima (receiving), diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.
Sosial ekonomi
Pelayanan yang diberikan oleh perawat sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan oleh pasien. Semakin tinggi biaya yang dikeluarkan oleh pasien maka semakin baik pelayanan yang diberikan.
Sistem nilai
Sistem nilai seseorang pasien sangat mempengaruhi seseorang pasien untuk mempersepsikan pelayanan kesehatan yang diberikan.
Pemahaman pasien tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Tingkat pemahaman pasien terhadap tindakan yang diberikan akan mempengaruhi tingkat kepuasan seseorang terhadap tindakan.
Empati yang ditujukan oleh pemberi pelayanan kesehatan, sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pasien (compliance).
Kepuasan pasien dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, aspek yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien menurut Moison Walter dan White, 1987 (dalam Haryanti, 2000) terdiri dari :
Karakteristik Produk.
Produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.
Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien.
Pelayanan
Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih, dan memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit, kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.
Lokasi
Meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut.
Fasilitas.
Kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien.
Image
Citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk proses penyembuhan.
Desain visual.
Meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak rumit.
Suasana
Meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu.
Komunikasi
Tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien.
Kesenjangan Dalam Kepuasan
Kepuasan akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari sipemberi jasa kepada pelanggan sesuai dengan persepsi pelanggan. Hal ini dipengaruhi oleh subyektifitas yang dapat membuat perbedaan persepsi pelanggan dan si pemberi jasa. Ada lima kesenjangan dalam kepuasan pasien yang dikemukakan parasurama, 1998 (dalam Tjiptono, 2000) yaitu :
Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.
Kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa.
Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan jasa yang disajikan.
Kesenjangan antara penyampaian jas aktual dan komunikasi eksternal kepada konsumen.
Kesenjangan antara jasa yang diharapkan dan jasa yang diterima konsumen.
Dimensi Kepuasan
Dimensi kepuasan yang dirasakan seseorang sangat bervariasi, namun secara umum dimensi dari kepuasan sebagaimana yang didefinisikan diatas mencakup hal-hal berikut (Azwar, 1996):
Kemampuan yang mengacu pada penerapan standart kode etik profesi
Pelayanan kesehatan dikatakan memenuhi kebutuhan kepuasan pasien apabila pelayanan yang diberikan mengikuti standart serta kode etik yang disepakati dalam suatu profesi. Ukuran- ukuran yang digunakan untuk menilai pemikiran seseorang terhadap kepuasan yang diperolehnya mencakup hubungan petugas pasien (relationship), kenyamanan pelayanan, kebebasan melakukan pilihan (choice), pengetahuan dan kompetensi teknis, efektivitas pelayanan, dan keamanan tindakan.
Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan
Persyaratan suatu pelayanan kesehatan dinyatakan sebagai pelayanan yang bermutu dan dapat memberikan kepuasan pada penerima jasa yang didalamnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai ketersediaan pelayann kesehatan, kewajaran pelayanan kesehatan, kesinambungan pelayanan kesehatan, penerimaan pelayanan kesehatan, ketercapaian pelayanan kesehatan, keterjangkauan pelayanan kesehatan, efisiensi pelayanan kesehatan, dan mutu pelayanan kesehatan.
Sementara itu, menurut Pasuraman et al (dalam Tangkilisan 2007) memodifikasi lima dimensi pokok yaitu:
Bukti langsung (tangibles)
Merupakan bukti langsung yang dapat dilihat, mencakup fasilitas fisik, penampilan pegawai, peralatan, kebersihan alat, dan sarana komunikasi.
Kehandalan (reliability)
Kehandalan merupakan kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan, seperti jam buka, prosedur pelayanan tidak berbelit-belit, proses pendaftaran cepat, pasien antri sesuai nomor urut dan semua keterangan pasien dicatat dengan cermat.
Daya tanggap (responsiviness)
Daya tanggap merupakan kemampuan para petugas untuk membantu para pelanggan, seperti cepat dan tanggap menyelesaikan keluhan, memberi kesempatan untuk bertanya, informasi jelas, tindakan yang cepat saat dibutuhkan, dan tindakan yang diberikan tidak buru-buru.
Jaminan (assurance)
Jaminan merupakan jaminan kemampuan petugas yang diberikan, yang mencakup kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki petugas, teliti, mampu menetapkan diagnosa dan aman.
Kepedulian (emphaty)
Kepedulian merupakan perhatian pribadi yang meliputi pelayanan menyenangkan, komunikasi baik, memahami keluhan, tidak
membeda - bedakan dan menjaga kerahasiaan.
Menurut Gunarsa (1995) dan Abraham & Shanley (1997) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pernyataan kepuasan pasien adalah latar belakang pasien yang berbeda-beda adalah sebagai berikut:
Umur
Menurut Kurniasih (2002) bahwa pasien berumur tua akan memiliki harapan yang lebih rendah dan cenderung lebih puas daripada usia yang relatif muda. Usia muda lebih memiliki harapan yang lebih tinggi sehingga tuntutan kinerja yang diharapkannya semakin tinggi.
Pendidikan
Menurut Barata (2006) orang yang berpendidikan rendah jarang memikirkan hal-hal yang diluar daya nalarnya, sedangkan orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung untuk memenuhi kebutuhannya sesuai daya nalarnya karena pengaruh tingkat pendidikan. Sehingga orang berpendidikan lebih tinggi cenderung merasa tidak puas dibandikan dengan orang berpendidikan rendah.
Pekerjaan
Menurut Lumenta (1989), masyarakat yang berpenghasilan rendah pada umumnya banyak yang bergantung pada fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu harus dipertimbangkan bahwa tingkat tercapainya pelayanan medis juga ditentukan oleh biaya. Sehingga faktor ekonomi menjadi penyebab utama naik turunnya tingkat pemanfaatan fasilitas pelayanan seseorang yang berpenghasilan rendah.
Cara Mengukur Kepuasan
Untuk mengetahui tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan atau penerima pelayanan maka perlu dilakukan pengukuran. Menurut Supranto (2001), pengukuran tingkat kepuasan dimulai dari penentuan pelanggan, kemudian dimonitor dari tingkat kualitas yang diinginkan dan akhirnya merumuskan strategi. Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa harapan pelanggan dapat terbentuk dari pengalaman masa lalu, komentar dari kerabat serta janji dan informasi dari penyedia jasa dan pesaing. Kepuasan pelanggan dapat digambarkan dengan suatu sikap pelanggan, berupa derajat kesukaan (kepuasan) dan ketidaksukaan (ketidakpuasan) pelanggan terhadap pelayanan yang pernah dirasakan sebelumnya.
Kotler (1994) mengemukakan empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
Sistem keluhan dan saran
Setiap tempat pelayanan kesehatan yang berorientasi terhadap pasien perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pasien untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka dalam hal ini media yang digunakan dapat berbentuk :
Kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat yang mudah dijangkau dan sering dilewati pasien
Menyediakan kartu komentar yang bisa diisi langsung ataupun dikirim melalui pos.
Menyediakan saluran telepon khusus bagi pasien
Keuntungan dari metode ini adalah dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga bagi tempat pelayanan kesehatan tersebut, sehingga memungkinkan memberkan respon yang cepat dan tanggap terhadap setiap masalah yang timbul. Kerugian dari metode ini adalah sulitnya mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai kepusan pasien, karena tidak semua pasien menyampaikan keluhannya. Upaya mendapat saran juga sulit diwujudkan dengan metode ini.
Survei Kepuasan Pelanggan
Umumnya penelitian mengenai kepuasan pasien dilakukan dengan cara metode survai, baik melalui pos, telepon atau wawancara peribadi (Setiawan, 1990). Keuntungannya, provider akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan juga sekaligus memberikan sinyal positif bahwa provider memberi perhatian kepada pasiennya (Gerson, 2001, Supranto, 1997). Pengukuran dapat dilakukan dengan cara :
Directly Reported Satisfaction
Pengukuran dilakukan dengan memberikan pertanyaan secara langsung melalui pertanyaan yang dibagi berdasarkan skala.
Derived Dissatisfaction
Pertanyaan dilakukan menyangkut dua hal utama yakni besarnya harapan pasien terhadap hal tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.
Problem Analysis
Pasien yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok yaitu masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran tempat pelayanan kesehatan dan saran-saran untuk perbaikan.
Importance Performance Analysis
Responden diminta untuk merangking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan pentingnya derajat elemen tersebut
Ghost Shopping
Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (Ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan produk potential provider dan pesaing, kemudian mereka menyampaikan temuan-temuan ini berdasarkan pengalaman mereka.
Lost Customer Analysis
Tempat pelayanan kesehatan berusaha menghubungi pasien-pasien yang telah beralih ke tempat pelayanan yang lain, yang diharapkan adalah informasi penyebab mereka beralih.
Sementara menurut Gerson (2001) mengemukakan teknik untuk mengukur mutu dan kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan cara Sumbang Saran, Kelompok Nominal, Bagan Arus, Analisa bidang Kekuatan dan Benchmarking.
Berdasarkan penelitian dalam bidang jasa pelayanan maka Parasuraman, Zeithmal dan Berry 1990 mengidentifikasi lima kelompok dimensi yang digunakan untuk mengevaluasi kepuasan pelanggan dalam bidang jasa yaitu :
Bukti langsung / dapat diraba / sarana fisik (tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi
Keandalan pelayanan (reliability). Kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat, akuran dan terpercaya
Ketanggapan pelayanan (responsiveness) yaitu kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa pelayanan dengan tanggap dan cepat.
Jaminan / keyakinan (assurance), mencakup pengetahuan dan kesopanan dari petugas serta kemampuan untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
Empat (emphaty), meliputi perbuatan atau sikap untuk memberkan perhatian secara pribadi kepada pelanggan, komunikatif serta memahami kebutuhan pelanggan.
Kelima dimensi untuk mengukur mutu layanan tersebut dinamakan Metode Survqual (Service Quality). Metode servqual dalam pengukuran kepuasan dilakukan terhadap dua aspek yaitu pengukuran untuk menilai harapan yang diinginkan oleh pasien dari pelayanan kesehatan yang komprehensif dan pengukuran tentang pengalaman pada saat pasien telah memperoleh pelayanan kesehatan.
Manfaat Pengukuran Kepuasan
Menurut Gerson (2004), manfaat utama dari program pengukuran adalah tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan objektif. Dengan hasil pengukuran orang bisa melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya, membandingkan dengan standar kerja, dan memutuskan apa yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasarkan pengukuran tersebut. Ada beberapa manfaat pengukuran kepuasan antara lain sebagai berikut :
pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan.
Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menuju mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat.
Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau yang memberi pelayanan.
Pengukuran memberi tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan bagaimana harus melakukannya. Informasi ini juga bisa datang dari pelanggan.
Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat produktivitasnya yang lebih tinggi.
Menurut Azwar (2003), didalam situasi rumah sakit yang mengutamakan pihak yang dilayani (client oriented), karena pasien adalah pasien yang terbanyak, maka banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh bila mengutamakan kepuasan pasien antara lain sebagai berikut :
Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang hati diikuti oleh pasien yang merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit.
Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang puas tersebut akan memberitahukan kepuasannya kepada orang lain. Hal ini secara akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena merupakan pemasaran rumah sakit secara tidak langsung.
Citra rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi. Bertambahnya jumlah orang yang berobat, karena ingin mendapatkan pelayanan yang memuaskan seperti yang selama ini mereka dengar akan menguntungkan rumah sakit secara sosial dan ekonomi (meningkatnya pendapatan rumah sakit).
Berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) rumah sakit, seperti perusahaan asuransi akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit yang mempunyai citra positif.
Didalam rumah sakit yang berusaha mewujudkan kepuasan pasien akan lebih diwarnai dengan situasi pelayanan yang menjunjung hak- hak pasien. Rumah sakitpun akan berusaha sedemikian rupa sehingga malpraktek tidak terjadi.
Klasifikasi Kepuasan
Menurut Gerson (2004), untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut :
Sangat memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat), atau sangat cepat (untuk proses administrasi), yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi.
Memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang ramah, yang seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang.
Tidak memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak lambat (untuk proses administrasi), atau tidak ramah.
Sangat tidak memuaskan.
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak bersih (untuk sarana), lambat (untuk proses administrasi), dan tidak ramah. Seluruh hal ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori paling rendah.
Berpedoman pada skala pengukuran yang dikembangkan likert dikenal dengan istilah skala likert, kepuasan pasien dikategorikan menjadi, sangat puas, agak puas, dan tidak puas. Kategori ini dapat dikuantifikasi misalnya ; sangat puas bobotnya 3, agak puas bobotnya 2, dan tidak puas bobotnya 1 (Utama, 2003).
Tinjauan Umum Tentang Pelayanan Perawat
Pengertian Pelayanan
Menurut Kotler dalam Laksana (2008) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yanga dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Sedangkan Gronroos dalam Tjiptono (2005) menyatakan bahwa pelayanan merupakan proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasa (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan, jasa dan sumber daya, fisik atau barang, dan sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan.
Sementara itu, menurut Lovelock, Petterson & Walker dalam Tjiptono (2005) mengemukakan perspektif pelayanan sebagai sebuah sistem, dimana setiap bisnis jasa dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas dua komponen utama: (1) operasai jasa; dan (2) penyampaian jasa.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan merupakan suatu bentuk sistem, prosedur atau metode tertentu diberikan kepada orang lain, dalam hal ini, kebutuhan pelanggan tersebut dapat terpenuhi sesuai dengan harapan atau keinginan pelanggan dengan tingkat persepsi mereka. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya pelayanan yaitu:
Adanya rasa cinta dan kasih sayang
Cinta dan kasih sayang membuat manusia bersedia mengorbankan apa yang ada padanya sesuai kemampuaanya, diwujudkan menjadi layanan dan pengorbanan dalam batas ajaran agama, norma, sopan santun, dan kesusilaan yang hidup dalam masyarakat.
Adanya keyakinan untuk saling tolong menolong sesamanya
Rasa tolong menolong merupakan gerak naluri yang sudah melekat pada manusia. Apa yang dilakukan oleh seseorang untuk orang lain karena diminta oleh orang yang membutuhkan pertolongan hakikatnya adalah pelayanan, disamping ada unsur pengorbanan, namun kata pelayanan tidak pernah digunakan dalam hubungan ini.
Adanya keyakinan bahwa berbuat baik kepada orang lain adalah salah satu bentuk amal
Inisiatif berbuat baik timbul dari orang yang bukan berkepentingan untuk membantu orang yang membutuhkan bantuan, proses ini disebut pelayanan.
Pelayanan Perawat
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan baik dalam maupun luar negeri sesuai dengan peraturan perundang - undangan (Permenkes, 2010)
Perawat adalah seorang yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (UU kesehatan No 23 tahun 1992)
Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan berbasis ilmu dan kiat keperawatan, yang berbentuk bio-psiko-sosio-spiritual komprehensif yang ditujukan bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit, yang mencakup keseluruhan proses kehidupan manusia. (Lokakarya keperawatan nasional, 1983). (Asmadi, 2005)
Pelayanan keperawatan adalah merupakan sebuah bantuan, dan pelayanan keperawatan ini diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, adanya keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari – hari secara mandiri. Pada hakikarnya kegiatan atau pun tindakan keperawatan bersifat membantu (assistive in nature). Perawat dalam hal ini membantu klien atau pasien mengatasi efek – efek dari masalah – masalah sehat maupun sakit (health illness problems) pada kehidupan sehari-harinya. (Nursalam, 2001)
Sikap profesional seorang perawat sering menjadi indikator pemenuhan harapan atau hal yang diinginkan pasien. Sikap ramah, sopan, komunikatif, tidak tergesa-gesa dan kesegeraan membantu yang ditunjukkan perawat adalah sebagian hal sederhana yang diperhatikan pasien ketika mereka melakukan tindakan.
Dimensi Kualitas Pelayanan
Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, yang memenuhi keinginan pelanggan, dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk. Berarti kualitas harus sesuai dengan standar hal ini seperti yang dikemukankan oleh ISO 8402 Gaspersz dalam Laksana (2008), "Bahwa kualitas merupakan totalitas dari suatu karakteristik pelayanan yang sesuai dengan persyaratan atau standar".
Bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa, memuaskan kebutuhan pelanggan berarti perusahaan harus memberikan pelayanan berkualitas (service quality) kepada pelanggan. Menurut Lewis dan Booms dalam Tjiptono dan Chandra (2005) mendefinisikan "Kualitas pelayanan sebagai ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan".
Berdasarkan defenisi ini, kualitas pelayanan bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya utnuk mengimbangi harapan pelanggan. Sedangkan menurut Parasuraman di dalam Tjiptono dan Chandra (2005) menyatakan dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yakni pelayanan yang diharapkan (expected service) dan pelayanan yang dirasakan/dipersepsikan (perceived service). Apabila pelayanan yang dirasakan sesuai dengan pelayanan yang diharapkan, maka kualitas layanan bersangkutan akan dipersepsikan baik atau positif. Jika pelayanan yang dirasakan melebihi pelayanan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya apabila perceived service lebih buruk dibandingkan pelayanan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan negative atau buruk. Oleh sebab itu, baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan pelayanan yang dapat memenuhi keinginan konsumen/pelanggan yang diberikan oleh suatu organisasi. Agar pelayanan memiliki kualitas dan memberikan kepuasan kepada pelanggan, maka perusahaan harus memperhatikan berbagai dimensi yang dapat menciptakan dan meningkatkan kualitas pelayanan. Banyaknya para ahli mengungkapkan dimensi-dimensi kualitas pelayanan, namun dalam penelitian Zeithaml dalam Tjiptono dan Chandra, (2005) menyatakan adanya overlapping di antara beberapa dimensi. Oleh sebab itu, para peneliti menyederhanakan sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi yang disebut dimensi SERVQUAL, yakni:
Bukti Fisik ( tangibles)
Berkenaan dengan daya fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.
Keandalan (reability)
Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.
Daya Tanggap (responsiveness)
Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kepada jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.
Jaminan (assurance)
Yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan biasa menciptakan rasa aman bagi para pelanggan. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertayaan atau masalah pelanggan.
Empati (empaty)
Perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
Harapan Pasien Terhadap Pelayanan Keperawatan
Klien menginginkan perawat yang melayaninya memiliki sikap baik, murah senyum, sabar, mampu berbahasa yang mudah difahami, serta berkeinginan menolong yang tulus dan mampu menghargai klien dan pendapatnya. Mereka mengharapkan perawat memiliki pengetahuan yang memadai tantang kondisi penyakitnya sehingga perawat mampu mengatasi setiap keluhan yang dialami oleh individual klien (Meyers & Gray, 2001). Namun demikian masih banyak ditemukan keluhan klien tentang perawat yang kurang ramah, kurang tanggap dan kurang kompeten. Saat ini pasien mengharapkan pelayanan kesehatan khususnya keperawatan yang memuaskan.
Pada kenyataannya saat ini masih banyak juga pelayanan rumah sakit yang dikeluhkan oleh pasien, tetapi RS Memang harapan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan di Rumah Sakit tidak selalu sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan perawat. Semakin tinggi pengetahuan dan pendidikan seorang perawat akan lebih cepat dan tanggap akan kebutuhan bio, psio, sosial dan spiritual bagi pasien maupun keluarga pasien. Sehingga perawat akan lebih mampu dalam membantu pasien untuk mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi. Sedangkan para penerima jasa pelayanan kesehatan saat ini telah menyadari hak-haknya sehingga keluhan, harapan, laporan, dan tuntutan ke pengadilan sudah menjadi suatu bagian dari upaya mempertahankan hak mereka sebagai penerima jasa tersebut.
Guna memenuhi harapan pasien tersebut, hendaknya perawat sebagai penjalin kontak pertama dan terlama dengan pasien mengingat pelayanan keperawatan berlangsung terus menerus selama 24 jam sehari selain diharuskan memiliki pengetahuan yang memadai juga harus memperhatikan aspek pelayanan sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan memuaskan bagi pasien.
Tim pelayanan keperawatan di Rumah Sakit memberikan pelayanan kepada klien sesuai dengan keyakinan profesi dan standar yang ditetapkan. Hal ini ditujukan agar pelayanan keperawatan yang diberikan senantiasa merupakan pelayanan yang aman serta dapat memenuhi kebutuhan dan harapan klien. Disisi lain Perawat diharapkan perannya untuk selalu berada di samping tempat tidur klien, siap setiap saat ketika diperlukan, cepat tanggap terhadap berbagai keluhan, dan turut marasakan apa yang klien sedang alami. Kualitas pelayanan keperawatan adalah sikap profesional perawat yang memberikan perasaan nyaman, terlindungi pada diri setiap pasien yang sedang menjalani proses penyembuhan dimana sikap ini merupakan kompensasi sebagai pemberi layanan dan diharapkan menimbulkan perasaan puas pada diri pasien.
Sugiarto (1999), menyatakan bahwa ada lima aspek yang harus diperhatikan oleh pemberi jasa pelayanan atau perawat dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan (pasien) yaitu :
Penerimaan yakni perawat hendaknya selalu bersikap ramah, periang, selalu tersenyum, menyapa semua pasien, dan memiliki minat terhadap orang lain, serta tidak membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial ekonomi dan budaya atau yang lebih dikenal dengan memandang pasien secara holistik.
Perhatian yakni merupakan sikap yang diterapkan oleh pemberi jasa pelayanan atau perawat yang menyangkut kepedulian, kesigapan, dan kesediaan untuk memberikan pelayanan baik diminta atau tidak diminta oleh penerima jasa atau klien. Disamping itu sensitivitas dan peka terhadap setiap perubahan yang dialami pasien serta mau mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien.
Komunikasi (interaksi) yakni perawat dituntut untuk memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga dalam memberikan informasi tentang proses perawatan. Komunikasi yang baik dimaksud meliputi kejelasan, kemudahan bahasa, sopan santun dan percaya diri dalam memberikan informasi terkait pelayanan perawatan yang diberikan.
Kehandalan (Reliabilitas) yakni perawat dituntut untuk mampu dan handal dalam proses penyembuhan pasien dengan memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien dengan tidak mengesampingkan kerja sama baik dengan keluarga maupun profesi kesehatan yang lain dalam pemenuhan kebutuhan dan penyembuhan pasien.
Tanggung jawab yakni perawat harus bersikap jujur dan tekun dalam bertugas serta mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam segi pemanfaatan waktu dan pelaksanaan tindakan.
BAB III
KERANGKA KONSEP
Kerangka Pikir Penelitian
Pelayanan perawat merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, serta pengetahuan dalam melaksanakan kegiatan fisik sehari-hari secara mandiri. Dalam memberikan pelayanan, perawat harus mampu bersikap sopan, komunikatif, dan tidak tergesa – gesa serta terampil dan cekatan sehingga bantuan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan harapan yang diinginkan pasien.
Sugiarto (1999), secara jelas menyatakan bahwa ada lima aspek yang harus diperhatikan oleh pemberi jasa pelayanan (perawat) dalam memberikan pelayanan kepada pasien yaitu :
Penerimaan yakni perawat hendaknya selalu bersikap ramah, periang, selalu tersenyum, menyapa semua pasien, dan memiliki minat terhadap orang lain, serta tidak membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial ekonomi dan budaya atau yang lebih dikenal dengan memandang pasien secara holistik.
Perhatian yakni merupakan sikap yang diterapkan oleh pemberi jasa pelayanan atau perawat yang menyangkut kepedulian, kesigapan, dan kesediaan untuk memberikan pelayanan baik diminta atau tidak diminta oleh penerima jasa atau klien. Disamping itu sensitivitas dan peka terhadap setiap perubahan yang dialami pasien serta mau mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien.
Komunikasi (interaksi) yakni perawat dituntut untuk memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga dalam memberikan informasi tentang proses perawatan. Komunikasi yang baik dimaksud meliputi kejelasan, kemudahan bahasa, sopan santun dan percaya diri dalam memberikan informasi terkait pelayanan perawatan yang diberikan.
Kehandalan (Reliabilitas) yakni perawat dituntut untuk mampu dan handal dalam proses penyembuhan pasien dengan memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien dengan tidak mengesampingkan kerja sama baik dengan keluarga maupun profesi kesehatan yang lain dalam pemenuhan kebutuhan dan penyembuhan pasien.
Tanggung jawab yakni perawat harus bersikap jujur dan tekun dalam bertugas serta mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam segi pemanfaatan waktu dan pelaksanaan tindakan.
Bagan Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
PenerimaanPelaksanaan pelayanan perawat
Penerimaan
Perhatian
Perhatian
kepuasan pasienKomunikasi
kepuasan pasien
Komunikasi
Tanggung jawab
Tanggung jawab
Kehandalan Perawat
Kehandalan Perawat
Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
= Diteliti
= Tidak diteliti
Dalam penelitian ini peneliti berkeinginan untuk melihat hubungan pelaksanaan pelayanan perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Bombana Tahun 2014.
Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang konsep pengertian sesuatu (Notoatmodjo. S, 2005)
Variabel Independent (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen (variabel terikat) yang mana dalam penelitian ini variabel independen adalah pelaksanaan pelayanan perawat yang meliputi: pernerimaan, perhatian, komunikasi, dan tanggung jawab.
Variabel Dependent (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel indepent (variabel bebas) yang dalam penelitian ini variabel dependen adalah kepuasan pasien.
Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif
Definisi operasional dari variabel akan mengkhususkan tindakan yang harus dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi data yang diperlukan (Saryono, 2011).
Variabel Independent (bebas)
pelaksanaan pelayanan perawat adalah merupakan sebuah bantuan yang diberikan oleh seorang perawat karena adanya kelemahan fisik dan mental, adanya keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan untuk melaksanakan kegiatan hidup sehari – hari secara mandiri. Adapun pelayanan perawat dalam penelitian ini akan dilihat dari beberapa indikator yang digunakan sebagai kategori dalam pengukuran yakni :
Penerimaan yakni perawat hendaknya selalu bersikap ramah, selalu tersenyum, menyapa semua pasien, dan memiliki minat terhadap orang lain, serta tidak membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial ekonomi dan budaya atau yang lebih dikenal dengan memandang pasien secara holistik.
Cara pengukuran dilakukan dengan wawancara pada responden tentang penerimaan perawat dengan menggunakan instrumen kuesioner dengan alternatif jawaban menggunakan skala likert yaitu : selalu (bobot 4), sering (bobot 3), kadang-kadang (bobot 2), tidak pernah (bobot 1) (Sugiono, 2013). Penerimaan perawat dapat dikategorikan dan dikuantifikasikan dalam dua kategori yaitu baik dan kurang baik, dengan jumlah pertanyaan berjumlah 5 pertanyaan sehingga interval kelas dapat ditentukan sebagai berikut :
Interval (I) = Range RKategori K
Dimana
I = Interval kelas
R = Range (kisaran yaitu nilai tertinggi – nilai terendah)
K = Jumlah kategori ( jumlah kriteria adalah 2)
Maka :
Skor tertinggi = 4 x 5 = 20
= 2020 X 100%=100%
Skor terendah = 1 x 5 = 5
=520 X 100%=25%
Range (R) = nilai skor tertinggi – nilai skor terendah
= 100% - 25% = 75%
Kategori terbagi atas 2 yaitu baik dan kurang baik
Interval (I) = 75%2=37,5%
Sehingga penentuan antara dua kategori adalah 37,5% dengan penentuan kriteria objektif adalah berdasarkan perhitungan skor tertinggi – nilai interval antara kategori
= 100% - 37,5% = 62,5%
Kriteria Objektif :
Baik : Apabila total skor jawaban responden atas pertanyaan dari seluruh variabel penelitian yang diajukan yaitu > 62,5%
Kurang Baik : Apabila total skor jawaban responden atas pertayaan dari seluruh variabel penelitian yang diajukan yaitu 62,5%
Perhatian perawat (caring), yakni Sikap yang diterapkan oleh perawat menyangkut kepedulian, kesigapan, dan kesediaan untuk memberikan pelayanan baik diminta atau tidak diminta oleh pasien.
Cara pengukuran dilakukan dengan wawancara pada responden tentang perahatian perawat dengan menggunakan instrumen kuesioner dengan alternatif jawaban menggunakan skala likert yaitu : selalu (bobot 4), sering (bobot 3), kadang-kadang (bobot 2), tidak pernah (bobot 1) (Sugiono, 2013). Penerimaan perawat dapat dikategorikan dan dikuantifikasikan dalam dua kategori yaitu baik dan kurang baik, dengan jumlah pertanyaan berjumlah 5 pertanyaan sehingga interval kelas dapat ditentukan sebagai berikut :
Interval (I) = Range RKategori K
Dimana
I = Interval kelas
R = Range (kisaran yaitu nilai tertinggi – nilai terendah)
K = Jumlah kategori ( jumlah kriteria adalah 2)
Maka :
Skor tertinggi = 4 x 5 = 20
= 2020 X 100%=100%
Skor terendah = 1 x 5 = 5
=520 X 100%=25%
Range (R) = nilai skor tertinggi – nilai skor terendah
= 100% - 25% = 75%
Kategori terbagi atas 2 yaitu baik dan kurang baik
Interval (I) = 75%2=37,5%
Sehingga penentuan antara dua kategori adalah 37,5% dengan penentuan kriteria objektif adalah berdasarkan perhitungan skor tertinggi – nilai interval antara kategori
= 100% - 37,5% = 62,5%
Kriteria Objektif :
Baik : Apabila total skor jawaban responden atas pertanyaan dari seluruh variabel penelitian yang diajukan yaitu > 62,5%
Kurang Baik : Apabila total skor jawaban responden atas pertayaan dari seluruh variabel penelitian yang diajukan yaitu 62,5%
komunikasi Perawat, yakni kemampuan perawat dalam berkomunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga dalam memberikan informasi tentang proses perawatan. Komunikasi yang baik dimaksud meliputi kejelasan, kemudahan bahasa, sopan santun dan percaya diri dalam memberikan informasi terkait pelayanan perawatan yang diberikan.
Cara pengukuran dilakukan dengan wawancara pada responden tentang komunikasi perawat dengan menggunakan instrumen kuesioner dengan alternatif jawaban menggunakan skala likert yaitu : selalu (bobot 4), sering (bobot 3), kadang-kadang (bobot 2), tidak pernah (bobot 1) (Sugiono, 2013). Komunikasi perawat dapat dikategorikan dan dikuantifikasikan dalam dua kategori yaitu baik dan kurang baik, dengan jumlah pertanyaan berjumlah 5 pertanyaan sehingga interval kelas dapat ditentukan sebagai berikut :
Interval (I) = Range RKategori K
Dimana
I = Interval kelas
R = Range (kisaran yaitu nilai tertinggi – nilai terendah)
K = Jumlah kategori ( jumlah kriteria adalah 2)
Maka :
Skor tertinggi = 4 x 5 = 20
= 2020 X 100%=100%
Skor terendah = 1 x 5 = 5
=520 X 100%=25%
Range (R) = nilai skor tertinggi – nilai skor terendah
= 100% - 25% = 75%
Kategori terbagi atas 2 yaitu baik dan kurang baik
Interval (I) = 75%2=37,5%
Sehingga penentuan antara dua kategori adalah 37,5% dengan penentuan kriteria objektif adalah berdasarkan perhitungan skor tertinggi – nilai interval antara kategori
= 100% - 37,5% = 62,5%
Kriteria Objektif :
Baik : Apabila total skor jawaban responden atas pertanyaan dari seluruh variabel penelitian yang diajukan yaitu > 62,5%
Kurang Baik : Apabila total skor jawaban responden atas pertayaan dari seluruh variabel penelitian yang diajukan yaitu 62,5%
Tanggung jawab, yakni kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan yang jujur dan tekun serta mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam segi pemanfaatan waktu dan pelaksanaan tindakan.
Cara pengukuran dilakukan dengan wawancara pada responden tentang tanggungjawab perawat dengan menggunakan instrumen kuesioner dengan alternatif jawaban menggunakan skala likert yaitu : selalu (bobot 4), sering (bobot 3), kadang-kadang (bobot 2), tidak pernah (bobot 1) (Sugiono, 2013). Tanggungjawab perawat dapat dikategorikan dan dikuantifikasikan dalam dua kategori yaitu baik dan kurang baik, dengan jumlah pertanyaan berjumlah 5 pertanyaan sehingga interval kelas dapat ditentukan sebagai berikut :
Interval (I) = Range RKategori K
Dimana
I = Interval kelas
R = Range (kisaran yaitu nilai tertinggi – nilai terendah)
K = Jumlah kategori ( jumlah kriteria adalah 2)
Maka :
Skor tertinggi = 4 x 5 = 20
= 2020 X 100%=100%
Skor terendah = 1 x 5 = 5
=520 X 100%=25%
Range (R) = nilai skor tertinggi – nilai skor terendah
= 100% - 25% = 75%
Kategori terbagi atas 2 yaitu baik dan kurang baik
Interval (I) = 75%2=37,5%
Sehingga penentuan antara dua kategori adalah 37,5% dengan penentuan kriteria objektif adalah berdasarkan perhitungan skor tertinggi – nilai interval antara kategori
= 100% - 37,5% = 62,5%
Kriteria Objektif :
Baik : Apabila total skor jawaban responden atas pertanyaan dari seluruh variabel penelitian yang diajukan yaitu > 62,5 %
Kurang Baik : Apabila total skor jawaban responden atas pertayaan dari seluruh variabel penelitian yang diajukan yaitu 62,5%
Variabel Dependent (terikat)
Kepuasan pasien adalah Persepsi atau ungkapan yang diterima pasien setelah menjalani perawatan di instalasi rawat inap RSUD Kabupaten Bombana yang meliputi: bukti langsung (tangibles), kehandalan (reliabelity), daya Tanggap (responsiviness), jaminan (assurence), dan kepedulian (empaty), Parasurama et al (dalam Tangkilisan, 2007), yang dinyatakan secara subyektif terhadap kesesuaian antara harapan dan kenyataan tentang pelayanan keperawatan yang dirasakan pasien.
Cara pengukuran dilakukan dengan wawancara pada responden tentang penerimaan perawat dengan menggunakan instrumen kuesioner dengan alternatif jawaban menggunakan skala likert yaitu : sangat puas (bobot 4), puas (bobot 3), kurang puas (bobot 2), tidak puas (bobot 1) (Sugiono, 2013). Kepuasan pasien dapat dikategorikan dan dikuantifikasikan dalam dua kategori yaitu puas dan kurang puas, dengan jumlah pertanyaan berjumlah 20 pertanyaan sehingga interval kelas dapat ditentukan sebagai berikut :
Interval (I) = Range RKategori K
Dimana
I = Interval kelas
R = Range (kisaran yaitu nilai tertinggi – nilai terendah)
K = Jumlah kategori ( jumlah kriteria adalah 2)
Maka :
Skor tertinggi = 4 x 20 = 80
= 8080 X 100%=100%
Skor terendah = 1 x 20 = 20
=2080 X 100%=25%
Range (R) = nilai skor tertinggi – nilai skor terendah
= 100% - 25% = 75%
Kategori terbagi atas 2 yaitu puas dan tidak puas
Interval (I) = 75%2 = 37,5%
Sehingga penentuan antara dua kategori adalah 37,5% dengan penentuan kriteria objektif adalah berdasarkan perhitungan skor tertinggi – nilai interval antara kategori
= 100% - 37,5% = 62,5%
Kriteria Objektif :
Puas : Apabila total skor jawaban responden atas pertanyaan dari seluruh variabel penelitian yang diajukan yaitu > 62,5%
Kurang Puas : Apabila total skor jawaban responden atas pertayaan dari seluruh variabel penelitian yang diajukan yaitu 62,5%
Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah dugaan sementara dari masalah yang diteliti yang kebenarannya akan dibuktikan melalui penelitian (Setiadi, 2007). Hipotesis alternatif adalah hipotesis yang diterima yang dinyatakan dengan simbol Ha (Budiarto, 2002).
Secara statistik dirumuskan sebagai berikut:
H0 : = 0 lawan Ha: > 0
Atau dalam bentuk hipotesis kalimat sebagai berikut:
Penerimaan perawat
Ho : Tidak ada hubungan antara penerimaan perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Bombana Tahun 2014.
Ha : ada hubungan antara penerimaan perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Bombana Tahun 2014.
Perhatian Perawat
Ho : Tidak ada hubungan antara perhatian perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Bombana Tahun 2014.
Ha : ada hubungan antara penerimaan perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Bombana Tahun 2014.
Komunikasi Perawat
Ho : Tidak ada hubungan antara interaksi perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Bombana Tahun 2014.
Ha : ada hubungan antara interaksi perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Bombana Tahun 2014.
Tanggungjawab Perawat
Ho : Tidak ada hubungan antara tanggungjawab perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Bombana Tahun 2014.
Ha : ada hubungan antara tanggungjawab perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Bombana Tahun 2014.
BAB IV
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional (Notoatmodjo, S, 2005). Pada penelitian dengan studi cross sectional dilakukan pengukuran dan pengumpulan data pada variabel sebab dan akibatnya sesaat dalam satu waktu.
Waktu Dan Tempat Penelitian
Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 26 Mei s/d 30 Juni 2014
Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di instalasi rawat inap kelas II dan III RSUD Kabupaten Bombana
Populasi Dan Sampel Penelitian
Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007). Dalam penelitian ini populasi adalah pasien rawat inap peserta jamkesmas, askes, bahteramas, dan pasien umum di ruang kelas II, dan III RSUD Kabupaten Bombana.
Dari hasil survei awal diperoleh data jumlah kunjungan pasien rawat inap peserta jamkesmas, askes, bahteramas, dan pasien umum di ruang kelas II sebanyak 401 pasien dengan rata-rata kunjungan perbulan yaitu 33 pasien dan di ruang kelas III sebanyak 415 pasien dengan rata-rata kunjungan perbulan yaitu sebanyak 35 pasien, sehingga jumlah rata-rata perbulan kunjungan pasien rawat inap diruang kelas II dan III RSUD Kabupaten Bombana pada tahun 2013 sebanyak 68 pasien.
Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang menjalani perawatan di instalasi rawat inap ruang kelas II dan III RSUD Kabupaten Bombana pada saat penelitian berlangsung.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara proppartional stratified sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan perimbangan antara jumlah anggota populasi berdasarkan masing-masing strata yang dimiliki hingga sampel dapat terpenuhi (Notoatmodjo, 2010), dengan kriteria sebagai berikut :
Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target terjangkau yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010). Kriteria inklusi dari penelitian ini terdiri dari:
Pasien dalam keadaan sadar;
Pasien yang telah menjalani perawatan minimal 2 hari;
Pasien yang bersedia untuk diwawancarai.
Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi merupakan mengeluarkan subyek penelitian yang tidak memenuhi kriteria inklusi karena berbagai sebab sehingga tidak dapat menjadi subjek penelitian (Notoatmodjo, 2010). Kriteria eksklusi penelitian ini adalah pasien yang tidak sadar dan pasien yang menolak untuk menjadi responden
Besar Sampel
Penentuan besar sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus menurut Slovin (Syah, 2003)
n=N1+N(d2)
Keterangan :
n : Ukuran sampel
N : Ukuran populasi
d : Nilai presisi yang diinginkan (0,1)
maka n=681+ 68 (0,12) n=681+0,68
n=681,68 n=40, 47 atau 41
Karena populasi dalam penelitian ini terdiri dari unit yang memiliki karakteristik yang heterogen maka sampel diambil dengan teknik proppartional stratified sampling dengan proporsi sebagai berikut :
Ruang perawatan kelas II
n1=jumlah pasien kelas IIN X n n1=3368 X 41=19,89 atau 20
Ruang perawatan kelas II
n2=Jumlah pasien kelas IIIN X n, n2 = 3568 X 41=21, 10 atau 21
Jadi jumlah proporsi sampel untuk strata 1 (ruang perawatan kelas II) adalah 20 dan untuk strata 2 (ruang perawatan kelas III) adalah 21. (Notoatmodjo, 2010).
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik (cermat, lengkap, sistematis) sehigga lebih mudah diolah (Saryono, 2011). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Instrument ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang mewakili seluruh variabel yang diteliti. Pertanyaan-pertanyaan tersebut bersifat tertutup, artinya responden hanya memilih satu diantara beberapa alternatif jawaban yang telah disediakan.
Uji Validitas Dan Reliabelitas Instrumen
Agar data yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan instrumen kuesioner bersifat valid maka instrumen yang akan digunakan sebelumnya harus dilakukan uji validitas dan reliabelitas. Untuk itu kuesioner tersebut harus dilakukan uji coba "Trial" dilapangan. Responden yang digunakan untuk uji coba harus memiliki ciri-ciri dari tempat dimana penelitian tersebut akan dilaksanakan. Guna memperoleh distribusi nilai hasil pengukuran yang mendekati normal, maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba minimal 20 orang. (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini, uji instrumen telah dilakukan pada 30 orang responden di RSUD. Kabupaten Konawe Selatan. Alasannya, karena RSUD Kabupaten Konawe Selatan memiliki tingkat ketergantungan pasien terhadap perawat yang sama dengan RSUD Kabupaten Bombana.
Uji Validitas
Uji validitas terhadap kuesioner dilakukan dengan menguji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skor total kuesioner tersebut. Bila semua pertanyaan itu mempunyai korelasi yang bermakna (construct validity). Apabila kuesioner tersebut telah memiliki validitas konstruk, berarti semua item (pertanyaan) yang ada di dalam kuesioner itu mengukur konsep yang diukur. Pernyataan pernyataan tersebut diberikan kepada sekelompok responden sebagai sasaran uji coba. Kemudian pertanyaan-pertanyaan (kuesioner) tersebut diberi skor atau nilai jawaban masing-masing sesuai dengan sistem penilaian yang telah ditetapkan. Selanjutnya menghitung korelasi antara skor masing-masing pertanyaan dengan skor total.
Teknik korelasi yang dipakai adalah korelasi product moment. Dengan rumus menurut Notoatmodjo (2010) :
rhit=N XY- X( Y){N. X2- X)2{N. Y2-( Y)2}
Keterangan :
N = jumlah responden
ΣX = jumlah skor pertanyaan
ΣY = jumlah skor total
r = taraf signifikan
(koefisien korelasi pearson product moment)
Dengan df = n – 2 dan level of signifikan 95% atau α = 0,05
r hitung > r tabel, maka pengukuran valid
r hitung < r tabel, maka pengukuran tidak valid
Hasil Uji Validitas
Penerimaan Perawat
Tabel 1
Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Pada Variabel Penerimaan Perawat
No. item
r hitung
r tabel
Kesimpulan
1
0.86964
0.361
Valid
2
0.77272
0.361
Valid
3
0.8653
0.361
Valid
4
0.7187
0.361
Valid
5
0.7521
0.361
Valid
Hasil uji validitas instrumen penelitian pada variabel penerimaan perawat: validitas dengan koefisien (0,7521 s/d 0,86964) > 0,361
Perhatian Perawat
Tabel 2
Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Pada Variabel Perhatian Perawat
no item
r hitung
r tabel
Kesimpulan
1
0.77074
0.361
Valid
2
0.70041
0.361
Valid
3
0.80508
0.361
Valid
4
0.70408
0.361
Valid
5
0.74353
0.361
Valid
Hasil uji validitas instrumen penelitian pada variabel perhatian perawat: validitas dengan koefisien (0,70041 s/d 0,80508) > 0,361
Komunikasi Perawat
Tabel 3
Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Pada Variabel Komunikasi Perawat
no item
r hitung
r tabel
Kesimpulan
1
0.8074
0.361
Valid
2
0.5567
0.361
Valid
3
0.8193
0.361
Valid
4
0.6809
0.361
Valid
5
0.6598
0.361
Valid
Hasil uji validitas instrumen penelitian pada variabel komunikasi perawat: validitas dengan koefisien (0,5567 s/d 0,8193) > 0,361
Tanggungjawab Perawat
Tabel 4
Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Pada Variabel Tanggungjawab Perawat
no item
r hitung
r tabel
Kesimpulan
1
0.785446
0.361
Valid
2
0.887868
0.361
Valid
3
0.636809
0.361
Valid
4
0.62383
0.361
Valid
5
0.890409
0.361
Valid
Kepuasan Pasien
Tabel 5
Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Pada Variabel Kepuasan Pasien
no item
r hitung
r tabel
Kesimpulan
1
1
0.361
Valid
2
0.5787
0.361
Valid
3
0.745
0.361
Valid
4
0.541
0.361
Valid
5
0.533
0.361
Valid
6
0.6494
0.361
Valid
7
0.3945
0.361
Valid
8
0.528
0.361
Valid
9
0.3875
0.361
Valid
10
0.4122
0.361
Valid
11
0.567
0.361
Valid
12
0.414
0.361
Valid
13
0.451
0.361
Valid
14
0.3894
0.361
Valid
15
0.407
0.361
Valid
16
0.78225
0.361
Valid
17
0.731
0.361
Valid
18
0.396
0.361
Valid
19
0.453
0.361
Valid
20
0.796
0.361
Valid
Hasil uji validitas instrumen penelitian pada variabel kepuasan pasien: validitas dengan koefisien (0,7521 s/d 0,86964) > 0,361
Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas instrument ini akan dilakukan secara internal yaitu dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja (Sugiyono, 2013). Untuk mengetahui reliabilitas dari instrumen menggunakan teknik belah dua (split half method) menggunakan formula spearman brown. Dalam penelitian ini uji validitas dan reliabilitas menggunakan program komputer. Dengan menggunakan teknik belah dua ini berarti alat pengukur (kuisioner) yang telah disusun dibelah atau di bagi menjadi 2. Dalam hal ini peneliti membagi 2 berdasarkan belahan atas dan belahan bawah berdasarkan median atau titik tengah jumlah item pernyataan, langkah-langkah yang diperlukan antara lain:
Mengajukan kuisioner yang tersebut kepada sejumlah responden, kemudian dihitung validitas masing-masing pertanyaannya. Pertanyaan–pertanyaan yang valid dihitung sedangkan yang tidak valid di buang.
Membagi pertanyaan-pertanyaan yang valid tersebut menjadi 2 kelompok. Separuh masuk kedalam belahan pertama (belahan atas), separuhnya lagi masuk kedalam belahan kedua (belahan bawah).
Skor untuk masing-masing item pada tiap belahan dijumlahkan sehingga akan menghasilkan 2 kelompok skor total, yakni untuk belahan pertama dan belahan kedua
Melakukan uji korelasi dengan rumus korelasi product moment tersebut, antara belahan pertama dengan belahan kedua
Selanjutnya dengan daftar seperti uji korelasi sebelumnya, dapat diketahui reabilitas koesioner tersebut dengan cara terdapat hubungan atau korelasi antara belahan atas dengan belahan bawah.
Perhitungan untuk menentukan hubungan yang signifikan antara belahan atas dan bawah dengan rumus
ri = 2.rb / 1 + rb
keterangan :
ri = koefisien reliabilitas
rb = koefisien korelasi antar belahan
untuk menentukan reliabilitas dengan teknik belah dua keputusan yang diambil dengan dasar :
ri > r tabel, maka kuesioner tersebut reliable
ri < r tabel, maka kuesioner tersebut tidak reliable
Hasil Uji Reliabelitas
Hasil uji reliabelitas instrumen pada masing-masing variabel diperoleh koefisien reliabelitas sebagai berikut :
Penerimaan perawat (0,855 > 0,361) dengan kesimpulan ri > r tabel sehingga soal pada instrumen tersebut dapat dinyatakan reliabel;
Perhatian perawat (0,785 > 0,361) dengan kesimpulan ri > r tabel sehingga soal pada instrumen tersebut dapat dinyatakan reliabel;
Komunikasi perawat (0,724 > 0,361) dengan kesimpulan ri > r tabel sehingga soal pada instrumen tersebut dapat dinyatakan reliabel;
Tanggungjawab perawat (0,820 > 0,361) dengan kesimpulan ri > r tabel sehingga soal pada instrumen tersebut dapat dinyatakan reliabel;
Kepuasan pasien (0,946 > 0,361) dengan kesimpulan ri > r tabel sehingga soal pada instrumen tersebut dapat dinyatakan reliabel;
Pengumpulan Data
Sumber Data
Data Primer
Data primer merupakan sumber data pertama yang dimiliki peneliti dengan cara wawancara atau pengisian kuesioner yang didapatkan dari perorangan (Budiarto, 2002). Data primer pada penelitian ini adalah data hasil pengisian kuesioner yang mencakup pelaksanaan pelayanan perawat dan kepuasan pasien rawat inap.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang sudah ada, peneliti memperolehnya dari instansi atau lembaga yang secara rutin mengumpulkan data (Setiadi, 2007). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari profil tempat penelitian yang mencakup data jumlah pasien rawat inap, data jumlah tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan serta data demografi sarana dan prasarana tempat penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yakni dengan membagikan kuesioner kepada pasien dan memberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat, proses pengisian kuesioner, serta pengisian lembar informed consent. Peneliti memberikan arahan jika responden mengalami kesulitan dalam mengisi kuesioner.
Pengolahan Data Dan Analisa Data
Pengolahan Data
Editing, yaitu pemeriksaan data yang telah dikumpulkan. Dalam proses ini, data dijumlahkan apakah jumlahnya sudah lengkap atau belum dan dikoreksi apakah jawaban sudah terjawab semua atau belum (Budiarto, 2002).
Coding, pemberian kode pada setiap variable (Budiarto, 2002). Coding adalah mengklasifikan jawaban ke dalam kategori tertentu (Setiadi, 2007).
Entry, yaitu Proses memasukkan data ke dalam program computer (Setiadi, 2007). Data selanjutnya diinput kedalam lembar kerja SPSS untuk masing-masing variabel. Urutan input data berdasarkan nomor responden dalam kuesioner.
Tabulasi, yaitu membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti.
Cleaning, yaitu pembersihan data atau penghapusan data-data yang sudah tidak terpakai (Setiadi, 2007). Cleaning dilakukan pada semua lembar kerja untuk membersihkan kesalahan yang mungkin terjadi selama proses input data. Proses ini dilakukan melalui analisis frekuensi pada semua variabel. Data missing dibersihkan dengan menginput data yang benar.
Analisis Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program siap pakai SPSS versi 20.0. Teknik analisis data yang digunakan dalam pengolahan data penelitian ini adalah sebagai berikut:
Analisis Univariat
Analisa data dilakukan secara manual dengan menggunakan kalkulator/dengan cara manual, kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel frekuensi disertai penjelasan-penjelasan dengan menggunakan rumus
X= fnxk
Keterangan:
f = frekuensi kategori variabel yang diteliti
n = jumlah sampel yang diteliti
k = konstanta (100%)
X = Persentase hasil penelitian (Arikunto, 2006)
Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel dependent dan independent. Karena rancangan penelitian ini adalah dekskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional study maka digunakan uji statistik yang bertujuan untuk membandingkan antara variabel independent dan variabel dependent, dimana uji yang digunakan adalah uji statistic Chi Square (X2). Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent dengan menggunakan uji Chi Square (X2) dengan tingkat kepercayaan 90% (α=0,1). Dengan rumus sebagai berikut :
X2 = (fo-fh)2fh
Keterangan:
X2 : Chi kuadrat fO : Frekuensi yang diobservasi
fh : Frekuensi yang diharapkan : Sigma (Arikunto, 2006)
Berdasarkan hasil uji tersebut ditarik kesimpulan dengan kriteria sebagai berikut:
Jika nilai X2 hitung > X2 tabel maka H0 ditolak, berarti ada hubungan antara variabel dependent dengan variabel independent
Jika nilai X2 hitung < X2 tabel maka H0 diterima, berarti tidak ada hubungan antara variabel dependent dengan variabel independent
Selanjutnya bila syarat memenuhi kenormalan data maka dilakukan analisis statistik koefisien phi dengan rumus:
ɸ= X2N
Dimana :
ɸ = merupakan ukuran derajat keeratan hubungan antara dua variabel dengan skala nominal yang bersifat dikotomi (dipisahduakan).
X2 = Nilai chi square
N = Besar Populasi
Dengan interpretasi sebagai berikut :
0,01 – 0,25 = hubungan lemah
0,26 – 0,55 = hubungan sedang
0,56 – 0,75 = hubungan kuat
0,75 – 1,00 = hubungan sangat kuat (Arikunto, 2006)
Penyajian Data
Penyajian data dilakukan secara tabulasi dan presentatif dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi kemudian dinarasikan.
Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, masalah etika sangat diperhatikan dengan menggunakan metode:
Informed concent
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan (informed concent). Informed concent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed concent adalah agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui dampaknya.
Anonimity (tanpa nama)
Dilakukan dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur, hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
Confidentiality (kerahasiaan)
Yaitu menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Visi dan Misi RSUD Kabupaten Bombana
Visi
Memberikan pelayanan yang terdepan, terjangkau serta berkualitas.
Misi
Menjamin ketersediaan tenaga, peralatan serta obat-obatan.
Menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, adil dan terjangkau oleh masyarakat.
Menjamin terpeliharanya hubungan koordinasi lintas sektoral.
Letak Geografi RSUD Kabupaten Bombana
RSUD Kabupaten Bombana terletak di Kelurahan Poea Kecamatan Rumbia Tengah tepatnya di Jalan Poros Poea, dengan luas lahan 3.527 M2 dan luas bangunan 3.060 M2. Dengan batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Rumbia.
Sebelah Timur berbatasan dengan kampung baru.
Sebelah Selatan berbatasan dengan perbukitan kasipute.
Sebelah Barat berbatasan dengan perbukitan kasipute.
3. Sarana dan Prasarana RSUD Kabupaten Bombana
Tabel 6
Sarana dan Prasarana RSUD Kabupaten Bombana
No
Sarana dan Prasarana
Jumlah (Unit)
1.
Gedung :
Administrasi
Poliklinik
Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Perawatan
Bersalin
Laboratorium
Operasi (OK)
Instalasi Gizi
Gudang Obat
Apotek dan Rekam Medik
Kamar Mayat
1
1
1
3
1
1
1
1
1
1
1
Sumber : Data Primer, 2014
RSUD Kabupaten Bombana merupakan Rumah Sakit Umum milik pemerintah Daerah Kabupaten Bombana. Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit tipe D, memberikan pelayanan kesehatan yang cepat, tepat, bermutu, merata dan terjangkau kepada masyarakat. Untuk itu RSUD Kabupaten Bombana semakin berbenah seiring dengan perkembangan zaman untuk dikembangkan terus baik fisik, peralatan dan sumber daya manusia untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Adapun hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat sebagai berikut:
Distribusi Frekuensi Demografi Responden
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur
Distribusi frekuensi Pasien Menurut tingkat umur di RSUD Kabupaten Bombana Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur di RSUD Kabupaten Bombana Tahun 2014
No.
Umur
Jumlah
Persentase (%)
1.
11-15
1
2,4
2.
16-20
6
14,6
3.
21-25
4
9,8
4.
26-30
9
22
5.
31-35
7
17,1
6.
36-40
2
4,9
7.
41-54
4
9,8
8.
46 50
5
12,2
9.
51-55
2
4,9
10.
56-60
1
2,4
Total
41
100
Sumber : Data Primer, 2014
Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 41 orang responden, kriteria umur yang tertinggi adalah umur 26-30 tahun yakni 9 (22%) orang, umur yang dan umur yang terendah adalah umur 11-15 dan 56-60 tahun yakni masing-masing 1 (2,4%) orang.
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Distribusi frekuensi responden Menurut Jenis Kelamin di RSUD Kabupaten Bombana tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel berikut yaitu:
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin di RSUD Kabupaten Bombana Tahun 2014
Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase (%)
Laki-Laki
17
41.46
Perempuan
24
58.54
Total
41
100.00
Sumber : Data Primer, 2014
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa Responden terbanyak adalah pasien perempuan yaitu 24 responden (58,54%) dan disusul pasien Laki-laki sebanyak 17 responden (41,6%) dari total 41 responden.
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 9
Distribusi Responden Menurut Kelompok Pendidikan Di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana
No.
Pendidikan
Jumlah
Persentase (%)
1.
SD
7
17,1
2.
SMP
12
29,3
3.
SMA
20
48,8
4.
Perguruan tinggi
2
4,9
Total
41
100
Sumber : data primer, 2014
Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 41 orang responden, tingkat pendidikan yang tertinggi adalah SMA yakni 20 (48,8%) orang dan tingkat pendidikan yang terendah adalah PT yakni 2 (4,9%) orang.
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 10
Distribusi Responden Menurut Kelompok Pekerjaan Di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana
No.
Pekerjaan
Jumlah
Persentase (%)
1.
IRT
12
29,3
2.
PNS
2
4,9
3.
Tani
9
22
4.
Swasta
15
36,6
5.
Nelayan
3
7,3
Total
41
100
Sumber: data primer, 2014
Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 41 orang responden, jenis pekerjaan yang terbanyak adalah swasta yakni 15 (36,6%) orang dan yang terendah adalah PNS yakni 2 (4,9%) orang.
Distribusi Responden Berdasarkan Ruang Rawat Perawatan
Tabel 11
Distribusi Responden Menurut Kelompok Ruang Rawat Inap Di RSUD Kabupaten Bombana
No.
Ruang Perawatan
Jumlah
Persentase (%)
1.
Kelas II
20
48,8
2.
Kelas III
21
51,2
Total
41
100
Sumber: data primer, 2014
Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 41 orang responden, ruang rawat yang terbanyak adalah kelas III yakni 21 (51,2%) orang dan yang terendah adalah kelas II yakni 20 (48,8%) orangPekerjaan Responden
Analisis Univariat
Analisis univariat dalam penelitian ini menggambarkan variable yang diteliti yaitu meliputi: penerimaan perawat, perhatian perawat, komunikasi perawat, tanggung jawab perawat dan kepuasan pasien
Pelaksanaan Pelayanan Perawat perawat
Penerimaan perawat
Tabel 12
Distribusi Responden Menurut Pelaksanaan Pelayanan Perawat: Penerimaan Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana
No.
Penerimaan perawat
Jumlah
Persen (%)
1.
Baik
18
43,9
2.
Kurang
23
56,1
Jumlah
41
100
Sumber: data primer, 2014
Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 41 orang responden tentang penerimaan perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Di Kabupaten Bombana sebagian besar menunjukkan criteria kurang yakni 23 (56,1%) orang, dan terendah kriteria baik yakni 18 (43,9%) orang.
Perhatian Perawat
Tabel 13
Distribusi Responden Menurut Pelaksanaan Pelayanan Perawat: Perhatian Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana
No.
Perhatian Perawat
Jumlah
Persen (%)
1.
Baik
17
41,5
2.
Kurang
24
58,5
Jumlah
41
100
Sumber : data primer, 2014
Tabel 13 menunjukkan bahwa dari 41 orang responden tentang perhatian perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Di Kabupaten Bombana sebagian besar menunjukkan kriteria kurang yakni 24 (58,5%) orang, dan terendah kriteria baik yakni 17 (41,5%) orang
Komunikasi perawat
Tabel 14
Distribusi Responden Menurut Pelaksanaan Pelayanan Perawat Komunikasi Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana
No.
Komunikasi Perawat
Jumlah
Persen (%)
1.
Baik
23
56,1
2.
Kurang
18
43,9
Jumlah
41
100
Sumber : data primer, 2014
Tabel 14 menunjukkan bahwa dari 41 orang responden tentang komunikasi perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Di Kabupaten Bombana sebagian besar menunjukkan kriteria baik yakni 23 (56,1%) orang, dan terendah kriteria kurang yakni 18 (43,9%) orang.
Tanggungjawab Perawat
Tabel 15
Distribusi Responden Menurut Pelaksanaan Pelayanan Perawat Tanggungjawab Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana
No.
Tanggungjawab perawat
Jumlah
Persen (%)
1.
Baik
20
48,8
2.
Kurang
21
51,2
Jumlah
41
100
Sumber : data primer, 2014
Tabel 15 menunjukkan bahwa dari 41 orang responden tentang tanggungjawab perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Di Kabupaten Bombana sebagian besar menunjukkan kriteria kurang yakni 21 (51,2%) orang, dan terendah kriteria baik yakni 20 (48,8%) orang
Pelayanan Perawat
Tabel 16
Distribusi Responden Menurut Pelayanan Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana
No.
Pelayanan Perawat
Jumlah
Persen (%)
1.
Baik
20
48,8
2.
Kurang
21
51,2
Jumlah
41
100
Sumber : data primer, 2014
Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 41 responden, sebagian besar menyatakan pelayanan perawat dengan kriteria kurang yakni 21 (51,2%) dan hanya 20 (48,8%) responden saja yang menyatakan pelayanan perawat dengan kriteria baik.
Kepuasan pasien
Tabel 17
Distribusi Responden Menurut Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana
No.
Kepuasan Pasien
Jumlah
Persen (%)
1.
Puas
19
43,6
2.
Kurang puas
22
53,7
Jumlah
41
100
Sumber : data primer, 2014
Tabel 17 menunjukkan bahwa dari 41 orang responden yang masuk kategori kepuasan sebagian besar adalah kriteria kurang puas yakni 22 (53,7%) orang, dan terendah kriteria puas yakni 19 (43,6%) orang.
Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variable dependen dan variable independen, dalam hal ini ialah kepuasan pasien, penerimaan perawat, perhatian perawat, komunikasi perawat dan tanggungjawab perawat. Gambaran secara analitik tentang hubungan ke lima variable tersebut diuraikan sebagai berikut :
Hubungan Pelaksanaan Pelayanan Perawat: penerimaan perawat dengan kepuasan pasien Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana
Tabel 18
Distribusi Responden Menurut Hubungan Pelaksanaan Pelayanan Perawat: Penerimaan Perawat Dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap Di RSUD Kabupaten Bombana
No.
Penerimaan Perawat
Kepuasan Pasien
Total
Uji
Statistik
Koefisien
(ᵠ)
Puas
Kurang puas
n
%
n
%
N
%
1.
Baik
14
34,1
4
9,8
18
43,9
X2 hit = 12,752
X tab =
2,706
Pvalue= 0,000
0,558
2.
Kurang
5
12,2
18
43,9
23
56,1
Jumlah
19
46,3
22
53,7
41
100
Sumber : data primer, 2014
Tabel 18 menunjukkan dari 18 responden (43,9%), yang menyatakan penerimaan perawat dengan kriteria baik dan merasa puas pada pelayanan perawat sebanyak 14 orang (34,1%), dan yang merasa kurang puas 4 orang (9,8%). Sedangkan dari 23 orang (56,1%) yang menyatakan penerimaan perawat dengan kriteria kurang dan merasa kurang puas pada pelayanan perawat sebanyak 18 orang (43,9%) dan yang merasa puas 5 orang (12,2%).
Pada tabel 18 terlihat bahwa hubungan antara penerimaan perawat dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana, diperoleh pada taraf signifikan 0,1 atau 10 %, sehingga terlihat (nilai X2 hitung= 12,752 > X2 tabel = 2,706) atau dengan terlihat nilai p value = 0,000 < = 0,1. Koefisien phi antara penerimaan perawat dengan kepuasan pasien bernilai 0,558.
Hubungan Pelaksanaan Pelayanan Perawat: Perhatian Perawat dengan kepuasan pasien Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana.
Tabel 19
Distribusi Responden Menurut Hubungan Pelaksanaan Pelayanan Perawat: Perhatian Perawat Dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD Kabupaten Bombana
No
Perhatian Perawat
Kepuasan Pasien
Total
Uji Statistik
Koefisien
(ᵠ)
Puas
Kurang Puas
n
%
n
%
n
%
1.
Baik
14
34,1
3
7,3
17
41,5
X2 hit = 15,146
X tab = 2,706
Pvalue = 0,000
0,608
2.
Kurang
5
12,2
19
46,3
24
58,5
Jumlah
19
46,3
22
53,7
41
100
Sumber : data primer, 2014
Tabel 19 menunjukkan dari 24 responden (58,5%), yang menyatakan perhatian perawat dengan kriteria kurang dan merasa kurang puas pada pelayanan perawat sebanyak 19 (46,3%) responden, dan yang merasa puas 5 orang (12,2%). Sedangkan dari 17 orang (41,5%) yang menyatakan perhatian perawat dengan kriteria baik, yang merasa puas pada pelayanan perawat sebanyak 14 orang (34,1%) dan yang merasa kurang puas 3 orang (7,3%).
Pada tabel 19 terlihat bahwa hubungan antara perhatian perawat dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana, diperoleh pada taraf signifikan 0,1 atau 10 %, sehingga terlihat (nilai X2 hitung = 15,146 > X2 tabel = 2,706) atau dengan terlihat nilai p value = 0,000 < = 0,1. Koefisien phi antara perhatian perawat dengan kepuasan pasien bernilai 0,608.
Hubungan Pelaksanaan Pelayanan Perawat: komunikasi perawat dengan kepuasan pasien Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana
Tabel 20
Distribusi Responden Menurut Hubungan Pelaksanaan Pelayanan Perawat: Komunikasi Perawat Dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD Kabupaten Bombana
No.
Komunikasi perawat
Kepuasan Pasien
Total
Uji Statistik
Koefisien
(ᵠ)
Puas
Kurang Puas
n
%
n
%
n
%
1.
Baik
14
34,1
9
22,0
23
56,1
X2 hit = 4,447
Xtab = 2,706
Pvalue= 0,035
0,329
2.
Kurang
5
12,2
13
31,7
18
43,9
Jumlah
19
46,3
22
53,7
41
100
Sumber: data primer, 2014
Tabel 20 menunjukkan dari 23 responden (56,1%), yang menyatakan komunikasi perawat dengan kriteria baik, yang merasa puas pada pelayanan perawat sebanyak 14 orang (34,1%), dan yang merasa kurang puas 9 orang (22,0%). Sedangkan dari 18 orang (43,9%) yang menyatakan komunikasi perawat dengan kriteria kurang, yang merasa kurang puas pada pelayaan perawat sebanyak 13 orang (31,7%) dan yang merasa puas 5 orang (12,2%).
Pada tabel 20 terlihat bahwa hubungan antara komunikasi perawat dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana, diperoleh pada taraf signifikan 0,1 atau 10 %, sehingga terlihat (nilai X2 hitung= 4,447 > X2 tabel = 2,706) atau dengan terlihat nilai p value = 0,035 < = 0,1. Koefisien phi antara komunikasi perawat dengan kepuasan pasien bernilai 0,329.
Hubungan Pelaksanaan Pelayanan Perawat: Tanggung Jawab Perawat dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD Kabupaten Bombana
Tabel 21
Distribusi Responden Menurut Hubungan Pelaksanaan Pelayanan Perawat: Tanggung Jawab Perawat Dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD Kabupaten Bombana
No
Tanggungjawab perawat
Kepuasan Pasien
Total
Uji Statistik
Koefisien
(ᵠ)
Puas
Kurang puas
n
%
n
%
n
%
1.
Baik
16
39,0
4
9,8
20
48,8
X2hit= 17,790
X tab = 3,841
Pvalue= 0,000
0,659
2.
Kurang
3
7,3
18
43,9
21
51,2
Jumlah
19
46,3
22
53,7
41
100
Sumber : data primer, 2014
Tabel 21 menunjukkan dari 21 responden (51,2%), yang menyatakan tanggungjawab perawat dengan kriteria kurang, yang merasa kurang puas pada pelayanan perawat sebanyak 18 orang (43,9%), dan yang merasa puas 3 orang (7,3%). Sedangkan dari 20 orang (48,8%) yang menyatakan tanggungjawab perawat dengan kriteria baik, yang merasa puas pada pelayanan perawat sebanyak 16 orang (39,0%) dan yang merasa kurang puas 4 orang (9,8%).
Pada tabel 21 terlihat bahwa hubungan antara tanggung jawab perawat dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana, diperoleh pada taraf signifikan 0,05 atau 5 %, sehingga terlihat (nilai X2 hitung= 17,790 > X2 tabel = 2,706) atau dengan terlihat nilai p value = 0,000 < = 0,1. Koefisien phi antara tanggungjawab perawat dengan kepuasan pasien bernilai 0,659.
Hubungan Pelaksanaan Pelayanan Perawat dengan Kepuasan Pasien Ruang Rawat Inap Rsud Kabupaten Bombana
Tabel 22
Distribusi Responden Menurut Hubungan Pelaksanaan Pelayanan Perawat Dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD Kabupaten Bombana
No
Pelayanan Perawat
Kepuasan Pasien
Total
Uji Statistik
Koefisien
(ᵠ)
Puas
Kurang puas
n
%
n
%
n
%
1.
Baik
16
39,0
4
9,8
20
48,8
X2hit= 17,790
X tab = 2,706
Pvalue= 0,000
0,659
2.
Kurang
3
7,3
18
43,9
21
51,2
Jumlah
19
46,3
22
53,7
41
100
Sumber : data primer, 2014
Tabel 22 menunjukkan, dari 20 (48,8%) responden yang menyatakan pelayanan perawat dengan kriteria baik, terdapat 16 (39,0%) responden yang merasa puas dan hanya 4 (9,8%) responden yang merasa kurang puas. Sedangkan dari 21 (51,2%) responden yang menyatakan pelayanan perawat dengan kriteria kurang, terdapat 3 (7,3%) responden yang merasa puas dan 18 (43,9%) yang merasa kurang puas.
Pada tabel 22 juga terlihat bahwa hubungan antara pelaksanaan pelayanan perawat dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana, diperoleh pada taraf signifikan 0,1 atau 10 %, sehingga terlihat (nilai X2 hitung= 17,790 > X2 tabel = 2,706) atau dengan terlihat nilai p value = 0,000 < = 0,1. Dan koefisien phi antara pelaksanaan pelayanan perawat dengan kepuasan pasien bernilai 0,659.
Pembahasan
Pembahasan pada penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menganalisis hubungan antara Pelaksanaan Pelayanan Perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Bombana.
Hubungan Pelaksanaan Pelayanan Perawat: Penerimaan Perawat Dengan Kepuasan Pasien
Penilaian pasien atau responden terhadap penerimaan perawat pada penelitian ini meliputi sikap perawat dalam menayakan dan menjawab kondisi pasien, melakukan tindakan keperawatan pada setiap keluhan penyakit dengan tepat dan segera serta memberikan arahan pada peningkatan kesembuhan. Wijono (2011) juga berpendapat berdasarkan sudut pandang pengguna jasa pelayanan, Pelaksanaan Pelayanan Perawat kesehatan adalah pelayanan yang mampu menerima dan memenuhi segala keingginan atau kebutuhan pasien secara sopan, menghargai, tanggap, dan ramah.
Kemampuan memberikan pelayanan dengan baik dan peduli terhadap kebutuhan sehari-hari pasien serta kebutuhan dasar pasien. Sesuai dengan tugas seorang perawat dalam memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan sehari-hari pasien, maka dalam memberikan pelayanan perawat harus sigap dalam memahami kebutuhan pasien tersebut. Jika hal tersebut tidak dimiliki oleh seorang perawat maka pasien akan merasa diabaikan dan merasa tidak puasa dengan pelayanan perawat yang diberikan.
Berdasarkan hasil penelitian pada analisis univariat tentang penerimaan perawat, dari 41 orang responden tentang penerimaan perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Di Kabupaten Bombana sebagian besar menyatakan penerimaan perawat dengan kriteria kurang yakni 23 (56,1%) responden, berdasarkan hasil jawaban responden terhadap kuesioner yang diberikan, hal ini disebabkan karena kurangnya kemampuan perawat dalam mengingat identitas pasien saat melakukan kunjungan keruang perawatan. disamping itu, dalam memberikan pelayanan perawat berlaku kurang adil. karena dari setiap pasien, pelayanan diberikan bukan disesuaikan dengan kebutuhan pasien akan tetapi berdasarkan status status sosial yang pasien miliki. Sedangkan responden yang menyatakan penerimaan dengan criteria baik yakni 18 (43,9%) responden, hal ini disebabkan karena dari pelayanan khususnya penerimaan perawat dirasakan oleh responden telah maksimal, seperti perawat tersenyum dan menyapa serta mengingat identitas pasien saat memasuki ruangan perawatan, perawat senantiasa berusaha untuk memahami kebutuhan pasien dan memberikan pelayanan yang maksimal.
Sedangkan dari hasil analisis lebih lanjut terhadap hasil penelitian yang diperoleh menunjukan dari 18 (43,9%) responden yang menyatakan penerimaan perawat dengan kriteria baik dan merasa puas terhadap pelayanan perawat sebanyak 14 (34,1%), hal ini disebabkan karena responden merasa telah memperoleh perawatan yang cukup baik selama dirawat, baik itu keramahan, maupun dari segi pemenuhan kebutuhan responden yang telah dilakukan perawat dengan maksimal. Berdasarkan teori, penerimaan merupakan kemampuan untuk membantu dan merespon permintaan konsumen dengan cepat dan penuh keramahan serta kesopanan ( Tjiptono, 2004). Sedangkan yang merasa kurang puas sebanyak 4 (9,8%) responden, hal ini dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki responden, jika dilihat dari jawaban pada kuesioner yang diberikan, ke-empat responden tersebut memiliki tingkat pendidikan menengah keatas dengan umur diatas 35 tahun. Menurut Chunlaka (2010) yang menyatakan bahwa umur semakin tinggi akan dapat mempersepsikan keadaan yang sebenarnya sehingga dapat menimbulkan persepsi baik maupun persepsi tidak baik. Demikian juga halnya dengan tingkat pendidikan, menurut Alrubaiee, dkk, 2011 seseorang yang memiliki pendidikan yang tinggi akan menuntut layanan yang lebih profesional dan kompeten.
Sedangkan dari 23 responden (56,1%) yang menyatakan penerimaan perawat dengan criteria kurang dan merasa kurang puas dengan pelayanan perawat yang diberikan sebanyak 18 (43,9%) responden, hal ini sebabkan karena responden merasa belum mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya, keramahan dan kesopanan perawat yang dirasakan masih kurang juga merupakan salah satu penyebab kekurang puasan responden terhadap pelayanan. Disamping itu, dilihat dari setiap jawaban yang diberikan responden pada lembar kuesioner, dari 18 orang responden tersebut diatas 50% dari mereka memiliki tingkat pendidikan menengah keatas dengan umur diatas 45 tahun. dan yang merasa puas sebanyak 5 (12,2%) responden, jika dikaitkan dengan umur, ke-lima responden tersebut memiliki umur 20 tahun kebawah dengan tingkat pendidikan menengah kebawah.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kurniasih (2002), yang menyatakan semakin tua usia memiliki harapan yang lebih rendah dan cenderung mudah puas daripada usia yang relatif muda. Lumenta (1989 dalam Zaini, 2001) menyatakan bahwa usia tua lebih puas dibandingkan usia muda karena usia tua lebih bijaksana, lebih mudah mengerti dan mudah memaklumi situasi dan kondisi yang terjadi di sekitarnya. Menurut peneliti kedewasaan seseorang dapat menunjukkan kedewasaan dalam menghadapi masalah yang terjadi, adanya kecenderungan lebih memahami kondisi. Ini dapat saja berpengaruh pada persepsi terhadap makna kepuasan. Perbedaan ini mungkin terletak pada unsur harapan dimana pada usia muda harapannya lebih tinggi sehingga tuntutan kinerja yang diharapkan terhadap pelayanan akan semakin tinggi.
Jika dilihat dari hubungan antara penerimaan perawat dengan kepuasan pasien diperoleh nilai X2 hitung = 12,752 > X2 tabel = 2,706 yang menunjukkan adanya hubungan dengan taraf signifikan 10%, dan jika dilihat dari kekuatan hubungan dengan nilai koefisien ᵠ = 0,558 yang menunjukan hubungan yang sedang. Hal ini dikarenakan koefisien korelasi antara kedua variabel bernilai positif.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Munir (2002) yang menyatakan bahwa penerimaan mempunyai hubungan dengan kepuasan pasien, demikian juga halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmulyono (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa penerimaan memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan pasien. Hermanto (2010) juga berpendapat bahwa kepuasan pasien dinilai berdasarkan interprestasi responden tentang kesesuaian antara harapan dengan kenyataan meliputi kecepatan petugas dalam memberikan pertolongan, ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan pasien dan keramahan petugas dalam memberikan pelayanan.
Hubungan Pelaksanaan Pelayanan Perawat: Perhatian Perawat Dengan Kepuasan Pasien
Perhatian perawat dapat dimulai dari pertama pasien kontak dengan perawat saat masuk ke ruang perawatan, bagaimana cara perawat menerima pelanggan dengan memperkenalkan diri, menggunakan bahasa, gerak tubuh, dan ekspresi yang terkesan memperhatikan pelanggan (Kamaruzzaman, 2009). Perhatian yang diberikan perawat dapat dilakukan dengan memperlihatkan sikap caring terhadap pasien. Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien menggunakan kata-kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping pasien saat dibutuhkan sehingga pasien merasa puas terhadap perhatian yang diberikan perawat. Pasien yang merasa puas akan kembali lagi memanfaatkan pelayanan rumah sakit jika mereka membutuhkannya lagi (Kamaruzzaman, 2009)
Hasil analisis univariat dari 41 orang responden tentang perhatian perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Di Kabupaten Bombana sebagian besar menunjukkan kriteria kurang yakni 24 (58,5%) orang, hal ini disebabkan karena perhatian yang diberikan oleh perawat masih sangat kurang adapun perhatian yang dimaksud seperti jarangnya kunjungan yang dilakukan perawat ke ruang perawatan pasien, perawat kurang memberikan rasa nyaman kepada pasien, dan perawat terkadang mengabaikan keluhan yang disampaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh keluarga pasien. sedangkan responden yang menyatakan penerimaan perawat dengan kriteria baik yakni sebanyak 17 (41,5%) responden, hal ini disebabkan karena pasien merasa bahwa pelayanan khususnya perhatian yang diberikan oleh perawat sudah cukup maksimal.
Hasil analisis bivariat menunjukkan dari 24 (58,5%) responden menyatakan bahwa perhatian perawat dengan criteria kurang sebagian besar merasa kurang puas pada pelayanan perawat khususnya perhatian yang diberikan perawat yakni sebanyak 19 (46,3%) responden, perhatian perawat pada penelitian ini meliputi perawat meluangkan waktu khusus untuk berkomunikasi dengan pasien, mendengarkan keluhan pasien dan waktu untuk berkonsultasi keluarga pasien terpenuhi. Sebagian besar responden mengatakan bahwa perhatian perawat dimaksud belum cukup baik, yaitu perawat tidak meluangkan waktu khusus untuk berkomunikasi dengan pasien dan tidak menghibur serta tidak memberikan dorongan untuk kesembuhan pasien dan mendoakan mereka.
Persepsi ini dapat dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin responden, yang mana dari 19 responden tersebut diatas sebagian besar adalah perempuan yakni 58,54%. Robbin, 2008, mengemukakan bahwa jenis kelamin laki-laki cendrung lebih menerima pelayanan yang diberikan dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan yang menuntut perhatian yang lebih maksimal. Disamping itu, perempuan dengan usia yang relatif muda akan menuntut perhatian yang lebih dibandingkan dengan pria, seperti halnya pendapat yang dikemukakan pada pembahasan sebelumnya yang menyatakan bahwa usia tua lebih mudah puas dibandingkan usia muda karena usia tua lebih bijaksana, lebih mudah mengerti dan mudah memaklumi situasi dan kondisi yang terjadi di sekitarnya.
Sedangkan yang merasa puas dari 24 responden yakni sebanyak 5 (12,2%) responden. Distribusi frekuensi umur dan pendidikan dari kelima responden tersebut menunjukkan bahwa 60% dari mereka memiliki umur diatas 30 tahun, sesuai dengan pendapat sebelumnya, bahwa umur yang muda akan lebih menuntut perhatian yang lebih dibandingkan dengan umur yang tua, seseorang dengan tingkat umur 30 tahun keatas lebih bijaksana dalam menyikapi keadaan disekitarnya, dan jika dilihat dari tingkat pendidikan, kelima responden tersebut memiliki tingkat pendidikan menengah kebawah.
sedangkan dari 17 responden (41,5%) yang menyatakan perhatian perawat dengan kreteria baik dan merasa puas dengan pelayanan yang diberikan perawat yakni sebanyak 14 (34,1%) responden dan yang merasa kurang puas sebanyak 3 (7,3%) responden. Hal ini dapat diakibatkan oleh faktor tingkat pendidikan responden, dimana jenjang pendidikan dari ketiga responden diatas yaitu tingkat pendidikan perguruan tinggi sehingga tuntutan mereka akan pelayanan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang lainnya meskipun itu responden yang lain merasa bahwa pelayanan khususnya perhatian yang diberikan sudah cukup maksimal. Kotler, 2007 menyebutkan bahwa aspek terpenting dalam memberikan kepuasan adalah aspek afektif yaitu perasaan pasien bahwa perawat sebagai tenaga kesehatan mendengarkan dan memahami keluhan-keluhan pasien, jika hal ini dapat diberikan maka akan timbul rasa kepuasan.
Berdasarkan hasil jawaban responden pada penelitian di RSUD Kabupaten Bombana menunjukkan bahwa perhatian perawat dalam meluangkan waktu khusus untuk berkomunikasi dengan pasien belum maksimal sehingga masih perlu ditingkatkan, hasil ini di dukung oleh pendapat dari Rafii (2010) yang mana menyatakan bahwa perhatian merupakan pelayanan yang diharapkan pasien yang meliputi hubungan perawat-pasien terjaga dengan baik, hal ini sangat penting karena dapat membantu dalam keberhasilan penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien. Konsep yang mendasari hubungan perawat- pasien adalah hubungan saling percaya, perhatian, dan caring. Menurut Jocobalis (dalam Asmuji, 2013) menyatakan bahwa ketidakpuasan pasien sering dikemukakan terhadap sikap dan perilaku petugas rumah sakit serta petugas kurang komunikatif dan informatif dengan pasien.
Sedangkan jika dilihat dari hubungan antara perhatian perawat dengan kepuasan setelah dilakukan analisis dengan taraf signifikan 0,1 atau 10% diperoleh hasil bahwa nilai X2 hitung = 15,146 > X2 tabel = 2,706 dan dengan p value = 0,000 < α =0,1. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara perhatian perawat dengan kepuasan pasien. Dengan tingkat keeratan hubungan dengan koefisien ᵠ bernilai 0,608 yang berarti memiliki hubungan yang kuat. Hal ini disebabkan karena koefisien korelasi antara kedua variabel bernilai positif dan nilainya mendekati +1.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kamaruzzaman (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara perhatian perawat dengan kepuasan pasien. Hasil tersebut di dukung oleh pendapat James (2013) yang menyatakan perhatian dan kepekaan terhadap kebutuhan pasien akan meningkatkan Pelaksanaan Pelayanan Perawat pada asuhan keperawatan. Demikian juga halnya dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Atkins dkk dalam Wahdi (2006) yang telah membuktikan bahwa pelayanan perawatan memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan pasien yang menimbulkan minat pasien untuk kembali berobat serta merekomendasikan pelayanan rumah sakit pada teman dan keluarga.
Beberapa hasil penelitian tersebut diatas mengindikasikan bahwa kepuasan maupun ketidakpuasan pasien sangat berhubungan dengan pelayanan yang diberikan perawat karena pasien dapat merasakan secara langsung perhatian yang diberikan dari awal pelayanan yang diterima pasien sampai akhir pelayanan di ruang rawat inap.
Hubungan Pelaksanaan Pelayanan Perawat: komunikasi Perawat Dengan Kepuasan Pasien
Komunikasi yang dilakukan perawat terhadap pasien mempunyai hubungan yang signifikan dengan kepuasan pasien. Interaksi yang baik dengan pasien berkontribusi terhadap kepuasan yang dirasakan pasien. Komunikasi perawat yang baik sangat dibutuhkan oleh pasien. Pasien akan merasa nyaman berkomunikasi dengan perawat berkaitan dengan keluhan yang dideritanya, kenyamanan tersebut sangat mempengaruhi kondisi psikis pasien, Kamaruzzaman (2009).
Untuk dapat memberikan pelayanan dengan baik, seorang perawat perlu memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan pasien dan keluarganya. Perawat yang mampu berkomunikasi dengan baik dapat menggunakan proses keperawatan sebagai metode penyelesaian masalah pasien dalam semua tingkat umur dan mengidentifikasi serta mengatasi respon manusia terhadap masalah kesehatan maupun kebutuhan pasien. Komunikasi yang jelas akan meningkatkan hubungan yang harmonis. Komunikasi perawat dengan pasien harus sesuai dengan keahlian/disiplin ilmu yang dikuasai perawat dengan baik sehingga tidak terjadi kerancuan informasi yang disampaikan oleh masing-masing perawat. Didalam komunikasi perawat dibutuhkan keramahan, namun keramahan yang berlebihan juga tidak baik terutama jika pasien mengalami masalah serius.
Hasil penelitian setelah dilakukan analisis univariat menunjukkan bahwa dari 41 orang responden tentang komunikasi perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Di Kabupaten Bombana sebagian besar menunjukkan kriteria baik yakni 23 (56,1%) orang, ini dikarenakan responden merasa bahwa komunikasi yang perawat lakukan sudah sesuai dengan apa yang menjadi harapan pasien itu sendiri, dimana pasien mampu memahami apa yang disampaikan oleh perawat, perawat senantiasa meminta persetujuan pasien saat akan melakukan tindakan dan juga hubungan komunikasi pasien dengan perawat dirasakan cukup harmonis. Sebaliknya hanya sebagian kecil responden yang menyatakan komunikasi perawat dengan kriteria kurang yakni 18 (43,9%) orang, kriteria kurang dari komunikasi perawat disini meliputi; perawat kurang meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan pasien, selain itu, hal ini juga disebabkan karena ketidak mampuan responden menyimak hal yang disampaikan perawat berkaitan dengan informasi yang disampaikan perawat kurang jelas atau bahasa yang digunakan sulit untuk dimengerti responden sehingga hubungan komunikasi antara perawat dan responden dalam hal ini pasien tidak berjalan secara harmonis yang berdampak pada ketidakpuasan yang rasakan pasien terhadap komunikasi yang dilakukan perawat.
Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan dari 23 responden (56,1%), yang menyatakan komunikasi perawat dengan kriteria baik, dan merasa puas pada pelayanan perawat sebanyak 14 orang (34,1%), Hal ini dapat dikaitkan dengan tingkat pendidikan responden yang sebagian besar memiliki tingkat pendidikan menengah dan perguruan tinggi yakni 53,7%. (Bastable, 2002) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi komunikasi perawat dengan pasien yaitu adalah tingkat pendidikan pasien, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah pula orang tersebut dalam menerima dan memahami informasi yang diterimanya. sedangkan yang merasa kurang puas 9 orang (22,0%), hal ini dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden, dimana 55,5% dari 9 orang responden diatas memiliki tingkat pendidikan menenga kebawah, sehingga berpengaruh pada kemampuan dalam memahami informasi yang diberikan oleh perawat. disamping tingkat pendidikan, umur juga sangat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam berkomunikasi. 33,3% dari 9 responden yang menyatakan kurang puas pada pelayanan perawat diatas memiliki umur 40 tahun keatas. Seseorang yang telah memasuki usia lansia akan kesulitan dalam melakukan komunikasi karena proses degenerasi yang dialami pada sel-sel otaknya.
Sedangkan dari 18 orang (43,9%) yang menyatakan komunikasi perawat dengan kriteria kurang, yang merasa kurang puas pada pelayanan perawat sebanyak 13 orang (31,7%) hal ini dapat diakibatkan karena responden tidak mampu menyimak bahkan memahami komunikasi yang terjadi antara pasien dan perawat, Interaksi yang baik dengan pasien berkontribusi terhadap kepuasan yang dirasakan pasien. Komunikasi perawat yang baik sangat dibutuhkan oleh pasien. Pasien akan merasa nyaman berkomunikasi dengan perawat berkaitan dengan keluhan yang dideritanya, kenyamanan tersebut sangat mempengaruhi kondisi psikis pasien. Dan yang merasa puas 5 orang (12,2%). Ini dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan umur dari kelima responden tersebut, dimana 60% dari mereka memiliki umur diatas 30 tahun dengan tingkat pendidikan menengah keatas sehingga walaupun pelayanan yang diberikan perawat dirasakan masih kurang namun mereka menyikapinya dengan cukup bijaksana.
Sementara itu, jika dilihat dari hubungan antara komunikasi dengan kepuasan pasien sesuai dengan hasil penelitian yang telah dianalisis menunjukkan nilai probabilitas yang kurang dari 0,1 yakni p value = 0,035 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara pelaksanaan pelayanan perawat khususnya komunikasi perawat dengan kepuasan pasien, dengan koefisien ᵠ bernilai 0,329 yang berarti hubungan yang sedang. Hal ini disebabkan karena koefisien korelasi antara variabel komunikasi perawat dengan kepuasan pasien bernilai positif.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kamaruzzaman (2009), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi perawat dengan kepuasan pasien. Demikian juga halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Mirnawati.S (2014) menyatakan terdapat hubungan yang positif antara komunikasi perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di ruang Cempaka RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Hubungan Pelaksanaan Pelayanan Perawat : Tanggungjawab Perawat Dengan Kepuasan Pasien
Tanggung jawab adalah suatu kewajiban yang timbul dalam diri perawat untuk melaksanakan fungsi yang ditugaskan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan pengarahan yang diterima, berkaitan dengan pelaksanaan asuhan keperawatan di instalasi rawat inap rumah sakit, meliputi: pelaksanaan asuhan keperawatan tepat waktu sesuai kebutuhan penderita, tanggung jawab, pelaksanaan tugas sesuai jadwal yang diberikan, dan kewewenangan dalam melaksanakan pelayanan keperawatan. Secara umum perawat mempunyai tanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan, meningkatkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan diri sebagai profesi. Tanggung jawab memberikan asuhan keperawatan kepada pasien mencakup aspek bio-psiko-kultural-spiritual dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasarnya.
Dari hasil analisis univariat menunjukkan bahwa dari 41 orang responden tentang tanggungjawab perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Di Kabupaten Bombana sebagian besar menunjukkan kriteria kurang yakni 21 (51,2%) orang, Penilaian tanggungjawab perawat pada penelitian ini meliputi perawat terdidik dan mampu melayani pasien, menjaga kerahasiaan pasien selama berada diruang rawat inap, dan meningkatkan kepercayaan pasien serta membantu dalam proses kesembuhan pasien. Berdasarkan indikator tersebut masih ada yang dirasakan kurang baik oleh responden yaitu perawat tidak tepat waktu dalam memberikan pelayanan dan belum mampu melayani pasien dengan maksimal, terbukti dengan adanya pasien yang tidak memperoleh kunjungan selama dua kali sift jaga perawat. Sedangkan yang terendah yakni tanggungjawab perawat dengan kriteria baik yakni 20 (48,8%) orang
Sedangkan dari hasil analisis lebih mendalam terhadap hubungan tanggungjawab perawat dengan kepuasan pasien menunjukkan dari 21 responden (51,2%), yang menyatakan tanggungjawab perawat dengan kriteria kurang dan merasa kurang puas pada pelayanan perawat sebanyak 18 orang (43,9%) hal ini disebabkan karena perawat tidak memberikan pelayanan yang dapat menumbuhkan rasa percaya pasien terhadap perawat, Menurut Wathek (2012) tanggungjawab perawat dalam memberikan pelayanan berkaitan dengan pengetahuan karyawan serta kemampuan mereka dalam menumbuhkan rasa percaya dan keyakinan pelanggan terhadap jasa pelayanan kesehatan. Dan yang merasa puas yakni 3 orang (7,3%), jika dilihat dari distribusi frekuensi umur ketiga responden tersebut menunjukkan bahwa mereka memiliki umur 30 tahun keatas, hal ini dapat mempengaruhi pandangan responden terhadap pelayanan yang diterima khususnya tanggungjawab dari perawat, walupun tanggungjawab perawat dirasakan masih kurang namun responden tersebut tetap merasa puas kerana perawat telah berusaha untuk memberikan pelayanan yang maksimal.
Sedangkan dari 20 orang (48,8%) yang menyatakan tanggungjawab perawat dengan kriteria baik, yang merasa puas pada pelayanan perawat sebanyak 16 orang (39,0%) dan yang merasa kurang puas 4 orang (9,8%), hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor usia responden karena keempat responden tersebut memiliki umur diatas 40 tahun, umur yang tinggi dapat mempengaruhi kebijakan seseorang dalam menyikapi tanggung jawab orang lain terhadap tugas.
Pada tabel 21 juga terlihat bahwa hubungan antara tanggung jawab perawat dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana, diperoleh pada taraf signifikan 0,1 atau 10%, sehingga terlihat (nilai X2 hitung= 17,790 > X2 tabel = 2,706) atau dengan terlihat nilai p value = 0,000 < = 0,1. Berdasarkan hasil tersebut maka H0 ditolak dan H1 diterima, berarti ada hubungan antara tanggung jawab perawat dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana. Koefisien phi antara tanggungjawab perawat dengan kepuasan pasien bernilai 0,659 yang artinya memiliki hubungan yang kuat. Hal ini disebabkan karena koefisien korelasi antara variabel komunikasi perawat dengan kepuasan pasien bernilai positif dengan nilai mendekati +1.
Penilaian tanggungjawab pada penelitian ini meliputi perawat terdidik dan mampu melayani pasien, menjaga kerahasiaan pasien selama berada diruang rawat inap, dan meningkatkan kepercayaan pasien serta membantu dalam proses kesembuhan pasien. Berdasarkan indikator tersebut masih ada yang dirasakan kurang baik oleh responden yaitu perawat belum mampu menumbuhkan rasa percaya pasien terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramulyo (2008) tentang Analisis Pegaruh kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Pasien Ruang Rawat Inap bahwa tanggungjawab perawat pada posisi tinggi 74% dan sangat tinggi 80%. Hasil ini sejalan dengan teori dari jaminan mutu yang mempunyai arti meyakinkan orang, mengamankan atau menjaga serta memberikan kewajaran asuhan keperawatan terhadap pasien dengan menggunakan teknik-teknik sesuai dengan prosedur untuk dapat meningkatkan asuhan keperawatan terhadap pasien (Sabarguna, 2006).
Chunlaka (2010) berpendapat bahwa tanggungjawab perawat pada asuhan keperawatan merupakan hal yang sangat penting karena kesembuhan seorang pasien berada ditangan para perawat yang menangani selama pasien dirawat, sehingga pengetahuan yang dimiliki seorang perawat harus sesuai dengan ilmu yang mereka pelajari dan mengikuti prosedur-prosedur yang ada dalam memberikan asuhan keperawatan karena pasien membutuhkan kesembuhan dengan tepat dan terjamin.
Hubungan Pelaksanaan Pelayanan Perawat Dengan Kepuasan Pasien
Pelayanan perawat merupakan suatu bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental serta adanya keterbatasan baik kemampuan maupun pengetahuan dalam melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri. (Nursalam, 2001). Kepuasan pasien merupakan suatu tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang dirasakan dengan harapan yang di inginkan, (Kotler, 2007). Pasien mengharapkan perawat yang melayaninya memiliki sikap yang baik, murah senyum, sabar, mampu berbahasa yang mudah difahami serta berkeinginan menolong yang tulus dan mampu menghargai klien dan pendapatnya.
Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Bombana terhadap pelaksanaan pelayanan perawat dengan kepuasan pasien rawat inap, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa dari 41 orang responden sebagian besar menyatakan pelayanan perawat dengan kriteria kurang yakni sebanyak 21 (51,2%) dan hanya 20 (48,8%) responden yang menyatakan pelaksanaan pelayanan perawat dengan kriteria baik. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kurang maksimalnya penerimaan, perhatian dan komunikasi serta tanggungjawab yang dilakukan perawat terhadap pasien.
Dari analisis lebih lanjut terhadap hasil penelitian diperoleh bahwa dari 20 (48,8%) responden yang menyatakan pelaksanaan pelayanan perawat dengan kriteria baik terdapat 16 (39.0%) responden merasa puas dan hanya 4 (9,8%) yang merasa kurang puas, hal ini jika dikaitkan dengan karakteristik responden dari segi pendidikan, menunjukkan bahwa keempat responden tersebut memiliki tingkat pendidikan menengah keatas. Sehingga mereka menuntut akan pelayanan yang lebih baik.
Sedangkan dari 21 (51,2%) responden yang menyatakan pelaksanaan pelayanan perawat dengan kriteria kurang, terdapat 3 (7,3%) responden yang merasa puas, hal ini terjadi karena ketiga responden tersebut memiliki usia 45 tahun ketas, dimana usia yang semakin tinggi akan mempengaruhi persepsi seseorang dalam menyikapi hal-hal yang terjadi disekitarnya, demikian juga dengan yang diperoleh. Usia dewasa tua akan lebih bijaksana dalam menanggapi pelayanan yang diterimanya. Sedangkan yang merasa kurang puas yakni sebanyak 18 (43,9%) responden. Pelayanan yang tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh pasien akan menimbulkan penilaian yang kurang dari pasien, dan akan berdampak pada kepuasan dari pasien tersebut terhadap pelayanan yang diberikan, namun hal ini tidak mutlak terjadi karena terdapat berbagai faktor yang mampu mempengaruhi antara lain umur dan pendidikan dari penerima pelayanan.
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian yang terdiri:
Sampel yang diambil dalam penelitian hanya terbatas pada pasien rawat inap yang dirawat di ruang perawatan kelas II dan III RSUD Kabupaten Bombana selama penelitian berlangsung sehingga tidak dapat menyimpulkan secara umum nilai hubungan secara kausal artinya hanya berlaku pada saat penelitian saja.
Keterbatasan yang lain yaitu peneliti menggunakan alat ukur berupa kuesioner dalam bentuk skala Likert dengan 4 pilihan jawaban yaitu: selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. Hal ini memungkinkan terjadi kebingungan pasien rawat inap dalam memilih jawaban karena kondisi pasien dengan status kesehatan yang berbeda.
Jumlah pertanyaan yang cukup banyak pada kuesioner terhadap kepuasan pasien mungkin membuat responden sulit memahami dengan cermat setiap pertanyaan dan mengisinya sesuai dengan kenyatan yang sebenarnya.
Hasil penelitian ini memiliki keterbatasan penelitian yaitu terkait teknik pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner yang mengukur Pelaksanaan Pelayanan Perawat dengan kepuasan pasien. Pengumpulan data menggunakan kuesioner cenderung bersifat subyektif sehingga kejujuran responden menentukan kebenaran data yang diberikan.
Penelitian ini hanya melihat beberapa variabel dari banyak variabel yang mempengaruhi kepuasan pasien. Sehingga kemungkinan bisa dapat terjadi, walaupun peneliti sudah berusaha mengendalikan. Peneliti tidak melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien secara keseluruhan terhadap pelaksanaan pelayanan perawat yang ada di RSUD Kabupaten Bombana sehingga kemungkinan adanya bias dapat terjadi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang dilakukan di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Ada hubungan yang sedang antara Pelaksanaan Pelayanan Perawat: penerimaan perawat dengan kepuasan pasien rawat Inap di RSUD Kabupaten Bombana.
Ada hubungan yang kuat antara Pelaksanaan Pelayanan Perawat: perhatian perawat dengan kepuasan pasien rawat Inap di RSUD Kabupaten Bombana.
Ada hubungan yang sedang antara Pelaksanaan Pelayanan Perawat: komunikasi perawat dengan kepuasan pasien rawat Inap di RSUD Kabupaten Bombana.
Ada hubungan yang kuat antara Pelaksanaan Pelayanan Perawat: tanggung jawab perawat dengan kepuasan pasien rawat Inap di RSUD Kabupaten Bombana.
Saran
Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan berperan andil dalam perkembangan sebuah layanan keperawatan, institusi pendidikan dapat melakukan kegiatan praktik langsung untuk menilai tindakan pelayanan keperawatan yang dapat meningkatkan kepuasan pasien.
Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk bahan pertimbangan bagi Direktur RSUD Kabupaten Bombana dalam meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan perawat dan merancang kebijakan pelayanan keperawatan menjadi lebih baik. Disamping itu, terdapat beberapa aspek dari pelaksanaan pelayanan perawat yang telah berjalan yang perlu mendapat sedikit perhatian yakni tentang sikap perawat dalam menerima pasien, kemampuan perawat dalam berkomunikasi dengan pasien yang belum maksimal, khususnya dalam hal penyampaian informasi kesehatan yang berkaitan dengan proses penyebuhan pasien hendaknya menggunakan bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh pasien sehingga dapat meningkatkan hubungan komunikasi perawat-pasien yang harmonis. Selain itu pelatihan kemampuan perawat juga sangat penting guna meningkatkan rasa tanggungjawab dari seorang perawat terhadap pasien sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan pasien baik pada perawat itu sendiri maupun rumah sakit, dengan demikian mutu dari rumah sakit akan semakin meningkat.
Bagi Keperawatan
Perawat perlu lebih meningkatkan pelayanan keperawatan dengan lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan pasien untuk mencapai pelayanan yang lebih maksimal.
Bagi Pemerintah
Pemerintah perlu memperhatikan pelayanan kesehatan yang dilaksanaan oleh rumah sakit agar Pelaksanaan Pelayanan Perawat kesehatan yang diberikan pada masyarakat terjamin dari segi aspek pelayanan baik pelayanan medis, pelayanan adminstrasi dan tidak mempersulit pasien serta biaya pelayanan yang sesuai, dan memberi dorongan baik berupa reward pada rumah sakit yang sudah memberikan pelayanan lebih baik.
Bagi Masyarakat
Kepada masyarakat agar lebih selektif dan teliti dalam menilai pelayanan keperawatan yang dirasakan dan diperoleh dari suatu tempat pelayanan keperawatan, demi memperoleh pelayanan keperawatan dan kesembuhan yang diingingkan
Bagi Peneliti
Peneliti selanjutnya hendaknya dapat melakukan penelitian yang lebih dalam mengenai Pelaksanaan Pelayanan Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bombana.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham & shanley. 1997. Psikologi Sosial Untuk Perawat. Jakarta. EGC
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Ed. Revisi 6 Rineka Cipta. Jakarta
Alrubaiee, Laith. 2011. The Mediating Effect of Patient Satisfaction in the Patients' Perceptions of Healthcare Quality – Patient Trust Relationship. International Journal of Marketing Studies Vol: 3, No: 1.
Asmuji. 2013. Manajemen Keperawatan Cetakan ke II. Ar-Ruzz Media. Yogjakarta.
Azwar, S. 2003. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Azwar, S. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Barata, Atep Adya, 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima, Persiapan Membangun Budaya Pelayanan Prima Untuk Meningkatkan Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
Candra. 2005. Pengantar Statistik Kesehatan. Jakarta. EGC.
Chunlaka, poramaphorn. 2010. International Patients Satisfaction Toward Nurses Service Quality At Samitivej Srinakarin Hospital. Available from: http://thesis. swu.ac.th/swuthesis/Bus_Eng_Int_Com / Poramaphorn C.pdf. Accessed April 20, 2014.
Depkes RI. 2000. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta. 1997. Swansburg C.R. Pengembangan Staf Keperawatan, Suatu Pengembangan SDM. Jakarta. EGC.
Departemen Kesehatan RI,. 1992. UU RI No.23 th 1992 tentang Kesehatan, Jakarta, tidak dipublikasikan.
Gerson, Richard F. 2004. Mengukur Kepuasan Pelanggan. PPM. Jakarta.
Gerson, Richard F. 2001. Pedoman Penerapan Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta. EGC.
Gunarsa, Singgih D, dkk. 1995. Psikologi Perawatan, Cetakan ke 2, Gunung Mulia, Jakarta.
Hafizurrachman, S. 2004. Pengukuran Kepuasan Suatu Institusi Kesehatan Jurnal MajalahKedokteran Indonesia.
Haryanti. 2000. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya. Airlangga.
Hermanto, Dadang. 2010. Pengaruh Persepsi Mutu Pelayanan Kebidanan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Kebidanan Di RSUD Dr. H. SoemarnoSosroatmodjo Bulungan Kalimantan Timur. (tesis). Semarang. Universitas Diponegoro
Jacobalis, S. 1990.Menjaga Mutu Pelayanan RS Suatu Pengantar. Jakarta. Citra Windu Satria.
James, N. 2013. The Level of Patients Satisfaction and Perception On Quality of Nursing Service In The Renal Unit, Kenyatta National Hospital Nairobi, Kenya. Journal Medicine and Health Care Vol: 3, No:2.
Kotler, Philip. 2004. Management Pemasaran. Edisi Kesebelas. Jakarta. PT. Prenhallindo.
Kotler, P. 2007. Dasar-dasar Pemasaran, Jilid Sembilan.Edisi Bahasa Indonesia. PT. Indeks. Jakarta.
Kotler, Philip. 1994. Pengantar Profesi Dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC.
Kurniasih, Y. (2002). Hubungan kinerja perawat pelaksana dalam melakukan asuhan keperawatan dengan kepuasan pasien ditinjau dari persepsi pasien di ruang rawat inap rumah sakit kepolisian Pusat Raden Said Sukanto Jakarta tahun 2002. [Tesis]. Depok: FIK Universitas Indonesia.
Laksana. 2008. Manajemen Pemasaran. Yogyakarta. Graha Ilmu
Lumenta, Benyamin. 1989. Berbagai Determinan yang Mempengaruhi Penilaian Pasien Terhadap Pelayanan Medis. Jakarta. EGC
Munir, K. Tinjauan Kepustakaan Kemitraan Gizi Dan Perawat.munir.co.id.1 januari 2002
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
. 2003. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta.
Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam & Efendi, F. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik. Jakarta: Salemba Medika.
Parasuraman. A, Zeithhaml, Lavenia A, and Berry, Leonard L. 1988. Serqual Item Scale for Measuring Consumer Perception of Servive Quality, Journal of Retailing.
Pohan, Imbalo S. 2004. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan Dasar-Dasar pengertian dan penerapan, EGC, Jakarta
Raffi, Forough. 2010. Nurse Caring In Iran and As Relationship With Patient Satisfaction. Australian Journal of Advanced Nursing, Vol: 26, No: 2.
Revans. 1986. Action Learning, Past And Future. Bekkestua. Bedriftsokonomisk. Institut
Ristrini. 2005. Perubahan Paradigma Jasa Kesehatan Rumah Sakit Dan Rekomendasi Kebijakan Strategi Bagi Pimpinan, Strategy Management Journal, Vol. 15, Spesial issue: Strategi Searce for New Paradigms.
RSUD. Kabupaten Bombana. 2013. Profil RSUD. Kabupaten Bombana Tahun 2013. Kasipute.
Robbins. Stephen P. 2008. Perilaku Organisasi. Buku kedua, Edisi ke-12.; Salemba Medika. Jakarta.
Sabarguna, B. S. 2006. Sistem Bantu Keputusan Untuk Quality Management. Konsorsium RS Islam Jateng-DIY. Yogyakarta
Saryono. 2011. Metodologi penelitian keperawatan. Purwokerto: UPT Percetakan dan Penerbitan Unsoed.
Setiadi. 2007. Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
STIKES Mandala Waluya. 2013. Panduan Penulisan Skripsi , Cetakan Edisi Kedua. Kendari.
Sugiarto. 1999. Manajemen Pelayanan Keperawatan Klinik. PT Rineke Cipta, Jakarta.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung. CV. Alfabeta.
Sugiyono. 2013. Statistik Untuk Penelitian, PT Rineke Cipta, Jakarta.
Supranto, M.A. 2001.Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan (Untuk Menaikkan Pangsa Pasar). Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Tangkilisan, H. 2007. Manajemen Publik. Jakarta: PT Grasindo
Tjiptono, F. 2000. Total Quality Management, Edisi Revisi, Andi, Offset, Yogyakarta.
Tjiptono, F. 2004. Total Quality Management. Edisi ke-5. Andi Offset. Yogyakarta.
Tjiptono, F. 2005. Pemasaran Jasa. Edisi Pertama. Bayu Media Publishing. Malang.
Utama, Surya. 2003. Memahami Fenomena Kepuasan Pasien Rumah Sakit. Jakarta. Salemba Medika.
Wathek, S Rames. 2012. Patients' Perception of Health Care Quality, Satisfaction and Behavioral Intention: An Empirical Study in Bahrain. International Journal of Business and Social Science; Vol: 3, No: 18.
Wijono, Dj. 2011. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan: Teori, Strategi dan Aplikasi.Volume. 2. Cetakan Kedua. Surabaya. Airlangga Unniversity Press.
Wike, D.A. 2009. Tesis Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Perawat Di RSUD Tugurejo Semarang. Universitas Diponegoro: Semarang
http//:www.google.co.id, Konsep dan Teori Keperawatan
http://www.ziddu.com/download/3789541/MANAJEMEN_DI_RUMAHSAKIT.pdf.htm
http://www.detikhealth.com/read/2011/01/03/072755/1537728/766/5 yang ngetik RezaNugraheniDentiPahlevi di 09.43