1.
Pengertian antropologi Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti "manusia", dan logos yang berarti ilmu. Kata antropologi dalam bahasa Inggris yaitu“anthropology” yang didefinisikan sebagai the social science that studies the origins and social relationships of human beings atau the science of the structure and functions of the human body. yaitu (ilmu sosial yang mempelajari asal-usul dan hubungan sosial manusia atau Ilmu tentang struktur dan fungsi tubuh manusia). Antropologi juga bisa diartikan sebagai ilmu tentang manusia, khususnya tentang asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaannya pada masa lampau. Menurut Koentjaraningrat antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan. Dari beberapa pengertian seperti yang telah dikemukakan, dapat disusun suatu pengertian yang sederhana bahwa antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkannya, sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
2.
Pengertian pendekatan antropologi Dalam dunia ilmu pengetahuan makna dari istilah pendekatan adalah sama dengan metodologi, yaitu sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau masalah yang dikaji. Bersamaan dengan itu, makna metodologi juga mencakup berbagai teknik yang digunakan untuk melakukan penelitian atau pengumpulan data sesuai dengan cara melihat dan memperlakukan masalah yang dikaji. Dengan demikian, pengertian pendekatan atau metodologi bukan hanya diartikan sebagai sudut pandang atau cara melihat sesuatu permasalahan yang menjadi perhatian tetapi juga mencakup pengertian metode-metode atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan pendekatan tersebut. Islam adalah agama samawi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Islam tidak hanya diperuntukkan kepada Nabi Saw, tetapi juga untuk umatnya (manusia). Supaya Islam dapat diterima dan ajarannya dipahami serta dilaksanakan oleh umat manusia, maka didalam penyampaiannya harus menggunakan pendekatan atau metodologi yang pas dan sesuai. Jika tidak, maka dikhawatirkan dalam waktu yang tidak lama Islam hanya tinggal namanya saja. Hal ini perlu disadari oleh para ilmuwan muslim. Dan karena agama itu sangat erat hubungannya dengan manusia, maka pendekatan antropologi sangat penting untuk diterapkan didalam studi Islam. Pendekatan antropologi dapat diartikan sebagai suatu sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu gejala yang menjadi perhatian terkait bentuk fisik dan kebudayaan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia.
B.
1. 2.
Obyek kajian dalam Pendekatan antropologi Ditinjau dari pengertian antropologi tersebut, obyek kajian dalam antropologi mencakup 2 (dua) hal yaitu : Keanekaragaman bentuk fisik manusia. Keanekaragaman budaya/kebudayaan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia.
1. 2. 3. 4. 5.
C.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa secara umum obyek kajian antropologi dapat dibagi menjadi dua bidang, yaitu antropologi fisik yang mengkaji makhluk manusia sebagai organisme biologis, dan antropologi budaya dengan tiga cabangnya: arkeologi, linguistik danetnografi. Meski antropologi fisik menyibukan diri dalam usahanya melacak asal usul nenek moyang manusia serta memusatkan studi terhadap variasi umat manusia, tetapi pekerjaan para ahli di bidang ini sesungguhnya menyediakan kerangka yang diperlukan oleh antropologi budaya. Sebab tidak ada kebudayaan tanpa manusia. Jika budaya tersebut dikaitkan dengan agama, maka agama yang dipelajari adalah agama sebagai fenomena budaya, bukan ajaran agama yang datang dari Allah. Antropologi tidak membahas salah benarnya suatu agama dan segenap perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang sacral, wilayah antropologi hanya terbatas pada kajian terhadap fenomena yang muncul. Menurut Atho Mudzhar, ada lima fenomena agama yang dapat dikaji, yaitu: Scripture atau naskah atau sumber ajaran dan simbol agama. Para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yakni sikap, perilaku dan penghayatan para penganutnya. Ritus, lembaga dan ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris. Alat-alat seperti masjid, gereja, lonceng, peci dan semacamnya. Organisasi keagamaan tempat para penganut agama berkumpul dan berperan, seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Gereja Protestan, Syi’ah dan lain-lain. Kelima obyek di atas dapat dikaji dengan pendekatan antropologi, karena kelima obyek tersebut memiliki unsur budaya dari hasil pikiran dan kreasi manusia. Pendekatan antropologi dalam studi Islam (agama) Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama nampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan dalam disiplin ilmu agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dawam Raharjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis. Penelitian antropologis yang induktif dan grounded, yaitu turun ke lapangan tanpa berpijak pada, atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan di bidang sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang menggunakan model-model matematis, banyak juga memberi sumbangan kepada penelitian historis. Penelitian antropologi agama harus dibedakan dari pendekatan-pendekatan lain. Para peneliti antropologi harus melakukan atau menawarkan sesuatu yang lain dari yang lain. Ia harus menimbulkan pertanyaan sendiri yang spesifik, berasal dari perspektif sendiri yang spesifik, dan mempraktekkan metode sendiri yang spesifik pula. Antropologi dapat dianggap sebagai ilmu keragaman manusia, dalam tubuh mereka dan perilaku mereka. Dengan demikian, antropologi agama
1. 2. 3. 4.
1)
akan menjadi penyelidikan scientific keragaman agama manusia. Sebagaimana ungkapan yang berbunyi : “The anthropological study of religion must be distinguished and distinguishable from these other approaches in some meaningful ways; itmust do or offer something that the others do not. It must raise its ownspecific questions, come from its own specific perspective, and practice itsown specific method. Anthropology can best be thought of as the science ofthe diversity of hu mans, in their bodies and their behavior. Thus, theanthropology of religion will be the scientific investigation of the diversity ofhuman religions”. Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk memahami agama. Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dibekali dengan pendekatan yang holistik dan komitmen antropologi akan pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya dengan berbagai budaya. Posisi penting manusia dalam Islam juga mengindikasikan bahwa sesungguhnya persoalan utama dalam memahami agama Islam adalah bagaimana memahami manusia. Persoalan-persoalan yang dialami manusia adalah sesungguhnya persoalan agama yang sebenarnya. Pergumulan dalam kehidupan kemanusiaan pada dasarnya adalah pergumulan keagamaannya. Para antropolog menjelaskan keberadaan agama dalam kehidupan manusia dengan membedakan apa yang mereka sebut sebagai 'common sense' dan 'religious atau mystical event.' Dalam satu sisi common sense mencerminkan kegiatan sehari-hari yang biasa diselesaikan dengan pertimbangan rasional ataupun dengan bantuan teknologi, sementera itu religious sense adalah kegiatan atau kejadian yang terjadi di luar jangkauan kemampuan nalar maupun teknologi. Dengan demikian memahami Islam yang telah berproses dalam sejarah dan budaya tidak akan lengkap tanpa memahami manusia. Karena realitas keagamaan sesungguhnya adalah realitas kemanusiaan yang mengejawantah dalam dunia nyata. Terlebih dari itu, makna hakiki dari keberagamaan adalah terletak pada interpretasi dan pengamalan agama. Oleh karena itu, antropologi sangat diperlukan untuk memahami Islam, sebagai alat untuk memahami realitas kemanusiaan dan memahami Islam yang telah dipraktikkan-Islam that is practised-yang menjadi gambaran sesungguhnya dari keberagamaan manusia.Karena begitu pentingnya penggunaan pendekatan antropologi dalam studi Islam (agama), maka Amin Abdullah mengemukakan 4 ciri fundamental cara kerja pendekatan antropologi terhadap agama, yaitu : Bercorak descriptive, bukannya normative. Yang terpokok dilihat oleh pendekatan antropologi adalah local practices, yaitu praktik konkrit dan nyata di lapangan. Antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai domain kehidupan secara lebih utuh (connections across social domains). Comparative, artinya studi dan pendekatan antropologi memerlukan perbandingan dari berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama. Bercorak descriptive, bukannya normative.
Pendekatan antropologi bermula dan diawali dari kerja lapangan (field work), berhubungan dengan orang, masyarakat, kelompok setempat yang diamati dan diobservasi dalam jangka waktu yang lama dan mendalam. Inilah yang biasa disebut dengan thick description (pengamatan dan observasi di lapangan yang dilakukan secara serius, terstuktur, mendalam dan berkesinambungan). Thick description dilakukan dengan cara antara lainLiving in , yaitu hidup bersama masyarakat yang diteliti, mengikuti ritme dan pola hidup sehari-hari mereka dalam waktu yang cukup lama. Bisa berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bisa bertahun-tahun, jika ingin memperoleh hasil yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkansecara akademik. John R Bowen, misalnya, melakukan penelitian antropologi masyrakat muslim Gayo,di Sumatra, selama bertahun-tahun. Begitu juga dilakukan oleh para antropolog kenamaan yang lain, seperti Clifford Geertz. Field note research (penelitian melalui pengumpulan catatan lapangan) dan bukannya studi teks atau pilologi seperti yang biasa dilakukan oleh para orientalis adalah andalan utama antropolog. 2)
Yang terpokok dilihat oleh pendekatan antropologi adalah local practices, yaitu praktik konkrit dan nyata di lapangan. Praktik hidup yang dilakukan sehari-hari, agenda mingguan, bulanan dan tahunan, lebih lebih ketika manusia melewati hari-hari atau peristiwa-peristiwa penting dalam menjalani kehidupan. Ritus-ritus atau amalan-amalan apa saja yang dilakukan untuk melewati peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan tersebut (rites de pessages) ? Persitiwa kelahiran, perkawinan, kematian, penguburan . Apa yang dilakukan oleh manusia ketika menghadapi dan menjalani ritme kehidupan yang sangat penting tersebut?
3)
Antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai domain kehidupan secara lebih utuh (connections across social domains). Bagaimana hubungan antara wilayah ekonomi, sosial, agama, budaya dan politik. Kehidupan tidak dapat dipisah-pisah. Keutuhan dan kesalingterkaitan antar berbagai domain kehidupan manusia. Hampir-hampir tidak ada satu domain wilayah kehidupan yang dapat berdiri sendiri, terlepas dan tanpa terkait dan terhubung dengan lainnya.
4)
Comparative Studi dan pendekatan antropologi memerlukan perbandingan dari berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama. Talal Asad menegaskan lagi disini bahwa “What is distinctive about modern anthropology is the comparisons of embedded concepts (representation) between societies differently located in time or space. The important thing in this comparative analysis is not their origin (Western or non-Western), but the forms of life that articulate them, the power they release or disable.” Setidaknya, Cliffort Geertz pernah memberi contoh bagaimana dia membandingkan kehidupan Islam di Indonesia dan Marokko. Bukan sekedar untuk mencari kesamaan dan perbedaan, tetapi yang terpokok adalah untuk memperkaya perspektif dan memperdalam bobot kajian. Dalam dunia global seperti saat sekarang ini, studi komparatif sangat membantu memberi perspektif baru baik dari kalangan outsider maupun insider. Meskipun menyebut local practices untuk era globalisasi sekarang adalah debatable, tetapi ada empat rangkaian tindakan keagamaan yang perlu dicermati oleh penelitian antropologi. Pertama,
adalah bagaimana seseorang dan atau kelompok melakukan praktik-praktik lokal dalam mata rantai tindakan keagamaan yang terkait dengan dimensi social, ekonomi, politik, dan budaya. Sebagai contoh ada ritus baru yang disebut “walimah al-Safar”, yang biasa dilakukan orang sebelum berangkat haji. Apa makna praktik dan tindakan lokal ini dalam keterkaitannya dengan agama, sosial, ekonomi, politik dan budaya? Religious ideas yang diperoleh dari teks atau ajaran pasti ada di balik tindakan ini. Bagaimana tindakan ini membentuk emosi dan menjalankan fungsi sosial dalam kehidupan yang luas?. Bagaimana walimah safar yang tidak saja dilakukan di rumah tetapi juga di laksanakan di pendopo kabupaten? Oleh karenanya, keterkaitan dan keterhubungan antara local practices, religious ideas, emosi individu dan kelompok maupun kepentingan sosial – poilitik tidak dapat dihindari. Semuanya membentuk satu tindakan yang utuh. D.
Contoh Rancangan Penelitian yang Menggunakan Pendekatan Antropologi Salah satu contoh penelitian yang akan dikemukakan pada bagian ini adalah runtuhnya Daulat Bani Umayah dan bangkitnya Daulat Bani Abasiyah. Untuk membahas topik ini, M. Atho Mudzhar menyarankan sedikitnya ada empat hal yang harus diperhatikan dan diperjelas dalam rancangan penelitian, yaitu: rumusan masalah, arti penting penelitian, metode penelitian dan literatur yang digunakan. Keempat hal tersebut akan dirincikan secara singkat sebagai berikut: Pertama: rumusan masalahnya adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan jatuhnya Bani Umayah dan bangkitnya Bani Abasiyah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, harus dirumuskan faktor penyebab runtuh atau bangkitnya dinasti, dan aspek apa saja yang akan dilihat. Kedua: menjelaskan signifikasi penelitian, seperti menjelaskan maksud penelitian (sesuatu yang belum pernah diteliti atau dibahas sebelumnya) dan kontribusi apa yang diperoleh dari hasil penelitian setelah dilakukan nantinya. Ketiga: metode yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian dengan merinci hal-hal seperti: bentuk dan sumber informasi serta cara mendapatkannya, memahami dan menganalisa informasi serta cara pemaparannya. Keempat: melakukan telaah pustaka dan membuat rangkuman dari teori yang telah dipaparkan. Setelah itu, seorang peneliti harus mengetahui apa saja yang belum dibicarakan, dan dari sinilah akan diperoleh kontribusi dari hasil penemuan penelitian.
E.
Hubungan agama islam dengan ilmu antropologi Dengan menggunakan pendekatan antropologis dalam memahami agama, ternyata banyak diketahui keterkaitan antara agama dan berbagai hal yang menyangkut manusia. Hal ini banyak diungkapkan oleh Abuddin Nata, yaitu : Ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik, yang mana golongan masyarakat yang kurang mampu atau miskin lebih tertarik kepada gerakan-gerakan keagamaan yang bersifat mesianis yang menjanjikan perubahan tatanan sosial kemasyarakatan. Sedangkan golongan orang kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya. Agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat.
1.
2.
3.
4.
5.
1. a.
b. 1) 2) 3) 4) 5) c. 1) 2) 3) 4) d.
e.
Agama mempunyai hubungan dengan mekanisme pengorganisasian dalam masyarakat, seperti penelitian yang dilakukan oleh Clifford Geert dalam bukunya The Religion of Java yang membagi klasifikasi sosial masyarakat Muslim di Jawa menjadi 3 yaitu santri, priyayi dan abangan. Melalui pendekatan antropologis fenomenologis terlihat adanya hubungan antara agama dan negara (state and religion). Seperti terjadi di Indonesia yang penduduknya mayoritas beragama Islam, tetapi menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Adanya keterkaitan antara agama dengan psikoterapi, seperti pendapat Segmund Freud yang menghubungkan agama dengan Oedipus Complex, yakni pengalaman infantil seorang anak yang tidak berdaya di hadapan kekuatan dan kekuasaan bapaknya. Jadi jelas bahwa agama memang banyak berhubungan dengan berbagai masalah kehidupan manusia dan untuk mengetahui itu semua dibutuhkan pendekatan antropologi. Termasuk juga dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama banyak informasi dan uraian yang dapat dijelaskan melalui ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah diuraikan secara panjang lebar, dapat disimpulkan bahwa : Antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkannya, sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Ada 5 fenomena agama yang menjadi obyek kajian dalam Pendekatan antropologi, yaitu : Scripture atau naskah atau sumber ajaran dan simbol agama. Para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yakni sikap, perilaku dan penghayatan para penganutnya. Ritus, lembaga dan ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris. Alat-alat seperti masjid, gereja, lonceng, peci dan semacamnya. Organisasi keagamaan tempat para penganut agama berkumpul dan berperan, seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Gereja Protestan, Syi’ah dan lain-lain. Ada 4 ciri fundamental cara kerja pendekatan antropologi terhadap agama, yaitu : Bercorak descriptive, bukannya normative. Yang terpokok dilihat oleh pendekatan antropologi adalah localpractices , yaitu praktik konkrit dan nyata di lapangan. Antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai domain kehidupan secara lebih utuh (connections across social domains). Comparative, artinya studi dan pendekatan antropologi memerlukan perbandingan dari berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama. Ada empat hal yang harus diperhatikan dan diperjelas dalam rancangan penelitian dengan menggunakan pendekatan antropologi, yaitu: rumusan masalah, arti penting penelitian, metode penelitian dan literatur yang digunakan. Pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama banyak informasi dan uraian yang dapat dijelaskan melalui ilmu antropologi dengan cabangcabangnya.