PAPER HISTOLOGI VETERINER II
SISTEM PERNAPASAN Oleh Kelompok: 2 Kelas: 2016 B 1. Ni Putu Sri Ayu Astini
NIM: 1609511034 1609511034
2. Ni Made Dhea Febrianty
NIM: 1609511035 1609511035
3. Kadek Ayu Icha Shania Putri
NIM: 1609511036
4. Ni Komang Lady Pramesti Pramesti
NIM: 1608511037 1608511037
5. Zerris Johanna Halette
NIM: 1609511038
6. Kadek Intan Dwityanti Devi
NIM: 1609511039
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2017
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya paper ini. Tanpa karunia dan kemurahanNya tak mungkin lah kami dapat menyelesaikan paper ini dalam keadaan sehat t anpa kurang satu apa pun. Dalam paper ini kami mengangkat judul “Sistem “ Sistem Pernapasan”. Pernapasan”. Pembuatan paper ini dalam rangka penyelesaian tugas dari mata kuliah Histologi Veteriner II serta sebagai bentuk pembelajaran mengenai salah satu sistem penting dalam makhluk hidup yakni sistem pernapasan (respiratory (respiratory system). system). Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung pembuatan paper ini; di antaranya para dosen pengajar mata kuliah Histologi Veteriner II yang kami hormati dan temanteman Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang kami cintai karena telah membantu dan memberikan support kepada kami selama penelitian dan pembuatan paper ini. Akhir kata, kami berharap paper ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Kami menyadari adanya kekurangan dari paper ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangatlah kami dambakan.
Denpasar, Maret 2017
Penyusun
i
DAFTAR ISI Kata Pengantar ...........................................................................................................i Daftar Isi ....................................................................................................................ii Daftar Gambar ...........................................................................................................iii Bab 1 Pendahuluan ...................................................................................................1 1.1 Latar Belakang .........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................2 1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................2 1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................................2 Bab 2 Tinjauan Kepustakaan ....................................................................................3 2.1 Pengertian Sistem Pernapasan .................................................................3 2.2 Organ Penyusun Sistem Pernapasan ........................................................3 2.3 Struktur Histologi Sistem Pernapasan .....................................................5 2.3.1 Struktur Histologi Rongga Hidung .................................................5 2.3.2 Struktur Histologi Laring ................................................................7 2.3.3 Struktur Histologi Trakea ...............................................................9 2.3.4 Struktur Histologi Bronkus .............................................................11 2.3.5 Struktur Histologi Paru-Paru...........................................................12 Bab 3 Penutup ..........................................................................................................15 3.1 Kesimpulan ..............................................................................................15 3.2 Saran ........................................................................................................15 Daftar Pustaka ...........................................................................................................16
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Sistem Respiratorius Ekstrapulmoner ..........................................4
Gambar 2
Sistem Respiratorius Intrapulmoner ............................................4
Gambar 3
Rongga Hidung ............................................................................5
Gambar 4
Struktur Histologi Rongga Hidung ..............................................6
Gambar 5
Laring (Tampak Anterior dan Endoskopik).................................7
Gambar 6
Laring (Mediansaggital Section)..................................................7
Gambar 7
Struktur Histologi Laring .............................................................8
Gambar 8
Laring, Trakea, dan Bronkus .......................................................9
Gambar 9
Struktur Histologi Trakea ............................................................10
Gambar 10
Struktur Histologi Bronkus ..........................................................11
Gambar 11
Struktur Histologi Bronkus ..........................................................12
Gambar 12
Bronkus, Bronkiolus, dan Paru-Paru ...........................................12
Gambar 13
Struktur Histologi Paru-Paru........................................................13
iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Bernapas adalah proses menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida, yang kemudian oksigen tersebut digunakan dalam perombakan zat-zat makanan hingga menghasilkan energi. Sehingga yang dimaksud dengan pernapasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen, pembuangan karbon dioksida, hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Oksigen yang diperoleh hewan dari lingkungannya digunakan dalam proses fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP. Sebenarnya, hewan dapat menghasilkan ATP tanpa oksigen. Proses semacam itu disebut respirasi anaerob. Akan tetapi, proses tersebut tidak dapat menghasilkan ATP dalam jumlah banyak. Respirasi yang dapat menghasilkan ATP dalam jumlah banyak ialah respirasi aerob. Dalam proses anaerob, sebuah molekul glukosa hanya menghasilkan dua molekul ATP, sementara dalam proses aerob, molekul yang sama akan menghasilkan 36 atau 38 molekul ATP. Oleh karena itu, hampir semua hewan sangat bergantung pada proses respirasi (pembentukan ATP) secara aerob. Respirasi sel (internal) akan menghasilkan zat sisa berupa CO₂ dan air, yang harus segera dikeluarkan dari sel. (Isnaeni, 2006) Proses pernapasan tentunya membutuhkan alat-alat pernapasan yang dapat berbeda tergantung pada spesies hewannya. Perbedaan ini sesuai dengan perkembangan struktur tubuh serta habitat dari hewan tersebut. Alat pernapasan pada hewan bervariasi mulai dari paru-paru, insang, kulit, trakea, dan paru-paru buku; bahkan ada beberapa organisme yang tidak mempunyai alat pernapasan khusus sehingga oksigen berdifusi langsung dari lingkungan ke tubuh, contohnya pada protozoa, porifera, dan coelenterata. Dalam paper ini kami akan membahas sistem pernapasan pada hewan mamalia secara umum, yaitu pernapasan menggunakan paru-paru serta struktur dari organ-organnya secara histologis.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sistem pernapasan? 2. Apa saja organ-organ penyusun sistem pernapasan? 3. Bagaimana struktur histologi dari organ-organ penyusun sistem pernapasan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sistem pernapasan. 2. Untuk mengetahui organ-organ yang menyusun sistem pernapasan. 3. Untuk mengetahui struktur organ-organ sistem pernapasan secara histologis.
1.4 Manfaat Penulisan
Dengan adanya paper ini, diharapkan pembaca serta penulis dapat menambah wawasan tentang sistem pernapasan / respirasi hewan khususnya mamalia.
2
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengertian Sistem Pernapasan
Pernapasan atau respirasi merupakan suatu proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbon dioksida hingga penggunaan energi dalam tubuh. Proses pernapasan dalam tubuh hewan dilakukan oleh alat pernapasan. Alat pernapasan merupakan sistem yang bertugas memasukkan udara pernapasan dari luar tubuh ke komponen yang mampu meneruskan oksigen kepada aliran darah untuk diedarkan menuju jaringan tubuh. Alat pernapasan juga bertugas untuk melaksanakan pertukaran gas pernapasan dengan aliran darah, selanjutnya mengeluarkan karbon dioksida yang diperoleh dari dalam aliran darah. Secara garis besar sistem respiratorius terdiri dari rongga hidung, faring, laring, trakhea, dan paru-paru (Piraksa dkk, 2017).
2.2 Organ Penyusun Sistem Pernapasan
Komponen utama dalam sistem respiratorius meliputi, ekstrapulmoner dan intrapulmoner . Yang mana intrapulmoner ini dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu sistem saluran udara dan sistem respirasi. Menurut Prof. drh. A.A.Ayu Mirah Adi, MSi.,Ph.D (2014), sistem respiratorius dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu sistem penyalur (conductive system), sistem peralihan (transitional system) dan sistem pertukaran gas ( gas exchange system).
Bila disatukan ekstrapulmoner
memiliki makna yang sama dengan sistem penyalur yang terdapat di luar dari daerah paru-paru. Intrapulmoner sistem saluran udara berarti sistem peralihan dari sistem penyalur menuju sistem pertukaran gas yang berupa saluran menuju ke paru-paru. Sedangkan untuk intrapulmoner sistem respirasi memiliki makna yang sama dengan sistem pertukaran gas yang terjadi di paru-paru (Mirah Adi, 2014).
3
Gambar 1 Sistem Respiratorius Ekstrapulmoner
Ekstrapulmoner yang mana merupakan sistem penyalur udara pernapasan yang pertama meliputi rongga hidung, faring, laring, trakea dan bronkus,
yang
seluruhnya
dilapisi
oleh
sel
epitel
silindris
bertingkat
(pseudokompleks bersilia / ciliated pseudostratified columnar epithelium) dan di beberapa tempat ditemukan sel mangkok ( goblet cells). Silia bersama-sama dengan mukus yang dihasilkan oleh kelenjar submukosa dan sel mangkok memegang peranan penting sebagai pertahanan mekanis terhadap parenkim paru paru (Mirah Adi, 2014).
Gambar 2 Sistem Respiratorius Intrapulmoner
Sistem penyaluran intrapulmoner disebut juga sistem peralihan karena merupakan peralihan antara sistem penyalur yang bersilia dan sistem pertukaran gas yang tidak bersilia. Organ yang meliputi sistem penyaluran intrapulmoner adalah bronkiolus. Bronkiolus juga tidak memiliki sel goblet. Sebagai gantinya memiliki sel Clara, yang memegang peranan penting pada proses detoksifikasi partikel asing ( xenobiotics) (Mirah Adi, 2014). Bronkiolus merupakan segmen
4
saluran konduksi yang terdapat di dalam lobulus paru. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan maupun kelenjar dalam mukosanya tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia (Eroschenko, 2003). Sistem respirasi intrapulmoner adalah sistem pertukaran gas yang meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli. Pada bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris masih berbentuk saluran yang berhubungan dengan alveoli atau sakus alveolaris pada tunika adventisia. Sedangkan pada sakus alveolaris dan alveoli berbentuk meyerupai kantongkantong kecil yang saling berhubungan. Setiap alveolus terdapat pada dinding bronkus respiratorius berupa kantung-kantung kecil. Jumlah alveoli makin bertambah ke arah distal (Eroschenko, 2003). Secara histologi hewan memiliki organ sistem pernapasan yang sama, namun tidak sepenuhnya sama. Misalnya, menurut
hasil penelitian Agik
Suprayogi, dkk (2007) yang menyatakan bahwa dugong dugon dan anjing memiliki perbedaan ekologis, struktur anatomi, dan ketebalan dinding thoraks pada kedua hewan tersebut.
2.3 Struktur Histologi Sistem Pernapasan
2.3.1
Struktur Histologi Rongga Hidung
Gambar 3 Rongga Hidung
5
Epitel organ pernapasan yang biasa berupa toraks bersilia, bertingkat palsu (pseudokompleks), berbeda-beda pada berbagai bagian hidung, bergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, demikian pula suhu, dan derajat kelembaban udara. Mukosa pada ujung anterior konka dan septum sedikit melampaui internum masih dilapisi oleh epitel berlapis torak tanpa silia, lanjutan dari epitel kulit vestibulum. Sepanjang jalur utama arus inspirasi epitel menjadi toraks bersilia pendek dan agak ireguler. Sel-sel meatus media dan inferior yang terutama menangani arus ekspirasi memiliki silia yang panjang dan tersusun rapi. Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daerah dimana aliran udara lambat atau lemah. Jumlah kelenjar penghasil secret dan sel goblet, yaitu sumber dari mucus, sebanding dengan ketebalan lamina propria. Terdapat dua jenis kelenjar mukosa pada hidung, yakni kelenjar mukosa respiratori dan olfaktori. Mukosa respiratori berwarna merah muda sedangkan mukosa olfaktori berwarna kuning kecoklatan. Silia, struktur mirip rambut, panjangnya sekitar 5-7 mikron, terletak pada permukaan epitel dan bergerak serempak secara cepat ke arah aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak secara lambat.
Gambar 4 Struktur Histologi Rongga Hidung
6
2.3.2
Struktur Histologi Laring
Gambar 5 Laring (Tampak Anterior dan Endoskopik)
Gambar 6 Laring (Mediansaggital Section)
Laring merupakan bagian saluran napas yang menghubungkan faring dengan trakea. Selain berfungsi sebagai bagian sistem konduksi pernapasan, laring memainkan peranan penting dalam pembentukan suara (fonasi). Pada dindingnya terdapat suatu kerangka tulang rawan hialin dan tulang rawan elastis, sejumlah jaringan ikat, otot rangka, dan kelenjar mukosa. Tulang rawan utama pada laring (tiroid, trikoid, dan arytenoid) adalah tulang rawan hialin; yang lebih kecil (kornikulata, kuneiformis, dan ujung aritenoid) adalah elastis, seperti tulang rawan epiglottis. Tulangtulang rawan bersama-sama tulang hioid, dihubungkan oleh 3 selaput pipih dan lebar: (1)Tirohioid, (2)Kuadratus, dan (3)Krikovokal. Selaput-selaput tersebut terdiri atas jaringan ikat padat fibrosa dengan banyak serat-serat
7
elastin, terutama pada selaput krikovokal. Pita suara sejati dan pita suara palsu (ligament vocal dan vestibular), masing-masing merupakan tepi bebas atas selaput krikovokal (krikotiroid) dan tepi bebas bawah selaput kuadratus (ariepiglotika) .Menjulur ke lateral dari tiap-tiap sisi di antara pita suara sejati dan pita suara palsu terdapat sinus dan kantung laring, yaitu sebuah celah kecil seperti di vertikulum. Tulang rawan krikoid berbentuk cincin lebih lebar di belakang daripada depan dan rongga di dalamnya bersambung ke bawah dengan lumen trakea. Di belakang tulang rawan krikoid dan tulang rawan arytenoid, dinding belakang faring dibentuk oleh otot rangka muskulus konstriktor faringeal, yang melanjutkan diri pada tepi bawah tulang rawan dengan muskulus intriksik esophagus. Jadi, dari laring udara mengalir di antara kedua pita suara (rimaglotidis) melalui ruang krikoid ke trakea dan makanan berjalan melewati permukaan belakang krikoidkearah lumen esophagus.
Gambar 7 Struktur Histologi Laring
Epitel mukosa yang membatasi laring bermacam-macam sesuai dengan tempatnya. Pada permukaan depan dan sepertiga atas sampai setengah permukaan belakang epiglotis, kelipatan dari epiglotika (tepi atas selaput kuadratus) dan pita suara, epitelnya adalah berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Seluruh permukaan yang basah ini mengalami gesekan. Bagian laring selebihnya mempunyai epitel bertingkat silindris bersilia bersel goblet, yaitu epitel khas untuk saluran nafas walaupun jenis epitel
8
diatas pita suara terutama bertingkat silindris bersilia, umumnya dijumpai pula bercak-cak epitel berlapis gepeng. Pada pita suara, lamina propria dibawah epitel berlapis gepeng itu pada dan terikat erat dengan jaringan ikat ligamentum vokalis dibawahnya. Di dalam laring tidak ada submukosa, tetapi lamina propria dari membran mukosanya tebal dan mengandung banyak serat elastin. Di dalamnya terdapat kelenjar tubule asinosa yang kebanyakan adalah mukosa. Beberapa asini mengandung bulan sabit serosa dan sebagian lagi merupakan
kelenjar
(bersekresi)
serosa
murni.
Pada
permukaan
epiglotisterutama ditemui kelenjar liur campur, yang terbanyak di permukaan posterior dan seringkali terletakpada cekungan tulang rawan elastis yang tak beraturan. Pada permukaan posterior atau laryngeal, terdapat beberapa kuncup kecap di dalam epitelnya. Limfonodulus tersebar didalam lamina propria. Silia epitel bagian laringeal, seperti halnya di seluruh saluran nafas, menyapu kearah faring. Pada setiap potongan laring terdapat serat otot rangka. Di dinding posterior dan posterolateral dijumpai serat-serat muskulus konstriktor. Berhubungan dengan selaput kuadratus dan krikovokal terdapat serat-serat muskular intrinsik laring yaitu otot-otot yang berkaitan dengan fonasi, bernafas, dan menelan.
2.3.3
Struktur Histologi Trakea
Gambar 8 Laring, Trakea, dan Bronkus
9
Saluran nafas ini menghubungkan laring dengan paru. Histologi dinding trakea dapat dibedakan atas tiga lapis; yaitu tunica mucosa, tunica muscularis, dan tunica adventitia.
Gambar 9 Struktur Histologi Trakea
Permukaan kelumen diselaputi tunica mucosa, dengan epitel batang berlapis semu dan bersilia, menumpu pada lamina basalis yang tebal. Pada selaput epitel banyak terdapat sel goblet. Lamina propria berisi banyak serat elastis dan kelenjar lendir yang kecil-kecil. Kelenjar terletak sebelah atas lapisan serat elastis. Dibagian posterior tenggorok kelenjar itu menerobos masuk tunica muscularis. Pada lamina propria terdapat pula pembuluh darah dan pembuluh limfa. Tunica muscularis sendiri sangat tipis dan tidak terlihat dengan jelas. Tunica adventitia juga tidak terlihat secara jelas, dan berintegrasi dengan jaringan penunjang yang terdiri dari tulang rawan dibawahnya. Tulang rawan di bawah tunica adventitia itu tersusun dalam bentuk cincin-cincin hialin bentuk huruf C. Cincin inilah yang menunjang tenggorokan pada sebelah samping dan ventral. Sedangkan dibagian dorsal tenggorokan, ditempat itu adalah bagian terbuka cincin, terdapat serat otot polos yang susunannnya melintang terhadap poros tenggorokan. Serat otot itu melekat kepada kedua ujung cincin, dan berfungsi untuk mengecilkan
10
diameter tenggorokan. Jika otot kendur, diameter tenggorokan kembali sempurna. Di antara cincin bersebelahan terdapat serat fibroelastis. Dengan struktur cincin yang tak bulat penuh ini maka tenggorokan dapat meregang (membesar) untuk menyalurkan lebih banyak udara ke dalam paru. Di sebelah luar cincin terdapat jaringan ikat yang berisi banyak serat elastis dan retikulosa.
2.3.4
Struktur Histologi Bronkus
Gambar 10 Struktur Histologi Bronkus
Bronkus memiliki susunan struktural mukosa yang mirip dengan trakea, kecuali susunan tulang rawan dan otot polosnya. Lapisan mukosa terdiri dari lapisan sel-sel epitel silindris berlapis semu bersilia dengan lamina propria yang tipis (dengan banyak serabut elastin). Sedangkan tulang rawan bronkus berbentuk lebih tidak teratur daripada tulang rawan trakea. Pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen. Dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh lempeng-lempeng atau pulau-pulau tulang rawan hialin. Dibawah epitel, dalam lamina propria bronkus tampak adanya lapisan otot polos (SM) yang terdiri dari anyaman berkas otot polos yang tersusun menyilang.
11
Gambar 11 Struktur Histologi Bronkus
Berkas otot polos menjadi menjadi lebih jelas terlihat di dekat bagian respirasi. Pengerutan otot yang terjadi setelah kematian adalah hal yang menyebabkan penampilan mukosa bronkus menjadi berlipat-lipat pada sediaan histologi. Lamina propria banyak mengandung serat elastin dan memiliki banyak kelenjar serosa dan mukosa, dengan saluran yang bermuara ke dalam lumen bronkus.Banyak limfosit yang berada di dalam lamina propria dan di antara sel-sel epitel. Selain itu terdapat kelenjar getah bening dan terutama banyak dijumpai di tempat percabangan bronkus.
2.3.5
Struktur Histologi Paru-Paru
Gambar 12 Bronkus, Bronkiolus, dan Paru-Paru
12
Paru-paru merupakan organ vital dalam sistem pernapasan yang merupakan tempat berlangsungnya pertukaran gas dengan lingkungan luar. Seara histologi paru-paru dibalut oleh kepala yang terdiridari serosa dan subserosa, yang mengandung serabut elastis dan sedikit serabut kolagen, yang keduanya disebut : pleura visceralis.
Gambar 13 Struktur Histologi Paru-Paru
Pada pulmo terdapat/yang diperhatikan: 1. Bronchus
Tunica mukosa: o
Ephitelium pseudokompleks bersilia
o
Membran basalis
o
Lamina proporia: jaringan ikat elastis dan nodus lymphaticus.
Tunica musculocartilaginea o
Musculus spiralis: otot polos tersusun seperti spiral
o
Cartilago bronchialis: sebagai potong-potong kecil, terbungkus jaringan ikat yang kaya serabut elastis bersifat hyalin.
o
Glandula bronchialis: bersifat seromukosa.
Tunica adventitia: jarngan ikat longgar, banyak noduli lymphatica yang meluas ke mucosa, terbanyak pada bifurcatio trachea.
13
2. Bronchus respiratorius (terminalis)
Tunuca mukosa: o
Ephitel kolumner simpleks bersilia membrana basalis.
o
Lamina propria: jaringan ikat elastis, lympoticus.
Tunica muscularis: otot polos membentuk spiral.
Tunica adventitia: jaringan ikat longgar.
3. Ductus alveolaris
Pada penampang membujur tidak merata, sebab disana sini dijumpai alveoli.
Ephitel squamus simplek.
Dinding alveoli tersusun oleh serabut elastis dan kolagen.
Lipatan otot polos terakhir disini.
4. Saccus alveolaris dan alveolus pulmonalis. Alveolus pulmonalis merupakan lekukan berbentuk kantong pada bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris dan saccus alveolaris. Bangunan ini merupakan ujung terminal pars respiratorius. Yang perlu diperhatikan:
Septum inter alveolaris: merupakan dinding pemisah dua alveoli berdampingan dn diperkuat oleh anyaman serabut retikuler dan serabut elatis.
14
BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan
1. Pernapasan atau respirasi merupakan suatu proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbon dioksida hingga penggunaan energi dalam tubuh. 2. Komponen dari sistem pernapasan meliputi ekstrapulmoner yakni rongga hidung, laring, trakea, dan bronkus; serta intrapulmoner meliputi bronkiolus, bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli.
3.2 Saran
Dalam mempelajari sistem pernapasan atau respirasi secara histologis, sebaiknya pengamatan dilakukan secara teliti agar ciri-ciri dari setiap organ dapat dipelajari dengan baik.
15
DAFTAR PUSTAKA
Adi, A.A Ayu Mirah. (2014). Buku Ajar Patologi Veteriner Sistemik: Sistem Pernafasan. Diambil pada http://erepo.unud.ac.id/8029/1/882c2c13ee5fa3f3c2921b531606a1c3.pdf. Diakses tanggal 23 Februari 2017 Dewi Ratna Sari, Anni Nurliani, Heri Budi Santoso, 2015. Efek Ekstrak Etanol Daun Pepaya terhadap Jumlah Trypanosoma evansi pada Paru-Paru dan Limpa Mencit. Banjarbaru Kalimantan Selatan 70714 Eroschenko, Victor P. (2003). Atlas histologi di Fiore dengan korelasi fungsional . Edisi 9. Jakarta: EGC I Made Kardena, IB Oka Winaya, I Ketut Berata. (2011). Gambaran Patologi Paru Paru pada Anjing Lokal Bali yang Terinfeksi Penyakit Distemper . Laboratorium Patologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan – Universitas Udayana. Piraksa, I Wayan, Putu Suastika, I Ketut Puja, dkk. (2017). Penuntun Praktikum Histologi Veteriner II . Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan: Universitas Udayana Suprayogi, Agik, Sumitro, Linda Tjhin, Rika Sudranto, Huda Salahudin Darusman. 2007. Nilai Normal Elektrokardiogram, Frekuensi Jantung, Respirasi Dan Suhu Tubuh Dugong Dugon. Indonesian Veterinary Journal. Vol. 8 No. 10. Diambil dari http://ojs.unud.ac.id/index.php/jvet/article/view/3229 Diakses tanggal 23 Februari 2017
16