Hari, Tanggal: 7 Mei 2012 WaktuPraktikum: 14.00-16.30
Dosen : Dr.drh. Deni
Noviana
HERNIA DIAFRAGMATIKA
Disusun oleh:
Sarojini Selvaraju
B04058004
Nurulaini Fitria
B04078003
Azrul Zulmy B
B04070185
M. Fahri Arfanto
B04070187
Rida Tiffarent
B04080004
Jeffry Matheus Manurung
B04080008
Oktipa Sari
B04080010
Yayuk Sri Rahayu P
B04080062
Ade Ocktaviani Rangkuti SKH B04103149
Demonstrasi Klinik Departemen Klinik, Reproduksi danPatologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor 2012
Definisi dan Patofisiologi Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada diafragma. Diafragma adalah otot inspirasi utama berupa sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Sewaktu diafragma berkontraksi, diafragma akan bergerak ke kaudal. Dengan menurunnya diafragma, vicera abdomen akan terdorong juga kearah kaudal. Akibatnya akan terjadi penurunan tekanan intra thoracal, sehingga udara tersedot ke dalam paru. Volume cavitas abdominalis akan sedikit berkurang dan tekanan intraabdominal akan meningkat. Diafragma dibentuk dari 3 unsur yaitu membran pleuro peritoneal, septum transversum dan membran tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada. Hernia difragma dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu hernia diafragma traumatika dan hernia diafragma peritoneo-pericardial. Hernia diafragma traumatika adalah hernia yang terjadi karena kecelakaan dengan benturan keras pada rongga dada sehingga menyebabkan diafragma robek. Kasus tersebut sering terjadi pada anjing dan kucing, dengan kronologis tertabrak kendaraan bermotor pemiliknya atau karena luka tembak thorakoabdominalis. Membran diafragma yang robek dapat mempengaruhi tekanan negatif rongga dada, akibatnya organ-organ yang seharusnya berada pada bagian peritoneal masuk ke dalam rongga dada. Kejadian tersebut menyebabkan hewan kesulitan bernapas karena volume paru-paru berkurang karena terdesak oleh organ lainnya. Organ-organ peritoneal yang sering masuk mengisi ruang dada saat terjadi hernia diafragma traumatika adalah hati, omentum, usus, lambung, ginjal, dan limpa. Tekanan pleuroperitoneal berkisar antara 7-20 cm H2O tetapi dapat meningkat hingga 100 cm H2O pada saat inspirasi maksimal. Saat terjadi kerusakan pada dinding diafragma maka tekanan intra abdominal akan meningkat. Keadaan masuknya organ peritoneal ke dalam rogga dada tidak terjadi secara mendadak tetapi secara perlahan-lahan. Ketika otot perut berkontraksi organ-organ tersebut terdorong kedalam “lubang diafragma” karena organ-organ perut umumnya tidak terfiksir sempurna untuk proses fisiologis. Efusi perikardium akan terjadi sebagai konsekuensi ruang yang berkurang
untuk kerja jantung akibat tekanan dari organ-organ peritoneal tersebut. Hernia thorakal sebelah kiri lebih sering terjadi daripada bagian kanan pada anjing dan kucing. Hewan yang mengalami kondisi ini akan menunjukkan gejala kesulitan bernapas dengan posisi adduksio, tidak mau makan karena obstruksi saluran pencernaan, muntah, hidrotoraks , pneumotoraks, dehidrasi, alkalosis metabolik, dan penipisan dinding vena cava dengan peningkatan tekanan darah dari 8 ke 12 mm Hg (vena portal), 3 ke 4 mm Hd (sinusoid intrahepatik), 0.5 ke 1 mm Hg (vena hepatika dan vena cava caudalis). Hernia diafragma peritoneoperikardikal kongenital adalah keadaan anomali yang sering ditemukan pada anjing (ras weismeraner) dan kucing (ras persia). Pembentan septum transversum saat organogenesis yang memisahkan organ abdominal dengan organ thorakal menyebabkan kondisi bersatunya jantung dengan hati. Hewan yang lahir dengan kondisi tersebut biasanya akan langsung mati tetapi jika hewan sesaat setelah dilahirkan dapat bertahan maka hewan tersebut akan memiliki peluang hidup tinggi walaupun sangat rentan. Penyebab kejadian ini kemungkinan besar adalah teratogenetik. Akibat kegagalan saat embriogenesis tersebut hewan akan kesulitan bernapas dengan kerja jantung terganggu (tamponade jantung). Keadaaan patofisiologis pada hernia diafragma peritoneopericardical kongenital kurang lebih sama dengan keadaan hernia diafragma taumatika. Keadaan paling fatal yang mungkin terjadi adalah insufisiensi kerja jantung karena tertekan kemudian kolaps.
Gambar 1. Kasus hernia diafragmatika pada kucing pre operasi. (http://veterinaryclinic.com)
Gambar 2. Kucing ras lokal, berumur 3 tahun, jantan. (http://veterinaryclinic.com) Contoh Kasus Hernia Diafragmatika Traumatika Anamnese kucing mengalami sesak nafas dan kadang-kadang batuk Signalemen Nama
: Pluto
Jenis hewan
: kucing
Ras
: lokal
Warna rambut
: hitam dan putih
Jenis kelamin
: jantan
Umur
: <1 tahun
Berat badan
: 2 Kg
Status present Keadaan umum
Perawatan
: sedang
Habitus
: jinak
Gizi
: sedang
Pertumbuhan
: sedang
Sikap berdiri
: tegak pada keempat kakinya
Suhu tubuh
: 38.9 oC
Pulsus
: 104 x/menit
Frekuensi nafas
: 80 x/menit
CRT
: <3 detik
Mukosa
: pucat
Gejala klinis Hewan terlihat dispnoe, kifosis, regio abdomen mengempis dan mukosa terlihat pucat. Diagnosa Hernia diafragmatika Diferential diagnosa Pneumotoraks, pleural effusion, pneumonia. Pemeriksaan lanjutan : X ray
Right laterolateral
Ventrodorsal Dari gambar diatas terlihat garis diafragma hilang, bayang-bayang jantung hilang, displasia paru-paru, terlihat ada gas di ruang thorak dan gagal menemukan lambung atau hati di ruang abdomen. Gambaran normal terlihat seperti gambar di bawah ini :
Peritoneopericardial Diaphragmatic Hernia (PPDH) Kelainan genetik yang disebabkan oleh defek pada saat pemisahan perikardium dengan diafragma saat dalam kandungan, namun hal ini belum dapat dipastikan. Kejadian ini biasa terjadi pada hewan kecil terutama anjing ras Weimeraners dan kucin ras Himalayan (Miller 2002; Sisson 2007). Umumnya terjadi pada usia di bawah satu tahun atau bisa juga terjadi pada usia 1-4 tahun. Hewan yang menderita PPDH akan menunjukkan gejala klinis gangguan gastrointestinal seperti muntah, anoreksia, dan diare. Selain itu juga terlihat gangguan pernafasan seperti batuk, bersin, sampai kesulitan bernafas. Gejala lain juga terlihat seperti gagal jantung kongesti, pembendungan jantung, dan distensi abdomen (jarang ditemukan). Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi, dan diagnosa penunjang seperti Xray dan USG. Saat di palpasi di bagian abdomen tidak teraba organ-organ di abdomen. Saat di auskultasi terdengar suara murmur pada daerah jantung. Saat di Xray akan terlihat masuknya organ hati, lambung, omentum, limpa, dan sebagian usus halus ke rongga dada. Treatment yang bisa diberikan ialah pembedahan untuk memperbaiki defek diafragma. Jika hewan tidak menampakkan gejala klinis (asimptomatik), maka tidak disarankan untuk melakukan operasi. Hal ini dikarenakan hanya sebagian dari hati dan omentum yang memasuki kantung perikardium. Perawatan Pre-operatif Kasus hernia diafragmatika memiliki tanda-tanda klinis yang mencolok seperti adanya sesak napas dengn tipe pernapasan abdominal. Disamping anamnesa dan
tanda-tanda
klinis,
diagnosa
juga
ditegakkan
dengan
pembuatan
foto rontgen bagian thoraks dengan posisi lateral. Kasus hernia diafragmatika ini angka kematiannya cukup tinggi karena adanya perdarahan di dalam rongga thoraks atau hipoksia. Adapun management pre operatif yang dapat dilakukan adalah meletakkan hewan pada posisi yang nyaman sehingga hewan dapat bernapas. Management pre operatif yang dilakukan tidak banyak membantu karena kondisi dari organ abdominal
yang menekan daerah paru-paru dalam jangka waktu lama akan menyebabkan hewan hipoksia (kekurangan oksigen) dan dapat berakibat fatal bila tidak segera ditangani. Hidrasi, kekurangan asam basa dan elektrolit perlu diperiksa sebelum melakukan operasi. Terapi/ Treatment Operasi Operasi reposisi, menutup cincin hernia dan pengembalian tekanan negatif rongga dada melalui laparotomi medianus anterior. Prinsip penanganan sama dengan kasus trauma lainnya, yaitu dengan berpedoaman pada airway, breathing dan circulation. Ruptur diafragma biasanya memerlukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya obstruksi usus, strangulasi dan gangguan kardiorespiratori. Laparoskopi rutin digunakan pada kasus trauma abdomendan bermanfaat untuk menghindari tindakan laparotomi yang tidak perlu. Laparoskopi biasanya juga digunakan untuk memperbaiki ruptur diafragma namun hal ini hanya untuk pasien dengan hemodinamik yang stabil. Thorakoskopi digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma thorak dan untuk mendiagnosa adanya hernia diafragmatika, jahitan pada diafragma dapat dikerjakan bila defek pada diafragma ukurannya kecil dan herniasi ke rongga thorak minimal. Tindakan laparotomi dapat dikerjakan apabila didapatkan trauma lain didaerah abdomen, sedangkan thorakotomi dikerjakan apabila ada trauma di daerah thorak, robekan besar serta terjadi herniasi yang besar dan munculnya empiema. Adanya adhesi yang kuat akibat proses herniasi yang lama dapat dengan mudah diatasi dengan thorakotomi. Defek pada diafragma tersebut di perbaiki dengan melakukan jahitan dengan benang silk interupted dan bila memungkinkan dilakukan. Penutupan spontan dari robekan diafragma biasanya tidak akan terjadi, oleh karena adanya perbedaan tekanan antara kavum abdomen dengan kavum thorak yang
akan menyebabkan bertambah besarnya ukuran defek, ruptur diafragma yang akut dapat dilakukan pendekatan operasi melalui abdomen dengan insisi laparotomi mid line, sekaligus untuk mengevaluasi adanya trauma pada organ-organ intra abdomen lainnya. Laparoskopi eksplorasi juga bisa menjadi pertimbangan untuk diagnosis dan sekaligus terapi yang bersifat minimal invasive. Laparoskopi juga dapat menjadi pilihan terapi pada keadaan ruptur diafragma akibat trauma tusuk atau trauma tembak. Pengembalian tekanan negative thoraks Menurut Harari (2004), tekanan negatif toraks dapat dikembalikan dengan menempatkan tube torachostomy atau melalui torakosentesis perkutan atau transdiafragmatika. Torakosentesi transdiafragmatika adalah pilihan yang ideal karena membolehkan operator melihat restorasi tekanan negatif toraks apabila diafragma kembali ke bentuk cekung normalnya.Kegagalan untuk mengembalikan atau memelihara tekanan diferensiasi transdiafragma (mengembalikan bentuk normalnya) akan menyiagakan operator tentang keberadaan kebocoran tertentu dan membantu identifikasi luka lain pada diafragma. Menurut Yool (2012), setelah luka di diafragmatika ditutup, torakosentesis jarum dapat dilakukan melalui diafragma untuk mengeluarkan kebanyakan udara dari rongga toraks. Sebaiknya tidak dilakukan pengembangan paru-paru secara dipaksa untuk mengeluarkan udara apabila ikatan terakhir pada diagfragma dibuat karena sangat berbahaya; dapat meyebabkan trauma pada alveoli karena over inflation dan mengakibatkan inflamasi alveolar dan flooding. Menurut Yool (2012) juga, ini mugkin hal yang menyebabkan tingginya mortalitas perioperatif pada kasus operasi ruptur diafragma sebelum tindakan operasi itu dihentikan.
Perawatan Post Operasi Perawatan post operasi meliputi perawatan jangka pendek (setelah pembedahan) dan perawatan jangka panjang. Perawatan jangka pendek adalah perawatan yang meliputi deteksi dan tata laksana perawatan komplikasi yang
mungkin timbul post operasi seperti kerusakan jahitan, perdarahan, distress pernapasan, hypothermia, produksi urin yang menurun, infeksi dan obstruksi usus. Pengawasan yang dilakukan saat pasien masih dirawat adalah monitoring pernapasan, evaluasi neurologis, dan masalah pemberian makanan. Pernapasan pasien awal post operasi dibantu dengan memakai ventilator untuk mengontrol pernafasan hingga pernafasan benar-benar adekuat yang umumnya dirawat selama 7 hari. Penanganan pasien yang sering bergerak adalah dengan pemakaian oxygen chamber yaitu sebuah ruangan khusus yang dialirkan oksigen ke dalamnya. Penggunaan oxygen chamber memudahkan pasien untuk tetap terkontrol pernapasannya tanpa terganggu aktivitasnya. Perawatan post operasi jangka panjang adalah pemantauan pasien untuk menilai terjadinya tanda-tanda kesulitan bernafas, gangguan neurologis, infeksi pernafasan, dan kembali terjadinya hernia.
Gambar Pasien kucing di dalam oxygen chamber Kesimpulan Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada diafragma. Operasi reposisi, menutup cincin hernia dan pengembalian tekanan negatif rongga dada melalui laparotomi medianus anterior. Perawatan post operasi meliputi perawatan jangka pendek (setelah pembedahan) dan perawatan jangka panjang.
Daftar Pustaka Harari J. 2004. Small Animal Surgery Secrets. Ed-2. USA: Hanley & Belfus Inc. Mazzaferro EM. 2010. Blackwell’s Five-MinuteVeterinary Consult, Clinical Companion: Small AnimalEmergency andCritical Care. Singapore: John Wiley & Sons, Inc. Miller MW.2002. Pericardial Diseases. The 26th Annual Waltham Diets/ OSU Symposium USA: Waltham USA. Putra Sanjaya, Hamid Abdul, Semadi IN. 2006. Hernia bochdalek. Sari Pediatri 7:232-236. Shackleton KL, Stewart ET, Taylor AJ. Traumatic diaphragmatic injuries: Spectrum of radiographic findings. Radiographics, 1998 Jan - Feb; 18(1): 49-59. Sisson D. 2007. Pericardial Disease of The Dog and Cat. www.google.com. (sambung berkala) http://shlbox.de. [02 April 2008] Slatter Doughlas.2003.Textbook of Small Animal Surgery Volume 2.USA:Elsevier Science Vermillion JM, Wilson EB, Smith RW. Traumatic diaphragmatic hernia presenting as a tension fecopneumothorax. Hernia, 2001, Sept. 5(3): 158-60. Yool DA. 2012. Small Animal Soft Tissue Surgery. Cambridge: CABI