PRESENTASI REFERAT HEMOFILIA
Disusun oleh: Galuh Ajeng Parandhini Pembimbing: dr. Nur Faizah Sp.A SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2016
PENDAHULUAN • Hemofilia adalah kelainan genetik pada darah yang disebabkan adanya kekurangan faktor pembekuan darah. • Perkiraan insidensi hemofilia berkisar antara 1-4 juta populasi. • Jumlah orang yang terkena di seluruh dunia diperkirakan kurang lebih 400.000. Hemofilia A lebih sering dijumpai daripada hemofilia B, yang merupakan 80-85% dari keseluruhan. • Hemofilia A timbul jika ada kelainan pada gen yang menyebabkan kurangnya fVIII. Sedangkan, hemofilia B disebabkan kurangnya fIX . • Manifestasi perdarahan yang timbul bervariasi dari ringan , sedang dan berat.
DEFINISI
Hemofilia adalah kelainan perdarahan kongenital terkait kromosom X. Hemofilia disebabkan oleh defisiensi faktor koagulasi VIII (FVIII) (Hemofilia A) yaitu 85% atau faktor IX (FIX) (Hemofilia B) 15% yang berkaitan dengan mutasi gen faktor pembekuan. Hemofilia bisa disebabkan rendahnya jumlah faktor pembekuan ataupun pembentukan faktor pembekuan yang tidak komplit (Tambunan et al, 2010; Srivastava, 2015)
EPIDEMIOLOGI • 257.182 penderita kelainan perdarahan di seluruh dunia, di antaranya125.049 penderita hemofilia A dan 25.160 penderita hemofilia B. Penderita hemofilia mencakup 63% seluruh penderita dengan kelainan perdarahan (WFH, 2010) • Insidensi hemofilia A berkisar antara 1 kasus/5000 laki-laki, dan diperkirakan 1/3 diantaranya tidak didapatkan riwayat keluarga dengan hemofilia. Hemofilia B berkisar antara 1 kasus/25.000 laki-laki, merupakan ¼ dari seluruh kasus hemophilia. (Agaliotis, 2012).
Cont’d • Insidensi hemofilia A di Eropa dan Amerika Utara1 kasus diantara 5000 bayi laki-laki lahir hidup. Insidensi hemofilia B 1 kasus diantara 30.000 bayi laki-laki lahir hidup. Di AS prevalensi hemofilia A berkisar 20,6 kasus diantara 100.000 laki-laki dan 60% diantaranya berat. Sedangkan untuk hemofilia B berkisar 5,3 kasus/100.000 laki-laki, 44% diantaranya berat (Agaliotis, 2012). • Di Indonesia dengan jumlah penduduk kurang lebih 220 juta jiwa, diperkirakan 20.000 penderita hemofilia, hingga tahun 2007 terdapat 1130 pasien hemofilia (Himpunan Masyarakat Hemofilia, 2007)
-Hemofilia disebabkan oleh faktor gen atau keturunan. hemofilia A dan B, kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait –X Hemofilia juga dapat disebabkan oleh mutasi gen (Hoffbrand, 2003; Muscari et al, 2005). -Penyebab hemofilia karena adanya defisiensi salah satu faktor yang diperlukan untuk koagulasi darah akibat kekurangna faktor VIII atau XI, sehingga terjadi hambatan pembentukan trombin yang sangat penting untuk pembentukan normal bekuan fibrin fungsional yang normal dan pemadatan sumbat trombosit yang telah terbentuk pada daerah jejas vaskular. -Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII, sedangkan hemofilia B disebabkan karena defisiensi F IX.
PATOGENESIS
• Hemostasisnormal memerlukan aktivitas faktor VIII minimal 25 persen, gejala hemofilia akan timbul bila kadar faktor VIII fungsional dalam sirkulasi kurang dari 5 persen dan kadar faktor VIII memiliki korelasi erat dengan keparahan klinis penderita • Nilai rujukan aktifitas F IX berkisar 50-150%.
PENEGAKAN DIAGNOSIS -
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium.
-
Salah satu gejala khas dari hemofilia adalah hemarthrosis yaitu perdarahan ke dalam ruang sinovia sendi, misalnya pada sendi lutut, lengan dan bahu.
-
Fenomena perdarahan yang terlambat (delayed bleeding) yang juga merupakan gejala khas dari hemofilia.
-
Perdarahan bawah kulit atau di dalam otot juga merupakan manifestasi hemofilia yang paling umum.
Cont’d Beratnya perdarahan pada seorang penderita hemofilia ditentukan oleh kadar F VIII C di dalam plasma. Berdasarkan kadar FVIII C dan klinik, hemofilia dibagi 4 golongan (Elzinga, 2012) : Hemofilia berat : kadar F VIII C di dalam plasma 0-2% Perdarahan spontan sering terjadi. Perdarahan pada sendi-sendi (hemarthrosis) sering terjadi. Perdarahan karena luka atau trauma dapat mengancam jiwa. Hemofilia sedang: kadar F VIII C di dalam plasma 3-5% Perdarahan serius biasanya terjadi bila ada trauma. Hemarthrosis dapat terjadi walaupun jarang dan akalu ada biasanya tanpa cacat. Hemofilia ringan : kadar F VIII C di dalam plasma berkisar antara 6-25% Perdarahan spontan biasanya tidak terjadi. Hemarthrosis tidak ditemukan. Perdarahan biasanya ditemukan sewaktu operasi berat, atau trauma. Sub hemofilia Beberapa penulis menyamakannya dengan karier hemofilia. Kadar F VIII C 2650%. Biasanya tidak disertai gejala perdarahan. Gejala mungkin terjadi sesudah suatu operasi besar dan lama.
1. Pemeriksaan Laboratorium Derajat berat ringannya hemofilia didasarkan pada konsentrasi FVIII atau FIX di dalam plasma. Defisiensi protein pada hemofilia A dan hemofilia B menyebabkan terjadinya abnormalitas dari whole blood clotting times, prothrombin time (PT), dan aktifitas partial thromboplastin times (aPTT).
2. Pemeriksaan Pencitraan - Hipertropi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis, dan kerusakan kartilago yang progresif dengan terbentuknya bone kista dapat diperlihatkan dengan film konvensional. - Pemeriksaan Ultrasonography digunakan untuk evaluasi sendi yang berkaitan dengan efusi akut atau kronik. -MRI digunakan untuk evaluasi kartilago, sinovial dan hubungan antara sendi.
PENATALAKSANAAN • Sumber faktor VIII adalah konsentrat faktor VIII dan kriopresipitat • Sumber faktor IX adalah konsntrat faktor IX dan FFP • Replacement therapy diutamakan menggunakan konsentrat Faktor VIII/IX, jika tidak tersedia maka diberikan kriopresipitat atau FFP
- 1-deamino-8-D-arginine vasopressine (DDAVP) dapat menaikkan kadar F VIII C 3-6 kali lipat. Dosis 0,2-0,5 ug/kgBB dilarutkan dalam 30 cc garam fisiologis dan diinfus selama 15-20 menit - Asam traneksamat dapat mengurangi perdarahan pada hemofilia - Kortikosteroid dapat diberikan pada sinovitis akut yang terjadi sesudah serangan akut hemarthrosis. - Bila terjadi suatu rasa sakit yang hebat pada sendi, atau rasa sakit sebab lainnya, obat analgetik dapat diberikan
- Timbulnya inhibitor. - Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang - Infeksi yang ditularkan oleh darah
PROGNOSIS • Pemberian profilaktik anti hemofilia faktor lebih awal dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas penderita hemofilia A dan B. • Angka bertahan hidup penderita dapat mencapai 11 tahun tergantung dari beratnya penyakit dan pengobatan yang diberikan. • Prognosis ini akan diperburuk oleh komplikasi virus selama pemberian terapi pengganti. Demikian juga halnya jika terjadi perdarahan intrakranial maupun organ vital lainnya (Elstrom, 2012).
-Pencegahan terhadap trauma dan perdarahan akibat trauma -Pencegahan terhadap penggunakan aspirin dan (NSAIDs). -Vaksinasi tetap dilakukan pada semua orang termasuk pada bayi, terutama untuk vaksin hepatitis B. -Adanya riwayat hemofili dalam keluarga maka selama masa kehamilan harus diperiksa kemungkinan adanya defek genetik pada ibu amniocentesis dan chorionic villus sampling (CVS)
Kesimpulan • Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen F VIII atau F IX, dikelompokkan sebagai hemofilia A dan hemofilia B dan termasuk penyakit resesif terkait-X. • Gambaran klinis yang sering terjadi pada pasien dengan hemofilia adalah adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan, pembengkakan, nyeri, dan kelainankelainan degeneratif pada sendi, serta keterbatasan gerak.
• Terapi pengganti (replacement therapy) dikembangkan dengan tujuan meminimalisir munculnya komplikasi dan sequelae akibat hemophilia pada anak • Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien hemofilia adalah timbulnya inhibitor, kerusakan sendi akibat perdarahan berulang, infeksi yang ditularkan oleh darah.
DAFTAR PUSTAKA • • • • • • • • •
Agaliotis DP. Hemophilia, overview. Department of Medicine, Division of Hematology/Medical Oncology. University of Florida Health Science Center at Jacksonville. 2012. Betz, Cecily L.. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik E/3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Elstrom R. Hemophilia A. University of Pennsylvaina Medical Center, Phiiladelphia, PA. Review provided by VeriMed Healthcare Network. 2012. Elzinga HS. Hemophilia. In : Christopher T. Coughlin (ed). Hematology. 2012. Furlong MA. Haemophilia. Departement of Emergency Medicine Georgetown University Hospital. 2006. Hans PK, Peter JG. Plasminogen-Activator Inbibitor Type 1 and Coronary Artery Disease. N Eng J Med 2000, 342 : 1792 – 1801. Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita Selekta Haematologi (Essential Haematology). Edisi kedua Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran; 2006.p. 231-46 Horald RR, Hoffman M. Hemophilia A and Hemophilia B. In : Ernest B, Marshall A.2011 Kitchen, S. and Angus McCraw. Diagnosis of hemophilia and other bleeding disorders: A laboratory manual. World Federation of Hemophilia. 2000.
• • • • • •
Lichtman, Barry SC (eds). Williams Hematology 6th ed, Philadelphia : Lippincot Wiliams andWilkins; 2011.p.1639-55 Mathew P. Hemophilia C. Montoya Hemophilia Center. Department of Pediatrics, University of New Mexico. 2012. Srivastava A. Guidelines For The Management Of Hemophilia. World Federation of Hemophilia. 2005. Tambunan KL, Widjanarko A. Kelainan hemostasis bawaan. Dalam : Ssoeparman dkk (eds). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2010 : 452-9.
TERIMA KASIH