BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam era globalisasi, tuntutan pengelolaan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi karena pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat sekitar Rumah Sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak memenuhi standar.1 Dengan berkembangnya konsep kesehatan pekerja (Workers’ Health) diharapkan dapat memberikan pengertian yang lebih luas dari kesehatan kerja (Occupational Health), maka tidak hanya masalah kesehatan yang berkaitan pekerjaan, tapi juga masalah kesehatan umum yang mempengaruhi produktivitas kerja.1 Dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselanggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperlihatkan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam criteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS tetapi juga pasien dan pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di Rumah Sakit.2 Potensi bahaya di RS selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi kondisi dan situasi di Rumah Sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan ynag berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya,gas-gas anastesi, gangguan
1
psikososial, dan ergonomic. Semua potensi bahaya tersebut diatas jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun pengunjung yang ada di lingkungan RS.2 Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekrja di industry lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains, strains : 52%; confusion, crushing, bruising: 11%; cuts, laceration, punctures: 10,8%; fractures: 5,6%; multiple injuries: 2,1%; thermal burns; 2% scratches, abrasions: 1,9%; infections:1,3%; dermatitis: 1,2%; dan lain-lain: 12,4% (US Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics 1983).2 Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat maka tuntutan pengelolaan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi karena Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit, pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat sekitar Rumah Sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak memenuhi standar.3 Di dunia Internasional, program K3 telah lama diterapkan di berbagai sektor industri (akhir abad 18), kecuali di sektor kesehatan. Perkembangan K3RS tertinggal dikarenakan fokus pada kegiatan kuratif, bukan preventif. Fokus pada kualitas pelayanan bagi pasien, tenaga profesi di bidang K3 masih terbatas, organisasi kesehatan yang dianggap pasti telah melindungi diri dalam bekerja.3 Rumah Sakit sebagai institusi
pelayanan
kesehatan
bagi
masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu
2
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Selain dituntut mampu memberikan pelayanan dan pengobatan yang bermutu,
Rumah
Sakit
juga
dituntut
harus
melaksanakan
dan
mengembangkan program K3 di Rumah Sakit (K3RS) seperti yang tercantum dalam buku Standar Pelayanan Rumah Sakit dan terdapat dalam instrumen akreditasi Rumah Sakit.3 Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal 165 : ”Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja”. Berdasarkan pasal di atas maka pengelola tempat kerja di Rumah Sakit mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya. Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja. Rumah Sakit harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien, penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya di Rumah Sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit dituntut untuk melaksanakan Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Rumah Sakit dapat dihindari.3 Pelayanan radiologi sebagai bagian yang terintergrasi dari pelayanan kesehatan secara menyeluruh merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 dimana kesehatan adalah hak fundamental setiap rakyat dan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Bertolak dari hal tersebut serta makin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka pelayanan radiologi sudah selayaknya memberikan pelayanan yang berkualitas.4 Penyelenggaraan pelayanan radiologi umumnya dan radiologi diagnostic khususnya telah dilaksanakan di berbagai sarana pelayanan kesehatan, mulai dari sarana pelayanan kesehatan sederhana, seperti puskesmas dan klinik-klinik swasta, maupun sarana pelayanan kesehatan
3
yang berskala besar seperti rumah sakit kelas A. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi dewasa ini telah memungkinkan berbagai penyakit dapat dideteksi dengan menggunakan fasilitas radiologi diagnostik yaitu pelayanan yang menggunakan radiasi pengion dan non pengion. Dengan berkembangnya waktu, radiologi diagnostik juga telah mengalami kemajuan yang cukup pesat, baik dari peralatan maupun metodanya.4 Agar penyelenggaraan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) lebih efektif, efisien dan terpadu diperlukan sebuah manajemen K3 baik bagi pengelola maupun karyawan sehingga pada era globalisasi sangat diharapkan kontribusi mereka dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan tercermin dengan meningkatnya profesionalisme, kemandirian, etos kerja dan produktivitas kerja. Untuk mendukung itu semua diperlukan tenaga kerja dan lingkungan kerja yang sehat, selamat, nyaman dan menjamin peningkatan produktivitas kerja.6 I.2. Tujuan 1.2.1. Tujuan Umum Untuk memanatu aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dengan metode Walk-through Survey terhadap petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar. 1.2.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui tentang faktor hazard yang dialami petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. a. Untuk mengetahui tentang faktor fisik di lingkungan kerja Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar. b. Untuk mengetahui tentang faktor Kimia di lingkungan kerja Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar. c. Untuk
mengetahui
tentang
faktor
Biologi
di
lingkungan kerja Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.
4
d. Untuk
mengetahui tentang
faktor Ergonomi
di
lingkungan kerja Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar. e. Untuk mengetahui tentang faktor Psikososial di lingkungan kerja Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar. 2. Untuk mengetahui tentang alat kerja yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina 3. Untuk mengetahui APD yang digunakan petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. 4. Untuk mengetaui ketersediaan obat P3K di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. 5. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum kerja, berkala, berkala khusus) bagi petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. 6. Untuk mengetahui tentang peraturan pimpinan rumah sakit tentang K3 di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. 7. Untuk mengetahui keluhan atau penyakit yang dialami berhubungan dengan pekerjaan pada petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1.Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja Kesehatan kerja adalah ilmu yang mempelajari dua arah hubungan antara
pekerjaan
dan
kesehatan.4 Menurut
International
Labour
Organisation dan World Health Organisation Committee on Occupational Health pada tahun 1950, definisi dari kesehatan kerja adalah 'Occupational Health should aim at – the promotion and maintenance of the highest degree of physical, mental and social well being of workers in all occupations; the prevention among workers of departures from health caused by their working conditions; the protection of workers in their employment from risks resulting from factors adverse to health; placing and maintenance of a worker in an occupational environment adapted to his physiological and psychological equipment and, to summarise, the adaption of work to people and of each person to their job.7 Definisi di atas jika diartikan adalah sebagai berikut: Keselamatan kerja merupakan suatu upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahtaraan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan diantara pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologi; dan diringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada jabatannya.8 Dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat yang
6
memiliki resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.9 Kerja merupakan aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor, dsb). Dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan tersebut. Kesehatan kerja bertujuan untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. 8 Tujuan akhir dari kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan suatu prakondisi yang menguntungkan bagi masyarakat pekerja tersebut. Prakondisi inilah yang disebut sebagai determinan kesehatan kerja yang meliputi beban kerja, kapasitas kerja dan lingkungan kerja. 8
II.2.Prinsip Dasar Kesehatan Kerja II.2.1. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja Ruang lingkup kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerja dan lingkungan kerjanya baik secara fisik maupun psikis dalam hal cara/metoda kerja, proses kerja dan kondisi kerja yang bertujuan untuk:10 a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua lapangan pekerjaan yang setinggi-tingginya baik secara fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya. b. Mencegah gangguan kesehatan masyarakat pekerja
yang
diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya. c. Memberikan perlindungan bagi pekerja didalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh aktor-faktor yang membahayakan kesehatan. d. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya. II.2.2. Jenis Pelayanan Kesehatan Kerja
7
Pelayanan kesehatan kerja merupakan program pelayanan paripurna yang terdiri dari: pelayanan promotif, pelayanan preventif, pelayanan kuratif, pelayanan rehabilitatif yang dilaksanakan dlm suatu sistim terpadu.11 Tabel 1. Jenis Pelayanan Kesehatan Kerja11 Promotif
Pendidikan
dan
penyuluhan
tentang kesehatan kerja
Pemeliharaan berat badan ideal
Perbaikan gizi, menu seimbang dan pemilihan makanan yang sehat dan aman
Pemeliharaan lingkungan kerja yang sehat
berkala dan khusus.
Imunisasi
Kesehatan Lingkungan Kerja
Perlindungan
Pelayanan
diberikan
pada
manusia
Pengendalian
dgn
bahaya
umum maupun penyakit akibat
untuk
dapat
menggunakan kemampuannya yang masih
Pelayanan diberikan meliputi pengobatan terhadap penyakit
Rehabilitatif Latihan dan pendidikan pekerja
gangguan kesehatan.
pekerjaan
Penyerasian
lingkungan kerja
pekerja yang sudah mengalami
thd
mesin alat kerja (ergonomi)
Kuratif
diri
bahaya-bahaya pekerjaan
Olah raga dan rekreasi
Preventif Pemeriksaan kesehatan awal,
ada secara maksimal.
Penempatan kembali pekerja yang cacat secara selektif sesuai kemampuannya
II.3.Aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja II.3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan dan Keselamatan Kerja A. Faktor Fisik, yang merupakan hazard lingkungan kerja berupa:
8
-
Noise (kebisingan) dapat diartikan sebagai suara yag tidak dikehendaki yaitu alam bentuk gelombang yang disalurkan melalui benda padat,cair dan gas. Bunyi dapat didengar oleh telinga karena adanya rangasangan getaran. Kualitas suara dapat ditentukan oleh dua faktor yaitu, frekuensi dan intensitas suara. Kebisingan ditempat kerja dapat muncul karena penggunaan peralatan produksi yang mengeluarkan suara, seperti mesin-mesin produksi. Pengaruh kebisingan terhadap karyawan yaitu berupa gangguan kenyamanan dan kesehatan yang menimbulkan ketulian. Adapun jenis-jenis kebisingan adalah: 11 o Kebisingan continue, kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin yang
berbunyi terus-menerus seperti
generator dll o Kebisingan intermitten, kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin yang tidak beroperasi secara terus-menerus seperti gurinda dll o Kebisingan impulsive, kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin atau peralatan yang penggunaannya terjadi hentak-hentakan seperti mesin tumbuk dll. -
Fibrasi (getaran mekanik) terdapat benda yang menimbulkan getaran
dimana
getaran
tersebut
berakibat
timbulnya
resonansi pada alat-alat tubuh sehingga pengaruhnya bersifat mekanis. Biasanya pengaruhnya disalurkan melalui lantai, tempat duduk atau melalui alat tangan yang digunakan. Misalnya saat mengendarai mobil atau traktor. Adapun pengaruh
getaran
terhadap
tubuh
karyawan
yaitu
menimbulkan ketidaknyamanan, kelelahan dan bahaya bagi kesehatan.11,12
9
-
Radiasi, adalah hazard kesehatan dilingkungan tempat kerja dan dibagi menjadi 2 golongan yaitu radiasi mengion dan radiasi yang tidak mengion. o Radiasi mengion, umumnya dapat ditemui ditempat kerja karena penggunaan alat yang menggunakan bahan radiasi, atau mempunyai inti yang tersusun dari proton dan neutron. Proton mempunyai muatan positif dan neutron muatan negative. Radiasi ini terbagi atas 5 jenis, radiasi sinar alfa, beta, gamma, sinar X dan neutron. o Radiasi tidak mengion, Sinar adalah murni energy disebut sebagai energy elektromagnetik dan karena karakternya berbagai jenis sinar mengacu pada karakteristik gelombang. Energi sinar berkaitan dengan panjang gelombang dan panjang gelombang yang lebih pendek maka energinya lebih tinggi. Radiasi ini terdiri dari gelombang nikro (microwave), sinar laser, sinar inframerah dan sinar ultraviolet. Berbagai efek radiasi, yaitu sinar X dan gamma dapat menimbulkan luka bakar pada jaringan yang terkena. Sinar inframerah dapat menimbulkan katarak pada mata, sinar ultraviolet dapat menimbulkan konjungtivitis, dll.11,12
-
Temperatur yang ekstrim, suhu ekstrim merupakan hazard kesehatan ditempat kerja yang disebabkan karena suhu sangat rendah dan ringgi, keadaan ini bisa disebabkan karena iklim yang ada juga ditimbulkan karena dalam proses produksi memerlukan
temperature
yang
ekstrim.
Untuk
mengidentifikasi adanya pengaruh temperature rendah maka dapat dilihat dari karyawan yang bekerja di pabrik freezer, pengepalan daging dan pertanian didekat kutub. Sedangkan
10
temperature tinggi misalnya pada pengecoran batubara, ruang pembakaran dll yang operasinya memerlukan suhu tinggi. 13 B. Faktor Kimia Identifikasi hazards kimia dan identifikasi bahwa di dalam udara tempat kerja terdapat hazards kimia, kita harus mengetahui bahan kimia yang digunakan sebagai raw materials, hasil produksi, dan hasil sampingannya (by-product). Informasi penting lainnya yang diperlukan dapat diperoleh dari Material Safety Data Sheet (MSDS), yaitu yang harus disuplai oleh pabrik atau importir bahan kimia tersebut.14 Pembagian bahan kimia yang merupakan kontaminasi (pencemar) udara dapat digolongkan menjadi : -
Dust (Debu). Debu adalah partikel padat yang dihasilkan oleh perlakuan, penghancuran, pengendaraan, ledakan, dan pemecahan terhadap material organik dan anorganik. Debu yang mempunyai ukuran 5-10 mikrometer akan tertahan pada saluran pernapasan bagian atas. Partikel atau debu berukuran 3-5 mikrometer akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengah, sedangkan debu yang berukuran 1-3 mikrometer akan tertinggal pada permukaan alveoli paru-paru.
Debu
yang
berukuran
kurang
dari
0,1
mikrometer akan bergerak keluar masuk alveoli. -
Fumes (uap cair). Fumes adalah partikel yang terbentuk dari kondensasi tahap gas, umumnya terjadi karena penguapan setelah benda terlebur dan diameter kurang dari 1,0 mikrometer.
-
Smoke (asap). Asap terdiri dari unsur karbon atau partikel jelaga yang ukurannya kurang dari 0,1 mikrometer. Dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna dari benda yang mengandung karbon seperti batu bara dan minyak.
11
Asap umumnya mengandung titik-titik (droplets) partikel kering. -
Mists (kabut). Kabut adalah titik-titik cairan halus (liquid droplets) yang terbentuk dari kondensasi uap kembali menjadi bentuk cair, atau pemecahan dari bentuk cair menjadi tingkat terdepresi, seperti proses deburan air (spashing, forming, pemecahan atom cairan/atomizing)
-
Gas adalah bentuk zat yang tidak mempunyai bangun tersendiri, melainkan mengisi ruangan tertutup pada kondisi suhu dan tekanan normal. Bentuknya dapat berubah menjadi cair pada kondisi suhu dan tekanan yang tinggi.
-
Vaspor (uap) adalah bentuk penguapan dari benda yang dalam keadaan normal dalam bentuk padat atau cair. Penguapan adalah proses dari suatu bentuk cair ke bentuk uap bercampur dengan udara sekitarnya. Dengan mengetahui bentuk dan ukuran-ukuran bahan
pencemaran udara adalah penting dalam program kesehatan lingkungan kerja (pengenalan, evaluasi, pengendalian hazards) dan juga dalam menentukan pemilihan alat pelindung diri yang tepat. Terdapat 3 cara dimana bahan kimia dapat masuk ke dalam tubuh manusia, yaitu melalui:11,12 -
Saluran pernapasan Bahan kimia yang merupakan kontaminan udara dapat langsung terhirup melalui alat pernapasan. Bahan kimia yang masuk melalui paru-paru dapat langsung masuk ke dalam aliran darah, dan oleh darah tersebut terbawa ke seluruh tubuh.
- Kulit juga merupakan pintu masuk bahan kimia ke dalam tubuh, yaitu melalui cara absorbsi. Beberapa bahan kimia dapat terserap oleh lubang rambut, terserap pada lemak dan minyak kulit seperti senyawa organik, pestisida organopirospate. Bahan
12
kimia
yang
terabsorbsi
melalui
kulit
tersebut
dapat
menimbulkan keracunan secara sistemik. -
Saluran pencernaan Di tempat kerja orang tidak sadar dan sengaja terminum atau termakan bahan kimia beracun. Oleh karena itu pekerja tidak diperkenankan makan, minum, atau merokok di tempat kerja. Sebelum makan dan minum diharuskan mencuci tangan dengan bersih. Bahan kimia beracun yang terserap melalui cairan alat pencernaan dapat masuk ke dalam darah melalui sistem saluran pencernaan tersebut.
C. Faktor Biologi Hazards biologis dapat berupa binatang, bakteri, jamur, dan virus.
Hazards
biologis
yang
berupa
binatang
dapat
dikenali/diidentifikasi dengan adanya kehidupan binatang yang dapat dilihat, seperti binatang buas dan binatang penyebar penyakit (lalat, nyamuk, dan tikus). Akan tetapi untuk jenis-jenis bakteri, jamur dan virus tidak mudah dilakukan identifikasi terutama bagi kesehatan. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan observasi terhadap karyawan-karyawan
yang
sedang
menderita
penyakit.
Mikroorganisme yang berbahaya ditempat kerja tergantung pada lingkungan tempat kerjanya. Di laboratorium, pekerja yang bekerja di laboratorium mempunyai risiko yang sangat besar untuk terinfeksi terutama jika laboratorium tersebut menangani organisme pathogen atau bahan yang mengandung organisme pathogen.11,12 D. Faktor Psikososial Beberapa contoh faktor psikososial di lingkungan kerja para petugas kasir yang dapat menyebabkan stress antara lain: 11,12 -
Pekerjaan seringkali bersifat emergensi dan menyangkut kepuasan seseorang. Untuk itu para petugas kasirdituntut memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahtamahan. 13
-
Pekerjaan yang sangat monoton.
-
Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.
-
Beban mental karena menjadi penanggung jawab atas sektor pelayanan dan penerimaan uang.
E. Faktor Ergonomi Istilah ergonomi pertama kali digunakan oleh sekelompok ilmuwan inggris pada tahun 1950, yang berasal dari dua kata Yunani, yaitu ergon dan nomos. Ergon berarti kerja sedangkan nomos berarti humum atau aturan. Secara keseluruha ergonomic berarti hukum atau aturan yang berkaitan dengan kerja.3 Ergonomi merupakan ilmu berupaya untuk menyerasikan mesin dan pekerja, tanpa menganggap pekerja harus menyesuaikan diri dengan mesin dan lingkungan. Dalam hal ini, pengukuran keselarasan pekerjaan dengan pekerja meliputi pemeriksaan sejumlah faktor yaitu: pekerja, mesin, dan lingkungan.4 International Labour Organization (ILO) mendefinisikan ergonomi sebagai penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan. Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidak sesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja.5 Dasar pokok keilmuan dari ergonomi adalah : 15 1. Anatomi : yaitu ilmu urai yang mencakup ukuran tubuh (antropometri) dan juga mempelajari aplikasi kekuatan yang termasuk biomekanik.
14
2. Faal : yaitu faal kerja yang mempelajari pemakaian energi, ilmu faal lingkungan yang mempelajari lingkungan terhadap fungsi tubuh. 3. Psikologis : yang meliputi ilmu tingkah laku yang dapat memperngaruhi keterampilan, motivasi, latihan, usaha dan lainlain. Apabila dalam menyelesaikan pekerjaan orang tidak memerlukan peralatan, bukan berati ergonomi tidak berlaku. Dalam hal ini ergonomi dapat berlaku yakni bagaimana mengatur cara atau metode kerja sehingga meskipun hanya dengan menggunakan anggota tubuh saja pekerjaan itu dapat terselesaikan dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan.16 Tujuan penggunaan ergonomi dapat disimpulkan sebagai berikut : 15 1. Mendapatkan derajat kesehatan tenaga kerja yang tinggi dengan produktivitas kerja yang maksimal. 2. Mendapatkan derajat kesehatan lingkungan yang optimal 3. Memperoleh lingkungan kerja dan penggunaan alat-alat yang nyaman,
tidak
membosankan,
mengurangi
kelelahan,
mengurangi bahaya dan meningkatkan keselamatan kerja seoptimal mungkin. 4. Dapat mengurangi beban kerja Dalam ergonomi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 16 1. Bagaimana orang mengerjakan pekerjaannya 2. Bagaimana posisi dan gerakan tubuh yang digunakan ketika bekerja 3. Peralatan apa yang mereka gunakan 4. Apa efek dari faktor-faktor diatas bagi kesehatan dan kenyamanan pekerja Ergonomi mengandung 3 unsur yaitu : 15 1.
Antropometri yang mempelajari tentang ukuran tubuh manusia.
15
2.
Biomekanikan yang mempelajari kerja hukum mekanika dalam tubuh manusia.
3.
Psikologi yang mempelajari aspek kejiwaan yang berkaitan dengan rekayasa dan rancang bangun. Antropometri
berkaitan dengan ukuran tubuh manusia
yang sangat bervariasi. Data-data mengenai ukuran tubuh manusia penting untuk desain ruang dan alat kerja. Ukuran tubuh manusia tergantung pada usia, jenis kelamin, keturunan, status gizi dan kesehatan.16 Aplikasi atau penerapan ergonomi dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah sebagai berikut : 17 1. Tempat kerja Bagaimana anda mengatur elemen atau komponen tempat kerja anda sehingga sesuai dengan kebutuhan merupakan faktor paling penting untuk mendapatkan kondisi kerja yang nyaman. Luangkan waktu beberapa menit sebelum anda berkerja, pikirkan dan tentukan bagaimana layout dan posisi terbaik perangkat kerja anda (komputer, telepon, dll) dan bagaimana tempat kerja anda dapat dimanfaatkan secara efektif. Langkah ini akan dapat menghemat waktu dan tenaga anda dalam menyelesaikan pekerjaan. Pastikan bahwa:
Cukup tempat di meja anda untuk menata posisi yang paling nyaman untuk monitor, keyboard, dll
Atur meja anda dengan mempertimbangkan bagaimana perangkat itu akan digunakan. Perangkat yang paling sering digunakan ditempatkan di posisi yang paling mudah dijangkau.
16
Atur pencahayaan ruang kerja anda secara optimal, cahaya yang terlalu kuat mengakibatkan tampilan monitor tidak tajam, cahaya rendah potensi menyebabkan gangguan pada mata anda. Hindari lampu yang menyorot langsung ke monitor karena akan memunculkan pantulan di layar. Usahakan posisi sejajar terhadap jendela,jangan berhadapan atau membelakangi.
2. Postur Kerja Postur adalah posisi relative bagian tubuh tertentu pada saat bekerja yang ditentukan oleh ukuran tubuh, desain area kerja dan task requirements serta ukuran peralatan/benda lainnya yang digunakan saat bekerja. Postur dan pergerakan memegang peranan yang penting dalam ergonomi. Salah satu gangguan otot rangka adalah postur janggal (awkward posture).3 Tabel 2. Postur-Postur Janggal dan Alokasi Kemungkinan Terjadinya Penyakit Alokasi Kemungkinan Postur Janggal
Terjadinya Sakit dan Gejala lainnya
Berdiri
Pada kaki, region lumbal
Duduk tanpa dukungan lumbar
Pada region lumbar
Duduk tanpa dukungan punggung Duduk tanpa tumpuan kaki yang baik dengan ketinggian yang sesuai
Pada otot-otot punggung
Pada lutut, kaki, dan region lumbal
17
Duduk dengan mengistirahatkan bahu pada permukaan alat kerja yang terlalu tinggi
Pada bahu dan otot-otot leher
Tangan meraih sesuatu yang sulit
Pada bahu dan lengan
terjangkau (jauh/tinggi)
bagian atas
Kepala mendongak
Pada region leher
Posisi membungkuk, punggung
Pada region lumbal dan
yang mengarah ke depan
otot-otot punggung
Posisi ekstrim yang terusmenerus pada setiap sendi
Pada semua sendi (karena semua sendi terlibat)
3. Meja Tinggi permukaan meja yang sesuai dapat mengurangi tekanan pada tulang belakang, otot leher dan otot bahu, serta meningkatkan kenyamanan pada waktu bekerja. Meja yang dapat diatur ketinggiannya sangat dianjurkan untuk pekerjaan, duduk atau menggunakan monitor. Ukuran meja yang tidak bisa diatur ketinggiannya berukuran 51-66 cm dari lantai. Meja harus memiliki ruangan yang kosong di bawahnya untuk memberikan ruang pergerakan yang leluasa pada kedua kaki saat bekerja pada posisi duduk. Tinggi meja disesuaikan dengan sudut pinggang pada 90 derajat ketika tangan berada di atas keyboard.3
4. Kursi Kursi salah satu komponen penting di tempat kerja anda. Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi
18
yangbaik dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilih kursi yang nyaman, dapat diatur, dan memiliki penyangga punggung.6 Aturlah kursi sebagai berikut sehingga paha anda dalam posisi horisontal dan punggung bagian bawah atau pinggang anda terdukung. Tanpa ini, punggung dan pinggang anda berpotensi mendapatkan gangguan. Bila kursi kurang dapat diatur, bagian bawah punggung dapat dibantu dengan diberi bantal. Telapak kaki anda harus dapat menumpu secara rata di lantai ketika duduk dan ketika menggunakan keyboard. Apabila tidak dapat maka kursi anda mungkin terlalu tinggi dan anda dapat manfaatkan penyangga kaki. Kadang-kadang ubahlah posisi duduk anda selama bekerja karena duduk dalam posisi tetap dalam jangka lama akan mempercepat ketidaknyamanan.3
Gunaka bantalan yang lunak untuk menopang paha bagian bawah
Gambar 1. Posisi Kerja Ergonomis
5. Keyboard Sebagai perangkat input, perangkat ini mutlak diperlukan dan selalu kita pegang ketika kita bekerja dengan komputer. Untuk pemakaian yang nyaman usahakan dalam posisi sebagai berikut: 18
19
Posisikan keyboard sehingga lengan anda dalam posisi relaks dan nyaman, dan lengan bagian depan dalam posisi horisontal
Pundak anda dalam posisi relaks tidak tegang dan terangkat ke atas.
Pergelangan tangan harus lurus, tidak menekuk ke atas atau kebawah.
Ketika mengetik tangan harus ikut bergeser kekiri kanan sehingga jari tidak dipaksa meraih tombol-tombol yang dimaksud.
Jangan memukul tombol, tekan tombol secara halus sehingga tangan dan jari anda tetap relaks.
Perimbangkan untuk memanfaatkan keyboard ergonomik yang dirancang untuk dapat diatur sesuai ukuran jari dan posisi lengan. Agar operator tidak mengalami tekanan pada pergelangan
tangan maka untuk penggunaan keyboard pada computer, posisi kerja netral yang dianjurkan adalah memenuhi prinsip 90-90-90, yang berarti 90 derajat sudut siku, 90 derajat sudut lutut, 90 derajat sudut pinggang, dan 90 derajat sudut pergelangan kaki.3 6. Layar Monitor Bekerja dengan komputer ternyata dapat mengalami penyakit akibat kerja yang berasal dari layar monitor. Mata adalah organ tubuh yang paling mudah mengalami penyakit akibat kerja, karena terlalu sering memfokuskan bola mata ke layar monitor.
20
Tampilan layar monitor yang terlalu terang dengan warna yang ³panas² seperti warna merah, kuning, ungu, oranye akan lebih mempercepat kelelahan pada mata. Selain dari itu, pantulan cahaya (silau) pada layar monitor yang berasal dari sumber lain seperti jendela, lampu penerangan dan lain sebagainya, akan menambah beban mata. Pencahayaan ruangan kerja juga berpengaruh pada beban mata. Pemakaian layar monitor yang tidak ergonomis dapat menyebabkan keluhan pada mata. Berdasarkan hasil penelitian, 77 % para pemakai layar monitor akan mengalami keluhan pada mata, mulai dari rasa pegal dan nyeri pada mata, mata merah, mata berair, sampai pada iritasi mata bahkan kemungkinan katarak mata. Bila operator komputer menggunakan soft lens (lensa mata), kelelahan mata akan lebih cepat terasa, karena mata yang dalam keadaan memfokuskan ke layar monitor akan jarang berkedip sehingga bola mata cepat menjadi kering dan ini menyebabkan timbulnya gesekan antara lensa dan kelopak mata. Ruang berpendingin (AC) akan lebih memperparah gesekan tersebut, karena udara ruangan ber AC akan kering sehingga air mata akan ikut menguap. 6,18 Akhir-akhir ini banyak dijual kaca filter untuk layar monitor yang dipromosikan sebagai filter radiasi yang keluar dari komputer. Menurut hasil penelitian yang penulis lakukan, untuk operator komputer yang bekerja 8 jam per hari terus menerus, ternyata radiasi yang keluar dari komputer (khususnya sinar-X) sangat rendah yaitu sekitar 0,01739 m Rem per tahun. Harga tersebut jauh lebih rendah dari pada radiasi yang berasal dari sinar kosmis dan dari radiasi bumi (terresterial radiation) yang berkisar 145 m Rem per tahun. Sedangkan laju dosis radiasi yang diizinkan untuk masyarakat umum adalah 500 m Rem per tahun. (20 Oleh karena itu operator komputer yang bekerja 8 jam per hari, tetap
21
aman terhadap kemungkinan terkena bahaya radiasi yang mungkin timbul dari tabung layar monitor. Sehingga kaca filter yang dijual di pasaran lebih sesuai sebagai filter kesilauan (glare) dari cahaya layar komputer, bukan sebagai filter radiasi.6,18 Untuk mengurangi keluhan pada mata, saran berikut ini akan sangat berrnanfaat bagi pengguna komputer dalam menata ruang kerja yang nyaman, yaitu: 6,17
Letakkan layar monitor sedemikian rupa sehingga tidak ada pantulan cahaya dari sumber cahaya lain seperti lampu ruang kerja dan jendela yang dapat menyebabkan kesilauan pada mata.
Agar mata dapat membaca dengan nyaman, letakkan layar komputer lebih rendah dari garis horizontal mata dengan membentuk sudut hurang lebih 30 derjat. Keadaan ini dapat dicapai bila pusat layar monitor terlettak sekitar 25 cm dari garis horizontal mata sehingga mata akan mengarah ke bawah (ke layar monitor). Jarak layar monitor dengan mata sekitar 40 cm. Posisi demikian akan sangat mengurangi kelelahan pada mata.
Buatlah cahaya latar layar komputer dengan warna yang dingin, misalnya putih keabu-abuan dengan warna huruf yang kontras. Hindari penggunaan font huruf yang terlalu kecil (kecuali terpaksa). Resolusi layar monitor sudah barang tentu sangat berpengaruh terhadap ketajaman huruf maupun gambar.
Agar mata tidak kering, sering-seringlah berkedip dan sesekali pindahkan arah pandangan mata ke luar ruangan. Bila perlu usaplah kelopak mata secara lembut (memijit ringan bola mata). 22
BAB III BAHAN DAN CARA
III.1
Bahan Bahan yang digunakan dalam melakukan survey ini yaitu: 1. Denah lokasi survey 2. Daftar alat dan bahan
III.2
Alat Alat yang digunakan dalam melakukan survey ini yaitu: 1. Alat tulis menulis 2. Kamera untuk dokumentasi
III.3
Cara Pengumpulan Data
23
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengamatan langsung dan wawancara sehingga diperoleh data primer.
BAB IV JADWAL SURVEY Survey ini akan dilakukan pada hari Selasa tanggal 17 Juni 2014 yang bertempat di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.
24
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut ini adalah hasil identifikasi dari survey yang dilakukan sehubungan dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. Pemantauan dan identifikasi ini dilakukan dengan metode walk through survey dengan menggunakan checklist, kuesioner, dan kamera. IV.1. Hasil Identifikasi 1. Bagian Registrasi/Pendaftaran a. Faktor Fisik Paparan cahaya lampu yang terlalu terang/gelap dan lama sehingga dapat membuat mata lelah dan gangguan penglihatan. Terdapat bising yang berasal dari perangkat radiologi, suara keluarga yang banyak, dapat mengakibatkan gangguan pendengaran. b. Faktor Kimia Tidak ditemukan faktor hazard kimia.
25
c. Faktor Biologi Tidak ditemukan faktor hazard kimia.
d. Faktor Ergonomi Posisi kerja yang duduk pada ketinggian yang tidak sesuai sehingga dapat menyebabkan kelelahan pada otot leher, bahu, punggung dan kaki. Letak meja yang rendah tidak sesuai dengan tinggi siku saat berdiri, sehingga dapat mengakibatkan kelelahan pada bahu dan tangan. e. Faktor Psikososial Interaksi dengan pasien yang terkadang tidak baik karena beberapa pasien beserta keluarga
yang tidak sabar untuk mengantri dapat
mengakibatkan stress 2. Bagian Pemotretan atau Pengambilan Foto a. Faktor Fisik Paparan cahaya lampu yang terlalu terang dan lama sehingga dapat membuat mata lelah dan gangguan penglihatan. Terdapat bising yang berasal
dari
mesin
radiologi
dapat
mengakibatkan
gangguan
pendengaran. Skil yang tidak memeadai dan cara kerja yang tidak benar dapat menyebabkan bahaya radiasi pada perugas radiologi. Penggunaan APD yang tidak benar atau tidak mengenakan APD sama sekali dapat menyebabkan bahay radiasi. Paparan suhu yang ekstrim dan lama dapat menyebabkan gangguan kulit dan ketidaknyamanan ketika bekerja b. Faktor Kimia Tidak ditemukan faktor hazard kimia.
c. Faktor Biologi 26
Bahaya infeksi oppotunistik apabila petugas menyentuh pasien d. Faktor Ergonomi Posisi kerja yang berdiri dan terus-menerus serta tidak adanya kursi sebagai alat bantu dapat menyebabkan kelelahan pada otot leher, bahu, punggung dan kaki. Letak alat pemgatur mesin (remote control) yang tidak sesuai dengan tinggi petugas sehingga membutuhkan petugas utuk bekerja pada posisi yag kurang nyaman dapat menyebabkan kelelahan otot e. Faktor Psikososial Tanggungjawab terhadap keselamatan pasien dan terhadap petugas atasan dalam melakukan tugas dengan cepat dan benar dapat mengakibatkan stress
3. Bagian Pencucian Foto a. Faktor Fisik Paparan cahaya lampu yang terlalu gelap dan lama sehingga dapat membuat mata lelah dan gangguan penglihatan. Ventilasi yang kurang bagus dapat menyebabkan ketifaknyamanan saat bekerja.
b. Faktor Kimia Penggunaan bahan kimia yang berbahaya dapat menyebabkan iritasi mata dan kulit. c. Faktor Biologi Tidak ditemukan faktor hazard biologi tidak ditemukan d. Faktor Ergonomi
27
Posisi kerja yang berdiri dan terus-menerus serta tidak adanya kursi sebagai alat bantu dapat menyebabkan kelelahan pada otot leher, bahu, punggung dan kaki. e. Faktor Psikososial Tanggungjawab terhadap keselamatan pasien dan terhadap petugas atasan dalam melakukan tugas dengan cepat dan benar dapat mengakibatkan stress
4. Bagian Pengumpulan Hasil Foto a. Faktor Fisik Terdapat bising yang berasal dari mesin radiologi, suara keluarga pasien yang banyak dapat mengakibatkan gangguan pendengaran. Paparan suhu yang ekstrim dan lama dapat menyebabkan gangguan kulit dan ketidaknyamanan ketika bekerja. Ventilasi yang kurang bagus dapat menyebabkan ketidaknyamanan saat bekerja. b. Faktor Kimia Tidak ditemuka faktor hazard kimia. c. Faktor Biologi Tidak ditemukan faktor hazard biologi. d. Faktor Ergonomi Posisi kerja yang duduk pada ketinggian yang tidak sesuai sehingga dapat menyebabkan kelelahan pada otot leher, bahu, punggung dan kaki. Letak meja yang rendah tidak sesuai dengan tinggi siku saat berdiri, sehingga dapat mengakibatkan kelelahan pada bahu dan tangan. e. Faktor Psikososial
28
Interaksi dengan pasien yang terkadang tidak baik karena beberapa pasien beserta keluarga yang tidak sabar untuk mengantri dapat mengakibatkan stress IV. II. Pembahasan 1. Faktor Resiko Hazard bagi petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. a. Faktor Fisik Dari daftar checklist faktor fisik didapatkan hasil yang pertama tentang paparan cahaya lampu yang terlalu terang/gelap dan lama pada ruang pencucian foto sehingga dapat membuat mata lelah dan gangguan penglihatan. yang kedua terdapat bising yang berasal dari perangkat
radiologi,
suara
keluarga
yang
banyak,
dapat
mengakibatkan gangguan pendengaran.
Gambar 5.1 Petugas radiologi saat bekerja b. Faktor Kimia Dari daftar checklist faktor kimia didapatkan hasil yang pertama ventilasi yang kurang bagus dapat menyebabkan ketidak nyamanan saat bekerja. Yang kedua penggunaan bahan kimia yang berbahaya dapat menyebabkan iritasi mata dan kulit jika tidak dilakukan dengan hati-hati
29
Gambar 5.2 Bahan kimia yang digunakan untuk mengolah hasil foto radiologi pasien.
c. Faktor Biologi Dari daftar checklist faktor biologi didapatkan hasil yang pertama masalah penggunaan APD yang masih jarang dilakukan oleh petugas sehinggan bisa menyebabkan kontak dengan cairan tubuh pasien saat pemeriksaan. Yang kedua masih kurangnya ketersediaan desinfektan untuk cuci tangan sehingga bisa meningkatka resiko penularan penyakit dari pasien ke petugas dan begitu pula sebaliknya. d. Faktor Ergonomi Dari daftar checklist faktor ergonomi didapatkan hasil yang pertama masalah posisi kerja yang berdiri dan terus-menerus serta tidak adanya kursi sebagai alat bantu dapat menyebabkan kelelahan pada otot leher, bahu, punggung dan kaki. Yang kedua letak alat pemgatur mesin (remote control) yang tidak sesuai dengan tinggi petugas sehingga membutuhkan petugas utuk bekerja pada posisi yag kurang nyaman dapat menyebabkan kelelahan otot. Yang ketiga belum adanya petugas yang mengikuti mengikuti pelatihan tentang ergonomic (keserasian dalam bekerja) sehingga masih kurang pengetahuan petugas tentang ergonomi. e. Faktor Psikososial Dari daftar checklist faktor psikososial didapatkan hasil yang pertama pekerja harus menggunakan konsentrasi penuh dalam jangka 30
waktu yang panjang sehinggan bisa menyebabkan kelelahan. Yang kedua pekerja dituntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat dengan banyak pasien dan adanya kasus-kasus yang bersifat emergensi sehingga memberikan beban kerja dan pikiran yang lebih besar. 2. Alat - Alat Kerja yang Berpotensi Mengganggu Kesehatan Petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. Dari daftar checklist Alat - Alat Kerja yang Berpotensi Mengganggu Kesehatan Petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina didapatkan memperlihatkan bahwa semua petugas merasa bahwa penggunaan jarum suntik dan reagen/solvent/kontras dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan kerja mereka, sebaliknya semua petugas berpendapat bahwa mesin yang mereka gunakan berpotensi mengganggu kesehatan mereka. Jarum suntik dan reagen/solventdinilai memang membahayakan oleh karena itu butuh ketelitian dalam mengamankannya. Adapun mesin yang digunakan di RS Ibnu Sina adalah mesin-mesin yang menghasilkan radiasi, sehingga ancaman alat yang membahayakan harus diperhatikan dengan hati-hati. 3. Alat Pelindung Diri (APD) yang Digunakan Petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. Dari daftar checklist Alat Pelindung Diri (APD) yang Digunakan Petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina memperlihatkan bahwa semua petugas berpendapat bahwa telah disediakannya APD di RS, semua petugas
mengetahui
fungsi/peranan
APD,
semua
petugas
tidak
menggunakan proteksi mata dan wajah (misalnya pelindung muka, kacamata pelindung), semua petugas tidak menggunakan proteksi kepala dan rambut (misalnya helm dan kap), semua petugas tidak menggunakan respirator (misalnya masker dengan filter), semua petugas belum menggunakan pakaian pelindung (misalnya baju atau jas yang tahan terhadap radiasi), semua petugas belum menggunakan proteksi kaki 31
(misalnya sepatu tahan bahan kimia yang menutupi kaki hingga mata kaki), semua petugas menyimpan, memelihara dan merawat APD yang telah di gunakan pada tempat yang seharusny, dan semua petugas merasa bahwa penggunaan APD tidak mengganggu aktifitas /nyaman dipakai. Dari hasil survey, pengunaan APD pada petugas di Unit RAdiologi RS Ibnu Sina ternyata belum sempurna, dikarenakan masih belum terpakainya beberapa APD yang lain seperti penutup kepala, kacamata pelindung, baju anti radiasi dan alas kaki yang menutupi kaki hingga mata kaki. Sehingga penggunaan APD di RS Ibnu Sina masih perlu mendapat perhatian khusus. 4. Pentingnya Ketersediaan Kotak Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) bagi Petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. Dari hasil checklist ketersediaan kit P3K di Unit Radiologi yang ditampilkan pada tabel diatas memperlihatkan bahwa semua petugas berpendapat bahwa tidak tersedianya kit P3K di RS, semua petugas mengetahui peranan, isi dan fungsi kit P3K, semua petugas tidak/belum menyimpan dan merawat kotak P3K dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa belum terdapatnya kit P3K di unit radiologi RS Ibnu Sina. Sebagaimana kita ketahui bahwa ketersediaan alat P3K di unit radiologi sangat dibutuhkan sebagai penanganan awal saat terjadi kecelakaan di tempat kerja sebelum kemudian ditangani lebih lanjut oleh tenaga kesehatan yang berkompeten. 5. Pentingnya Pemeriksaan Kesehatan (sebelum kerja, berkala, berkala khusus) bagi Petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. Dari hasil checklist kontrol pemeriksaan kesehatan di Unit Radiologi yang ditampilkan pada tabel diatas memperlihatkan bahwa semua petugas mengetahui peranan dan pentingya pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, berkala dan berkala khusus, khususnya bagi petugas laboratorium,
belum
ada
satupun
petugas
yang
memeriksakan
kesehatannya terlebih dahulu sebelum bekerja di laboratorium, semua
32
petugas yang selama bekerja di laboratorium mengaku juga belum pernah menjalani pemeriksaan kesehatan berkala, salin itupun belum pernah menjalani pemeriksaan kesehatan berkala khusus. Hal ini menunjukkan bahwa masih minimnya kewaspadaan para petugas, RS terhadap kesehatan mereka masing-masing. 6. Peraturan Pemerintah/Pimpinan Rumah Sakit tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di tempat kerja. Dari hasil checklist peraturan pemerintah tentangg K3 di unit radiologi yang ditampilkan pada tabel diatas memperlihatkan bahwa semua petugas belum pernah mendapatkan sosialisasi tentang peraturan pemerintah mengenai K3 ditempat kerja mereka, semua petugas mengetahui adanya peraturan pemerintah sehubungan dengan K3 ditempat kerja, semua petugas merasakan dukungan RS terhadap peraturan pemerintah tentang K3 di tempat kerja. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya upaya dari pihak RS Ibnu Sina terhadap sosialisasi, promosi dan preventif K3 bagi petugas radiologi. 7. Keluhan/ Penyakit sehubungan dengan K3 Petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. Dari hasil checklist keluhan/penyakit sehubungan dengan K3 di unit radiologi yang ditampilkan pada tabel diatas memperlihatkan bahwa semua petugas belum pernah mengalami infeksi inhalasi, gangguan kulit dan selaput lendir. Dan tidak pernah tertelan bahan-bahan yang telah terkontaminasi. Hal ini menunjukkan bahwa petugas laboratorium rentan terhadap ancaman penyakit akibat kerja dilingkungan laboratorium itu sendiri.
33
BAB VI PENUTUP
V.I. Kesimpulan 1. Faktor Resiko Hazard bagi petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. a. Pada saat mendorong pasien dan memindahkan pasien , didapatkan faktor ergonomi,
berupa
posisi
kerja
salah
yang
dapat
menyebabkan
Musculoskleletal disorder.. b. Pada saat memindahkan pasien, menyiapkan pasien dengan pesangan infus atau penyuntikan bahan kontras didapatkan resiko menyentuh sumber infeksi dari tubuh pasien atau bahan-bahan yang dikenakan pasien sehingga dokter dan radiografer harus melakukan cuci tangan rutin, memakai alat pelindung diri seperti sarung tangan dan masker, melakukan desinfeksi pada daerah tubuh pasien yang akan disentuh, serta setelah itu melakukan cuci tangan rutin kembali untuk menghindari resiko terkena occupational infeksi. Setelah memakai sarung tangan dan masker maka alat pelindung diri tersebut harus dibuang ke tempat sampah medis yang telah disiapkan. c. Pada saat melakukan pemeriksaan dan pengontrolan perangkat radiologi, didapati, petugas harus berdiri sehingga ini dapat menyebabkan masalah musculoskeletal. Pada pemeriksaan USG, walaupun terdapat kursi, tetapi 34
jika posisi tidak diatur dngan baik juga dapat menyebabkan masalah musculoskeletal. d. Pada saat mengolah hasil, terdapat penggunaan bahan kimia yang bersifat irritatif dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan mata sehingga petugas harus melakukan cuci tangan rutin, memakai alat pelindung diri seperti sarung tangan dan masker, melakukan desinfeksi pada daerah tubuh pasien yang akan disentuh, serta setelah itu melakukan cuci tangan rutin kembali untuk menghindari resiko terkena occupational infeksi juga menghindari penularan penyakit dari dokter ke pasien itu sendiri. Setelah memakai sarung tangan dan masker maka alat pelindung diri tersebut harus dibuang ke tempat sampah medis yang telah disiapkan. e. Pada saat membuat status pasien dan menginput data pasien ke dalam computer, didapatkan faktor ergonomic berupa posisi duduk yang membungkuk, jarak mata dengan objek yang sangat dekat. Maka perlunya menyesuaikan letak meja dengan tinggi siku saat berdiri supaya pada saat menulis dan mengetik posisi tubuh dalam keadaan tidak membungkuk. Faktor fisik seperti radiasi komputer, debu pada buku-buku laporan, faktor psikososial berupa stress akibat pekerjaan. Maka diperlukan kesadaran untuk membersihkan meja dan buku-buku laporan supaya tidak berdebu, serta untuk mengurangi stress diperlukan istirahat, tidak memaksakan berkerja berlebihan, juga dibutuhkan sikap dokter dan paramedis ruangan Insatalasi Radiologi untuk menjaga silaturahmi dengan atasan, pasien, dan sesama rekan kerja, agar terjalin rasa persaudaraan yang kuat. 2. Alat - Alat Kerja yang Berpotensi Mengganggu Kesehatan Petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. Terdapat dua jenis alat-alat kerja yang dinilai berpotensi dapat mencelakakan/ mengganggu petugas radiologi, yaitu jarum suntik, reagen/solvent/kontras dan mesin x-ray. Adapun mesin yang digunakan di RS Ibnu Sina adalah mesin - mesin beradiasi, sehingga dinilai membahayakan bagi petugas.
35
3. Alat Pelindung Diri (APD) yang Digunakan Petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. Telah terdapat APD di RS Ibnu sina. Namun pengggunaannya masih belum sempurna oleh petugas yang belum memakai beberapa komponen APD lain seperti penutup kepala, kacamata pelindung, baju anti radiasi dan alas kaki yang menutupi kaki hingga mata kaki.
4. Pentingnya Ketersediaan Kotak Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) bagi Petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. Belum terdapatnya kit P3K di unit radiologi RS Ibnu Sina. Dengan petugas yang mengaku bahwa tidak terdapatnya kit P3K di ruang kerja mereka. 5. Pentingnya Pemeriksaan Kesehatan (sebelum kerja, berkala, berkala khusus) bagi Petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. Masih minimnya kewaspadaan para petugas dan RS terhadap kesehatan karyawan selaku petugas laboratorium yang terbukti dengan masih kurangnya kesadaran untuk memeriksakan kesehatan saat sebelum bekerja dan saat dimana mereka telah bekerja. Petugas tidak pernah memeriksakan kesehatannya
sebelumnya,
serta
petugas
tersebut
selama
telah
mendapatkan pekerjaan di radiologi belum pernah memeriksakan kesehatannya secara berkala pun berkala khusus.
6. Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di tempat kerja Kurangnya upaya dari pihak RS Ibnu Sina terhadap sosialisasi peraturan
36
pemerintah tentang K3 di tempat kerja bagi petugas radiologi RS Ibnu Sina yang dapat dinilai dari keempat petugas menyatakan belum pernah mendapatkan sosialisasi tentang peraturan pemerintah mengenai K3 ditempat kerja mereka. 7. Keluhan/ Penyakit sehubungan dengan K3 Petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina. Para petugas di Unit Radiologi RS Ibnu Sina belum pernah mengalami infeksi inhalasi, gangguan kulit dan selaput lendir.
V. II. Saran 1
Diharapkan agar pengurus organisasi / unit K3 mengevaluasi masalah yang berhubungan dengan kesehatan, keselamatan dan lingkungan kerja di RS Ibnu Sina Makassar agar setiap petugas dapat bekerja optimal. Dan sebaiknya setiap tenaga kerja diberikan selebaran tentang kesehatan kerja dan penyakit akibat kerja.
2
Secara umum, dalam hal lingkungan kerja, diharapkan agar: –
Segala yang berhubungan dengan faktor fisik seperti pencahayaan dan suhu ruangan sebaiknya dihindari atau dikurangi. Dan pihak rumah sakit lebih memperhatikan fasilitas ruang ICU guna
–
mendukung terciptanya pelayanan yang baik. Dari faktor ergonomi, tempat kerja petugas sebaiknya disesuaikan dengan postur tubuh petugas. Setiap petugas juga sebaiknya mengikuti pelatihan tentang ergonomik. Faktor Psikososial, agar para dokter dan petugas ruangan radiologi
menjaga silaturahmi dengan atasan, pasien, dan sesama rekan kerja, agar terjalin rasa persaudaraan yang kuat.
DAFTAR PUSTAKA
37
1. Departemen Kesehatan RI (2009).Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. 2. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 tentang “Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit. 3. Keputusan
Menteri
Kesehatan
RepublikIindonesia
1087/MENKES/SK/VIII/2010 “Standar Kerja
nomor
:
Kesehatan Dan Keselamatan
Di Rumah Sakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Bina Kesehatan Kerja Tahun 2010. 4. Keputusan
Menteri
Kesehatan
1014/MENKES/SK/XI/2008
Tentang
Republik Standar
Indonesia Pelayanan
Nomor Radiologi
Diagnostik Di Sarana Pelayanan Kesehatan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 5. U.S Department of Labor Occupational Safety and Hazard Administration. Job Hazard Analysis. 2002. [cited on April 10 th 2012] [online]. Available from : http://www.osha.gov/Publications/osha3071.pdf 6. WorkSafe Act Australia. Office of Regulatory Services. Updated March 2012.
02
[cited on April 10th 2012] [online]. Available from :
http://www.worksafety.act.gov.au/page/view/1039#1.%20Identify%20the %20Hazard 7. Health and Safety Programs. Canadian Centre for Occupational Health & Safety. Date Modified: 2008-05-29 [cited on April 10th 2012] [online]. Available
from
:
http://www.ccohs.ca/oshanswers/hsprograms/job-
haz.html?print
8. Roughton,J and Crutchfield,N (2008) "Job Hazard Analysis, A Guide for Voluntary Compliance and Beyond," Butterworth-Heinemann. ISBN 9780-7506-8346-3
38
LAMPIRAN CHECK LIST KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA di UNIT RADIOLOGI RS. IBNU SINA I.
Bagian Registrasi/Pendaftaran a. Faktor Fisik
No . 1.
PERIHAL
2.
Pencahayaan ; - Apakah ada pencahayaan cukup terang - Apakah warna cahaya lampu yang sesuai - Apakah warna dinding ruangan yang terang Apakah ada sumber bising
3.
Apakah ada sumber getaran
4.
Apakah ada sumber radiasi
5.
Apakah terdapat sumber listrik dengan kekuatan tinggi ? Sumber:Data primer
YA
TIDAK
KET
√
√ √ √
√ √
√
b. Faktor Kimia No . 1. 2. 3. 4.
PERIHAL Bahan Kimia yang ada mempunyai label dan nama produk serta tandatanda bahaya yang dapat ditimbulkan Tenaga kerja pernah mengikuti pelatihan/training mengenai penggunaan bahan kimia Apakah dalam penggunaan bahan kimia tenaga kerja menggunakan APD Apakah ventilasi tempat penyimpanan bahan kimia sudah cukup
YA
TIDAK
KET
√
√
√ √
39
5.
Apakah seluruh bahan kimia disimpan dan ditangani secara baik Sumber:Data primer
√
c. Faktor Biologi No . 1.
PERIHAL Tersedia tempat sampah
2.
Menggunakan APD saat bekerja
3.
Tersedia desinfektan untuk cuci tangan
4.
Tersedia tempat cuci tangan/washtafel
YA
TIDAK
KET
√ Tidak semua √
√
Sumber:Data primer d. Faktor Ergonomi No . 1.
PERIHAL
YA
TIDAK
Apakah ada posisi kerja yang menimbulkan kelelahan ?
√
2.
Apakah Anda diharuskan mengangkat barang yang berat ?
√
3.
Apakah terdapat barang atau peralatan yang disimpan di tempat yang sulit dijangkau ? Apakah ruangan kerja diatur dengan baik sehingga pekerja dapat bergerak dengan mudah dan leluasa? Apakah ada petugas yang telah mengikuti pelatihan tentang ergonomic (keserasian dalam bekerja) ? Apakah peralatan yang digunakan memerlukan skill khusus ?
√
4. 5. 6. 7.
Apakah peralatan yang digunakan memerlukan posisi khusus agar dapat dioperasikan? Sumber:Data primer
KET
√ √ √
√
e. Faktor Psikososial
40
No . 1.
PERIHAL
YA
Apakah pekerja harus menggunakan konsentrasi penuh dalam jangka waktu yang panjang ? Apakah terdapat jadwal kerja yang bergilir (pembagian shift kerja) ?
√
3.
Apakah pembagian shift kerja sudah baik ?
√
4.
Apakah terdapat jadwal istirahat bagi pekerja?
√
5.
Apakah pekerja dituntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat ? Apakah ada pekerjaan yang bersifat emergensi?
√
Apakah ada interaksi sosial antara sesama pekerja ?
√
2.
6. 7. 8.
Apakah terdapat hubungan yang baik dengan pihak manajemen rumah sakit ? Sumber:Data primer II.
TIDAK
KET
√
√
√
Bagian Pemotretan atau Pengambilan Foto a. Faktor Fisik
No . 1.
PERIHAL
2.
Pencahayaan ; - Apakah ada pencahayaan cukup terang - Apakah warna cahaya lampu yang sesuai - Apakah warna dinding ruangan yang terang Apakah ada sumber bising
3.
Apakah ada sumber getaran
YA
TIDAK
KET
√ √
√ √ √
41
4.
Apakah ada sumber radiasi
5.
Apakah terdapat sumber listrik dengan kekuatan tinggi ? Sumber:Data primer
√ √
b. Faktor Kimia No . 1. 2. 3.
4.
PERIHAL Bahan Kimia yang ada mempunyai label dan nama produk serta tandatanda bahaya yang dapat ditimbulkan Tenaga kerja pernah mengikuti pelatihan/training mengenai penggunaan bahan kimia Apakah dalam penggunaan bahan kimia tenaga kerja menggunakan APD
YA
Apakah seluruh bahan kimia disimpan dan ditangani secara baik Sumber:Data primer
KET
√
√
√
Apakah ventilasi tempat penyimpanan bahan kimia sudah cukup
5.
TIDAK
√ √
c. Faktor Biologi No . 1.
PERIHAL Tersedia tempat sampah
2.
Menggunakan APD saat bekerja
3.
Tersedia desinfektan untuk cuci tangan
4.
Tersedia tempat cuci tangan/washtafel
YA
TIDAK
KET
√
Tidak semua √ √
Sumber:Data primer d. Faktor Ergonomi No .
PERIHAL
YA
TIDAK
KET
42
Apakah ada posisi kerja yang menimbulkan kelelahan ? 2. Apakah Anda diharuskan mengangkat barang yang berat ? 3. Apakah terdapat barang atau peralatan yang disimpan di tempat yang sulit dijangkau ? 4. Apakah ruangan kerja diatur dengan baik sehingga pekerja dapat bergerak dengan mudah dan leluasa? 5. Apakah ada petugas yang telah mengikuti pelatihan tentang ergonomic (keserasian dalam bekerja) ? 6. Apakah peralatan yang digunakan memerlukan skill khusus ? 7. Apakah peralatan yang digunakan memerlukan posisi khusus agar dapat dioperasikan? Sumber:Data primer
√
1.
√ √ √ √ √ √
e. Faktor Psikososial No . 1.
PERIHAL
YA
Apakah pekerja harus menggunakan konsentrasi penuh dalam jangka waktu yang panjang ? Apakah terdapat jadwal kerja yang bergilir (pembagian shift kerja) ?
√
3.
Apakah pembagian shift kerja sudah baik ?
√
4.
Apakah terdapat jadwal istirahat bagi pekerja?
√
5.
Apakah pekerja dituntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat ? Apakah ada pekerjaan yang bersifat emergensi?
√
7.
Apakah ada interaksi sosial antara sesama pekerja ?
√
8.
Apakah terdapat hubungan yang baik dengan pihak manajemen rumah
√
2.
6.
TIDAK
KET
√
√
43
sakit ? Sumber:Data primer III.
Bagian Pencucian Foto a. Faktor Fisik
No . 1.
PERIHAL
YA
TIDAK
2.
Pencahayaan ; - Apakah ada pencahayaan cukup terang - Apakah warna cahaya lampu yang sesuai - Apakah warna dinding ruangan yang terang Apakah ada sumber bising
3.
Apakah ada sumber getaran
√
4.
Apakah ada sumber radiasi
√
5.
Apakah terdapat sumber listrik dengan kekuatan tinggi ? Sumber:Data primer
√
√
KET Namun kadang jadi terlalu gelap
√
√
√
b. Faktor Kimia No . 1. 2. 3.
PERIHAL Bahan Kimia yang ada mempunyai label dan nama produk serta tandatanda bahaya yang dapat ditimbulkan Tenaga kerja pernah mengikuti pelatihan/training mengenai penggunaan bahan kimia Apakah dalam penggunaan bahan kimia tenaga kerja menggunakan APD
4.
Apakah ventilasi tempat penyimpanan bahan kimia sudah cukup
5.
Apakah seluruh bahan kimia disimpan dan ditangani secara baik
YA
TIDAK
KET
√
√
√
√ √
44
Sumber:Data primer c. Faktor Biologi No . 1.
PERIHAL Tersedia tempat sampah
2.
Menggunakan APD saat bekerja
3.
Tersedia desinfektan untuk cuci tangan
4.
Tersedia tempat cuci tangan/washtafel
YA
TIDAK
KET
√ Tidak semua √
√
Sumber:Data primer d. Faktor Ergonomi No . 1.
PERIHAL
YA
TIDAK
Apakah ada posisi kerja yang menimbulkan kelelahan ?
√
2.
Apakah Anda diharuskan mengangkat barang yang berat ?
√
3.
Apakah terdapat barang atau peralatan yang disimpan di tempat yang sulit dijangkau ? Apakah ruangan kerja diatur dengan baik sehingga pekerja dapat bergerak dengan mudah dan leluasa? Apakah ada petugas yang telah mengikuti pelatihan tentang ergonomic (keserasian dalam bekerja) ? Apakah peralatan yang digunakan memerlukan skill khusus ?
√
4. 5. 6.
KET
√ √ √
√
7.
Apakah peralatan yang digunakan memerlukan posisi khusus agar dapat dioperasikan? Sumber:Data primer e. Faktor Psikososial No
PERIHAL
YA
TIDAK
KET
45
. 1.
Apakah pekerja harus menggunakan konsentrasi penuh dalam jangka waktu yang panjang ? Apakah terdapat jadwal kerja yang bergilir (pembagian shift kerja) ?
√
3.
Apakah pembagian shift kerja sudah baik ?
√
4.
Apakah terdapat jadwal istirahat bagi pekerja?
√
5.
Apakah pekerja dituntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat ? Apakah ada pekerjaan yang bersifat emergensi?
√
Apakah ada interaksi sosial antara sesama pekerja ?
√
2.
6. 7. 8.
Apakah terdapat hubungan yang baik dengan pihak manajemen rumah sakit ? Sumber:Data primer IV.
√
√
√
Bagian Pengumpulan Hasil Foto a. Faktor Fisik
No . 1.
PERIHAL
2.
Pencahayaan ; - Apakah ada pencahayaan cukup terang - Apakah warna cahaya lampu yang sesuai - Apakah warna dinding ruangan yang terang Apakah ada sumber bising
3.
Apakah ada sumber getaran
4.
Apakah ada sumber radiasi
YA
TIDAK
KET
√ √
√ √ √
√
46
5.
Apakah terdapat sumber listrik dengan kekuatan tinggi ? Sumber:Data primer
√
b. Faktor Kimia No . 1.
PERIHAL
Bahan Kimia yang ada mempunyai label dan nama produk serta tandatanda bahaya yang dapat ditimbulkan 2. Tenaga kerja pernah mengikuti pelatihan/training mengenai penggunaan bahan kimia 3. Apakah dalam penggunaan bahan kimia tenaga kerja menggunakan APD 4. Apakah ventilasi tempat penyimpanan bahan kimia sudah cukup 5. Apakah seluruh bahan kimia disimpan dan ditangani secara baik Sumber:Data primer
YA
TIDAK
KET
√
√ √ √ √
c. Faktor Biologi No . 1.
PERIHAL Tersedia tempat sampah
2.
Menggunakan APD saat bekerja
3.
Tersedia desinfektan untuk cuci tangan
4.
Tersedia tempat cuci tangan/washtafel
YA
TIDAK
KET
√ Tidak semua √
√
Sumber:Data primer d. Faktor Ergonomi No . 1. 2.
PERIHAL
YA
TIDAK
Apakah ada posisi kerja yang menimbulkan kelelahan ?
√
Apakah Anda diharuskan mengangkat barang yang berat ?
√
KET
47
3. 4. 5. 6.
√
Apakah terdapat barang atau peralatan yang disimpan di tempat yang sulit dijangkau ? Apakah ruangan kerja diatur dengan baik sehingga pekerja dapat bergerak dengan mudah dan leluasa? Apakah ada petugas yang telah mengikuti pelatihan tentang ergonomic (keserasian dalam bekerja) ? Apakah peralatan yang digunakan memerlukan skill khusus ?
√ √ √ √
7.
Apakah peralatan yang digunakan memerlukan posisi khusus agar dapat dioperasikan? Sumber:Data primer e. Faktor Psikososial No . 1.
PERIHAL
YA
Apakah pekerja harus menggunakan konsentrasi penuh dalam jangka waktu yang panjang ? Apakah terdapat jadwal kerja yang bergilir (pembagian shift kerja) ?
√
3.
Apakah pembagian shift kerja sudah baik ?
√
4.
Apakah terdapat jadwal istirahat bagi pekerja?
√
5.
Apakah pekerja dituntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat ? Apakah ada pekerjaan yang bersifat emergensi?
√
Apakah ada interaksi sosial antara sesama pekerja ?
√
2.
6. 7. 8.
Apakah terdapat hubungan yang baik dengan pihak manajemen rumah sakit ? Sumber:Data primer
TIDAK
KET
√
√
√
48
49