ASPEK K3 PETUGAS INSTRUMEN DI RUANG BEDAH RS. IBNU SINA MAKASSAR Latar Belakang
Sektor kesehatan selalu menjadi perhatian seluruh dunia. Banyak negara maju dan berkembang berlomba-lomba meningkatkan substansial dalam sektor kesehatan. Status kesehatan memainkan peran penting dalam menentukan sosial dan ekonomi dalam pembangunan berbagai negara. Kemajuan sektor kesehatan juga mengarah kepada peningkatan efisiensi dan produktivitas tenaga kerja, dan akhirnya mengarah ke pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan manusia serta penurunan jumlah kemiskinan. Menurut Haidari dan Iqbal (1996) di negara seperti Pakistan perekonomiannya diperkuat oleh peningkatkan pelayanan kesehatan primer dan penghematan sumber daya dari biaya pengobatan. Hasil dari penghematan tersebut kemudian digunakan sebagai perbaikan kesehatan di lebih baik bagi individu, rumah tangga, dan bagi seluruh bangsa. "Kesehatan adalah keadaan fisik, mental, dan kesejahteraan sosial dan bukan hanya ketiadaan dari penyakit ataupun kelemahan" (WHO, 1946). 1946). Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Untuk optimalisasi hasil serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya upaya kesehatan sebagai asas as as pokok program pembangunan nasional. Dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 10 ayat (2) menyebutkan, bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas ruang: …. d. ruang operasi; …. . Dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa
1
Persyaratan
teknis
bangunan Rumah
Sakit, sesuai dengan
fungsi, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang
usia
lanjut. Ruang bedah rumah sakit merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam penyelenggaraan penyelenggaraan pelayanan medik di sarana pelayanan kesehatan. Dalam rangka mendukung Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maka perlu disusun persyaratan teknis fasilitas ruang operasi rumah sakit yang memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta
keselamatan
dan
kesehatan
kerja. Banyak penyakit yang timbul berhubungan dengan pekerjaan, baik karena kondisi
lingkungan
tempat
kerja
maupun
jenis
aktifitas
dalam
pe k er j a a n. Ol e h ka r e na i tu d en ga n a da n ya UU No .3 6 t ah u n 20 09 ba b XII
yang
merupakan
upaya
kesehatan
kerja,
ditujukan
untuk
melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Dengan demikian dapat meminimalkan risiko yang akan terjadi. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka pe nu li s me l a ku k an pe n el i ti a n te nt a ng a s pe k K 3 pe t ug as k es eh a ta n di ruang bedah khususnya di ruang bedah RS. Ibnu Sina. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum Untuk mengetahui aspek K3 petugas instrumen di ruang bedah RS. Ibnu Sina Tujuan Khusus : a. Untuk mengetahui tentang faktor hazard yang dialami petugas instrumen di ruang bedah RS. Ibnu Sina b. Untuk mengetahui tentang alat kerja yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas instrumen di ruang bedah RS. Ibnu Sina
2
teknis
bangunan Rumah
Sakit, sesuai dengan
fungsi, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang
usia
lanjut. Ruang bedah rumah sakit merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam penyelenggaraan penyelenggaraan pelayanan medik di sarana pelayanan kesehatan. Dalam rangka mendukung Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maka perlu disusun persyaratan teknis fasilitas ruang operasi rumah sakit yang memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta
keselamatan
dan
kesehatan
kerja. Banyak penyakit yang timbul berhubungan dengan pekerjaan, baik karena kondisi
lingkungan
tempat
kerja
maupun
jenis
aktifitas
dalam
pe k er j a a n. Ol e h ka r e na i tu d en ga n a da n ya UU No .3 6 t ah u n 20 09 ba b XII
yang
merupakan
upaya
kesehatan
kerja,
ditujukan
untuk
melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Dengan demikian dapat meminimalkan risiko yang akan terjadi. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka pe nu li s me l a ku k an pe n el i ti a n te nt a ng a s pe k K 3 pe t ug as k es eh a ta n di ruang bedah khususnya di ruang bedah RS. Ibnu Sina. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum Untuk mengetahui aspek K3 petugas instrumen di ruang bedah RS. Ibnu Sina Tujuan Khusus : a. Untuk mengetahui tentang faktor hazard yang dialami petugas instrumen di ruang bedah RS. Ibnu Sina b. Untuk mengetahui tentang alat kerja yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas instrumen di ruang bedah RS. Ibnu Sina
2
c. Untuk mengetahui tentang APD yang digunakan petugas instrumen di ruang bedah RS. Ibnu Sina d. Untuk mengetahui tentang ketersedian obat P3K di tempat keraj petugas instrumen di ruang bedah RS. Ibnu Sina e. Untuk mengetahui pemeriksaan kesehatanyang pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum kerja, berkala, berkala khusus) f. Untuk mengetahui tentang peraturan pimpinan RS. Ibnu Sina tentang K3 di tempat kerja. g. Untuk mengetahui keluhan / penyakit yang dialami yang berhubungan dengan pekerjaan pada petugas instrumen instr umen di ruang bedah RS. Ibnu Sina Tinjauan Pustaka
1. Faktor hazard yang dialami petugas instrumen di ruang bedah Menurut hasil laporan dari Natonal Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja pada industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, tergores/terpotong, dan penyakit infeksi lain. Salah stu contoh kecelakaan kerja yang paling sering adalah Luka jarum suntik yang umum terjadi di kalangan petugas di ruang bedah. Sehingga peningkatan strategi pencegahan dan pelaporan diperlukan untuk meningkatkan keselamatan kerja bagi petugas bedah tersebut.
2. Alat kerja yang dapat digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas instrumen di ruang bedah Alat kesehatan yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas instrumen diruang bedah adalah benda-benda tajam seperti skalpel dan jarum suntik yang dapat memberikan resiko terjadinya kecelakaan kerja. 3. Alat pelindung diri (APD) yang digunakan petugas instrumen diruang bedah
3
Selain membersihkan tangan yang harus selalu dilakukan petugas kesehatan juga harus mengenakan alat pelindung diri sesuai dengan prosedur yang mereka lakukan dan tingkat kontak dengan pasien yang diperlukan untuk menghindari kontak dengan darah dan cairan tubuh. APD untuk keperluan kewaspadaan standar terdiri atas sarung tangan, gaun pelindung, pelindung mata, dan masker bedah. Peralatan tambahan, seperti penutup kepala untuk melindungi rambut, tidak dianggap APD, tetapi dapat digunakan demi kenyamanan petugas kesehatan. Begitu pula, sepatu bot juga dapat digunakan untuk keperluan praktis, misalnya bila diperlukan sepatu yang tertutup rapat dan kuat untuk menghindari kecelakaan akibat benda tajam. Bila digunakan dengan benar, APD akan melindungi petugas kesehatan dari pajanan terhadap jenis penyakit menular tertentu.
4. Ketersediaan obat P3K di tempat kerja petugas P3K merupakan pertolongan pertama yang harus segera diberikan kepada korban yang mendapatkan kecelakaan atau penyakit mendadak dengan cepat dan tepat sebelum korban dibawa ke tempat rujukan. P3K sendiri ditujukan untuk memberikan perawatan darurat pada korban, sebelum
pertolongan yang lebih lengkap diberikan oleh dokter atau
petugas kesehatan lainnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1969 Pasal 19: “Setiap badan, lembaga atau dinas pemberi jasa, atau bagiannya yang tunduk kepada konvensi ini, dengan memperhatikan besarnya dan kemungkinan bahaya harus
menyediakan apotik atau pos P3K sendiri,
memelihara apotik atau pos P3K bersama-sama dengan badan, lembaga atau kantor pemberi jasa atau bagiannya dan mempunyai satu atau lebih lemari, kotak atau perlengkapan P3K.” Rumah sakit merupakan salah satu lembaga pemberi jasa dengan unit sterilisasi yang menjadi bagiannya. Dalam upaya pengawasan P3K maka perlu tersedia fasilitas dan personil P3K.
Fasilitas dapat berupa kotak P3K, isi kotak P3K, buku
4
pedoman, ruang P3K, perlengkapan P3K (alat perlindungan, alat darurat, alat angkut dan transportasi). Personil terdiri dari penanggung jawab: dokter pimpinan P3K, ahli K3, petugas P3K yang telah menerima sertifikat pelatihan P3K di tempat kerja. Rekomendasi minimum failitas yang tersedia dalam kotak P3K tipe I yaitu kasa steril terbungkus, perban (lebar 5 cm), perban (lebar 7,5 cm), plester (lebar 1,25 cm), plester cepat, kapas (25 gram), perban segitiga/mettela, gunting, peniti, sarung tangan sekali pakai, masker, aquades (100 ml lar saline), povidon iodin (60 ml), alkohol 70%, buku panduan P3K umum, buku catatan, daftar isi kotak. Sedangkan pada kotak P3K tipe II terdiri dari kasa steril terbungkus, perban (lebar 5 cm), perban (lebar 7,5 cm), plester (lebar 1,25 cm), plester cepat, kapas (25 gram), perban segitiga/mettela, gunting, peniti, sarung tangan sekali pakai, masker, bidai, pinset, lampu senter, sabun, kertas pembersih (Cleaning Tissue), aquades (100 ml lar saline), povidon iodin (60 ml), alkohol 70%, buku panduan P3K umum. Secara umum penentuan jenis dan jumlah kotak yang disediakan tergantung dari jumlah pekerja.
Tabel 1. Jumlah kotak P3K tiap unit kerja
Untuk jumlah personil P3K sendiri ditentukan oleh faktor risiko bahaya di tempat kerja dan jumlah pekerja.
5
Tabel 2. Jumlah petugas P3K 5. Pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum kerja, berkala, berkala khusus) Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerjaitu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan sistem rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat ( prompt-treatment ) Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi:
1. Pemeriksaan Awal Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah
6
calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi: -
Anamnese umum
-
Anamnese pekerjaan
-
Penyakit yang pernah diderita
-
Alrergi
-
Imunisasi yang pernah didapat
-
Pemeriksaan badan
-
Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan tertentu: -
Tuberkulin test
-
Psiko test
2. Pemeriksaan Berkala Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3. Pemeriksaan Khusus Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.
6. Peraturan pimpinan di rumah sakit tentang K3 di tempat kerja Upaya K3 di RS menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan,
7
pencegahan, pengobatan dan pemulihan. RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3 di RS dapat mengacu pada standar Sistem Manajemen K3 di RS diantaranya self assesment akreditasi K3RS dan SMK3. Perencanaan meliputi: 1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko. RS harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta pengendalian faktor risiko. a. Identifikasi sumber bahaya Dapat dilakukan dengan mempertimbangkan : •
Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi baha ya.
•
Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi. Sumber
bahaya yang ada di RS harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan
tingkat
resiko
yang
merupakan
tolak
ukur
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK.
b. Penilaian faktor risiko Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan
jalan
melakukan
penilaian
bahaya
potensial
yang
menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.
c. Pengendalian faktor risiko Dilaksanakan melalui 4 tingkatan pengendalian risiko yakni menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah/tidak ada (engineering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi (APP).
8
2. Membuat peraturan RS harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi,
diperbaharui
dan
harus
dikomunikasikan
serta
disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait.
3. Tujuan dan sasaran RS
harus
mempertimbangkan
peraturan
perundang-
undangan, bahaya potensial dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian (SMART). . 4. Indikator kinerja Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.
5. Program K3 RS harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan.
7. Keluhan atau penyakit yang dialami yang berhubungan dengan pekerjaan pada petugas instrumen di ruang bedah. Para peneliti menyatakan bahwa di dalam kamar operasi terkandung kadar eter yang signifikan ketika “ the open drop technique” digunakan. Dan diketahui bahwa paparan obat anastesi inhalasi seperti diethyl eter, nitrous oxide dan cloroform lebih mengarah tentang infertilitas dan aborsi spontan, insidensi kelainan kogenital, kanker,
9
penyakit hematopoietik, penyakit liver, dan penyakit saraf seperti psikomotor dan tingkah laku sebagai akibat paparan gas anastesi.
8. Upaya K3 lainnya yang dijalankan. Misalnya
ada
penyuluhan/pelatihan,
pengukuran/pemantauan
lingkungan tentang hazard yang pernah dilakukan. Bahaya potensial di RS dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Yaitu disebabkan oleh faktor biologi (virus, bakteri dan jamur), faktor kimia (antiseptik, Gas anastesi), faktor ergonomi (cara kerja yang salah), faktor fisika (suhu,cahaya,bising, getaran dan radiasi), dan faktor psikososial (kerja bergilir, hubungan sesama atau atasan).
Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di RS meliputi :
10
11
Bahan dan Cara
Peralatan yang digunakan dalam rangka survey as pek K3 petugas instrumen di ruang bedah antara lain : 1. Alat Tulis Berfungsi sebagai media untuk mencatap hasil-hasil temuan
2. Kamera Digital Berfungsi sebagai alat untuk memotret kegiatan petugas di ruang bedah serta memotret instrumen yang ada di ruang bedah.
3. Check list Berfungsi sebagai media untuk mendapatkan data primer mengenai survey yang dilakukan. Cara yang digunakan adalah Walk Through Survey Jadwal
Survei mengenai aspek K3 petugas instrumen di ruang bedah dilaksanakan selama kurang lebih lima hari yaitu pada tanggal 2 September 2013 sampai 6 September 2013.
12
Hasil
1. Hazard Lingkungan Kerja
a. Faktor Kebisingan Faktor kebisingan yang berlangsung pada saat survey di ruang bedah RS Ibnu Sina yaitu berasal dari alat suction, alat bor tulang, dan alat kauter. Bising yang timbul dari alat-alat tersebut muncul jika pintu ruang bedah yang sedang beroperasi terbuka. Selain bising bersumber dari peralatan kesehatan, bising juga berasal dari bunyi deringan telepon serta suara televisi yang menyala pada ruang dokter. Bising dari suara televisi yang muncul diakibatkan dua pintu yang menghubungkan ruang bedah dan ruang dokter tidak ditutup. Sumbersumber bising tersebut menjadi polusi udara dan dapat di dengar sampai ke ruang ganti staf.
b. Faktor Pencahayaan Berdasarkan wawancara singkat yang diperoleh dari dua paramedis di ruang bedah, bahwa pencahayaan umum yang terdapat di ruang operasi tersebut berasal dari lampu yang di pasang di langit-langit. Terdapat pencahayaan alami seperti sinar matahari di ruangan ini namun tidak terlalu dominan, karena sedikitnya ventilasi yang ada. Terdapat juga bantuan pencahayaan dari lampu operasi yang berwarna putih kebiruan.
c. Faktor Getaran Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan ruang operasi rumah sakit, pengelola bangunan ruang operasi rumah sakit harus mempertimbang kan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, atau sumber getar lainnya baik yang berada pada bangunan ruang operasi rumah sakit maupun di luar bangunan
13
ruang operasi rumah sakit. Berdasarkan wawancara singkat yang diperoleh dari dua paramedis ruang bedah, terdapat beberapa alat yang digunakan yang dapat menyebabkan getaran. Alat tersebut adalah bor dan suction.
d. Faktor Biologis Berdasarkan wawancara singkat yang diperoleh dari dua paramedis ruang bedah, diterapkan cuci tangan tujuh langkah sebelum melakukan tindakan dan setelah melakukan tindakan. Bahkan diadakan pelatihan untuk prosedur cuci tangan para petugas medis maupun petugas non medis di ruangan bedah. Selain itu terdapat pula ruang tempat cuci tangan beserta dengan sabun serta larutan antiseptik. e. Faktor Ergonomi Selama proses pembedahan berlangsung, para petugas medis berada dalam posisi berdiri yang cukup lama sampai operasi selesai. Sedangkan dari faktor kebersihan dan kerapian, ruang bedah RS Ibnu Sina tampak bersih dan rapi. f.
Faktor Psikososial Jadwal jam dinas yang diterapkan pada ruang bedah yaitu dimulai pukul 07.00 - 14.00 WITA. Sedangkan jadwal jaga dibagi menjadi dua shift yaitu shift siang ( 14.00-21.00 WITA) dan shift malam (21.0007.00 WITA). Hubungan para petugas terlihat cukup harmonis dan saling menghargai tugas masing-masing. Petugas di ruang bedah mampu melakukan tugasnya masing-masing dengan baik. Menurut sumber yang di wawancarai, tidak ada beban berlebih dalam pekerjaan yang di jalaninya dan gaji pokok yang diterima pegawai tetap dinilai cukup sesuai.
14
2. Alat Kerja Yang Digunakan Dari segi peralatan medis yang ada di Kamar operasi RS Ibnu Sina belum memenuhi kriteria dari Permenkes No. 340 Tahun 2010. Berdasarkan hasil wawancara singkat pada dua petugas paramedis di ruang bedah dan berdasarkan hasil survey di ruangan maka terdapat beberapa alat kerja yang digunakan. Alat kerja yang digunakan adalah alat-alat bedah, masker, mesin anastesi ventilator, eletric suction, kauter, dan monitor.
3. Alat Pelindung Diri Keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja di rumah sakit sangatlah perlu di perhatikan. Demikian pula penanganan faktor potensi berbahaya yang ada di rumah sakit serta metode pengembangan program keselamatan dan kesehatan kerja disana perlu dilaksanakan, seperti misalnya perlindungan baik terhadap penyakit infeksi maupun non-infeksi. Strategi yang penting untuk mengurangi risiko pajanan patogen dan penularan infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan meliputi pengendalian administratif, pengendalian teknis dan lingkungan, serta yang tak kalah pentingnya yaitu penggunaan APD. Pada ruang bedah tempat dilakukannya survey, tampak penggunaan APD berupa tutup kepala, masker, hand scoen steril, pakaian OK, celemek, dan sepatu boot. Persediaan APD cukup memadai dan teratur sehingga tidak pernah terjadi kekurangan atau ketiadaan APD. APD dikenakan sesuai prosedur yang pernah mereka dapatkan dalam pelatihan.
4. Pemeriksaan Kesehatan Menurut sumber yang di wawancarai, tidak ada pemeriksaan kesehatan secara berkala, namun petugas tetap yang bekerja diberi jaminan kesehatan sebesar Rp.1.500.000,00 dan juga jaminan sosial tenaga kerja
15
(JAMSOSTEK). Pemeriksaan dilakukan bila petugas mengalami keluhan dan memeriksakan dirinya. Tidak didapatkan bukti dari pemeriksaan kesehatan.
5. Peraturan perusahaan mengenai K3 Dari dua paramedis yang kami wawancarai, keduanya kurang mengetahui secara detail apa isi dari peraturan rumah sakit mengenai K3. Namun keduanya mengetahui akan adanya peraturan rumah sakit mengenai K3.
6. Keluhan Kesehatan / Sakit Keluhan yang paling sering dialami oleh petugas yang kami wawancarai yaitu berupa nyeri pinggang dan batuk. Apabila petugas sakit maka petugas akan berobat dengan menggunakan jaminan yang dimilikinya sehingga petugas tidak mengeluarkan biaya administrasi untuk berobat. Petugas tetap diberikan wewenang untuk mengambil cuti yaitu selama 12 hari jam kerja.
7. Upaya K3 lainnya Menurut Kepala Perawatan Ruang Bedah di RS. Ibnu Sina, para petugas telah di berikan penyuluhan dan pelatihan mengenai K3 di ruang pertemuan. Sedangkan kepala perawatan sendiri mengikuti berbagai macam pelatihan dan penyuluhan sampai keluar daerah. Terdapat ramburambu bahaya dan rambu-rambu evakuasi yang tertempel pada dinding – dinding di lorong yang menuju ruangan bedah.
8. Proteksi petir Dua orang petugas yang diwawancarai tidak tahu mengenai ada atau tidaknya proteksi petir pada ruangan bedah.
16
9. Sistem Proteksi Kebakaran Terdapat sistem proteksi kebakaran yang terletak pada dinding di depan pintu masuk ruang bedah. Petugas pun mengetahui dimana letak dari tabung pemadam kebakaran
10. Sistem Gas Medik dan vakum medik Dari hasil pengamatan yang kami lakukan di ruang bedah, terdapat vakum, oksigen dan nitrous oksida yang disalurkan dengan pemipaan keruang operasi. Vakum, oksigen dan nitrous oksida dipasang pada dinding di belakang mesin anastesi ventilator.
11. Persyaratan Kemudahan Persyaratan kemudahan berupa pintu geser tampak pada pintu masuk ruangan bedah serta pintu-pintu yang berada pada ruang bedah.
17
Pembahasan
Ruang Bedah atau ruang operasi Rumah Sakit merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan medik di sarana pelayanan kesehatan. Dalam rangka mendukung Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maka perlu disusun persyaratan teknis fasilitas ruang operasi rumah sakit yang memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Ruang Operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai daerah pelayanan kritis yang mengutamakan aspek hirarki zonasi sterilitas. Oleh karena itu kegagalan dalam pembedahan jangan sampai disebabkan oleh faktor perencanaan dan perancangan fisik bangunan dan utilitasnya yang tidak memenuhi persyaratan teknis. 1.
Persyaratan Umum Ruangan Dari hasil survey, persyaratan ruangan telah memenuhi persyaratan.
Dikatakan demikian oleh karena komponen lantai, dinding serta langit-langit memenuhi standar persyaratan ruang operasi. Hanya bagian pintu saja yang tidak memenuhi dikarenakan menurut pedoman teknis ruang operasi yang telah di publikasikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tentang bina pelayanan penunjang medik dan sarana kesehatan tahun 2012 yaitu disarankan pintu ruang bedah adalah pintu geser ( sliding door ) dengan rel diatas, yang dapat dibuka tutup secara otomatis. Pintu harus dibuat sedemikian rupa sehingga pintu dibuka dan ditutup dengan menggunakan sakelar injakan kaki atau siku tangan atau menggunakan sensor, namun dalam keadaan listrik penggerak pintu rusak, pintu dapat dibuka secara manual. Dan juga pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan. Akibat pintu yang terbuka maka berdampak pada terdengarnya suara bising dari peralatan bedah yang sedang beroperasi. Untuk itu sebaiknya pintu dile ngkapi dengan “alat penutup pintu (door closer ). Disarankan untuk menggunakan door seal and interlock system.
18
Bangunan Ruang Bedah RS. Ibnu Sina memiliki sitem pencahayaan yang baik sesuai dengan pedoman teknis ruang operasi 2012 yaituruangan bedah harus mempunyai pencahayaan alami yang bersumber dari matahari dan/atau pencahayaan buatan seperti lampu, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya. 2.
Fasilitas Fasilitas ruangan yang terdapat pada ruang bedah RS Ibnu Sina yaitu ruang
Operasi Utama, Tempat antisepsis/ cuci tangan operator, Ruang Dokter , Ruang Perawat, Ruang Ganti Staf, Toilet, Ruang Linen, Ruang observasi, dan Kantor . Dari segi fasilitas yang ada di Kamar operasi RS Ibnu Sina belum memenuhi kriteria dari Permenkes No. 340 Tahun 2010. Jumlah dari setiap fasilitas yang ada di kamar operasi RS Ibnu Sina juga memadai untuk menjalankan aktifitas pelayanan kamar operasi. Fasilitas sarana maupun prasarana yang tersedia di kamar operasi RS Ibnu Sina sangat bermanfaat untuk meningkatkan kepuasan pasien yang melewati pelayanan operasi. Selain itu tercipta pula rasa aman dan nyaman untuk tim medis dalam melakukan tugasnya. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyimpulkan bahwa faktor kelengkapan fasilitas turut berperan meningkatkan kepuasan pasien. Salah satu fasilitas yang belum tersedia secara optimal yaitu kantor. Kantor telah berfungsi ganda dan tempat penyimpanan obat-obatan. Ruang ganti staf juga terdapat kerusakan langit-langit serta kebocoran atap. Fasilitas mengenai tempat pembuangan tidak memenuhi persyaratan dikarenakan tidak adanya keterangan yang membedakan tempat sampah medis dan tempat sampah non medis. Apabila ditinjau dari segi kerapian dan kebersihan ruangan bedah RS Ibnu Sina cukup rapi dan juga bersih. 3.
Sumber Daya Manusia Dari segi sumber daya manusia baik petugas medis maupun non medis yang
ada di Kamar operasi RS Ibnu Sina telah memenuhi kriteria dari Permenkes No. 19
340 Tahun 2010 sehingga pelayanan kamar operasi RS Ibnu Sina dapat berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyimpulkan bahwa masing - masing SDM yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang baik akan membawa efek yang positif terhadap kualitas pelayanan yang diselenggarakan. Terutama dalam hal sikap/perilaku dimana faktor inilah yang akan menjadi fakor pembeda dalam setiap pelayanan kesehatan. Tenaga perawat yang bekerja di kamar operasi setiap shift kerja (pergantian shift setiap 8 jam). Lima tenaga perawat pada shift siang dan tiga petugas perawat pada shift malam. Dari jumlah petugas setiap shift nya mampu melayani pasien – pasien yang akan melakukan operasi di kamar operasi RS Ibnu Sina dengan saling berkoordinasi satu sama lain. Petugas dalam melakukan pekerjaannya selalu menggunakan alat pelindung diri. Alat pelindung diri yang diterapkan sudah sesuai dengan standar kewaspadaan yaitu terdiri atas sarung tangan atau handscooen, baju seragam ok, kaca mata, masker bedah, penutup kepala, dan penutup kaki. Sepatu bot juga digunakan untuk keperluan tertentu misalnya bila diperlukan sepatu yang tertutup rapat dan kuat untuk menghindari kecelakaan akibat benda tajam dan juga pada operasi yang ditafsir akan mengalami perdarahan yang banyak seperti caesar. Bila digunakan dengan benar, APD akan melindungi petugas kesehatan dari pajanan terhadap jenis penyakit menular tertentu. 4. Sistem Proteksi Didalam pedoman teknis ruang operasi tahun 2012 terdapat bagian yang menyebutkan adanya proteksi petir. Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk, ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus dilengkapi dengan instalasi proteksi petir. Sistem proteksi petir harus dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dan peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia
20
di
dalamnya.
Ketentuan
mengenai
tata
cara
perencanaan,
pemasangan,
pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 – 7015 – 2004. Tidak hanya proteksi petir, proteksi terhadap sumber kebakaran pun harus ditata. Umumnya semua petugas yang di wawancarai mengetahui persis tata letak kotak alarm kebakaran dan mampu menggunakan alat pemadam kebakaran tersebut. Api harus dipadamkan di ruang operasi, jika dimungkinkan, dan pasien harus segera dipindahkan dari tempat berbahaya. Peralatan pemadam kebakaran harus dipasang diseluruh rumah sakit. Semua petugas harus memahami ketentuan tentang cara-cara proteksi kebakaran.
21
Kesimpulan
1. Ada beberapa faktor hazard yang dialami petugas instrumen di ruang bedah RS. Ibnu Sina Makassar berupa : a. Kebisingan yang ditimbulkan oleh alat-alat pembedahan yang sedang beroperasi, dentingan telepon, dan suara televisi yang berasal dari kamar dokter. b. Faktor Kimia yang terdapat di ruang bedah RS. Ibnu Sina berasal dari obat-obat anastesi dan bahan disinfektan. c. Faktor biologi yang terdapat pada tempat sampah yang masih belum ada tulisan pembeda antara sampah medis dan sampah non medis. d. Faktor ergonomik yaitu proses pembedahan yang pada umumnya memakan waktu cukup lama membuat petugas harus berada dalam posisi berdiri yang cukup lama.
2. Alat-alat yang digunakan di ruang bedah meliputi benda-benda tajam, beahan kimia dan juga alat yang berhubungan dengan listrik sehingga dibutuhkan kehati-hatian dalam pengoperasiannya.
3. Alat pelindung diri yang diterapkan pada petugas yang bekerja di ruang bedah telah memenuhi standar.
4. Ada tempat P3K di ruang bedah yang berada pada ruang penyimpanan obatobatan.
5. Petugas di ruang bedah tidak ada pemeriksaan kesehatan berkala, namun mereka diberikan jaminan kesehatan sebesar Rp.1.500.000,00 dan juga JAMSOSTEK ataupun ASKES pada petuga tetap.
6. Ada peraturan dari pihak rumah sakit mengenai K3 namun petugas tidak mengetahui secara detail isi dari peraturan K3 tersebut.
7. Keluhan yang sering muncul pada petugas ruang operasi yaitu nyeri punggung belakang dan juga batuk
8. Penyuluhan dan juga pelatihan mengenai K3 telah diberikan pada petugas ruang bedah.
22
9. Petugas di ruang bedah memahami cara pengoperasian tabung pemadam api serta lokasi penyimpanan dari tabung tersebut. Petugas juga mengetahui arah evakuasi apabila terjadi keadaan darurat.
Saran
Agar adanya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang lebih terjamin maka kami dapat memberi saran agar usaha K3 yang dilakukan di rumah sakit ibnu sina dalam hal ini di ruang bedah agar lebih di tingkatkan dan menambah alat-alat yang digunakan agar lebih lengkap seperti tempat sampah medis dan non medis, serta memperhatikan dalam hal perawatan alat-alat pembedahan dan juga penyimpanannya. Karena mengadakan sebuah fasilitas lebih mudah dibandingkan menjaga dan melakukan perawatan.
23
Daftar Pustaka 1. Javed S, Yaqoob T. Gender Based Occupational Health Hazards among Paramedical Staff in Pubic Hospitals of Jhelum. International Journal of Humanities and Social Science. 2011;1:175. 2. Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 3. Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung. 5. Supari S.F. Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. Jakarta : 2007. 6.
Makary M.A, Al-attar A, Holzmueller C.G, Sexton J.B, Syin D, Gilson M.M, Sulkowski M.S, Pronovost P.J. Needlestick Injuries among Surgeons in Training. NEJM. 2007. p. 2693
7.
WHO. Epidemic-prone & pandemic-prone acute respiratory diseases: Infection prevention & control in health-care facilities. Jenewa : 2007
8.
Staff Dosen Emergency Medicine University of Sumatera Utara. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja. [Online on 2013] [Cited on September 2013]. Available from:
http://ocw.usu.ac.id/course/detail/pendidikan-dokter-s1/1110000130-emergencymedicine.html. 9. Tresnaningsih E. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan. Jakarta : 2008 10. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Teknis Ruang Operasi Rumah Sakit. Jakarta : 2012
24
LAMPIRAN - LAMPIRAN
25
CHECK LIST ACCEPTABLE NO
ASPEK YANG DINILAI
KETERANGAN YA
1.
TIDAK
HAZARD LINGKUNGAN KERJA A. Faktor fisik kebisingan Sumbernya (Jenis)
Berlangsung pada saat
Suction, alat bor tulang dan alat kauter. Telepon dan televisi
Operasi dikarenakan pintu yang tidak tertutup rapat
B. Faktor pencahayaan Sumbernya (Jenis)
Lampu operasi
Matahari dan lampu
Warna Cahaya
Putih
Berlangsung pada saat
Sepanjang hari
C. Faktor Getaran Sumbernya (Jenis)
Bor dan suction
Cair dan gas yang berasal dari obat-obat anastesi maupun desinfektan. Chlorine xyclocaine
D. Faktor Kimia Jenis bahan kimia Nama bahan
E. Faktor Biologi Sumber
26
Tempat
sampah
yang
tidak
terdapat tulisan sampah medis dan non medis
Hygiene perorangan
F. Faktor Ergonomi Posisi tubuh saat bekerja
Cara bekerja
berdiri kebersihan dan kerapian rusng
Ketata rumah tangga (house keeping)
operasi baik.
Jam dinas tujuh jam sedangkan
G. Faktor Psikososial Jadwal kerja Hubungan interpersonal
Beban kerja
Kemampuan
Gaji
27
Shift siang dan malam 8 jam.
Baik
2.
ALAT KERJAYANG DIGUNAKAN
Alat kerja yang digunakan adalah
Jenis alat kerja
alat-alat
Kegunaan alat
masker,
mesin
anastesi ventilator, eletric suction,
Alat kerja yang berhubungan dgn badan Alat kerja yang berhubungan dgn listrik
3.
bedah,
kauter, dan monitor.
ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
Jenis APD
APD
Pemeliharaan APD
kepala, masker, hand scoen steril,
Pemakaian selama bekerja
yang
digunakan
adalah
pakaian OK, celemek, dan sepatu boot.
Persediaan
APD
cukup
memadai dan teratur sehingga tidak pernah terjadi kekurangan atau ketiadaan APD.
4.
Dilakukan pemeriksaan kesehatan
PEMERIKSAAN KESEHATAN
Ada bukti hasil pemeriksaan kesehatan Hasil
awal, tetapi tidak di lakukan pemeriksaan kesehatan berkala.
Peraturan perusahaan
Petugas hanya diberikan jaminan kesehatan.
5.
PERATURAN PERUSAHAAN TENTANG K3
Jenis peraturan
Petugas
Diumumkan dan ada bukti
28
mengetahui
tentang
adanya peraturan k3 tapi petugas
Dilaksanakan Ada petugas
6.
tidak mengetahui isi peraturan tersebut secara tepat.
ADA KELUHAN
Apabila petugas sakit maka petugas KESEHATAN/SAKIT
akan berobat dengan menggunakan
Izin kunjungan klinik/rs/balai pengobatan
aminan yang dimilikinya sehingga
Surat cuti sakit
petugas tidak mengeluarkan biaya administrasi untuk berobat. Petugas
Jenis keluhan/ sakit yang paling sering
tetap diberikan wewenang untuk mengambil cuti yaitu selama 12 hari jam kerja.
7.
UPAYA K3 LAINNYA
Petugas juga diberikan pelatihan Penyuluhan
dan penyuluhan. Terdapat pula
Pelatihan
rambu- rambu bahaya dan ramburambu evakuasi yang tertempel
Pemantauan hazard / pengukuran
Ada rambu-rambu bahaya
pada dinding – dinding di lorong yang menuju ruangan bedah.
Rambu-rambu evakuasi
Dua petugas yang diwawancarai 8.
PROTEKSI PETIR
tidak mengetahui tentang adanya sistem proteksi petir.
Terdapat sistem proteksi kebakaran 9.
SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN
yang terletak pada dinding di depan pintu masuk ruang bedah
29
SISTEM GAS MEDIK DAN VAKUM
10.
Vakum, oksigen dan nitrous oksida dipasang pada dinding di belakang
MEDIK
mesin anastesi ventilator.
11.
PERSYARATAN KEMUDAHAN
30
Pintu ruangan
FOTO-FOTO YANG DIAMBIL DARI RUANG BEDAH RS.IBNU SINA MAKASSAR
Tabung pemadam api mudah dijangkau dan terletak di Pintu Masuk Ruang bedah
APD yang digunakan oleh petugas ruang bedah
31
Ruang Operasi utama bederta sumber pencahayaannya
Peralatan yang digunakan di ruang bedah
32
Tempat sampah yang tersedia tidak dapat dibedakan antara s ampah medis dan sampah non medis serta sampah tajam
Ruang Cuci tangan operator yang memenuhi standar dari WHO
33