LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
MODELING DAN ANALISIS DATA FARMAKOKINETIKA DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE MICROSOFT EXCEL DAN UJI BIOEKIVALENSI OBAT Senin, 21 November 2016 Kelompok IV Senin, Pukul 13.00 – 13.00 – 16.00 16.00 WIB
Nama
NPM
1. Shadish Kumar Subramaniam
260110132002
2. Jimmy Chan Wei Kit
260110132003
3. Vikneswaran Mutayah
260110132004
4. Roshini Mariappan
260110132006
5. Tarrsiney Mariappan
260110132007
6. Nishantini Somalu
260110132008
7. Keshni Devi Tannimalai
260110132026
LABORATORIUM BIOFARMASETIKA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2016
I.
Tujuan Percobaan
Mempelajari modeling dan analisis data penelitian farmakokinetika dengan pengkhususan data in vivo menggunakan software yang dikenal luas Microsoft Office Excel dan menentukan status bioekivalensi dari suatu produk obat yang diuji. II.
Prinsip Percobaan
1.
Bioekivalensi
Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama, dalam hal efikasi maupun keamanan. Jika bioavailabilitas nya yang tidak memenuhi kriteria bioekivalen maka kedua produk obat tersebut disebut bioinekivalen (BPOM, 2004).
III.
Teori Dasar
Uji Bioekivalensi (BE) merupakan data ekivalensi untuk melihat kesetaraan sifat dan kerja obat didalam tubuh suatu obat “ copy” dibandingkan dengan obat innovator sebagai pembanding. Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai bioekivalensi farmaseutik dan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis yang sama akan menghasilkan bioavailabili tas yang sebanding sehingga efek dalam efikasi maupun keamanan akan sama. Bioavailabilitas (BA) adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam produk obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif, setelah pemberian obat diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin (BPOM, 2004; BPOM, 2006). Uji bioavailabilitas dan bioekivalensi (BABE) mensyaratkan pelaksanaan sesuai dengan pedoman praktek laboratorium yang benar ( Good Laboratory Practice) dan pedoman cara uji klinik yang baik ( Good Clinical Practice). Setiap
laboratorium pengujian, untuk menyusun proposal uji BABE diharuskan melakukan penelitian dan kajian pustaka, karena dalam pedoman uji bioekivalensi
tidak menentukan produk yang harus diuji maupun inovator ataukomparatornya demikian pula dengan metode yang digunakan (BPOM, 2004; BPOM, 2006). Bioavailabilitas suatu obat mempengaruhi daya terapetik, aktivitas klinik, dan aktivitas toksik obat, maka biofarmasetika menja di sangat penting. Biofarmasetika bertujuan mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu (Shargel dan Andrew, 2005). Bioavailabilitas terbagi menjadi dua, yaitu:1. Bioavailabilitas absolut:- bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sist emik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bioavailabilitas zat aktif ter sebut dengan pemberian intra vena. 2. Bioavailabilitas relatif:- bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi siste mik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bentuk sediaan lain selain in travena. Bioavailabilitas suatu produk obat dibandingkan dengan produk stand ar. Faktor farmasetik yang mempengaruhi biovailabilitas obat aktif (Shargel dan Andrew, 2005): 1. Disintegrasi Sebelum absorpsi terjadi, suatu produk obat padat harus mengalami disintegrasi ke dalam partikel-partikel kecil dan melepaskan obat. 2. Pelarutan Pelarutan merupakan proses di mana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Laju pelarutan obat-obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdisintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorbsi sistemik obat. Obat yang terlarut dalam larutan jenuh dikenal sebagai ”stagnant layer”, berdifusi ke pelarut dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi obat yang rendah. Laju pelarutan adalah jumlah obat yang terlarut per satuan luas per waktu (misal g/cm2.menit). Laju
pelarutan dipengaruhi pula oleh sifat fisikokimia obat, formulasi, pelarut, suhu media dan kecepatan pengadukan 3. Sifat Fisikokimia Obat Sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat mempunyai pengaruh yang besar pada kinetika pelarutan. Sifat-sifat ini terdiri atas: luas permukaan, bentuk geometrik partikel, derajat kelarutan obat dalam air, dan bentuk obat yang polimorf. 4. Faktor Formulasi Yang Mempengaruhi Uji Pelarutan Obat Berbagai bahan tambahan dalam produk obat juga mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mengubah media tempat obat melarut atau bereaksi dengan obat itu sendiri. Misalnya, magnesium stearat (bahan pelincir tablet) dapat menolak air, dan bila digunakan dalam jumlah besar dapat menurunkan pelarutan. Natrium bikarbonat dapat mengubah pH media. Untuk obat asam seperti aspirin dengan media alkali akan menyebabkan obat tersebut melarut cepat. Serta, bahan tambahan yang berinteraksi dengan obat dapat membentuk kompleks yang larut atau tidak larut dalam air, contoh tetrasiklina dan kalsium karbonat membentuk kalsium tetrasiklina yang tidak larut air. Untuk mengetahui perbandingan kualitas obat sediaan generik dengan sediaan paten perlu diketahui bioekuivalensi antara dua sediaan tersebut. Masingmasing sediaan diukur bioavailabilitasnya. Perbandingan bioavailabilitas ini disebut bioekivalansi obat. Dasar untuk menentukan bioavailabilitas suatu obat terlebih dahulu harus diketahui profil disolusinya. Disolusi tablet ialah jumlah atau persen zat aktif dari sediaan padat yang larut pada waktu tertentu dalam kondisi baku. Kondisi yang dimaksud misalnya, dalam suhu, kecepatan, pengadukan, dan komposisi media tertentu. Uji disolusi merupakan suatu metode fisika kimia yang penting sebagai parameter dalam pengembangan produk dan pengendalian mutu sediaan obat yang didasarkan pada pengukuran kecepatan pelepasan dan melarut zat aktif dari sediaannya. Uji disolusi digunakan untuk uji
bioavailabilitas secara in vitro, karena hasil uji disolusi berkorelasi dengan ketersediaan hayati obat dalam tubuh (Stoklosa, 1991). Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama, dalam hal efikasi maupun keamanan (BPOM RI, 2004).
IV.
Alat dan Bahan
4.1. Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Laptop dengan Microsoft Excel dan Software PK Solver.
V.
Prosedur
5.1 Pengunduhan PK solver Dilakukan terlebih dahulu pengunduhan beberapa file atau program yang akan digunakan yaitu PK solver, PK solver installation, dan data simulasi yang akan ditentukan parameter farmakokinetiknya. Setelah dilakukan pengunduhan, program Microsoft Office Excel dibuka. Kemudian pada toolbar program dipilih menu file lalu klik menu option dan pilih menu Add-ins. Disini akan dilakukan penyediaan program solver Add-ins lalu klik tombol go. Selanjutnya, muncul jendela Add-ins available dan klik pilihan solver Add-ins lalu klik tombol OK. Maka
program PK solver siap untuk digunakan dalam program Microsoft Office Excel dan data farmakokinetika dapat diolah untuk memperoleh hasil yang cepat, tepat, dan akurat. Setelah install program PK Solver, pilih sheet excel data tabel yang akan diolah lalu klik data dan solver untuk pengecekan. Klik kembali file pada toolbar program, lalu pilih menu option, pilih Add-ins, dan klik tombol go. Selanjutnya dilakukan
penyediaan program PK Solver untuk running dengan memilih menu
browse terhadap data file yang akan diolah dalam bentuk file pksolver.xla
dan klik tombol OK. Kemudian pilih kolom PK solver dan solver Add-ins lalu klik tombol OK. Lalu program Microsoft Office Excel yang berisi data disimpan dan ditutup dengan tujuan untuk melakukan restart agar program PK solver siap digunakan.
5.2 Penentuan parameter farmakokinetika dan kompartemen Data yang diolah dan ditentukan parameter farmakokinetikanya dibuka kembali lalu klik menu Add-ins dan buka program PK solver. Menu NCA (Non-Compartemen) bolus dipilih dan klik menu sample. Penentuan
menggunakan
menu
NCA
(Non-Compartemen)
bolus
dilakukan untuk melihat dan menyimpulkan model kompartemen mana yang lebih cocok atau sesuai dengan data farmakokinetik yang telah terlampir. Penentuan model kompartemen dari suatu data farmakokinetik dapat dilihat dari bentuk grafik yang dihasilkan oleh program. Setelah klik menu sample, data dimasukkan dalam program dimana sumbu X sebagai waktu (dalam satuan jam) dan sumbu Y sebagai konsentrasi (dalam satuan mg/L). Nilai dosis yang dimasukkan adalah 50mg lalu klik tombol run untuk memulai pengolahan data dengan menggunakan program sehingga diperoleh hasil berupa data tabel dan grafik sehingga model kompartemen dapat ditentukan. Setelah memperoleh model kompartemen yang sesuai maka masuk kembali ke dalam program PKsolver dan pilih menu CA bolus/ekstravascular sesuai dengan model kompartemen kemudian data farmakokinetik yang telah terlampir dimasukkan kembali. Perlakukan yang diberi sesuai dengan perlakuan sebelumnya pada saat menentukan model kompartemen. Lalu dilakukan running terhadap data dan parameter farmakokinetika hasil perhitungan program dapat diperoleh.
5.3 Uji bioekivalen Uji bioekuivalen suatu obat dilakukan dengan car a membandingkan suatu obat dengan obat standard. Pertama- tama dihitung dahulu nilai F dengan
cara membagi nilai AUC kapsul A dengan nilai AUC kapsul standar kemudian hasil dikalikan dengan 100. Setelah nilai F didapat dari masingmasing sukarelawan kemudian nilai F rata-rata dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh nilai F yang didapat kemudian dibagi dengan jumlah sukarelawan . Lalu standard deviasi ratanya dan sel anjutnya dihitung CLI(+) dan CLI(-) untuk mengetahui apakah kapsul A ekivalen terhadap kapsul standard atau tidak. Sebelumnya ditentukan dahulu t alpha yang akan digunakan yaitu dengan melihat table statistik. Standar deviasi juga disebut sebagai simpangan baku.
VI. Data Pengamatan dan Perhitungan
6.1 Ekstravaskuler Input 6.1.1 Non-Compartmental
6.1.2 Compartmental analysis
6.2 Intravenous Bolus 6.2.1 Non-Compartmental Analysis
6.2.2 Compartmental analysis
6.3 Uji Bioekivalen 6.3.1 KAPSUL A AUC (ug/ml.jam)
F(rel)
SUKARELAWAN
Kapsul A
Kapsul STD
1
14.1
15.8
89.24051
2
20.2
19
106.3158
3
19
19.3
98.4456
4
13.2
18.4
71.73913
5
13.5
17.2
78.48837
6
17.9
16.5
108.4848
7
12.4
17.9
69.27374
8
15.8
17.5
90.28571
TOTAL F rata-rata
T alpha
1.895
S̅
5.2915
CI kapsul A(-)
79.0068
CI kapsul A(+)
99.0616
Bioekivalen
79-99%
S̅ = =
STDEV
712.2737 14.9665 89.03421
√
14.9665 √ 8
= 5.2915 CI = Frata-rata ∓ S̅ = 89.03421 ∓ 5.2915 = 79 – 99% Kesimpulan : kapsul A tidak memenuhi syarat bioekivalen yaitu 80-125%.
6.3.2 KAPSUL B SUKARELAWAN AUC (ug/ml.jam)
F(rel)
Kapsul B
Kapsul STD
1
19.1
15.8
120.8861
2
20
19
105.2632
3
17.5
19.3
90.67358
4
20.3
18.4
110.3261
5
17.3
17.2
100.5814
6
17.4
16.5
105.4545
7
17.2
17.9
96.08939
8
16.9
17.5
96.57143
TOTAL
825.8457
F rata-rata
103.2307
T alpha
1.895
SF
3.357
CI kapsul B(-)
96.869
CI kapsul B(+)
109.592
Bioekivalen
96-109%
S̅ = =
STD
9.495696
√
9.495696 √ 8
= 3.357 CI = Frata-rata ∓ S̅ = 103.2307 ∓ 3.357 = 96-109% Kesimpulan : kapsul B memenuhi syarat bioekivalen yaitu 80-125%.
6.3.3 KAPSUL C SUKARELAWAN AUC (ug/ml.jam) Kapsul C 9.6
15.8 60.75949
2
10.6
19 55.78947
3
14.6
19.3 75.64767
4
13.1
18.4 71.19565
5
10.4
17.2 60.46512
6
8.3
16.5 50.30303
7
14.5
17.9 81.00559
8
11.4
17.5 65.14286
1.895
SF
3.653
CI kapsul C(-)
58.116
CI kapsul C(+)
71.961
Bioekivalen
58-71%
=
STD
Kapsul STD
1
T alpha
S̅ =
F (rel)
TOTAL
520.3089 10.33253
F Rata-rata
65.03861
√
10.33253 √ 8
= 3.653 CI = Frata-rata ∓ S̅ = 65.03861 ∓ 3.653 = 58-71% Kesimpulan : kapsul C tidak memenuhi syarat bioekivalen yaitu 80125%.
VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan dua jenis analisis data, yaitu modelling dan analisis data menggunakan software Microsoft Excel dan uji bioekivalensi obat. Pertama sekali, untuk analisis pertama dapat dipelajari bagaimana cara merancang dan menganalisis data penelitian in vivo farmakokinetika dengan menggunakan program Microsoft Office Excel. Pertama-tama dilakukan terlebih dahulu pengunduhan beberapa file atau program yang akan digunakan yaitu PK solver, PK solver installation, dan data simulasi yang akan ditentukan parameter farmakokinetiknya. Setelah dilakukan pengunduhan, program Microsoft Office Excel dibuka. Kemudian pada toolbar program dipilih menu file lalu klik menu option dan pilih menu Add-ins. Disini akan dilakukan penyediaan program solver Add-ins lalu klik tombol go. Selanjutnya, muncul jendela Add-ins available dan klik pilihan solver Add-ins lalu klik tombol OK. Maka program PK solver siap untuk digunakan
dalam program Microsoft Office Excel dan data farmakokinetika dapat diolah untuk memperoleh hasil yang cepat, tepat, dan akurat. Setelah install program PK Solver, pilih sheet excel data tabel yang akan diolah lalu klik data dan solver untuk pengecekan. Klik kembali file pada toolbar program, lalu pilih menu option, pilih Add-ins, dan klik tombol go. Selanjutnya dilakukan penyediaan program PK Solver untuk running dengan memilih menu browse terhadap data file yang akan diolah dalam bentuk file pksolver.xla dan klik
tombol OK. Kemudian pilih kolom PK solver dan solver Add-ins lalu klik tombol OK. Lalu program Microsoft Office Excel yang berisi data disimpan dan ditutup dengan tujuan untuk melakukan restart agar program PK solver siap digunakan. Data yang diolah dan ditentukan parameter farmakokinetikanya dibuka kembali lalu klik menu Add-ins dan buka program PK solver. Menu NCA (NonCompartemen) bolus dipilih dan klik menu sample. Penentuan menggunakan menu
NCA
(Non-Compartemen)
bolus
dilakukan
untuk
melihat
dan
menyimpulkan model kompartemen mana yang lebih cocok atau sesuai dengan data farmakokinetik yang telah terlampir. Penentuan model kompartemen dari suatu data farmakokinetik dapat dilihat dari bentuk grafik yang dihasilkan oleh
program. Setelah klik menu sample, data dimasukkan dalam program dimana sumbu X sebagai waktu (dalam satuan jam) dan sumbu Y sebagai konsentrasi (dalam satuan mg/L). Nilai dosis yang dimasukkan adalah 50mg lalu klik tombol run untuk memulai pengolahan data dengan menggunakan program sehingga
diperoleh hasil berupa data tabel dan grafik sehingga model kompartemen dapat ditentukan. Berdasarkan data yang dimiliki dan bentuk grafik yang cukup linier pada saat diplotkan maka data yang dimiliki oleh kelompok kami termasuk dalam data dua kompartemen. Setelah memperoleh model kompartemen yang sesuai maka masuk kembali ke dalam program PKsolver dan pilih menu CA bolus model dua kompartemen kemudian data farmakokinetik yang telah terlampir dimasukkan kembali. Perlakukan yang diberi sesuai dengan perlakuan sebelumnya pada saat menentukan model kompartemen. Lalu dilakukan running terhadap data dan parameter farmakokinetika hasil perhitungan program dapat diperoleh. Modeling dengan NCA intravena bolus ditujukan untuk mengetahui data obat memiliki kompartemen 1, kompartemen atau 2 kompartemen. Ketika sudah mengetahui bahwa data memiliki model kompartemen tertentu, maka dicari parameter farmakokinetik dengan modeling yang sesuai. Penentuan kompartemen dilihat dari bentuk kurva modeling NCA. Prosedur yang sama dilakukan untuk NCA Ekstravaskular dan CA Ekstravaskular. Model dua kompartemen diperlukan untuk menjelaskan adanya kurva kadar dalam plasma terhadap waktu yang tidak menurun secara linier sebagai suatu proses laju orde kesatu setelah pemberian injeksi iv cepat. Dalam model dua kompartemen, obat didistribusikan dengan laju reaksi yang tidak sama ke dalam berbagai kelompok jaringan yang berbeda. Jaringan-jaringan yang mempunyai
aliran
darah
paling
tinggi
dapat
berkesetimbangan
dengan
kompartemen plasma. Jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi ini begitu juga darah dapat dinyatakan sebagai kompartemen sentral. Sewaktu distribusi awal terjadi, obat dilepaskan ke satu atau lebih kompartemen perifer yang terdiri atas sekelompok jaringan dengan aliran darah lebih sedikit tetapi jaringan-jaringan
dalam kompartemen tersebut mempunyai aliran darah dan afinitas yang sama terhadap obat
Analisis yang kedua adalah uji bioekivalen obat. Uji bioekuivalen suatu obat dilakukan dengan cara membandingkan suatu obat dengan obat standard. Pertama- tama dihitung dahulu nilai F dengan cara membagi nilai AUC kapsul A dengan nilai AUC kapsul standar kemudian hasil dikalikan dengan 100. Setelah nilai F didapat dari masing-masing sukarelawan kemudian nilai F rata-rata dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh nilai F
yang didapat kemudian
dibagi dengan jumlah sukarelawan . Lalu standard deviasi ratanya dan selanjutnya dihitung CLI(+) dan CLI(-) untuk mengetahui apakah kapsul A ekivalen terhadap kapsul standard atau tidak. Sebelumnya ditentukan dahulu t alpha yang akan digunakan yaitu dengan melihat table statistik. Standar deviasi juga disebut sebagai simpangan baku. Seperthi halnya varians, standard deviasi juga merupakan ukuran dispersi yang paling banyak dipakai. Hal ini karena standard deviasi mempunyai satuan ukuran yang sama dengan satuan ukuran data asalnya. Nilai CLI(+0
didapatkan dengan cara mengalihkan standard deviasi rataan
dengan nilai t alpha kemudian hasilnya ditambahkan dengan nilai F rata-rata. Sedangkan nilai CLI(-) didapatkan dengan cara standard deviasi rataan dengan nilai t alpha kemudian hasilnya dikurangi dengan nilai F rata-rata. Nilai CLI(+) dan CLI (-) yang diperoleh masing-masing yaitu 99.0616 dan 79.0068. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa kapsul A tidak ekivalen dengan standard karena CLI(-) yang diperoleh kurang dari 80%. Kriteria BE yang seharusnya adalah 80125%. Prosedur diatas juga dilakukan pada perhitungan BE kapsul B dan Kapsul C. Pada kapsul B didapatkan nilai CLI(+) sebanyak 109.59 dan nilai CLI(-) adalah 96.869. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kapsul B adalah ekuivalen dengan standar karena nilai CLI memenuhi kriteria BE yaitu 80-125%. Pada kapsul C nilai CLI (+) yang diperolehi adalah 71.961 dan CLI (-) adalah 58.116. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kapsul B tidak ekuivalen dengan standar karena nilai CLI yang diperoleh tidak memenuhi kriteria BE (80-125%).
VIII. Simpulan
1. Status bioekuvalen dari suatu produk obat yang diuji didapat BE yang memenuhi syarat. Kapsul A dan C tidak memenuhi syarat BE namun kapsul B memenuhi syarat BE. 2. Berdasarkan percobaan perhitungan beberapa kasus dapat dirancang beberapa uji bioavailabilitas dan bioekuivalensi suatu produk obat.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM) (2004), Pedoman Uji Bioekivalensi. cetakan I, Badan pengawas obat dan makan RI. Jl.
Percetakan Negara No. 23. Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM) (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik . Jakarta.
Shargel, L. dan B.C. Andrew. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya: Airlangga University Press. Stoklosa MJ, Ansel HC, 1991. Pharmaceutical Calcutations 9th. London: Lea & Febiger. Pages 74-89.