TUGAS MANDIRI MAKALAH KEPERAWATAN SISTEM INTEGUMEN KONSEP GANGGUAN SISTEM INTEGUMAN PADA ANAK (SKABIES)
OLEH VAMILA MEYDIAWATI 151.0054
PRODI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA 2017-2018
BAB I LATAR BELAKANG
Skabies merupakan penyakit yang ditandai dengan rasa gatal yang mengganggu, timbulnya kemerahan dan mempunyai kemampuan menular. Skabies biasa disebut juga “itch mite” yang ditandai dengan pruritus berat. Pruritus sendiri disebabkan distress yang signifikan, kerusakan epitel, akibat tungau yang bersembunyi di bawah kulit dan kerusakan kulit yang terjadi berupa ekskoriasi dapat menjadi pintu masuk bagi bakteri patogenik. Diperkirakan lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terkena skabies. Prevalensi cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan terutama di daerah yang padat penduduk. Skabies mengenai meng enai semua kelas sosial ekonomi, perempuan dan anak -anak mengalami prevalensi lebih tinggi. Prevalensi meningkat di daerah perkotaan dan padat penduduk. Pada musim dingin prevalensi juga cenderung lebih meningkat dibandingkan musim panas (Stone et al.,2008). Di Brazil Amerika Amerika Selatan prevalensi prevalensi skabies mencapai 18 % (Strina et al., 2013), di Benin Afrika Barat 28,33 % (Salifou et al., 2013). Di kota Enugu Nigeria 13,55 % (Emodiet al., 2013), di Pulau Pinang Malaysia 31 % (Zayyid et al., 2013). Di indonesia prevalensi skabies masih cukup tinggi. Menurut Departemen Kesehatan RI 2008 prevalensi skabies di Indonesia sebesar 5,60-12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit. Tiyakusuma dalam penelitiannya di Pondok Pesantren As-Salam Surakarta, menemukan prevalensi skabies 56,67 % pada tahun 2010. Prevalensi yang tinggi ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang dewasa, yang dimana laki-laki lebih tinggi prevalensinya dibandingkan dengan wanita. Begitu pula orang dengan sosioekonomi rendah lebih berpeluang besar dibandingkan orang dengan sosioekonomi tinggi, dan prevalensi yang tinggi juga didapatkan pada orang yang aktif secara seksual. Higiene atau biasanya disebut juga dengan kebersihan adalah upaya untuk memelihara hidup sehat yang meliputi personal hygiene, kehidupan bermasyarakat dan kebersihan bekerja. Kebersihan merupakan suatu perilaku yang diajarkan dalam kehidupan manusia untuk mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan serta membuat kondisi lingkungan agar terjaga kesehatannya. Personal hygiene atau kebersihan pribadi merupakan perawatan diri sendri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis. (Alimul, 2009). Penelitian Luthfiatun (2011) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara personal hygiene dengan kejadian skabies. Personal hygiene yang buruk dapat meningkatkan kejadian skabies.
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 TEORI GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN PADA ANAK (SKABIES) 2.1.1 SISTEM INTEGUMEN
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksoi, sensasi, termoregulasi, metabolism, sintesis vitamin D, keseimbangan air, penyerapan zat atau obat, penyimpanan nutrisi, berperan dalam komunikasi non verbal. Gangguan pada sistem integumen bukan hanya dialami oleh orang dewasa, lansia atau remaja tetapi juga anak-anak. Pada masa anak-anak diman kekebalan tubuh masih rentan dan juga personal hygine masih sangat kurang sehingga menyebabkan mudah terkena penyakit kulit seperti skabies dimana penyakit ini lebih sering terkena pada anak-anak. 2.1.2 SKABIES 1.
Definisi Scabies
Skabies merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei varian hominis pada kulit yang penularannya melalui kontak langsung. Skabies merupakan penyakit yang ditandai dengan rasa gatal yang mengganggu, timbulnya kemerahan dan mempunyai kemampuan menular. Skabies biasa disebut juga “itch mite” yang ditandai dengan pruritus berat. Pruritus sendiri disebabkan distress yang signifikan, kerusakan epitel, akibat tungau yang bersembunyi di bawah kulit dan kerusakan kulit yang terjadi berupa ekskoriasi dapat menjadi pintu masuk bagi bakteri patogenik. Skabies merupakan suatu infeksi ektoparasit yang ditandai oleh suatu “terowongan” pada superficial kulit dan rasa gatal yang sering dan adanya keterlibatan infeksi sekunder. Scabies sendiri merupakan istilah Latin untuk gatal.
2. Etiologi
Skabies pada manusia disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varian hominis yang menyelusup ke bawah kulit, namun rash dan gatal yang ditimbulkan menyebar jauh lebih luas dibanding letak tungau tersebut. Tungau ini dapat dengan mudah ditularkan melalui kontak langsung dan pada umumnya berawal dari sekitar pergelangan tangan yang mungkin ditimbulkan akibat berjabat tangan. Transmisi secara tidak langsung seperti melalui perantara kain jarang terjadi pada tipe scabies klasik, namun dapat terjadi pada tipe crusted scabies. Penularan secara seksual dapat terjadi walaupun jarang. Sarcoptes
scabei adalah
tungau
yang
termasuk
famili
Sarcoptidae ordo Acari, kelas Arachnida. Badannya berbentuk oval atau gepeng, yang betina berukuran 300 x 350 mikron sedangkan yang jantan berukuran 150x200 mikron. Stadium dewasa mempunyai 4 kaki, 2 pasang merupakan pasangan kaki depan dan 2 pasang lainnya kaki belakang. Setelah melakukan kopulasi S. Scabei jantan mati, tetapi kadang-kadang dapat bertahan hidup beberapa hari. Kutu betina berukuran 0,4-0,3 mm. Kutu jantan membuahi kutu betina kemudian mati. Kutu betina setelah impregnasi akan menggali lubang ke dalam epidermis kemudian membentuk terowongan di dalam stratum korneum. Kecepatan menggali terowongan 1-5 mm/hari.
Dua
hari
setelah
fertilisasi
skabies
betina
mulai
mengeluarkan telur yang kemudian berkembang melalui stadium larva, nimpa dan kemudian menjadi kutu dewasa dalam 10-14 hari. Lama hidup kutu betina kira-kira 30 hari. Kemudian kutu mati di ujung terowongan. Terowongan lebih banyak terdapat didaerah yang berkulit tipis dan tidak banyak mengandung folikel pilosebasea.
Tungau betina biasanya dapat ditemukan pada akhir terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup selama sebulan. Telur menetas biasanya dalam waktu 3-4 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Setelah 2-3 hari larva menjadi nimpa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya dari telur sampai dewasa memerlukan waktu 8-12 hari. Semua stadium dalam siklus hidup tungau dapat penetrasi ke dalam epidermis yang utuh melalui sekresi enzim yang dihasilkannya. Skabies ditularkan oleh kutu betina yang telah dibuahi melalui kontak fisik yang erat. Penularan melalui pakaian dalam, handuk, seprei, tempat tidur dan perabot rumah. Kutu dapat hidup diluar kulit hanya 2-3 hari dan pada suhu kamar 21℃ dengan kelembaban relatif 40-80%. Masa inkubasi skabies bervariasi, ada yang beberapa min ggu bahkan beberapa bulan tanpa menunjukkan gejala. Mellany menunjukkan sensitasi dimulai 2-4 minggu setelah penyakit dimulai. Selama waktu itu kutu berada diatas kulit atau sedang menggli terowongan tanpa menimbulkan gatal. Gejala gatal timbul setelah penderita tersensitasi oleh ekskret kutu.
3. Klasifikasi a. Skabies pada orang yang bersih.
Sering tidak dapat didiagnosis karena sering tidak ada lesi dan terowongan sukar ditemukan. Kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.
b. Skabies pada bayi dan anak kecil
Pada usia ini wajah, kulit kepala, telapak tangan dan telapak kaki sering terkena. Lesi biasanya berupa papula, vesikopustula dan nodul. Distribusi biasanya tidak khas dan sering terjadi infeksi sekunder. Lesi sekunder sering terlihat tetapi terowongan sulit ditemukan. Prevalensi skabies tinggi pada anak dibawah 2 tahun.
c. Skabies pada orang tua Pada usia ini skabies sering tidak terdiagnosis, karena perubahan kulit yang minimal dan tidak khas. Rasa gatal yang sangat sering
dipikirkan sebagai pruritus senilis, xerosis atau karena obatobatan atau psikologis. Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa tingal lama di tempat tidur dapat menderita skabies pada bagian punggungnya.
d. Skabies Inkognito Ditemukan pada pasien yang mendapat terapi kortikosteroid dan obat imunosupresan lain. Obat-obat tersebut dapat menyamarkan gejala dan tanda dari scabies, sementara infeksi tetap ada dalam tubuh. Lesi dari scabies sering dianggap sebagai dermatitis kontak atau Darier’s Disease. Harus benar -benar dipertimbangkan sebagai scabies jika lesi tersebar di seluruh tubuh, bersisik, dan gatal.
e. Skabies pada HIV/AIDS Skabies mengenai 2-4 % penderita AIDS. Bentuk yan g tidak lazim dari scabies pada AIDS dianggap sebagai crusted scabies dan atypical popular scabies. Pasien AIDS yang terkena skabies klasik akibat sistem imunnya yang menurun akan berkembang menjadi
crusted scabies. Pada bentuk ini rasa gatal akan hilang. Karena gambaran kliniknya tidak khas diagnosis sering terlambat dan meningkatkan resiko penyebaran kepada orang lain. Gejala skabies pada umumnya tergantung pada respons imun, karena itu tidak mengherankan bahwa spektrum klinis skabies penderita HIV berbeda dengan penderita yang memiliki status imun yang normal. Meskipun data yang ada masih sedikit, tampaknya ada kecenderungan bahwa penderita dengan AIDS biasanya menderita bentuk skabies berkrusta (crusted scabies). Selain itu, skabies pada penderita AIDS biasanya juga menyerang wajah, kulit, dan kuku dimana hal ini jarang didapatkan pada penderita status imunologi yang normal.
f.
Skabies yang ditularkan oleh hewan Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaanya berhubungan erat dengan hewan. Gejalanya ringan, kurang gatal, tidak timbul terowongan, lesi di tempat kontak, dan dapat sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih.
g. Nodular scabies Nodul mungkin terjadi akibat reaksi hipersensitif untuk melawan tungau atau antigen lainnya. Lesi terlihat merah kecoklatan, adanya papul yang gatal dan ada nodul-nodul pada daerah yang tertutup (sering dijumpai pada genetalia laki-laki, paha, dan daerah aksila) yang sering menetap beberapa bulan bahkan hingga 1 tahun biarpun sudah mendapat pengobatan anti skabies.
h.
Crusted (Norwegian) scabies Keadaan ini berhubungan dengan orang tua, orang yang menderita retardasi mental (Down’s syndrome), sensasi kulit yang rendah (lepra, tabes dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat (leukemia, diabetes) dan penderita dengan system imun tubuh yang rendah. Hyperkeratosis dan adanya lesi yang tidak gatal sering ditemukan. Dapat juga berupa adanya krusta yang tidak gatal maupun gatal, papul-papul dan mungkin lesinya seperti Darier’s Disease atau psoriasis. Sering mengenai kuku tangan maupun kaki. Ribuan tungau dapat ditemukan pada lesi. Sering terjadi bakteremia akibat infeksi dari fisura-fisura dan kulit yang ekskoriasi yang berakibat sangat fatal.
i.
Skabies pada kepala Skabies jarang mengenai kulit kepala orang dewasa, jika mengenai kepala berhubungan atau disebabkan oleh dermatitis seboroik atau dermatomyositis pada kulit kepala. Biasanya mengenai bayi, anak-anak, orang tua, orang yang sakit kronis, pasien dengan crusted scabies, penderita AIDS.
j.
Bullous Scabies Vesikel pada skabies biasa ditemukan pada anak-anak, jarang pada orang dewasa. Bullous scabies yang ditemukan pada orang dewasa berhubungan dengan proses erupsi pada penderita bullous pemfigoid. Dari pemeriksaan klinik didapatkan eosinofilia dan pada pemeriksaan kulit ditemukan sejumlah scabies dewasa, terdapat celah epidermal jika bula dibiopsi. Biasanya pada pasien tua dengan terapi kortikosteroid. Terapinya dengan menghentikan kortikosteroid dilanjutkan pemberian antiscabies.
4. Manifestasi Klinis Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda berikut ini :
a. Pruritus (gatal pada malam hari) Karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misal dalam sebuah keluarga ada anggota kelurga yang terkinfeksi biasanya seluruh anggota keluarga akan terkena infeksi. c. Kunikulus (adanya terowongan) pada tempat predilekswi yang berwwarna abu-abu, berbentuk garis lurus atau berkelok, ratarata panjang 1cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorfi (pustula, ekskoriasi, dll). Tempat predileksi biasanya di daerah sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku, lipatan ketiak bagian depan, aerola mamae (wanita), lipatan glutea,
umbilikus, bokong, genetwalwia eksterna, perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang tua dapat juga timbul pada daerah kulit kepala d. Terdapat agen parasitik satu atau lebih. Pada pasien yang menjaga hygien lesi yang timbul hanya sedikit sehingga diagnosis kadangkala sangat sulit di tegakkan. Jika penyakit berlangsung lama dapat timbul likenifikasi, impetigo, dan furunkulosis 5. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti dapat ditegakkan bila ditemukan tungau dewasa, telur, larva atau ekskreta (skibala). Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan: a. Pemeriksaan langsung di bawah mikroskop Satu atau dua tetes minyak mineral diteteskan pada lesi yang telah digores atau diiris dengan pisau pada bagian atas terowongan atau papul. Kemudian hasil goresan diletakkan pad a obyek glas dan diperiksa dengan mikroskop dengan pembesaran lemah. Sebaiknya tidak menggunakan potassium hidroksida karena dapat menghancurkan skibala. Teknik ini tidak menakutkan bagi anak-anak dan pasien yang mudah cemas dan metode yang disukai pada pasien yang diduga menderita HIV/AIDS.
b. Dermoskopi Dermoskopi
merupakan
teknik
alternatif
yang
digunakan untuk mendiagnosis scabies. Sebuah kaca pembesar illuminasi yang biasa disebut juga dengan stereomikroskop epiluminescent dibutuhkan disertai dengan alat pemegang. Naynader
dkk
dan
Zolandek
dkk
melaporkan
bahwa
dermoskopi (epilumenesce microscopy) efektif secara in vivo untuk berguna untuk menegakkan diagnosis skabies.
Pada
metode ini terowongan dengan telur dan skibala akan terlihat kecil, gelap, terlihat struktur triangular yang merupakan bagian pigmen anterior dari kutu dan segmen garis lurus di belakang struktur triangular yang berisi gelembung – gelembung udara.
c.
Diagnostik antigen dan Polymerase Chain Reaction Kunci kelemahan pemeriksaan PCR untuk diagnosis scabies adalah bergantung pada diagnosis mikroskopik utnuk menemukan bagian dari sampel apakah mengandung serangga apa tidak sehingga tidak disarankan untuk penggunaan diagnostik secara luas di samping juga memiliki sensitivitas yang rendah. PCR yang dilanjutkan dengan pemeriksaan ELISA disarankan sebagai teknik sensitif untuk diagnosis pasien dengan scabies atipikal. Namun demikian, pemeriksaan ini
membutuhkan pemeriksaan labpratorium yang sensitif dan memakan waktu. d. Skin test skabies intradermal Metode
skin
tes
intradermal
tidak
layak
untuk
memeriksa ekstrak keseluruhan tungau karena ketidakmampuan membiakkan sejumlah S. Scabiei dalam jumlah yang cukup. Selain itu keseluruhan ekstrak tungau yang didapat dari model hewan mengandung campuran heterogen antara antigen parasit dan pejamu, termasuk debu rumah cross reactive epitop tungau, dan variasi dalam komposisi, potensi dan proses purifikasi. Rekombinan allergen tungau scabies yang telah dipurifikasi dan komposisi protein yang telah dikarakteristik dapat menjadi alat yang berpotensi di masa depan sebagai skin tes terutama untuk kasus yang sulit didiagnosis dan juga berperan sebagai imunoterapi. e. Deteksi Antibodi Dokumentasi
studi
infestasi
tungau
skabies
menyebabkan produksi antibodi pada pejamu yang terinfeksi. Selain itu, Ig G pejamu muncul pada anterior midgut dan esofagus dari tungau yang masih segar. Studi dengan marker molekular menunjukkan bahwa organisme S.scabiei dari hewan dan manusia secara genetik berbeda dan jarang sekali terjadi perkawinan silang atau infeksi silang. 6. Penatalaksanaan
Pencegahan skabies dapat dilakukan dengan cara : a. Mencuci bersih, bahkan sebagian ahli menganjurkan dengan cara direbus, handuk, seprai, maupun baju penderita skabies kemudian menjemurnya hingga kering.
b. Menghindari pemakaian baju, handuk, dan seprai secara bersama sama. c. Mengobati seluruh anggota keluarga atau masyarakat yang terinfeksi untuk memutuskan rantai penularan. d. Mandi dengan air hangat dan sabun untuk menghilangkan sisa-sisa kulit yang mengelupas dan kemudian kulit dibiarkan mongering e. Gunakan pakaian dan seprei yang bersih, kemudian sebelum tidur diharap untuk membersihkan tempat tidunya terlebih dahulu f.
Cegah datangnya lagi skabies dengan menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat, ruangan jangan terlalu lembab dan harus terkena sinar matahari .
Jenis obat untuk penderita skabies: a. Jenis obat topikal Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20 % dalam bentuk salep/ krim. Pada bayi dan orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam minyak sangat aman dan efektif. Kekurangannya ialah pemakaian tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak efektif terhadap stadium telut, berbau, mengotori pakaian dan dapat menyebabkan iritasi. b. Emulsi benzil-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium. Diberikan setiap malam hari selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh, sering menyebabkan iritasi dan terkadang semakin gatal setelah dipakai c. Gema benza heksaklorida (gameksan= gammexane) 1% dalam bentuk krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya hanya cukup 1 kali selama 8
jam. Jika masih ada gejala ulangi seminggu kemudian. penggunaan berlebihan dapat menimbulkan efek pada ssp jika pada bayi dan anak-anak dapat menimbulkan neurotoksisitas. Obat ini tidak dianjurkan untuk ibu menyusui dan wanita hamil d. Benzilbenzoat (krotamiton) tersedia 10% dan 25% dalam krim atau losio mempunyai 2 efek sebagai antiskabies dan antigatal. Hindari kontak dengan mata, mulut, uretra. Krim ini hanya efektif pada 50-60% pasien. Digunakan selama 2 malam berturut-turut dan dibersihkan setelah 24 jam pemakaian terakhir, kemudian digunakan lagi 1 minggu kemudian. Penggunaan
berlebih
dapat
menyebabkan
iritasi.
Bila
digunakan pada bayi dan anak harus ditambahkan air 2-3 bagian. e. Premethrin dalam bentuk krim 5% sebagai dosis tunggal, penggunaannya selama 8-12 jam dan kemudian dicuci bersih, obat ini berguna untuk mematikan parasit S.
7. Komplikasi
1) Urtikaria Urtikaria adalah reaksi dari pembuluh darah berupa erupsi pada kulit yang berbatas tegas dan menimbul (bentol), berwarna merah, memutih bila ditekan dan disertai rasa gatal. Urtikaria dapat berlangsung secara akut, kronik, atau berulang. Urtikaria akut umumnya berlangsung 20 menit sampai 3 jam, menghilang dan mungkin muncul di bagian kulit lain. 2) Folikulitis Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut (folikel). Pada kulit yang terkena akan timbul ruam, kemerahan dan rasa gatal. Di sekitar folikel rambut tampak
beruntus-beruntus kecil berisi cairan yang bisa pecah lalu mengering dan membentuk keropeng 3) Frunkel Frunkel (bisul) adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut dan subkutaneus di sekitarnya 4) Infiltrat 5) Eksema infantum Peradangan kronik kulit yang kering dan gatal yang umumnya dimulai pada masa kanak-kanak
2.2 Teori Asuhan Keperawatan Skabies
a. Pengkajian 1) Biodata Identitas pasien biasanya meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tanggal lahir, nama orang tua, pekerjaan dan pendidikan. Riwayat Sakit dan Kesehatan. 2) Riwayat kesehatan a) Keluhan utama Pada pasien skabies terdapat lesi di kulit dan merasakan gatal terutama pada malam hari, gatal pada malam hari, gatal pada malam hari karena aktivitas tungau yang lebih pada tempat yang lembab dan panas. Adanya bintik bintik yang terasa panas yang menonjol berwarna kemerah-merahan dan bernanah jika terinfeksi. Adanya terowongan pada tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, terbentuk impetigo dan purunkulosis, ditemukannya papul, vesikel, urtika. Pada daerah garukan dapat timbul erosi, ekskresi, krusta, dan infeksi sekunder. Pada anak penderita skabies biasanya terdapat lesi di kulit di seluruh tubuh terutama pada kulit yang
tipis seperti kulilt kepala, wajah, leher, telapak tangan dan kaki. Anak juga merasakan gatal terutama pada malam hari. b) Riwayat kesehatan sekarang Pasien biasanya mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema karena garukan akibat rasa gatal
yang
sangat
hebat
sehingga
pasien
selalu
menggaruk yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri pada bagian bekas garukan. Gatal biasanya dirasakan pada malam hari yang menyebabkan pasien merasa gelisah. Biasanya pasien terlihat letih dan lesu serta tidak bersemangat. Skabies biasanya banyak menyerang bagian tubuh yang tipis, misalnya di sela-sela jari tangankaki, pergelangan tangan kaki, telapak tangan kaki, setiap lipatan tubuh, bokong, genitalia. Biasanya ada terowongan yang berwarna putih keabu-abuan, bentuk garis lurus atau berkelok-kelok, panjang 1 cm dengan ujung terowongan. Adanya bintik-bintik yang panas menonjol berwarna kemerah-merahan dan bernanah jika terinfeksi. c) Riwayat kesehatan dahulu Biasanya pasien pernah memiliki riwayat alergi atau pernah menderita penyakit skabies sebelumnya. Riwayat tingal di tempat yang kotor dan lembab, dan riwayat tinggal bersama pasien yang pernah menderita skabies sebelumnya. Riwayat pasien pernah bergonta-ganti pakaian dengan orang lain. d) Riwayat kesehatan keluarga
Skabies merupakan penyakit menular, sehingga apabila ada anggota keluarga yang terkena skabies akan menularkan ke anggota keluarga yang lain. e) Riwayat Alergi Riwayat alergi juga penting karena dapat juga menjadi indikator
penyakit
terutama
dari
makanan
yang
dikonsumsi klien dan obat. 3) Pemeriksaan Fisik a) Pengkajian persistem i
Keadaan umum: biasanya baik
ii
Tingkat kesadaran: biasanya composmentis
iii Tanda-tanda
vital:
biasanya
normal
dan
terkadang naik turun b) Sistem integumen Adanya terowongan pada tempat-tempat yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Di kepala, dada, punggung, dan ekstermitas kadang ditemukan bula.
b. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan atau masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut meliputi: 1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologi 2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan infeksi tungau
3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder
c. Intervensi Keperawatan Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan konjungtivitis maka rencana keperawatan yang dapat dirumuskan adalah: (Taylor Cynthia 2010). 1) Diagnosa No. 1: Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologi Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam, diharapkan nyeri dapat berkurang/teratasi.
Kriteria hasil: a) Nyeri terkontrol. b) Gatal mulai berkurang. c) Tidak terdapat adanya pus. Intervensi (NIC): a) Kaji tingkat nyeri pada klien. b) Ajarkan klien metode distraksi selama nyeri, seperti nafas dalam dan teratur. c) Berikan perawatan kulit dengan sering, hilangkan rangsangan lingkungan yang kurang menyenangkan. d) Kolaborasi analgesic.
dengan
tim
medis
dalam
pemberian
2) Diagnosa No. 2: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan infeksi tungau Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam, diharapkan lapisan kulit klien terlihat normal.
Kriteria hasil: a) Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan (sensasi, elastisitas, dan temperatur). b) Tidak ada luka atau lesi pada kulit. c) Mampu
melindungi
kulit
dan
mempertahankan
kelembapan kulit serta perawatan alami. d) Perfusi jaringan baik. Intervensi (NIC): a) Anjurkan klien menggunakan pakaian yang longgar. b) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. c) Monitor kulit akan adanya kemerahan. d) Mandikan klien dengan air hangat dan sabun. e) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat p reparat antiseptic sesuai program. 3) Diagnosa No. 3: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam, diharapkan klien tidak mengalami gangguan dalam cara penerapan citra diri. .
Kriteria hasil: a) Body image positif. b) Mampu mengidentifikasi kekuatan personal. c) Mengungkapkan penerimaan atas penyakit yang di alaminya.
d) Mengakui dan memantapkan kembali dukungan yang ada. Intervensi (NIC): a) Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya. b) Monitor frekuesnsi mengkritik dirinya. c) Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit. d) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya. e) Dorong
klien
untuk
bertanya
mengenai
masalah
penanganan, perkembangan kesehatan. 2.3 PATIENT SAFETY
Pada kasus skabies kita sebagai perawat harus menjaga kebersihan pasien dengan cara edukasi kepada pasien dan keluarga bahwa kebersihan adalah cara terbaik untuk menanggulangi masalah penyakit, kemudian dengan cara verbed 1 minggu sekali atau 3 hari sekali dan tidak dicuci bersamaan karena dapat membahayakan pasien yang lainnya. 2.4 LEGAL ETIK PADA GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN PADA ANAK (SKABIES)
a. Autonomi (otonomi) Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya. Misalnya pasien berhak menolak atau menerima saat perawat akan membantu dalam melakukan tindakan pada pasien skabies b. Beneficience (berbuat baik) pinsip ini mendorong perawat melakukan sesuatu hal atau tindakan yang baik sehingga tidak merugikan pasien ataupun keluarga pasien. Contohnya seperti membantu pasien dalam menjaga kebersihan seperti mengganti seprei dan selimut pasien
c. Justice (keadilan) Prinsip ini menerapkan moral adil terhadap orang lain. Perawat harus menerapkan moral adil dalam melayani pasien. Misal tidak hanya pasien anak anak dengan skabies saja yang diperhatikan tetapi pasien yang lainnya juga harus ikut diperhatikan. d. Veracity (kejujuran) Prinsip ini berarti penuh dengan kebenaran. Nilai diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan atau perawat untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Misal kita sebagai perawat harus menyampaikan kebenaran tentang apa yang ditanyakan oleh pasien dengan skabies tetapi kita juga harus memberikan solusi dari masalah tersebur. e. Fidellity (menepati janji) Prinsip
ini
dibutuhkan
individu
untuk
menghargai
janji
dan
komitmennya terhadap orang lain. Misal perawat sudah melakukan kontrak dengan pasien bahwa besok akan mengganti sprei dan selimut tempat tidur untuk menjaga kebersihan pasien pada jam 09.00 pagi perawat harus datang tepat waktu dan tidak boleh melupakan kontrak yang telah di buat. f.
Confidentiality (kerahasiaan) Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang pasien h arus dijaga privasi pasien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien.
g. Accountability (akuntabilitas) Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali. Misalnya perawat melakuakan perawatan mengenai aktivitas dan mobilitas pasien sesua dengan satandart prosedur op erasional.
BAB 3 PEMBAHASAN
Penatalaksanaan pada penderita skabies salah satunya adalah menjaga kebersihan Karena Pemeliharaan personal hygiene sangat menentukan status kesehatan, dimana individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit. Karena tunggau pada skabies suka pada keadaan lembap dan kotor. Pada jurnal yang berjudul Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan personal hygiene dengan kejadian skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik, Air Pacah, Padang. Desain penelitian ini adalah analitik cross sectional dengan menggunakan kuisioner dan wawancara observasional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri yang b ersedia menjadi responden dan hadir pada saat penelitian yaitu 138 orang. Analisis statistik yang dgunakan adalah ChiSquare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik, Air Pacah, Padang adalah 34 orang (24,6%) dari 138 orang. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa kejadian skabies mempunyai hubungan dengan personal hygiene (P=0,00). Disarankan untuk dilakukan penyuluhan yang bekerja sama dengan dokter puskesmas tentang bagaimana cara pola hidup bersih dan sehat dan menerapkann ya dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Amijida., S. (2014). Prevalensi Skabies dan Faktor-faktor yang Berhubungan di Pesantren X, Jakarta Timur. JOURNAL KESEHATAN INDONESIA, 7-12. Febrika Devi Nanda, B. M. (2016). Path Analysis on Factors Associated with the Risk of Scabies. Journal of Epidemiology and Public Health ( , 18-26. Herdman, d. (2015-2017). Diagnosis Keperawatan Nanda International . jakarta: ECG. IFA NUR AZIZAH, W. (2012). HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU PEMULUNG TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA BALITA DI TEMPAT. DINAMIKA KEBIDANAN . Isa M., S. K. (2012). FAKTOR SANITASI LINGKUNGAN YANG BERPERAN TERHADAP PREVALENSI PENYAKIT SCABIES. JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN , 11-18. Mubarak, d. (2015). Standart Asuhan K eperawatan dan Prosedur Tetatp Dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: salemba medika. Nabi, R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak . Jakarta : Salemba Medika. Nurarif Huda Amin, K. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda NIC- NOC . Yogyakarta: Mediaction Publishing. Suci Chairiya Akmal, R. S. (2013). Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 2013 . JURNAL KESEHATAN ANDALAS , 164-167. titik, l. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. jogjakarta: nuh medika.