LO.2 MM HIV
2.1 def
HIV (Human Immunodeficiency Virus) sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS.
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain.
2.2 epidemiologi
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.[5] Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara. Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia.[97] Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.
2.3 etiologi
Penyakit ini menular melalui berbagai cara, antara lain melalui cairan tubuh seperti darah, cairan genitalia, dan ASI. Virus juga terdapat dalam saliva, air mata, dan urin (sangat rendah). HIV tidak dilaporkan terdapat dalam air mata dan keringat. Pria yang sudah disunat memiliki risiko HIV yang lebih kecil dibandingkan dengan pria yang tidak disunat. Selain dari cairan tubuh, HIV juga ditularkan melalui:
Ibu hamil
Secara intrauterin, intrapartum, dan postpartum (ASI).
Angka transmisi mencapai 20-50%.
Angka transmisi melalui ASI dilaporkan lebih dari sepertiga.
Laporan lain menyatakan risiko penularan melalui ASI adalah 11-29%.
Sebuah studi meta-analisis prospektif yang melibatkan penelitian pada dua kelompok ibu, yaitu kelompok ibu yang menyusui sejak awal kelahiran bayi dan kelompok ibu yang menyusui setelah beberapa waktu usia bayinya, melaporkan bahwa angka penularan HIV bayi yang belum disusui adalah 14% (yang diperoleh dari penularan melalui mekanisme kehamilan dan persalinan), dan angka penularan HIV meningkat menjadi 29% setelah bayinya disusui. Bayi normal dengan ibu HIV bisa memperoleh antibodi HIV dari ibunya selama 6-15 bulan.
Jarum suntik
Prevalensi 5-10%.
Penularan HIV pada anak dan remaja biasanya melalui jarum suntik karena penyalahgunaan obat.
Diantara tahanan (tersangka atau terdakwa tindak pidana) dewasa, pengguna obat suntuk di Jakarta sebanyak 40% terinfeksi HIV, di Bogor 25%, dan di Bali 53%.
Transfusi darah
Risiko penularan sebesar 90%.
Prevalensi 3-5%.
Hubungan seksual
Prevalensi 70-80%.
Kemungkinan tertular adalah 1 dalam 200 kali hubungan intim.
Model penularan ini adalah yang tersering di dunia. Akhir-akhir ini dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan kondom, maka penularan jalur ini cenderung menurun dan digantikan oleh penularan melalui jalur penasun (pengguna narkoba suntik).
2.4 patofisiologi
HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang menunjukkan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA). Virion HIV (partikel virus yang lengakap dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam inti berbentuk peluru dimana p24 merupakan komponen strukturan yang utama.
Setelah virus masuk, target utamanya adalah limfosit CD4 karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Virus HIV akanmenginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel CD4+ dengan menggunakan enzim reverse transcriptase dan virus akan melakukan pemrograman ulang materi genetic sel yang terinfeksi untuk membuat DNA. DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel sebagai provirus dan kemudian menginfeksi permanen, sehingga orang yang terinfeksi HIV akan seumur hidup terinfeksi HIV. Sebagian pasien memperlihatkan gejala tidak khas seperti demam, nyeri menelan, atau batuk pada 3-6 minggu setelah terinfeksi. Kondisi ini dikenal dengan infeksi primer.
Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu dimana HIV pertama kali masuk ke dalam tubuh. Pada fase awal proses infeksi (imunokompeten) akan terjadi respon imun berupa peningkatan aktivitas imun, yaitu pada tingkat seluler. Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan viremia permulaan yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu. Selama masa ini, virus tersebar luas keseluruh tubuh dan mencapai organ limfoid. Pada tahap ini telah terjadi penurunan jumlah sel-T CD4. Respon imun terhadap HIV terjadi 1 minggu sampai 3 bulan setelah infeksi, viremia plasma menurun, dan level sel CD4 kembali meningkat namun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara sempurna. Masa laten klinis ini bisa berlangsung selama 10 tahun. Selama masa ini akan terjadi replikasi virus yang meningkat. Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan setiap harinya. Waktu paruh virus dalam plasma adalah sekitar 6 jam, dan siklus hidup virus rata-rata 2,6 hari. Limfosit T- CD4 yang terinfeksi memiliki waktu paruh1,6 hari. Karena cepatnya proliferasi virus ini dan angka kesalahan reversetranscriptase HIV yang berikatan, diperkirakan bahwa setiap nukleotida dari genom HIV mungkin bermutasi dalam basis harian (Brooks, 2005).
Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit klinis yang nyata seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virus yang lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut. HIV yang dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut dan lebih virulindaripada yang ditemukan pada awal infeksi (Brooks, 2005).
Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi penurunan daya tahan tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga beberapa jenis mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian tubuh tertentu. Bahkan mikroorganisme yang selama ini komensal bisa jadi ganas dan menimbulkan penyakit(Zein, 2006)
2.5 patogenesis
Awalnya terjadi perlekatan antara gp120 dan reseptor sel CD4, yang memicu perubahan konformasi pada gp120 sehingga memungkinkan pengikatan dengan koreseptor kemokin (biasanya CCR5 atau CXCR4). Setelah itu terjadi penyatuan pori yang dimediasi oleh gp41 (Mandal, 2008)
Setelah berada di dalam sel CD4, salinan DNA ditranskripsi dari genom RNA oleh enzim reverse transcriptase (RT) yang dibawa oleh virus. Ini merupakan proses yang sangar berpotensi mengalami kesalahan. Selanjutnya DNA ini ditranspor ke dalam nukleus dan terintegrasi secara acak di dalam genom sel pejamu. Virus yang terintegrasi diketahui sebagai DNA provirus. Pada aktivasi sel pejamu, RNA ditranskripsi dari cetakan DNA ini dan selanjutnya di translasi menyebabkan produksi protein virus. Poliprotein prekursor dipecah oleh protease virus menjadi enzim (misalnya reverse transcriptase dan protease) dan protein struktural. Hasil pecahan ini kemudian digunakan untuk menghasilkan partikel virus infeksius yang keluar dari permukaan sel dan bersatu dengan membran sel pejamu. Virus infeksius baru (virion) selanjutnya dapat menginfeksi sel yang belum terinfeksi dan mengulang proses tersebut. Terdapat tiga grup (hampi semua infeksi adalah grup M) dan subtipe (grup B domina di Eropa) untuk HIV-1 (Mandal, 2008).
2.6 manifestasi
Klasifikasi HIV pada orang dewasa menurut CDC (Center for Disease Control) berdasarkan gejala klinis dan diagnosis laboratoriumnya dibagi menjadi empat grup:
1. Infeksi akut HIV
Keadaan ini disebut sebagai infeksi primer HIV atau sindrom serokonversi akut. Waktu dari paparan virus sampai timbulnya keluhan antara 2-4 minggu. Infeksi akut biasanya asimtomatis, tapi beberapa akan menunjukkan keluhan seperti demam pada influenza. Pada masa ini, diagnosa jarang dapat ditegakkan, salah satunya karena tes serologi standar untuk antibodi terhadap HIV masih memberikan hasil negatif (window periode).
2. Infeksi seropositif HIV asimtomatis
Pada orang dewasa terdapat periode laten infeksi HIV yang bervariasi dan lama untuk timbulnya penyakit yang terkait HIV/AIDS. Periode asimtomatisnya bisa panjang mulai dari beberapa bulan hingga 10 tahun atau lebih. Pada masa ini, biarpun penderita tidak nampak keluhan apa-apa, tetapi bila diperiksa darahnya akan menunjukkan seropositif antibodi p24 dan gp41. Hal ini akan sangat berbahaya dan berpotensi tinggi menularkan infeksi HIV pada orang lain.
3. Persisten generalised lymphadenopaty/ PGL
Pada masa ini ditemukan pembesaran nodus limfe yang meliputi sedikitnya dua tempat selain inguinal, dan tidak ada penyakit lain atau pengobatan yang menyebabkan pembesaran nodus limfe minimal selama tiga bulan. Antibodi yaitu p24 dan g41 biasanya terdeteksi. Beberapa penderita mengalami diare kronis dengan penurunan berat badan, sering diketahui sebagai "slim disease".
4. Gejala yang berkaitan dengan HIV/AIDs
Hampir semua orang yang terinfeksi HIV, jika tidak diterapi, akan berkembang menimbulkan gejala-gejala yang berkaitan dengan HIV/AIDS. Progresivitas infeksi tergantung pada karakteristik virus dan hospes. Karakter virus meliputi HIV-1 dan HIV-2, sedangkan karakter hospes meliputi usia (<5 tahun atau >40 tahun), infeksi yang menyertai-nya, dan faktor genetik.Yang utama dari grup ini adalah turunnya jumlah limfosit CD4+, biasanya dibawah 100/mm3. Stadium ini kadang dikenal sebagai "full blown AIDS ".
Adapun kriteria gejala pada dewasa menurut WHO :
Gejala mayor:
Penurunan berat badan >10% berat badan
Diare kronis lebih dari 1 bulan
Demam lebih dari 1 bulan
Gejala minor:
Batuk-batuk selama lebih dari 1 bulan
Pruritus dermatitis menyeluruh
Infeksi umum yang rekuren (misalnya herpes zoster)
Kandidiasis orofaringeal
Infeksi herpes simplek kronis progresif atau yang meluas
Limfadenopati generalisata
Klasifikasi infeksi HIV pada anak berbeda dengan orang dewasa, klasifikasi tersebut berdasarkan gejala dan beratnya imunosupresi yang terjadi pada anak. Klasifikasi ini sendiri penting untuk mengetahui derajat beratnya penyakit HIV anak. Adapun kriteria gejala menurut WHO untuk anak:
Gejala mayor:
Berat badan turun atau pertumbuhan lambat yang abnormal
Diare kronis >1 bulan
Demam >1 bulan
Gejala minor:
Limfadenopati generalisata
Kandidiasis orofaringeal
Infeksi umum yang rekuren
Batuk-batuk selama lebih dari 1 bulan
Ruam kulit yang menyeluruh
Konfirmasi Infeksi HIV pada ibunya dihitung sebagai kriteria minor.
Gejala-gejala Utama AIDS
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS.HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma. Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.
2.7 diagnosis & diagnosis banding (pemeriksaan)
Metode pemeriksaan laboratorium dasar untuk diagnosis infeksi HIV dibagi dalam dua kelompok yaitu :
Uji Imunologi
Uji imunologi untuk menemukan respon antibody terhadap HIV-1 dan digunakan sebagai test skrining, meliputi enzyme immunoassays atau enzyme–linked immuno-sorbent assay (ELISAs) sebaik tes serologi cepat (rapid test). Uji Western blot atau indirect immunofluorescence assay (IFA) digunakan untuk memperkuat hasil reaktif dari test skrining.
ELISA (deteksi antibody HIV)
ELISA dengan hasil reaktif (positif) harus diulang dengan sampel darah yang sama, dan hasilnya dikonfirmasikan dengan Western Blot atau IFA. Sedangkan hasil yang negatif tidak memerlukan tes konfirmasi lanjutan.
Rapid test
Merupakan tes serologik yang cepat untuk mendeteksi IgG antibody terhadap HIV-1. Prinsip pengujian berdasarkan aglutinasi partikel, imunodot (dipstik), imunofiltrasi atau imunokromatografi. ELISA tidak dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil rapid tes dan semua hasil rapid tes reaktif harus dikonfirmasi dengan Western blot atau IFA.
Western blot
Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapid tes sebagai hasil yang benar-benar positif. Uji Western blot menemukan keberadaan antibodi yang melawan protein HIV-1 spesifik (struktural dan enzimatik). Hasil negative Western blot menunjukkan bahwa hasil positif ELISA atau rapid tes dinyatakan sebagai hasil positif palsu dan pasien tidak mempunyai antibodi HIV-1. Hasil Western blot positif menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1 pada individu dengan usia lebih dari 18 bulan.
Indirect Immunofluorescence Assays (IFA)
Uji ini sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dan sedikit lebih mahal dari uji Western blot. Antibodi Ig dilabel dengan penambahan fluorokrom dan akan berikatan pada antibodi HIV jika berada pada sampel. Jika slide menunjukkan fluoresen sitoplasma dianggap hasil positif (reaktif), yang menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1.
Uji Virologi
Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes amplifikasi asam nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs) , test untuk menemukan asam nukleat HIV-1 seperti DNA arau RNA HIV-1 dan test untuk komponen virus (seperti uji untuk protein kapsid virus (antigen p24)).
Kultur HIV
HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer virus lebih tinggi dalam plasma dan sel darah tepi penderita AIDS. Pertumbuhan virus terdeteksi dengan menguji cairan supernatan biakan setelah 7-14 hari untuk aktivitas reverse transcriptase virus atau untuk antigen spesifik virus.
NAAT HIV-1 (Nucleic Acid Amplification Test)
Menemukan RNA virus atau DNA proviral yang banyak dilakukan untuk diagnosis pada anak usia kurang dari 18 bulan. Karena asam nukleat virus mungkin berada dalam jumlah yang sangat banyak dalam sampel.
Uji antigen p24
Protein virus p24 berada dalam bentuk terikat dengan antibodi p24 atau dalam keadaan bebas dalam aliran darah indivudu yang terinfeksi HIV-1. Pada umumnya uji antigen p24 jarang digunakan dibanding teknik amplifikasi RNA atau DNA HIV karena kurang sensitive
Lesi putih pada perokok
Lesi putih dimukosa mulut dapat merupakan gambaran yang khas yang berhubungan dengan cara – cara orang merokok. Pada orang yang merokok mempunyai bercak – bercak keratosis yang terlihat pada area dimana ludah terkumpul yaitu pada vestibularis bagian bawah. Kadang terlihat pada dorsum lungua. Pada orang yang menggunakan pipa terlihat hyperkeratosis ini pada palatum durum. Orang yang menghisap ceruptu menunjukkan effek yang maksimum pada gusi.
Moniliasis
Disebut juga dengan candidosis, ini disebabkan karena jamur ragi candida albicans. Lesi – lesi putih menyerang membrana mukosa mulut dan jaringan epitel dibawahnya. Dapat juga mengenai tractus gastro intestinalis, tractus repiratorius, vagina, dan kulit.
Pada bayi moniliasis ditandai dengan lesi putih atau kebiruan yang berbecak-becak dimukosa mulut dan bisa meluas disekeliling mulut. Bercak ini biasanya tidak sakit dan sukar diangkat, kalau diangkat akan meninggalkan permukaan yang kasar dan berdarah.
Pada orang dewasa penyakit ini bisa diserti dengan adanya inflamasi, erythema, atau adanya daerah di badan yang berwarna merah dan sakit. Daerah lesi dapat terdapat dimana saja pada oral mukosa dan sering terdapat dibawah prothesa yang dipakai.
Lupus vulgaris
Menunjukkan adanya bercak – bercak dimulut sebagai akibat dari adanya TBC yang post primair Selain jaringan menunjukkan ulcus TBC, pada mukosa mulut terjadi bercak putih yang teratur terdapat disekeliling luka tersebut.
Lichen planus
Penyakit yang disangka sebagai penyakit yang bersifat psikosomatis, sedang sebab sebenarnya belum diketahui. Tekanan emosi, keadaan keluarga yang tidak tenang, situasi yang tegang dari seseorang dapat menimbulkan penyakit ini.
Lesi putih yang timbul pada lichen planus ini munculnya dioral mukosa, dapat didahului dengan bercak-bercak yang ada dikulit atau bisa bersamaan atau mendahului. Lichen planus harus dibedakan dengan lesi – lesi lain terutama dengan leukoplakia.
Lesi dari lichen planus dikulit terlihat sebagai papula yang jelas, bersudut atau polygonal, berwarna merah keunguan dan berkilat. Biasanya lesi ini terdapat disekitar permukaan fleksi dari pergelangan tangan, bagian depan lengan, pergelangan kaki dan vulva. Sering terdapat disepanjang bekas garutan atau bekas luka kulit.
Dimulut dapat dijumpai di pipi, lidah, bibir dan gingiva. Kebanyakan bilateral tetapi bisa juga unilateral dan juga dapat bersifat diffus.
Lupus erythematosus
Penyakit yang dapat meluas ke membrana mukosa mulut. Lesi pada mukosa mulut ini nampak sesudah lesi pada kulit terlihat. Jika lesi pada kulit tidak terlihat maka diagnosa untuk lupus erythematosus pada membrana mukosa mulut ini sukar ditentukan. Pada kulit lesi ditandai dengan bentuk irreguler, berwarna merah dengan bertambah luas pada tepinya dan jika menyembuh akan meninggalkan bekas pada bagian sentral, sering nampak bilateral.
Pipi, dahi, hidung atau telinga adalah daerah yang sering terkena lupus erythematosus. 25 % dari penyakit ini menimbulkan lesi pada oral mukosa. Biasanya terlihat pada lidah, palatum durum lidah dan bibir, dan jarang terdapat pada gingiva. Lesi pada oral mukosa ini berwarna merah, athropi dan mudah berdarah. Lesi yang berkembang akan menunjukkan ulcus yang besar dan dangkal, dimana pada tepi – tepinya terdapat ujung yang keputihan.
Pada tepi ulcus ini terdapat pembuluh darah yang kecil yang banyak jumlahnya yang besar tersusun secara radikal. Pada keadaan yang diffus akan terlihat terjadinya nanah di oral mukosa dan seringkali lesinya terlihat keunguan. Jika menyembuh luka tersebut aan diganti dengan cikatrik yang tipis dan halus.
2.8 tatalaksana
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
a). Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretrovira (ARV),
b).Pengobatan untuk mengatasi beberapa penyakit infeksi dan kangker yang menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkolosis ,hepatitis, toksoplasma, sarkoma, kaposi, limfoma, kanker serviks,
c). Pengobatan suportif, yaitu: makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama seperti juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yanglengkap tersebut, angka kematian dapat di tekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat berkurang.
Tabel 3. Rekomendasi Saat Memulai ARV pada ODHA
Anjuran Pemberian Obat ARV Lini Pertama
Mulailah terapi antiretroviral dengan salah satu dari paduan di bawah ini:
Tabel 4. Paduan Lini Pertama yang direkomendasikan pada orang yang belum pernah diterapi ARV
2.9 pencegahan
Program pencegahan penyebaran HIV dipusatkan terutama pada pendidikan masyarakat mengenai cara penularan HIV dengan tujuan merubah kebiasaan orang-orang yang beresiko tinggi untuk tertular.
Cara-cara pencegahan ini adalah:
Untuk orang sehat
Abstinens (tidak melakukan hubungan seksual)
Seks aman (terlindung)
Untuk penderita HIV positif
Abstinens
Seks aman
Tidak mendonorkan darah atau organ
Mencegah kehamilan
Memberitahu mitra seksualnya sebelum dan sesudah diketahui terinfeksi
Untuk penyalahgunaan obat-obatan
Menghentikan penggunaan suntikan bekas atau bersama-sama
Mengikuti program rehabilitasi
Untuk profesional kesehatan
Menggunakan sarung tangan lateks pada setiap kontak dengan cairan tubuh
Menggunakan jarum sekali pakai
2.10 komplikasi
Kebanyakan komplikasi HIV terjadi akibat dari surpresi sel T. Karena sel T yang diserang, kekebalan tubuh menuruh hingga dapat terjadi infeksi oportunistik. Komplikasi-komplikasi pada pasien yang terjangkit HIV menyebabkan AIDS. Obat anti-retroviral, yang dikenal sebagai Highly Active Anti-Retroviral Therapy (ART), sekarang tersedia untuk menghambat replikasi dari virus HIV. Obat-obat ini membantu untuk memperpanjang hidup, mengembalikan sistem kekebalan pasien hingga mendekati aktivitas normal dan mengurangi kemungkinan infeksi oportunistik. Kombinasi dari tiga atau lebih obat-obatan diberikan untuk mengurangi kemungkinan resistensi.
Komplikasi-komplikasi umum pada pasien HIV/AIDS akibat infeksi oportunistik:
Tuberkulosis (TB)
Di negara-negara miskin, TB merupakan infeksi oportunistik yang paling umum yang terkait dengan HIV dan menjadi penyebab utama kematian di antara orang yang hidup dengan AIDS. Jutaan orang saat ini terinfeksi HIV dan TBC dan banyak ahli menganggap bahwa ini merupakan wabah dua penyakit kembar.
Salmonelosis
Kontak dengan infeksi bakteri ini terjadi dari makanan atau air yang telah terkontaminasi. Gejalanya termasuk diare berat, demam, menggigil, sakit perut dan, kadang-kadang, muntah. Meskipun orang terkena bakteri salmonella dapat menjadi sakit, salmonellosis jauh lebih umum ditemukan pada orang yang HIV-positif.
Cytomegalovirus (CMV)
Virus ini adalah virus herpes yang umum ditularkan melalui cairan tubuh seperti air liur, darah, urine, semen, dan air susu ibu. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat menonaktifkan virus sehingga virus tetap berada dalam fase dorman (tertidur) di dalam tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, virus menjadi aktif kembali dan dapat menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru atau organ tubuh lainnya.
Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi umum yang terkait HIV. Hal ini menyebabkan peradangan dan timbulnya lapisan putih tebal pada selaput lendir, lidah, mulut, kerongkongan atau vagina. Anak-anak mungkin memiliki gejala parah terutama di mulut atau kerongkongan sehingga pasien merasa sakit saat makan.
Cryptococcal Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis infeksi sistem saraf pusat yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan oleh jamur yang ada dalam tanah dan mungkin berkaitan dengan kotoran burung atau kelelawar.
Toxoplasmolisis
Infeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Penularan parasit ini disebabkan terutama oleh kucing. Parasit berada dalam tinja kucing yang terinfeksi kemudian parasit dapat menyebar ke hewan lain.
Kriptosporidiosis
Infeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan. Penularan kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau air yang terkontaminasi. Parasit tumbuh dalam usus dan saluran empedu yang menyebabkan diare kronis pada orang dengan AIDS.
Kanker yang biasa terjadi pada pasien HIV/AIDS:
Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor pada dinding pembuluh darah. Meskipun jarang terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, hal ini menjadi biasa pada orang dengan HIV-positif. Sarkoma Kaposi biasanya muncul sebagai lesi merah muda, merah atau ungu pada kulit dan mulut. Pada orang dengan kulit lebih gelap, lesi mungkin terlihat hitam atau coklat gelap. Sarkoma Kaposi juga dapat mempengaruhi organ-organ internal, termasuk saluran pencernaan dan paru-paru.
Limfoma
Kanker jenis ini berasal dari sel-sel darah putih. Limfoma biasanya berasal dari kelenjar getah bening. Tanda awal yang paling umum adalah rasa sakit dan pembengkakan kelenjar getah bening ketiak, leher atau selangkangan.
Komplikasi lainnya:
Wasting Syndrome
Pengobatan agresif telah mengurangi jumlah kasus wasting syndrome, namun masih tetap mempengaruhi banyak orang dengan AIDS. Hal ini didefinisikan sebagai penurunan paling sedikit 10 persen dari berat badan dan sering disertai dengan diare, kelemahan kronis dan demam.
Komlikasi Neurologis
Walaupun AIDS tidak muncul untuk menginfeksi sel-sel saraf, tetapi AIDS bisa menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, lupa, depresi, kecemasan dan kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi neurologis yang paling umum adalah demensia AIDS yang kompleks, yang menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi mental berkurang.
2.11 prognosis
9 sampai 11 tahun, tergantung pada subtipe HIV, di daerah-daerah dimana banyak tersedia, pengembangan ARV sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS mengurangi kematian tingkat dari penyakit dengan 80%, dan meningkatkan harapan hidup untuk orang yang terinfeksi HIV baru didiagnosis sekitar 20 tahun.
Tanpa terapi antiretroviral, kematian biasanya terjadi dalam waktu satu tahun. Laju perkembangan penyakit klinis sangat bervariasi antara individu dan telah terbukti dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kerentanan host dan fungsi kekebalan tubuh
LO.3 MM dilema etik dalam kedokteran
Stigma
Stigma adalah stempel yang menimbulkan kesan jijik, kotor, antipati dan berbagai perasaan negatif lainnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Makassar pada tahun 2007 ditemukan bahwa stigma terhadap Orang dengan HIV/ AIDS (ODHA) :
Lingkungan masyarakat (71,4%),
Ditempat pelayanan kesehatan (35,5%)
Dilingkungan keluarga (18,5%).
4.2 Undang-undang
KODEKI
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentinganmasyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Kaidah Dasar Bioetik :
Prinsip Autonomy, menghormati hak-hak pasien, hak otonomi pasien. Melahirkaninformed consent
Prinsip Beneficence, Tindakan untuk kebaikan pasien. Memilih lebih banyak manfaatnya daripada buruknya.
Prinsip Non-maleficence, Melarang tindakan yang memperburuk kedaan pasien.Primum non nocere atau above all do no harm.
Prinsip Justice, mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupundalam mendistribusikan sumber daya (distributiv justice)
UUD yang Berhubungan :
Pasal 6
Informasi yang diperoleh dari kegiatan konseling, tes HIV, pengobatan, perawatandan kegiatan lainnya harus dijaga kerahasiaannya seperti yang berlaku bagi datarekam medis. Dalam kaitannya aspek hukum kerahasiaan pasien HIV AIDS , kodeetik administrator perekammedis dan informasi kesehatan ( PORMIKI, 2006) adalah : Selalu menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi yangterkandung di dalamnya sesuai dengan ketentuan prosedur manajemen, ketetapan pimpinan institusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selalumenjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan hak atas informasi pasien yang terkaitdengan identittas individu atau sosial. Administrator informasi kesehtan wajibmencegah terjadinya tindakan yang menyimpang dari kode etik profesi. Perbuatan /tindakan yang bertentangan dengan kode etik adalah menyebarluaskan informasiyangterkandung dalam laporan rekam medis HIV AIDS yang dapat merusak citra profesirekam administrator informasi kesehatan. Disisi lain rumah sakit sebagai institusi tempat dilaksanakannya pelayanan medis, memiliki Kode Etik Rumah Sakit (Kodersi)dalam kaitannya manajemen informasi kesehatan.
Pasal 9
Rumah sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien
Pasal 10
Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita pasien dan tindakan apa yang hendak dilakukan.Tujuan dari rahasia kedokteran dalam kasus HIV AIDS, selain untuk kepentingan jabatan adalah untuk menghindarkan pasien dari hal-hal yang merugikan karena terbongkarnya status kesehatan.
Pasal 11
Rumah sakit harus meminta persetujuan pasien ( informed consent ) sebelum melakukan tindakan medik. Selain itu, kerahasiaan rekam medis diatur di dalam UU Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 pasal 47 ayat (2) sebagaimana disebutkan di atas. UU tersebut memang hanya menyebut dokter,dokter gigi dan pimpinan sarana yang wajib menyimpannya sebagai rahasia, namun PP No 10tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran tetap mewajibkan seluruh tenaga kesehatan dan mereka yang sedang dalam pendidikan di sarana kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran.
Menurut Declaration on the Rights of thePatients yang dikeluarkan oleh WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaansebagai berikut: Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien, kondisi medis,diagnosis, prognosis, dan tindakan medis serta semua informasi lainyang sifatnya pribadi, harus dijaga kerahasiaannya, bahkan setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat pasien mungkin mempunyai hak untuk mendapatkaninformasi yang dapat memberitahukan mengenai resiko kesehatan mereka.
Etika menghadapi ODHA
Mengingat HIV/AIDS sering diasosiasikan dengan seks, penggunaan narkoba dan kematian, banyak orang yang tidak peduli, tidak menerima, dan takut terhadap penyakit ini di hampir seluruh lapisan masyarakat. Stigma sering kali menyebabkan terjadinya diskriminasi dan akan mendorong munculnya pelanggaran HAM bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dan keluarganya. (Kesrepro, 2007).
Diskriminasi terjadi ketika pandangan-pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan status HIV seseorang. Contoh-contoh diskriminasi meliputi para staf rumah sakit atau penjara yang menolak memberikan pelayanan kesehatan kepada ODHA; atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status atau prasangka akan status HIV mereka; atau keluarga/masyarakat yang menolak merekayang hidup, atau dipercayai hidup, dengan HIV/AIDS. Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia (Kesrepro, 2007)