Filsafat Ilmu (Epistemologi)
EPISTEMOLOGI
1. PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Istilah epistemologi didalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah
"Theory of knowledge". Epistemologi berasal dari kata "episteme" dan
"logos". Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Ada beberapa
pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan
pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu.
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).
Istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan,
dan logos berarti teori.
Menurut Musa Asy'arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha
yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat
pada suatu obyek kajian ilmu.
Menurut Dagobert D.Runes epistemologi adalah cabang filsafat yang
membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.
Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai "ilmu
yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas
ilmu pengetahuan".
Jadi, Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya
(validitasnya) pengetahuan.
2. OBJEK DAN TUJUAN ESTIMOLOGI
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman
objek disamakan dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan
kabur. Jika diamati secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan
tujuan. Objek sama dengan sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan
harapan. Meskipun berbeda, tetapi objek dan tujuan memiliki hubungan yang
berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan tercapainya tujuan
Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa "segenap
proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan." Proses
untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan
dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu
merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan
tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya
tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Jacques Martain mengatakan: "Tujuan epistemologi bukanlah hal yang
utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk
menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu". Hal ini
menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan
kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat
perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu
ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
3. LANDASAN EPISTEMOLOGI
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang
dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah
merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi,
ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah.
Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan
yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-
syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yang
tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan
penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi
yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan. Metode ilmiah telah
dijadikan pedoman dalam menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan
ilmu.
Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat dideskripsikan dalam
langkah-langkah sebagai berikut :
(1) Penemuan atau Penentuan masalah. Di sini secara sadar kita
menetapkan masalah yang akan kita telaah denga ruang lingkup dan batas-
batasanya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas. Demikian juga
batasan-batasannya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran
dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya, yakni perumusan kerangka
masalah;
(2) Perumusan Kerangka Masalah merupakan usaha untuk mendeskrisipakn
masalah dengan lebih jelas. Pada langkah ini kita mengidentifikasikan
faktor-faktor yang terlibat dalam masalah tersebut. Faktor-faktor tersebut
membentuk suatu masalah yang berwujud gejala yang sedang kita telaah.
(3) Pengajuan hipotesis merupakan usaha kita untuk memberikan
penjelasan sementara menge-nai hubungan sebab-akibat yang mengikat faktor-
faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut di atas. Hipotesis ini pada
hakekatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif deduktif dengan
mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui kebenarannya.
(4) Hipotesis dari Deduksi merupakan merupakan langkah perantara dalam
usaha kita untuk menguji hipotesis yang diajukan. Secara deduktif kita
menjabarkan konsekuensinya secara empiris. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa deduksi hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja yang
dapat kita lihat dalam dunia fisik yang nyata, dalam hubungannya dengan
hipotesis yang kita ajukan.
(5) Pembuktian hipotesis merupakan usaha untuk megunpulkan fakta-fakta
sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau fakta-fakta tersebut memag ada
dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa hipotesis itu telah
terbukti, sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam hal hipotesis
itu tidak terbukti, maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan kita
kembali mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis
tertentu yang didukung oleh fakta.
(6) Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah hipotesis yang telah
terbukti kebenarannya dianggap merupakan pengetahuan baru dan diterima
sebagai bagain dari ilmu. Atau dengan kata lain hipotesis tersebut sekarang
dapat kita anggap sebagai (bagian dari) suatu teori ilmiah dapat diartikan
sebagai suatu penjelasan teoritis megnenai suatu gejala tertentu.
Pengetahuan ini dapat kita gunakan untuk penelaahan selanjutnya, yakni
sebagai premis dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang
lainnya. Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi
dalam suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka mendapakan
teori ilmiah tersebut.
3.1. Beberapa Jenis Metode Ilmiah
Menurut Burhanudin Salam beberapa jenis metode ilmiah yaitu :
1. Observasi
Beberapa ilmu seperti astronomi dan botani telah dikembangkan secara cermat
dengan metode observasi. Didalam metode observasi melingkupi pengamatan
indrawi seperti : melihat, mendengar, menyentuh, meraba.
2. Trial and Error
Teknik yang diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan baik metode,
teknik, materi, parameter-parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu,
memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tinggi.
3. Metode eksperimen
Kegiatan ekperimen adalah berdasarkan pada prinsip metode penemuan
sebab akibat dan pengajuan hipotesis. Peranan metode ini adalah hanya untuk
membedakan satu faktor atau kondisi pada suatu waktu, sedangkan faktor-
faktor lainnya diusahakan tidak berubah atau tetap.
4. Metode Statistik
Istilah statistik berarti pengetahuan tentang mengumpulkan,
menganalisis dan menggolongkan data sebagai dasar induksi. Metode statistik
telah ada sejak lama, yaitu untuk membantu pemimpin dan penguasa
mengumpulkan data tentang penduduk, kematian, kesehatan dan perpajakan.
Metode statistik ini telah berkembang dan lebih menarik minat lagi,
sehingga metode statistik dipakai dalam kehidupan sehari-hari misalnya
perdagangan, peredaran uang dan lain sebagainya. Statistik memungkinkan
kita untuk menjelaskan sebab dan akibat dan pengaruhnya, melukiskan tipe-
tipe dari fenomena-fenomena dan kita dapat membuat perbandingan-
perbandingan dengan mempergunakan tabel-tabel dan grafik. Statistik juga
dapat meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang dengan tingkat
ketepatan yang tinggi.
5. Metode Sampling
Terjadinya sampling, yaitu apabila kita mengambil beberapa anggota
atau bilangan tertentu dari suatu kelas atau kelompok sebagai wakil dari
keseluruhan kelompok tersebut dapat mewakli secara keseluruhan atau tidak.
Seandainya bahan yang akan kita uji itu menunjukkan kesamaan jenisnya
melalui sebuah sampel dapatlah diperoleh hasil dengan ketepatan yang
tinggi.
6. Metode Berpikir Reflective
Metode reflective thinking pada umumnya melalui enam tahap, yaitu :
a. Adanya kesadaran kepada sesuatu masalah
b. Data yang diperoleh dan relevan yang harus dikumpulkan
c. Data yang terorganisasi
d. Formulasi Hipotesis
e. Deduksi Hipotesis
f. Deduksi harus berasal dari hipotesis
g. Pembuktian kebenaran verifikasi
3.2. Teori-Teori Kebenaran
Menurut Endang Saifuddin Anshari (dalam H. Mumuh M. Zakaria, 2008)
Teori kebenaran dapat ditentukan dengan :
1. Teori Koherensi/Konsistensi (The Consistence/Coherence Theory of
Truth) :
a. Kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan
pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih lebih dahulu diketahui,
diterima dan diakui sebagai benar.
b. Suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian
(pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah
diketahui,diterima dan diakui benarnya.
Contoh: "Semua manusia akan mati. Si Polan adalah seorang manusia.Si Polan
pasti akan mati." "Sukarno adalah ayahanda Megawati. Sukarno mempunyai
puteri. Megawati adalah puteri Sukarno".
Teori ini dianut oleh mazhab idealisme. Penggagas teori ini adalah Plato
(427-347 S.M.) dan Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan
oleh Hegel dan F.H. Bradley (1864-1924).
2. Teori Korespondensi (The Correspondence Theory of Thruth):
Kebenaran adalah kesesuaian antara pernya-taan tentang sesuatu dengan
kenyataan sesu-atu itu sendiri.
Contoh: "Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta".
Teori ini digagas oleh Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan
oleh Bertrand Russel (1872-1970). Penganut teori ini adalah mazhab realisme
dan materialisme.
3. Teori Pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth):
"Kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan
tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis"; dengan kata lain,
"suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia". Kata kunci teori ini adalah: kegunaan
(utility), dapat dikerjakan (workability), akibat atau pengaruhnya yang
memuaskan (satisfactory consequencies).
Pencetus teori ini adalah Charles S. Pierce (1839-1914) dan William James.
Kritik: betapa kabur dan samarnya pengertian berguna (usefull) itu.
4. RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber
dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu
hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M
Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus
dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya,
bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu,
mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi
dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Mengingat epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai
Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama
luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan
selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang
tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek
tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga
mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya
terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang
jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih
banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu
pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai
epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan
ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam
pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian
yang layak.
Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan
pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika
filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin
mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya
memegangi makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi
epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-
komponen yang terkait langsung dengan "bangunan" pengetahuan.
5. EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain salah satunya
dalam hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang
harus diberikan pada anak didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara
memperoleh pengetahuan dan cara menyempaikannya seperti apa? Semua itu
adalah epistemologinya pendidikan. Lahirnya KBK (Kurikulum Berbasis
Kompetensi) adalah salah satu usaha baik dari pemerintah untuk memperbaiki
kualitas pendidikan di Indonesia. Baik dari segi kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Melihat kondisi ini, dilihat dari sudut epistemologi adalah
seharusnya pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak didik?. Hal ini
tentu terkait dengan pengetahuan kita akan kebutuhan yang diperlukan anak
didik. Harus mengetahui dan memahami berbagai kemampuan atau kelebihan atau
kecerdasan yang dimiliki anak. tidak bisa semua siswa diberlakukan sama.
Bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Pada dunia pendidikan cara
memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan justru pada sekolah-
sekolah swasta yang pada dasarnya tidak ingin tergantung pada kapitalisme
semata. Mereka mendidik anak-anak dengan mengembangkanpotensi yang ada
dengan harapan anak-anak bisa berkembangan secara maksimal. Cara
tradisional, guru dianggap sebagai pusat segala-galanya. Guru yang paling
pandai dan gudang ilmu. Siswa adalah penerima. Cara model sekarang, banyak
diantaranya mengembangkan metode active learning untuk memacu kreativitas
dan daya inisiatif siswa. Guru hanya sebagai fasiltator saja. Guru
mengarahkan siswa. Siswa dapat memperolehnya melalui diskusi, problem based
learning(PBL), pergi ke perpustakaan, belajar dengan e-learning (internet),
membaca dan sebagainya. Cara-cara seperti ini akan memacu potensi siswa
daripada siswa diperlakukan hanya sebagai objek yag pasif saja.
Bagaimana cara menyampaikannya?. Pertanyaan ini terkait dengan
kompetensi guru serta metode atau gaya pengajaran yang mereka terapkan.
Cara penyampaian cukup mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Salah
satu contoh SD Kreatif. SD ini memberikan pengajaran yang unik. Kadang guru
memberikan pendidikan dengan outbound, dengan bentuk dongeng atau cerita,
atau dengan memberikan pesan moral dan mengajak untuk berpikir rasional.
6. EPISTEMOLOGI MATEMATIKA
Kajian epistemologi matematika adalah sekelompok pertanyaan mengenai
apakah matematika itu (pertanyaan yang diperbincangkan oleh para ahli
matematika selama lebih daripada 2000 tahun), termasuk jenis pengetahuan
apa (pengetahuan empirik ataukah pengetahuan pra-pengalaman), bagaimana
ciri-cirinya (deduktif, abstrak, hipotesis, eksak, simbolik, universal,
rasional, dan kemungkinan ciri lainnya), serta lingkupan dan pembagian
pengetahuan matematika (matematika murni dan matematik terapan serta
berbagai cabang matematika yang lain). Demikian pula persoalan tentang
kebenaran matematika seperti misalnya sifat alaminya dan macamnya. Jadi,
matematika jika ditinjau dari aspek epistemologi, matematika mengembangkan
bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara
kuantitatif.
Problem dasar pendidikan matematika kita di Indonesia adalah siswa
atau mahasiswa tidak dibiasakan untuk menginterpretasikan sebuah persoalan.
Padahal, matematika itu adalah interpretasi manusia terhadap fenomena alam.
Dampaknya, siswa bahkan mahasiswa, pandai mengerjakan soal, tetapi tidak
bisa memberikan makna dari soal itu. Matematika hanya diartikan sebagai
sebuah persoalan hitung-hitungan yang siap untuk diselesaikan atau dicari
jawabannya. Ini akibat tidak diajarkannya filsafat atau latar belakang ilmu
matematika.
Makalah Filsafat
Selasa, 18 Maret 2014
Epistemologi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia hidup didunia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja. Akan
tetapi manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di
lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi, manusia
seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain yang bisa digunakan.
Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi adalah pengetahuan.
Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat
memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari
pengetahuan, tak jarang manusia harus mempelajari Epistemologi.
Epistemologi disebut juga sebagai teori pengetahuan karena mengkaji seluruh
tolok ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia
yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan pondasi segala ilmu dan
pengetahuan.
Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat
sistematik yang paling sulit. Sebab epistemologi menjangkau permasalahan-
permasalahan yang membentang luas, sehingga tidak ada sesuatu pun yang
boleh disingkirkan darinya. Selain itu pengetahuan merupakan hal yang
sangat abstrak dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan
sehari-hari. Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja. Oleh sebab itu,
perlu diketahui apa saja yang menjadi dasar-dasar pengetahuan yang dapat
digunakan manusia untuk mengembangkan diri dalam mengikuti perkembangan
informasi yang pesat.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Epistemologi ?
2. Bagaimana ruang lingkup Epistimologi ?
3. Apa saja aliran- aliran yang ada dalam Epistemologi ?
4. Bagaimana pengaruh Epistemologi terhadap peradaban manusia ?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Epistemologi
2. Untuk mengetahui ruang lingkup Epistemoligi
3. Untuk mengetahui aliran-aliran yang ada dalam Epistemologi
4. Untuk mengetahui pengaruh epistemologi bagi kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Epistemologi
Istilah "Epistemologi" berasal dari bahasa Yunani
yaitu "episteme" yang berarti pengetahuan dan 'logos" berarti perkataan,
pikiran, atau ilmu. Kata "episteme" dalam bahasa Yunani berasal dari kata
kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka,
secara harafiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual
untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Bagi suatu ilmu
pertanyaan yang mengenai definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian
ruang lingkupnya, dan kebenaran ilmiahnya, merupakan bahan-bahan pembahasan
dari epistemologinya.
Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).
Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan
dengan konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan
lain sebagainya.
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada
epistemologi adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah
cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope
pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung
jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain yang
mencoba mendefinisikan epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan
bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat
dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara
umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki
pengetahuan.[1]
Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology is the branch of
philosophy which investigates the origin, stukture, methods and validity of
knowledge. Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah
epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F Ferrier
pada tahun 1854 (Runes, 1971-1994).[2]
2.2. Ruang Lingkup Epistemologi
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber
dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu
hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M
Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus
dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya,
bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu,
mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi
dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya
ilmu. Mengingat epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai
Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama
luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan
selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang
tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek
tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga
mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya
terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang
jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih
banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu
pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai
epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan
ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam
pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian
yang layak.
Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan
pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika
filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin
mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya
memegangi makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi
epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-
komponen yang terkait langsung dengan "bangunan" pengetahuan.[3]
2.3. Aliran-Aliran Epistemologi
Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini, diantaranya :
1. Empirisme
Kata empiris berasal dari kata yunani empieriskos yang berasal dari kata
empiria, yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata
yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi. Manusia tahu
es dingin karena manusia menyentuhnya, gula manis karena manusia
mencicipinya.
John locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan
teoritabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya ialah
bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas
pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan.
Mula- mula tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama-lama sulit, lalu
tersusunlah pengetahuan berarti.berarti, bagaimanapun kompleks (sulit)-nya
pengetahuan manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya pada pengalaman
indera. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukan pengetahuan
yang benar. Jadi, pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah
metode eksperimen. Kesimpulannya bahwa aliran empirisme lemah karena
keterbatasan indera manusia. Misalnya benda yang jauh kelihatan kecil,
sebenarnya benda itu kecil ketika dilihat dari jauh sedangkan kalau dilihat
dari dekat benda itu besar.
2. Rasionalisme
Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal.
Manusia, menurut aliran ini, menmperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal
menangkap objek. Bapak aliran ini adalah Descartes (1596-1650). Descartes
seorang filosof yang tidak puas dengan filsafat scholastic yang
pandangannya bertentangan, dan tidak ada kepastian disebabkan oleh
kurangnya metode berpikir yang tepat. Dan ia juga mengemukakan metode baru,
yaitu metode keragu-raguan. Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, dalam
keragu-raguan itu jelas ia sedang berpikir. Sebab, yang sedang berpikir itu
tentu ada dan jelas ia sedang erang menderang. Cogito Ergo Sun (saya
berpikir, maka saya ada).
Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang
dapat membawa orang kepada kebenaran. Yang benar hanya tindakal akal yang
terang benderang yang disebut Ideas Claires el Distictes (pikiran yang
terang benderang dan terpilah-pilah). Idea terang benderang inilah
pemberian tuhan seorang dilahirkan ( idea innatae = ide bawaan). Sebagai
pemberian tuhan, maka tak mungkin tak benar. Karena rasio saja yang
dianggap sebagai sumber kebenaran, aliran ini disebut rasionlisme. Aliran
rasionalisme ada dua macam , yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang
filsafat. Dalam bidang agama , aliran rasionalisme adalah lawan dari
otoritas dan biasanya digunakan untuk mengkritik ajran agama. Adapun dalam
bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering
berguna dalam menyusun teori pengetahuan .
3. Positivisme
Tokoh aliaran ini adalah august compte (1798-1857). Ia menganut paham
empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam memperoleh
pengetahuan. Tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan
eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen.
Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya untuk mengukur
jarak kita harus menggunakan alat ukur misalnya meteran, untuk mengukur
berat menggunakan neraca atau timbangan misalnya kiloan . Dan dari itulah
kemajuan sains benar benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal dan
didukung oleh bukti empirisnya. Dan alat bantu itulah bagian dari aliran
positivisme. Jadi, pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang
dapat berdiri sendiri. Aliran ini menyempurnakan empirisme dan
rasionalisme.
4. Intuisionisme
Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak
hanya indera yang terbatasa, akal juga terbatas. Objek yang selalu berubah,
demikian bargson. Jadi, pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap.
Intelektual atau akal juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu objek
bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu, jadi dalam hal itu
manusia tidak mengetahui keseluruhan (unique), tidak dapat memahami sifat-
sifat yang tetap pada objek. Misalnya manusia menpunyai pemikiran yang
berbeda-beda. Dengan menyadari kekurangan dari indera dan akal maka bergson
mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu
intuisi.[4]
5. Kritisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seseorang
ahli pemikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara
rasionalisme dengan empirisme. Seorang ahli pikir jerman Immanuel Kant
(1724-18004) mencoba menyelesaikan persoalan diatas, pada awalnya, kant
mengikuti rasionalisme tetapi terpengaruh oleh aliran empirisme. Akhirnya
kant mengakui peranan akal harus dan keharusan empiris, kemudian dicoba
mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal
(rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari pengalaman (empirime).
Jadi, metode berpikirnya disebut metode kiritis. Walaupun ia
mendasarkan diri dari nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak
mengingkari bahwa adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal.[5]
6. Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia
fisik hanya dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah
idealisme diambil dari kata idea yaitu suatu yang hadir dalam jiwa.
Pandangan ini dimiliki oleh plato dan pada filsafat modern.
Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu,
tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit
tidak disebut idealisme karena mereka tidak menggunakan argumen
epistemologi yang digunakan oleh idealisme. Idealisme secara umum
berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah mazhab epistemologi yang
mengajarkan bahwa pengetahuan apriori atau deduktifdapat diperoleh dari
manusia denganakalnya[6]
2.4. Pengaruh Epistemologi
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia.
Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya.
Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu
murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan
kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan yang
merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan,
kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan
kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu
negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan
epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam,
sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan
epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis
dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada
teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak
lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan
pengembangan epistemologi.
Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan
berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk
teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara
epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang
bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus
disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.[7]
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pengetahuan dapat diperoleh melalui beberapa hal yaitu:
1. Pengetahuan diperoleh dari akal, yakni pengetahuan yang didapatkan
melalui proses berpikir yang logis sehingga dapat diterima oleh akal. Dari
sini memunculkan aliran rasionalisme.
2. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, yakni pengetahuan baru
muncul ketika indera manusia menimba pengalaman dengan cara melihat dan
mengamati berbagai kejadian dalam kehidupan, jadi ketika manusia lahir
benar-benar dalam keadaan yang bersih dan suci dari apapun. Aliran yang
mempunyai paham ini adalah aliran empirisme.
3. Pengetahuan diperoleh dari intuisi, yakni pengetahuan yang bersifat
personal, dan hanya orang-orang tertentu yang mendapatkan pengetahuan ini.
3.2. Saran
Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya tersilap
dari yang telah ditetapkan atau seharusnya. Apalagi dalam kegiatan menyusun
makalah ini. Untuk itu, penulis harapkan dari pembaca, mohon kritik dan
sarannya guna perbaikkan penyusunan selanjutnya.
[1] http://darul-ulum.blogspot.com/2008/05/dasar-dasar-pengetahuan.html
[2] Ahmad tafsir, 2009. filsafat umum akal dan hati sejak thales sampai
capra. Remaja Rosdakarya, Bandung.hal 23
[3] http://barabbasayin.blogspot.com/2013/07/pengertian-dan-ruang-
lingkup.html
[4] Ahmad Tafsir,2009. Filsafat umum akal dan hati sejak thales
sampai capra.Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Hal 24-28
[5]Achmadi,asmoro,2012. Filsafat umum. PT. Raja grafindo persada, jakarta.
Hal 118-119
[6] Hakim, M.A. dan Drs. Bani Ahmad Saebani, M.Si. 2008. filsafat umum dari
metologi sampai teofilosofi. Pustaka Setia, Bandung. Hal 206
[7] http://ebookcollage.blogspot.com/2013/06/pengaruh-epistemologi.html
Diposkan oleh MOH NURUL ARIFIN di 06.38
Hakikat Epistimologi Dalam Kajian Filsafat Ilmu
Eureka Pendidikan. Salah satu bagian yang paling penting dari ilmu
pengethaunan adalah kajian epistimologi mengani keberadaan suatu ilmu.
Kajian mengenai epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan
tentang pengetahuan. Dalam pembahasan filsafat ilmu, epistemologi dikenal
sebagai sub sistem dari filsafat. Epistemologi adalah teori pengetahuan,
yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek
yang ingin dipikirkan.
Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi—seperti juga
lazimnya keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem--
membuktikan betapa sulit untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang
lain, sebab ketiga-tiganya memiliki fungsi sendiri-sendiri yang berurutan
dalam mekanisme pemikiran. Ketika kita membicarakan epistemologi, berarti
kita sedang menekankan bahasan tentang upaya, cara, atau langkah-langkah
untuk mendapatkan pengetahuan. Dari sini setidaknya didapatkan perbedan
yang cukup signifikan bahwa aktivitas berpikir dalam lingkup epistemologi
adalah aktivitas yang paling mampu mengembangkan kreativitas keilmuan
dibanding ontologi dan aksiologi.
Pengertian Epistemologi
Ada beberapa pengertian mengenai epistemologi yang diungkapkan para ahli
yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk memahami apa sebenarnya
epistemologi itu. Secara sederhana epistemologi juga disebut teori
pengetahuan (theory of knowledge).
Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme
berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Epistemologi dapat
didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
Pengertian lain, mengenai epistemologi menyatakan bahwa epistimologi
merupakan pembahasan mengenai bagaimana mendapatkan pengetahuan atu lebih
menitikberatkan pada sebuah proses penecarian ilmu: apakah sumber-sumber
pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan?
Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manuasia
(William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun
S.Suriasumantri, 2005).
Menurut Musa Asy'arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha
yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat
pada suatu obyek kajian ilmu. Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa
epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan
kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Sedangkan D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat
yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan
pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya
sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
Selanjutnya, pengertian epistemologi yang lebih jelas diungkapkan Dagobert
D.Runes. Dia menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang
membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.
Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai "ilmu
yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas
ilmu pengetahuan".
Ruang Lingkup Epistemologi
M.Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan
validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu
hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M
Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus
dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya,
bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu,
mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi
dua masalah pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak
terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan
secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi
banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah.
Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan
epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.
Kecenderungan sepihak ini menimbulkan kesan seolah-olah cakupan pembahasan
epistemologi itu hanya terbatas pada sumber dan metode pengetahuan, bahkan
epistemologi sering hanya diidentikkan dengan metode pengetahuan. Terlebih
lagi ketika dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi secara sistemik,
seserorang cenderung menyederhanakan pemahaman, sehingga memaknai
epistemologi sebagai metode pemikiran, ontologi sebagai objek pemikiran,
sedangkan aksiologi sebagai hasil pemikiran, sehingga senantiasa berkaitan
dengan nilai, baik yang bercorak positif maupun negatif. Padahal sebenarnya
metode pengetahuan itu hanya salah satu bagian dari cakupan wilayah
epistemologi.
Objek Dan Tujuan Epistemologi
Dalam filsafat terdapat objek material dan objek formal. Objek material
adalah sarwa-yang-ada, yang secara garis besar meliputi hakikat Tuhan,
hakikat alam dan hakikat manusia. Sedangkan objek formal ialah usaha
mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya, sampai ke akarnya)
tentang objek material filsafat (sarwa-yang-ada).
Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa "segenap proses
yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan." Proses untuk
memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan
sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu
merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan
tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya
tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Tujuan epistemologi menurut Jacques Martain mengatakan: "Tujuan
epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya
dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya
dapat tahu". Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh
pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang
menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari
itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
Landasan Epistemologi
Kholil Yasin menyebut pengetahuan dengan sebutan pengetahuan biasa
(ordinary knowledge), sedangkan ilmu pengetahuan dengan istilah pengetahuan
ilmiah (scientific knowledge). Hal ini sebenarnya hanya sebutan lain.
Disamping istilah pengetahuan dan pengetahuan biasa, juga bisa disebut
pengetahuan sehari-hari, atau pengalaman sehari-hari. Pada bagian lain,
disamping disebut ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, juga sering
disebut ilmu dan sains. Sebutan-sebutan tersebut hanyalah pengayaan
istilah, sedangkan substansisnya relatif sama, kendatipun ada juga yang
menajamkan perbedaan, misalnya antar sains dengan ilmu melalui pelacakan
akar sejarah dari dua kata tersebut, sumber-sumbernya, batas-batasanya, dan
sebagainya.
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan
menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan
yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar
untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu
fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam
ilmu pengetahuan, melaikan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian
metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan
fakta secara integratif.
Hubungan Epistemologi, Metode dan Metodologi
Lebih jauh lagi Peter R.Senn mengemukakan, "metode merupakan suatu prosedur
atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang
sistematis". Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam
mempelajari peraturan dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat
dikatakan, bahwa metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang
mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Jika metode
merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, maka metodologilah yang
mengkerangkai secara konseptual prosedur tersebut. Implikasinya, dalam
metodologi dapat ditemukan upaya membahas permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan metode.
Metodologi membahas konsep teoritik dari berbagai metode, kelemahan dan
kelebihannya dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metode yang
digunakan, sedangkan metode penelitian mengemukakan secara teknis metode-
metode yang digunakan dalam penelitian. Penggunaan metode penelitian tanpa
memahami metode logisnya mengakibatkan seseorang buta terhadap filsafat
ilmu yang dianutnya. Banyak peneliti pemula yang tidak bisa membedakan
paradigma penelitian ketika dia mengadakan penelitian kuantitatif dan
kualitatif. Padahal mestinya dia harus benar-benar memahami, bahwa
penelitian kuantitatif menggunakan paradigma positivisme, sehingga
ditentukan oleh sebab akibat (mengikuti paham determinsime, sesuatu yang
ditentukan oleh yang lain), sedangkan penelitian kualitatif menggunakan
paradigma naturalisme (fenomenologis). Dengan demikian, metodologi juga
menyentuh bahasan tantang aspek filosofis yang menjadi pijakan penerapan
suatu metode. Aspek filosofis yang menjadi pijakan metode tersebut terdapat
dalam wilayah epistemologi.
Oleh karena itu, dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural-teoritis
antara epistemologi, metodologi dan metode sebagai berikut: Dari
epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada metodologi, yang biasanya
terfokus pada metode atau tehnik. Epistemologi itu sendiri adalah sub
sistem dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari
filsafat. Filsafat mencakup bahasan epistemologi, epistemologi mencakup
bahasan metodologis, dan dari metodologi itulah akhirnya diperoleh metode.
Jadi, metode merupakan perwujudan dari metodologi, sedangkan metodologi
merupakan salah satu aspek yang tercakup dalam epistemologi. Adapun
epistemologi merupakan bagian dari filsafat.
Hakikat Epsitemologi
Epistemologi berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan cabang-
cabangnya yang pokok, mengidentifikasikan sumber-sumbernya dan menetapkan
batas-batasnya. "Apa yang bisa kita ketahui dan bagaimana kita mengetahui"
adalah masalah-masalah sentral epistemologi, tetapi masalah-masalah ini
bukanlah semata-mata masalah-masalah filsafat. Pandangan yang lebih ekstrim
lagi menurut Kelompok Wina, bidang epistemologi bukanlah lapangan filsafat,
melainkan termasuk dalam kajian psikologi. Sebab epistemologi itu berkenaan
dengan pekerjaan pikiran manusia, the workings of human mind. Tampaknya
Kelompok Wina melihat sepintas terhadap cara kerja ilmiah dalam
epistemologi yang memang berkaitan dengan pekerjaan pikiran manusia. Cara
pandang demikian akan berimplikasi secara luas dalam menghilangkan
spesifikasi-spesifikasi keilmuan. Tidak ada satu pun aspek filsafat yang
tidak berhubungan dengan pekerjaan pikiran manusia, karena filsafat
mengedepankan upaya pendayagunaan pikiran. Kemudian jika diingat, bahwa
filsafat adalah landasan dalam menumbuhkan disiplin ilmu, maka seluruh
disiplin ilmu selalu berhubungan dengan pekerjaan pikiran manusia, terutama
pada saat proses aplikasi metode deduktif yang penuh penjelasan dari hasil
pemikiran yang dapat diterima akal sehat. Ini berarti tidak ada disiplin
ilmu lain, kecuali psikologi, padahal realitasnya banyak sekali.
Oleh karena itu, epistemologi lebih berkaitan dengan filsafat, walaupun
objeknya tidak merupakan ilmu yang empirik, justru karena epistemologi
menjadi ilmu dan filsafat sebagai objek penyelidikannya. Dalam epistemologi
terdapat upaya-upaya untuk mendapatkan pengetahuan dan mengembangkannya.
Aktivitas-aktivitas ini ditempuh melalui perenungan-perenungan secara
filosofis dan analitis.
Perbedaaan padangan tentang eksistensi epistemologi ini agaknya bisa
dijadikan pertimbangan untuk membenarkan Stanley M. Honer dan Thomas C.Hunt
yang menilai, epistemologi keilmuan adalah rumit dan penuh kontroversi.
Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat
sistematik yang paling sulit, sebab epistemologi menjangkau permasalahan-
permasalahan yang membentang seluas jangkauan metafisika sendiri, sehingga
tidak ada sesuatu pun yang boleh disingkirkan darinya. Selain itu,
pengetahaun merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang dijadikan
permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan biasanya
diandaikan begitu saja, maka minat untuk membicarakan dasar-dasar
pertanggungjawaban terhadap pengetahuan dirasakan sebagai upaya untuk
melebihi takaran minat kita.
Epistemologi atau teori mengenai ilmu pengetahuan itu adalah inti sentral
setiap pandangan dunia. Ia merupakan parameter yang bisa memetakan, apa
yang mungkin dan apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya; apa yang
mungkin diketahui dan harus diketahui; apa yang mungkin diketahui tetapi
lebih baik tidak usah diketahui; dan apa yang sama sekali tidak mungkin
diketahui. Epistemologi dengan demikian bisa dijadikan sebagai penyaring
atau filter terhadap objek-objek pengetahuan. Tidak semua objek mesti
dijelajahi oleh pengetahuan manusia. Ada objek-objek tertentu yang
manfaatnya kecil dan kerugian yang ditimbulkan lebih besar, sehingga tidak
perlu diketahui, meskipun memungkinkan untuk diketahui. Ada juga objek yang
benar-benar merupakan misteri, sehingga tidak mungkin bisa diketahui.
Epistemologi ini juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia.
Seseorang yang senantiasa condong menjelaskan sesuatu dengan bertolak dari
teori yang bersifat umum menuju detail-detailnya, berarti dia menggunakan
pendekatan deduktif. Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari gejala-
gejala yang sama, baruk ditarik kesimpulan secara umum, berarti dia
menggunakan pendekatan induktif. Adakalanya seseorang selalu mengarahkan
pemikirannya ke masa depan yang masih jauh, ada yang hanya berpikir
berdasarkan pertimbangan jangka pendek sekarang dan ada pula seseorang yang
berpikir dengan kencenderungan melihat ke belakang, yaitu masa lampau yang
telah dilalui. Pola-pola berpikir ini akan berimplikasi terhadap corak
sikap seseorang. Kita terkadang menemukan seseorang beraktivitas dengan
serba strategis, sebab jangkauan berpikirnya adalah masa depan. Tetapi
terkadang kita jumpai seseorang dalam melakukan sesuatu sesungguhnya sia-
sia, karena jangkauan berpikirnya yang amat pendek, jika dilihat dari
kepentingan jangka panjang, maka tindakannya itu justru merugikan.
Pada bagian lain dikatakan, bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya
merupakan gabungan antara berpikir secara rasional dan berpikir secara
empiris. Kedua cara berpikir tersebut digabungan dalam mempelajari gejala
alam untuk menemukan kebenaran, sebab secara epistemologi ilmu memanfaatkan
dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera.
Oleh sebab itu, epistemologi adalah usaha untuk menafsir dan membuktikan
keyakinan bahwa kita mengetahuan kenyataan yang lain dari diri sendiri.
Usaha menafsirkan adalah aplikasi berpikir rasional, sedangkan usaha untuk
membuktikan adalah aplikasi berpikir empiris. Hal ini juga bisa dikatakan,
bahwa usaha menafsirkan berkaitan dengan deduksi, sedangkan usaha
membuktikan berkaitan dengan induksi. Gabungan kedua macaram cara berpikir
tersebut disebut metode ilmiah.
Jika metode ilmiah sebagai hakikat epistemologi, maka menimbulkan
pemahaman, bahwa di satu sisi terjadi kerancuan antara hakikat dan landasan
dari epistemologi yang sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan
rasionalisme dengan empirisme, atau deduktif dengan induktif), dan di sisi
lain berarti hakikat epistemologi itu bertumpu pada landasannya, karena
lebih mencerminkan esensi dari epistemologi. Dua macam pemahaman ini
merupakan sinyalemen bahwa epistemologi itu memang rumit sekali, sehingga
selalu membutuhkan kajian-kajian yang dilakukan secara berkesinambungan dan
serius.
Pengaruh Epistemologi
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu
peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi
mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai
ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan
koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu—suatu kesatuan yang merupakan
hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu—dipandang dari keyakinan,
kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan
kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu
negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan
epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam,
sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan
epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis
dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada
teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak
lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan
pengembangan epistemologi.
Epistemologi dalam ilmu filsafat akan terus mendorong manusia untuk selalu
berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua
bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara
epistemologies, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang
bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus
disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.