EPISTEMOLOGI II MAKALAH
Disusun oleh: Aulia Fachrani - 120820100552 Cecep Daryus Daryus Darusman Darusman - 120820100532 120820100532 Henrita Meilina - 120820100548
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Tugas Kuliah Filsafat Ilmu Program Studi Magister Managemen Universitas Padjajaran
Pembimbing: Prof. Dr. Yuyus Suryana, SE, MS
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS PADJAJARAN BANDUNG 2011
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyusun Makalah Filsafat Ilmu dengan judul “EPISTEMOLOGI II”. Didalam makalah ini penulis membahas salah satu cabang dari filsafat yaitu epistemologi yang bersangkut paut dengan teori pengetahuan. Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah ini sebagai tugas kuliah Filsafat Ilmu. Penulis mengucapkan terima kasih pada bapak Prof. Dr. Yuyus Suryana, SE, MS, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik-kritik dan saran-saran yang membangun kesempurnaan penulisan ini.
Hormat Saya
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………................................................................. .................................................. i Daftar Isi ……………………………………………………………………………………….... ii Bab I Pendahuluan ……………………………………………………………………….…….. 1 Bab II Pembahasan ……………………………………………………………………………….3 II.1 Definisi ………………..........................……………………………………………..….3 II.2 Cara kerja epistemologi ……………..…...……………………………………………...4 II.3 Macam-macam epistemologi …………….…...………………………………………...4 II.4 Pandangan Popper tentang epistemologi………….…………….…...…………………6 II.5 Abstrak, Konsep, dan Variabel………….…...…………………………………………8 Daftar Pustaka …………………………………………………………………………….….....11
BAB I PENDAHULUAN
Filsafat adalah mater scientiarum atau induk ilmu pengetahuan. Filsafat disebut induk ilmu pengetahuan karena memang filsafatlah yang telah melahirkan segala ilmu pengetahuan yang ada. Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi. (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).
Filsafat berasal dari kata Yunanifilosofia (bahasa Arab:falsafi). Dalam bahasa Yunani kata filosofia merupakan kata majernuk yang terjadi dari filo (cinta) dan sofia (kebijaksanaan). Bijaksana berarti pandai (tahu dengan mendalam) atau "ingin tahu dengan lebih mendalam". Jadi, filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan menggunakan ak al budi (rasio) mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum-hukum, dsb dan segala sesuatu yang ada di alam semesta tentang kebenaran dan arti dan keberadaannya itu. Tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan.
Dalam garis besarnya filsafat mempunyai tiga cabang besar, yaitu teori hakikat, teori pengetahuan, dan teori nilai. Teori hakikat membahas semua objek dan hasilnya adalah pengetahuan, teori pengetahuan membicarakan cara memperoleh pengetahuan, dan teori nilai membicarakan kegunaan pengetahuan. Dengan demikian dapat disimpulkan: -
Ontologi adalah teori hakikat yang membicarakan obyek pengetahuan itu sendiri.
-
Epistemologi adalah teori pengetahuan yang membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan.
-
Aksiologi adalah teori nilai yang membicarakan kegunaan pengeetahuan itu sendiri.
1. Ontologi membahas mengenai objek-objek untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek tersebut dipikirkan secara rnendalam sampai pada hakikatnya, ini sebabnya bagian ontologi disebut teori hakikat. Bidang ontologi membicarakan objek yang luas sekali yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya adalah hakikat pengetahuan dan hakikat nilai). Nama lain dari teori ini adalah teori tentang keadaan. Hakikat adalah realitas atau kenyataan yang sebenarnya, yaitu keadaan sesuatu objek yang sebenarnya, bukan keadaan yang bersifat sementara atau keadaan yang menipu, dan bukan yang berubah-ubah. Ontologi
membicarakan
realitas
(kenyataan)
dari
benda-benda,
apakah
sesuai dengan
penampakannya (wujudnya) atau ada sesuatu yang tersembunyi dibalik penampakan realitas benda-benda tersebut. Ada beberapa aliran untuk menjawab pertanyaan ini, antara lain: materialisme, idealisme, dualisme. 2. Epistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Pengetahuan manusia ada tiga macam, yaitu pengetahuan ilmiah (ilmu), pengetahuan filsafat, dan pengetahuan mistik. Ketiga pengetahuan tersebut diperoleh manusia dengan berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai alat bantu. Ada beberapa aliran yang membicarakan tentang episternologi ini: aliran atau paham empirisme, rasionalisme, positivisme, intuisionisme. 3. Aksiologi membicarakan kegunaan pengetahuan itu sendiri bagi manusia atau untuk apa pengetahuan ilmiah (ilmu) itu digunakan. Kita dapat memulainya dengan melihat pengetahuan ilmiah sebagai tiga hal: pengetahuan ilmiah sebagai kumpulan teori-teori, sebagai pandangan hidup, dan sebagai metode pemecahan masalah. Sebagai kumpulan teori, pengetahuan ilmiah digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia pemikiran seperti kita ketahui bahwa dunia ini dibangun atau dibentuk oleh dua kekuatan yaitu agama dan filsafat. Pengetahuan ilmiah sebagai pandangan hidup penting untuk dipelajari karena fungsi filsafatnya dapat dijadikan jalan kehidupan, menjadi pedoman dalam bertindak dalam menghadapi kehidupan. Pengetahuan ilmiah sebagai metodologi dalam memecahkan masalah. Ada berbagai cara yang ditempuh orang bila ia hendak menyelesaikan sesuatu masalah. Ada yang memecahkan masalah dengan menggunakan pengetahuan ilmiah (sains) yang pusat perhatian ada fakta empiris, ada orang menyelesaikan masalah dengan filsafat dengan menggunakan logika (rasio) atau akal, dan ada juga menyelesaikan masalah dengan cara mistik. Dengan pengetahuan ilmiah, orang dapat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi
Epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang bersangkut paut dengan teori pengetahuan. Etimologis, istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani,yang terdiri dari dua kata, yaitu επιστμη — episteme (pengetahuan) dan λογοζ — logos (kata, pikiran, percakapan, atau ilmu). Jadi, epistemologi berarti kata, pikiran, percakapan tentang pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Secara tradisional, yang menjadi pokok persoalan dalam epistemologi ialah sumber, asal mula, dan sifat dasar pengetahuan; bidang, batas, dan jangkauan pengetahuan; serta validitas dan reliabilitas (reability) dari berbagai klaim terhadap pengetahuan. Oleh sebab itu, rangkaian pertanyaan yang biasa diajukan untuk mendalami permasalahan yang dipersoalkan di dalam epistemologi adalah sebagai berikut: Apakah pengetahuan itu? Apakah yang menjadi sumber dan dasar pengetahuan? Apakah pengetahuan itu berasal dari pengamatan, pengalaman, atau akal budi? Apakah pengetahuan itu adalah kebenaran yang pasti ataukah hanya merupakan dugaan? Berikut ini akan dipaparkan secara ringkas beberapa pokok persoalan yang dipersoalkan di dalam epistemologi. Epistemologi adalah salah satu disiplin kefilsafatan. Inti dari filsafat adalah pengetahuan itu, filsafat mengenai
pengetahuan tersebut
adalah epistemologi.
Disadari bahwa epistemologi sensu stricto (yaitu dalam pengertiannya yang sangat sempit, epistemologi termasuk ke dalam displin kefilsafatan) dan sensu lato (yakni dalam pengertiannya yang membahas teori-teori mengenai pengetahuan, kebenaran, dan kepastian; dan epistemologi spesial (yang membahas tentang pengetahuannya pengetahuan khusus tertentu, misalnya tentang sains, sejarah, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, metodologi, statistika, penelitian em pirik, metod e kefils afata n, dsb). Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa objectum materiale dari Epistemologi D as ar
a da la h
p en ge ta hu an ,
s ed an gk an
f ok us
p erh at ia nn ya (objectuni fonnale)
ditujukan kepada hal-hal yang mendasar mengenai pengetahuan tersebut. Menyadari bahwa di dalam pertumbuhan epistemologi itu terjadi pembauran antara kegiatan kefilsafatan dan kegiatan keilmiahan, maka memang tidaklah begitu mudah untuk
menentukan metodologi tunggal di dalam mendalami hal-hal tentang epistemologi itu. Metodologi dan pendekatan yang dipergunakan seyogyanya bersifat komplementer konsentris, dalam semangat dan kesadaran akan relevansinya pendekatan yang sifatnya multidisipliner.
2.2 Cara kerja epistemologi
Bicara tentang cara kerja atau metode pendekatan epitemologi berarti bicara tentang ciri khas pendekatan filosofis terhadap gejala pengetahuan. Pengetahuan bukan hanya menjadi objek kajian ilmu filsafat, tetapi juga ilmu-ilmu lain, seperti ilmu psikologi kognitif dan sosiologi pengetahuan. Ciri khas cara pendekatan filsafat terhadap objek kajiannya tampak dari jenis pertanyaan yang diajukan dan upaya jawaban yang diberikan. Filsafat berusaha secara kritis mengajukan dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum, menyeluruh, dan mendasar. Filsafat bermaksud secara kritis menggugat serta mengusik pandangan dan pendapat umum yang sudah mapan. Bukan sekedar cari perkara, tetapi guna merangsang orang untuk berpikir secara lebih serius dan bertanggung jawab. Tidak asal menerima pandangan dan pendapat umum. Juga dalam hal pengetahuan. Misalnya kalau pengetahuan secara umum dianggap sama dengan ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan dianggap identik dengan sains, maka lingkup pengetahuan manusia menjadi dipersempit. Penyempitan paham pengetahuan seperti ini, sebagaimana terjadi dengan paham saintisme, jelas telah dan akan mempermiskin kekayaan budaya manusia dan perlu ditanggapi dengan kritis.
2.3 Macam-macam epistemologi
Berdasarkan cara kerja atau metode pendekatan yang diambil terhadap gejala pengetahuan bisa dibedakan beberapa macam epistemologi. 1. Epistemologi Metafisis Epistemologi yang mendekati gejala pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengandaian metafisika tertentu. Epistemologi ini berangkat dari suatu paham tertentu tentang kenyataan, lalu membahas tentang bagaimana manusia mengetahui kenyataan tersebut.
Misalnya Plato meyakini bahwa kenyataan yang sejati adalah kenyataan dalam dunia ideide, sedangkan kenyataan sebagaimana kita alami di dunia ini adalah kenyataan yang fana dan gambaran kabur saja dari kenyataan dalam dunia ide-ide. Bertitik tolak dari paham tentang kenyataan seperti itu, Plato dalam epistemologinya memahami kegiatan mengetahui sebagai kegiatan jiwa mengingat (anamnesis) kenyataan sejati yang pernah dilihatnya dalam dunia ide-ide. Plato juga secara tegas membedakan antara pengetahuan (episteme), sebagai sesuatu yang bersifat objektif, universal dan tetap tak berubah, serta pendapat (doxa), sebagai suatu yang bersifat subjektif, partikular dan berubah-ubah. Kesulitan yang muncul dengan pendekatan macam ini adalah bahwa epistemologi metafisis secara tidak kritis begitu saja mengandaikan bahwa kita dapat mengetahui kenyataan yang ada, dialami dan dipikirkan, serta hanya menyibukkan diri dengan uraian tentang seperti apa pengetahuan macam itu dan bagaimana diperoleh.
2. Epistemologi Skeptis Epistemologi macam ini, seperti misalnya dikerjakan oleh Descartes, kita perlu membuktikan dulu apa yang dapat kita ketahui sebagai sungguh nyata atau benar-benar tak dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu yang kebenarannya masih dapat diragukan. Kesulitan dengan metode pendekatan ini adalah apabila orang sudah masuk sarang skeptisisme dan konsisten dengan sikapnya, tak gampang menemukan jalan keluar. Apalagi seluruh kegiatan epistemologi sendiri sebenarnya sejak awal telah mengandaikan bahwa ada pengetahuan dan bahwa manusia dapat mengetahui sesuatu. Descartes sendiri memang bukan seorang penganut skeptisisme mutlak atau orang yang sama sekali meragukan kemampuan manusia untuk mengetahui dan mencapai kebenaran. Skeptisisme Descartes adalah skeptisisme metodis. Yakni suatu strategi awal untuk meragukan segala sesuatu, justru dengan maksud agar dapat sampai pada kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi.
3. Epistemologi Kritis Epistemologi ini tidak memprioritaskan metafisika atau epistemologi tertentu, melainkan berangkat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran akal sehat ataupun asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran ilmiah sebagaimana kita temukan dalam kehidupan,
lalu kita coba tanggapi secara kritis. Sikap kritis diperlukan untuk pertama-tama berani mempertanyakan apa yang selama ini sudah diterima begitu saja tanpa dinalar atau tanpa dipertanggungjawabkan secara rasional, dan kemudian mencoba menemukan alasan yang sekurang-kurangnya masuk akal untuk penerimaan atau penolakannya.
Berdasarkan objek yang dikaji, epistemologi dapat dibagi menjadi dua bagian; 1. Epistemologi Individual Dalam epistemologi individual, kajian tentang bagaimana struktur pikiran manusia sebagai individu bekerja dalam proses mengetahui, misalnya dianggap cukup mewakili untuk menjelaskan bagaimana semua pengetahuan manusia pada umumnya diperoleh. Dalam mengembangkan epistemologi individual, filsafat pengetahuan dapat dan perlu memanfaatkan sumbangan yang diberikan oleh ilmu psikologi kognitis.
2. Epistemologi Sosial Adalah kajian filosofis terhadap pengetahuan sebagai data sosiologis. Bagi epistemologi sosial, kepentingan sosial, dan lembaga sosial dipandang sebagai faktor-faktor yang amat menentukan dalam proses, cara, maupun memperoleh pengetahuan. Dalam upaya ini filsafat perlu memperhatikan apa yang disumbangkan oleh ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaandalam kajiannya mengenai sistem-sistem sosial dan kebudayaan, khususnya dalam melihat dampak pengaruhnya bagi pengetahuan manusia.
2.4 Pandangan Popper tentang epistemologi
Mengawali pandangan Popper tentang Epistemologi lebih awal akan dikemukakan di bawah ini pengertian Epistemologi Sistemologi atau teori pengetahuan ialah : cabang filsafat yang berurusan dengan h a ke k at d a n l in g ku p p e ng e ta h ua n d a sa r d a ri p e n ga n da i an pengandaiannya serta secara umum dapat diandalkannya penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. (D.W. Marlyn dalan bukunya history of epitemoligy)
Diatemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan
(A.R.W Preneska "epistemologi dasar suatu pengantar")
Platemologi merupakan salah satu cabang yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang anal mula pengetahuan, struktur, metode, dan validitas pengetahuan. (Drs,Sudarmono,SH. ilmu filsafat suatu pengantar) Oleh popper dikemukakan ciri-ciri pokok Epistemologi sebagai berikut ini: •
Objektif Karena berusaha menghindarkan Psikologisme yaitu logika pertumbuhan pengetahuan ilmiah seperti misalnya teori yang dikembangkan oleh Heinrick Compers. Tidak berfikirdalam citra-citra melainkan dalam problem-problem misalnya solusi tentatif atasnya. Objektif berarti terdapat dalam dunia nyata dan problem atau masalah pengetahuan yang merupakan instrurnen menemukan dunia ini.
•
Rasional Berarti bersifat rasionalistis, hanya mungkin dengan pendekatan yang bersifat kritis yaitu objektif ilmiah didasarkan pada tradisi kritis. Jadi problem misalnya, teori, kritik
•
Kritis Kritis termasuk niekanisme pertumbuhan, pengetahuan itu sendiri ini berarti manusia itu bisa salah, manusia hanya bisa mengembangkan ilmunya dengan belajar dari kesalahan. Proses ini dipercepat dengan secara sadar mencari kesalahan-kesalahan itu agar segera dapat menyingkirkannya
•
Evolusioner Prosedur pencarian dan pencarian kesalahan'lebih dikenal dengan istilah reputasi atas teori-teori yang tidak tangguh mirip dengan teori evolusi Darwin
•
Relistis Yang dimaksudkan ialah terdapat seperti dunia nyata, dunia ini bersifat terbuka, masa depan tidak tercakup dalam masa laiu dan masa kini walaupun memberikan batasan yang ketat terhadap masa depan. Popper menyebutkan dunia itu seperti entitas teoritis yaitu problem, teori, isi pikiran objektif, argumentasi kritis dan semua bersifat nyata.
•
Pluralistis Tidak seorang pun, entah pencipta teori ataupun orang lain yang mencoba teori tersebut dapat memahami seluruh teori yang terkandung dalam teori tersebut.
Untuk sampai kepada Epistemologi, pembahasan itu oleh Popper banyak dipengaruhi oleh : 1. Einstein. Teori dianggap gagal bila tidak dapat dipertahankan dalam test tertentu. Perlu dites secara keras. Pendapat ini bertentangan dengan penganut dogmatis yang teorinya Sikap iliniah adalah sikap kritis tidak verikatif melainkan perlu test yang keras untuk melakukan penyegaran atau kritik-kritik terhadap teori-teori tersebut.
2. Karl Buhrer, bahasa mempunyai tiga fungsi yaitu : a. Ekspresi b . S t i m u l a t i f c. Deskriptif Namun oleh Popper ke tiga fungsi itu tidak cukup, perlu ditambahkan satu fungsi lagi yaitu bersifat
argumentatif, ini penting karena basis dari pemikiran yang bersifat kritis itu. 3. Oswald Kulfe (psikolog), ia menolak pikiran Heinrich Compers Kita tidak berpikir dalam citra-citra akan tetapi problema-problema dan solusi-solusi tentatif atasnya.
2.5 Abstrak, Konsep dan Variabel
Didalam epistemologi didalam melihat suatu kenyataan dapat diuraikan melalui beberapa tahap seperti yang tergambarkan melalui bagan di bawah ini: Alam Nyata (Realita)
Sebagai pengetahuannya
Abstraksi
adalah kejadian atau gejala-gejala yang ditangkap oleh indera manusia dan dijadikan masalah karena belum diketahui (apa, mengapa, bagaimana) adanya
Konsep
adalah istilah atau symbol yang mengandung pengertian singkat dari fenomena atau abstraksi dari fenomena
Variable
adalah variasi sifat, jumlah atau besaran yang mempunyai nilai kategorial (bertingkat) baik kualitatif maupun kuantitatif sebagai
hasil penelaahan mendasar dari konsep
Proposisi
adalah kalimatungkapan yang terdiri dari dua variable atau lebih yang menyatakan hubungan sebab akibat
Fakta
adalah proposisi yang telah teruji secara empiris
Teori
adalah jalinan fakta menurut kerangka bermakna
sebagai ilmu Alam Abstrak (General)
Dari uraian di atas tampak bahwa pengetahuan (knowledge) dengan ilmu (science) itu berangkai, yang bersifat pengembangan (development), hal ini sesuai dengan unakapan bahwa ilmu adatah akumufasi dari pengamatan yang tersusun secara sistematis, bersifat abstrak dan general serta universal, yang mampu menjelaskan dan meramalkan fenomenafenomena yang terjadi. Dengan demikian maka anatomi pengetahuan dan ilmu itu bersambungan, yang dimulai dengan realita yang bersifat lonkrjt,
fenomena-fenomena
(kejadian-kejadian tertentu dari
realita, konsep (istilah singkat sebagai abstraksi dari fenomena), variabel ( konsep yang mempunyai sifat, jumlah atau besaran yang bernilai kategorial), proposisi (kalimat atau ungkapan yang terdiri dari dua variabel atau lebih yang menyatakan kausalitas), fakta (proposisi-hipotesis yang telah teruji secara empirik), sampai pada teori (jalinan fakta yang ( "meaningful construct") dari ilmu tertentu (abstrak, general, atau universal). Dari bagian skematis di atas dapat diuraikan bahwa fenomena yang ditangkap oleh indera manusia dari alam nyata itu diabstraksikan pada konsep-konsep (fenomena menyumbangkan ide, materi atau tenaga pada suatu kegiatan). Penelaahan mendasar dari konsep-konsep itu akan sampai pada variabel-variabel (yaitu variasi sifat, jumlah atau besaran yang berniali kategorial). Jika variabel-variabel (dua variabel atau lebih) digolongkan penentu (determinant) dan golongan yang ditentukan (result , kemudian dihubungkan korelasi atau relationship terjalin ungkapan atau kalimat yang menyatakan hubungan sebab akibat; hal ini disebut proposisi. Proposisi itu merupakan kesimpulan penalaran pikiran yang tingkat kebenarannya masing bersifat sementara (hipotesis). Jika
proposisi teruji (dengan data) secara empiris maka proposisi hipotesis itu menjadi fakta. Jalinan fakta dalam kerangka penuh arti (meaningful construct) disebut teori. Teori-teori inilah yang sebenarnya merupakan ilmu (ingat bahwa ilmu penuh dengan teori-teori). Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa teori itu adalah seperangkat konsep-konsep dan atau variasi-variasi dan suatu fenomena dan proposisi-proposisi yang berhubungan satu sama lain dan tersusun secara sistematis, dan bertujuan untuk menjelaskan atau menerangkan (explanation) dan meramalkan (prediction) ataupun mengendalikan (control) fenomenafenomena itu. Kesimpulan teori-teori adalah ilmu yang bersifat general (berlaku umum) dan abstrak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soewardi, Herman, 1999, Roda Berputar Dunia Bergulir. Kognisi Baru Tentang Timbul Tenggelamnya Silvilisasi. Bakti mandiri. Bandung. 2. Nasoetion, Andi Hakim, 1989, Pengantar Filsafat Sains. Lentera Abtar Nusa, Bogor. 3. Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2001, Filsafat Ilmu. Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Liberty, Yogyakarta. 4. Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Kanisius. Yogyakarta. 5. J. Sudarminta. 2002. Epistemologi Dasar, Pengantar Filsafat Pengetahuan. Kanisius. Yogyakarta. 6. EPISTEMOLOGI ILMU http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/1786495epistemologi-ilmu/#ixzz1InePY25N 7. suparmanhttp://www.blogger.com/profile/
[email protected]