MAKALAH PENYULUHAN PERTANIAN
FALSAFAH DAN PRINSIP PENYULUHAN PERTANIAN
Oleh
Kelompok 3:
Ahmad Juanda (05011181320035)
Dani Apriansyah (05011181320031)
Della Oktaviani (05011181320028)
Dini Damayanthy (05011181320029)
Gasela Putri (05011181320033)
Melati Panjaitan (05011181320034)
Nani Agustina (05011181320024)
Novalia (05011181320030)
Rahmat Fajrinito (05011181320032)
Sarah Novita Sari (05011181320026)
Zulham Meidi (05011181320025)
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketika mendengar kata penyuluhan, maka yang terlintas di benak sebagian orang adalah Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), petugas yang mengendarai motor berwarna kuning/hijau, datang mengunjungi petani di desa-desa, menyampaikan informasi dan teknologi pertanian, terkadang menagih kredit, juga memandang bahwa penyuluhan merupakan proses "Transfer of Technology" (TOT). Kini dan dimasa yang akan datang, kiranya konotasi dan gambaran itu harus berubah dan semestinya dirubah.
Perubahan paradigma pembangunan pertanian dan perdesaan ke arah desentralisasi, peningkatan daya saing, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, membawa konsekuensi terhadap paradigma penyuluhan. Memasuki era otonomi daerah, terjadi perubahan kelembagaan penyuluhan dan peran penyuluh. Di sisi lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam beberapa dekade ini telah berpengaruh terhadap perubahan perilaku masyarakat. Meningkatnya aksesibilitas kawasan dan keterdedahan masyarakat atas informasi yang ada juga sangat mendukung percepatan perubahan perilaku tersebut. Di bidang pertanian, perubahan perilaku petani digerakkan melalui upaya penyuluhan pertanian. Akan tetapi, dalam dekade terakhir ini model penyuluhan konvensional sebagai bagian strategis dalam proses pembangunan mulai dipertanyakan relevansinya, dan bahkan di beberapa tempat muncul keinginan untuk memarjinalkan peran penyuluhan. Penyuluhan dianggap tidak mampu memberikan peran yang bermakna bagi proses pembangunan dan mobilisasi dana pembangunan,dan karenanya tidak diperlukan.
Di sisi lain, Patton (1993) dan Miller (1993) dalam P3P Unram (2007) menganggap bahwa penyuluhan menjadi organisasi masa depan. Bagaimana masyarakat pertanian di masa yang akan datang ditentukan oleh bagaiamana lembaga penyuluhan memainkan perannannya. Dalam perspektif mereka penyuluhan harus mengalami pergeseran paradigma, kalau peran strategis itu mau diwujudkan. Beberapa pergeseran itu adalah: (1) Penyuluhan bergeser dari pendekatan top-down kepada pendekatan partisipatif, (2) dari parsial kepada holistik dan sistem, (3) dari "pengajaran dan training" kepada "pembelajaran dan fasilitasi", dan (4) dari pendekatan disiplin kepada multidisiplin.
Sektor pertanian hingga kini masih memiliki peranan yang starategis dalam pembangunan nasional, baik bagi pertumbuhan ekonomi maupun pemerataan pembangunan. Peran strategis sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi antara lain: Penyedia pangan bagi penduduk Indonesia, penghasil devisa negara melalui ekspor, penyedia bahan baku industri, peningkatan kesempatan kerja dan usaha, peningkatan PDB, pengentasan kemiskinan dan perbaikan SDM pertanian melalui kegiatan Penyuluhan Pertanian.
Pengalaman menunjukan bahwa penyuluhan pertanian di Indonesia telah memberikan sumbangan yang sangat signifikan pada pencapaian dari berbagai program pembangunan pertanian. Sebagai contoh melalui program Bimbingan Massal (Bimas) penyuluh pertanian dapat mengantarkan bangsa Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984, yang dilakukan melalui koordinasi yang ketat dengan instani terkait. Pada pelaksanaan program Bimas penyuluhan pertanian yang dilaksanakan terkesan dilakukan dengan pendekatan dipaksa, terpaksa dan biasa. Petani dipaksa melakukan tekhnologi tertentu, sehingga petani terpaksa melakukannya dan kemudian petani menjadi biasa melakukannya.
Pada era dicanangkannya revitalisasi penyuluhan pertanian, pendekatan dari atas tidak relevan lagi, petani dan keluarganya diharapkan mengelola usaha taninya dengan penuh kesadaran, melakukan pilihan-pilihan yang tepat dari alternatif yang ada melalui bantuan penyuluh pertanian dan pihak lain yang berkepentingan. Dengan demikian, petani yakin akan mengelola usaha taninnya dengan produktif, efesien dan menguntungkan.
Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang akan di bahas pada
makalah ini adalah sebagai berikut:
Apa yang dimaksud dengan falasafah dan prinsip penyuluhan pertanian?
Apa yang di maksud dengan Paradigma baru penyuluhan pertanian?
Bagaimana peran Falsafah dan prinsip penyuluhan pertanian terhadap kegiatan penyluhan Pertanian?
Tujuan
Adapun Tujuan dari pembuatan Makalah ini adalah untuk mengetahui, mengkaji dan mempelajari mengenai falsafah dan prinsip penyuluhan pertanian, sehingga bisa menjadi bahan referensi pembelajaran bagi pembacanya.
BAB II
PEMBAHASAN
Falsafah Penyuluhan Pertanian
Falsafah adalah dasar-dasar pemikiran yg akan dijadikan sebagai landasan kerja. Falsafah Penyuluhan Pertanian merupakan Landasan atau dasar2 pemikiran dalam penyuluhan, sebagai pengarah dan pedoman dalam memberikan kegiatan penyuluhan dengan benar .
Dahama dan Bhatnagar (Mardikanto, 1993) mengartikan falsafah sebagai landasan pemikiran yang bersumber kepada kebijakan moral tentang segala sesuatu yang akan dan harus diterapkan di dalam praktek. Falsafah berarti pandangan, yang akan dan harus diterapkan. Falsafah penyuluhan berpijak pada pentingnya pengembangan individu dalam menumbuhkan masyarakat dan bangsa.
Paulian (1987) menyatakan falsafah penyuluhan pertanian diantaranya adalah : Pertama, Belajar dengan mengerjakan sendiri adalah efektif; apa yang dikerjakan atau dialami sendiri akan berkesan dan melekat pada diri petani atau nelayan dan menjadi kebiasaan baru. Kedua, Belajar melalui pemecahan masalah yang dihadapi adalah praktis; kebiasaan mencari kemungkinan-kemungkinan yang lebih baik dan menjadikan petani seseorang yang berprakarsa dan berswadaya. Ketiga, Berperanan dalam kegiatan-kegiatan menimbulkan kepercayaan akan kemampuan diri sendiri, program pertanian untuk petani atau nelayan dan oleh petani atau nelayan akan menimbulkan partisipasi masyarakat tani atau nelayan yang wajar.
Di Amerika Serikat telah lama dikembangkan falsafah 3-T : teach, truth, and trust (pendidikan, kebenaran dan keperca-yaan/keyakinan). Artinya, penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah diyakini. Dengan kata lain, dalam penyuluhan pertanian, petani dididik untuk menerapkan setiap informasi (baru) yang telah diuji kebenarannya dan telah diyakini akan dapat memberikan manfaat (ekonomi maupun non ekonomi) bagi perbaikan kesejahteraannya.
Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian
Mengingat adanya begitu banyak perubahan yang telah dan sedang terjadi di ling-kungan pertanian, baik pada tingkat individu petani, tingkat lokal, tingkat daerah, nasional, regional maupun internasional, maka pelaksanaan penyuluhan pertanian perlu dilandasi oleh pemikiran-pemikiran yang mendalam tentang situasi baru dan tantangan masa depan yang dihadapi oleh penyuluhan pertanian. Paradigma baru ini memang perlu, bukan untuk mengubah prinsip-prinsip penyuluhan tetapi untuk mampu merespon tantangan-tantangan baru yang muncul dari situasi baru itu. Paradigma baru itu adalah sebagai berikut:
1. Jasa Informasi.
Bertani adalah profesi para petani, dalam keadaan bagaimanapun petani akan tetap bertani (kecuali dia pindah profesi) dan selalu berusaha dapat bertani dengan lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu yang mereka perlukan adalah informasi baru tentang segala hal yang berkaitan dengan usahataninya. Apakah itu informasi baru tentang teknologi budidaya pertanian, tentang sarana-sarana produksi, permintaan pasar, harga pasar, cuaca, serangan dan ancaman hama dan penyakit, berbagai alternatif usahatani lain, dan lain sebagainya. Informasi adalah bahan mentah untuk menjadi pengetahuan, dan pengetahuan itu sangat diperlukan untuk bisa mempertahankan hidupnya, apalagi untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Dunia petani tidak lagi sebatas desanya, tetapi sudah meluas ke semua daerah di negaranya bahkan ke manca negara. Oleh karena itu para petani juga semakin memerlukan informasi tentang dunianya yang semakin luas itu. Kalau kebutuhannya akan berbagai macam informasi itu tidak terpenuhi maka itu berarti para petani itu terkendala untuk maju. Penyuluhan pertanian seyogyanya dapat berfungsi melayani kebutuhan informasi para petani itu.
Konsekuensi : Konsekuensinya bagi penyuluhan pertanian ialah harus mam-pu menyiapkan, menyediakan dan menyajikan segala informasi yang diperlukan oleh para petani itu. Informasi-informasi tentang berbagai komoditas pertanian dan informasi lain yang berhubungan dengan pengolahan dan pemasarnya perlu dipersiapkan dan dikemas dalam bentuk dan bahasa yang mudah dimengerti oleh para petani.
2. Lokalitas.
Akibat dari adanya desentralisasi dan kemudian otonomi daerah, penyuluhan pertanian harus lebih memusatkan perhatian pada kebutuhan pertanian dan petani di daerah kerjanya masing-masing. Ekosistem daerah kerjanya harus dikuasai dengan baik secara rinci, ciri-ciri lahan dan iklim di daerahnya harus dikuasai dengan baik, informasi-informasi yang disediakan haruslah yang sesuai dengan kondisi daerahnya, teknologi yang dianjurkan haruslah teknologi yang sudah dicoba dan berhasil baik di daerah yang bersang-kutan, pokoknya semua informasi dan anjuran harus yang benar-benar sesuai dengan kondisi daerah dan ini diketahui karena sudah melalui ujicoba setempat.
Konsekuensi : Untuk dapat memenuhi prinsip lokalitas ini Balai Pengkajian Teknologi Pertanian dan lembaga sejenisnya harus lebih difungsi-aktifkan, bah-kan diperluas penyebarannya sampai ke daerah tingkat II dalam bentuk stasion-stasion percobaan dan penelitian.
3. Berorientasi agribisnis.
Usahatani adalah bisnis, karena semua petani melakukan usahatani dengan motif mendapatkan keuntungan. Kebutuhan keluarga petani pada saat ini telah sangat berkembang dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Hampir semua kebutuhan perlu dibeli ataupun dibayar dengan uang. Kebutuhan keluarga ini akan terus berkembang seiring dengan meningkatnya taraf kehidupan mereka, se-hingga para petani memerlukan pendapatan yang semakin banyak dari usaha-taninya. Untuk mendapatkan itu para petani perlu mengadopsi prinsip-prinsip agribisnis agar mereka memperoleh pendapatan yang lebih besar dari hasil usahataninya. Penyuluhan dimasa lalu lebih menekankan perlunya meningkatkan produksi usahatani, dan kurang memperhatikan pendapatan atau keuntungan . Oleh karena itu di masa depan penyuluhan pertanian harus berorientasi agribisnis, memperhatikan dan memperhitungkan dengan baik masalah pendapatan dan keuntungan itu.
Konsekuesi : Konsekuensinya para penyuluh pertanian harus mereorientasi dirinya ke arah agribisnis karena selama ini kurang sekali mereka berorientasi ke arah itu. Prinsip-prinsip dan teknologi-teknologi yang berkaitan dengan agribisnis harus lebih banyak dikembangkan dan dipelajari oleh para penyuluh. Penyuluhan pertanian di masa depan tidak terbatas pada aspek teknologi produksi pertanian saja, tetapi jauh lebih luas meliputi aspek ekonomi, teknologi pasca panen, teknologi pengolahan, pengemasan, pengawetan, pengangkutan dan pemasaran. Kerjasama dan koordinasi dengan badan-badan yang menangani pengolahan dan menangani produk-produk olahan itu juga sangat perlu dilakukan oleh lembaga penyuluhan pertanian.
4. Pendekatan Kelompok .
Pendekatan kelompok ini disarankan bukan hanya karena pendekatan ini lebih efisien, tetapi karena pendekatan itu mempunyai konsekuensi dibentuknya kelompok-kelompok tani, dan terjadinya interaksi antar petani dalam wadah kelompok-kelompok itu.
Terjadinya interaksi antar petani dalam kelompok-kelompok itu sangat penting sebab itu merupakan forum komunikasi yang demokratis di tingkat akar rumput (grass root). Forum kelompok itu merupakan forum belajar sekaligus forum pengambilan keputusan untuk memperbaiki nasib mereka sendiri. Melalui forum-forum semacam itulah pemberdayaan ditumbuhkan yang akan berlanjut pada tumbuh dan berkembangnya kemandirian rakyat petani, dan tidak menggantungkan nasib dirinya pada orang lain, yaitu penyuluh sebagai aparat pemerintah. Melalui kelompok-kelompok itu kepemimpinan di kalangan petani juga akan tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pembinaan penyuluh per-tanian.
Konsekuensi : Konsekuensinya para penyuluh pertanian perlu disiapkan dengan baik bagaimana cara membina kelompok dan mengembangkan kepemimpinan kelompok agar kelompok itu tumbuh menjadi kelompok tani yang dinamis. Kelompok-kelompok dengan anggota-anggotanya yang sudah menjadi dinamis itu nantinya akan menjadi kader dan pimpinan untuk melancarkan pembangunan masyarakat desa yang benar-benar berasal dari bawah (bottom up).
5. Fokus pada kepentingan petani.
Kepentingan petani harus selalu menjadi titik pusat perhatian penyuluh-an pertanian. Kalaupun ada kepentingan-kepentingan lainnya, tetap kepentingan petani adalah yang pertama, yang kedua juga kepentingan petani, juga yang ketiga. Baru sesudah itu difikirkan kepentingan fihak lain.
Kepentingan petani itu sederhana saja yaitu mendapatkan imbalan yang wajar dan adil dari jerih payah dan pengorbanan lainnya dalam berusaha tani, dan mendapatkan kesempatan untuk memberdayakan dirinya sehingga mampu me-nyejajarkan dirinya dengan unsur masyarakat lainnya.
Konsekuensinya : Para penyuluh baik yang ada di lapangan maupun yang ada di kantoran harus lebih mendekatkan dirinya dengan petani dan lebih menghayati kepentingan-kepentingannya, serta mengubah pola loyalitasnya kepada atasan dan instansi tempatnya bekerja. Prinsip ini juga hanya akan dapat dilaksanakan bila penyuluhan pertanian di tingkat lapangan diberi otonomi untuk menentukan sendiri bersama kelompok tani program-program yang akan dilaksanakan. Dengan demikian kepentingan petani dalam setiap kelompok dapat diperhatikan. Konsekuensi lainnya ialah bahwa penyuluh pertanian harus benar-benar mampu mengidentifikasi kepentingan petani.
6. Pendekatan humanistik-egaliter.
Agar berhasil baik penyuluhan pertanian harus disajikan kepada petani dengan menempatkan petani dalam kedudukan yang sejajar dengan penyuluhnya, dan diperlakukan secara humanistik dalam arti mereka dihadapi sebagai manusia yang memiliki kepentingan, kebutuhan, pendapat, pengalaman, kemampuan, harga diri, dan martabat. Mereka harus dihargai sebagaimana layaknya orang lain yang sejajar dengan diri penyuluh.
Konsekuensi : Para penyuluh pertanian perlu dibekali dengan seperangkat penge-tahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan masalah komunikasi sosial, psikologi sosial, stratifikasi sosial, dll. agar mereka mampu memerankan penyuluhan yang humanistk-egaliter itu.
7. Profesionalisme
Penyuluhan pertanian di masa depan harus dapat dilaksanakan secara profesional dalam arti penyuluhan itu tepat dan benar secara teknis, sosial, budaya dan politik serta efektif karena direncanakan.
Ketepatan materi penyuluhan terhadap kebutuhan petani akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan bersama dengan para petani, dan ini menjamin adanya partisipasi para petani. Kegagalan karena kurangnya respon dan partisipasi petani dapat dihindarkan. Programa-programa penyuluhan dirancang pula secara profesional sehingga terjamin kelancaran dan keefektifannya bila dilaksanakan. Bila penyuluhan pertanian dapat dilakukan secara profesional dan dilaksanakan oleh tenaga-tenaga profesional dan sub-profesional pula, maka otonomi penyuluhan dalam arti melaksanakan secara mandiri dan tidak selalu tergantung pada arahan dan petunjuk dari "atas" akan benar-benar dapat diwujudkan. Dan penyuluhan yang otonom seperti telah dikemukakan di atas menjamin diperhatikannya kepentingan petani setempat.
Konsekuensi : Bila prinsip ini diterima konsekuensinya ialah perlu dipersiapkan generasi penyuluh yang profesional dan yang sub-profesional, dan penyuluh yang telah ada (yang belum termasuk profesional atau sub-profesional) perlu ditatar agar meningkat menjadi profesional/sub-profesional. Untuk keperluan semua itu perlu dilakukan penataan dan peningkatan dari lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang menangani tenaga-tenaga penyuluh itu.
8. Akuntabilitas
Akuntabilitas atau pertanggung-jawaban, maksudnya setiap hal yang dila-kukan dalam rangka penyuluhan pertanian harus difikirkan, direncanakan, dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar proses dan hasilnya dapat dipertang-gung-jawabkan. Sistem pertanggung-jawaban itu harus ada dan mengandung konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi penyuluh-penyuluh yang bersangkutan, apakah itu berupa konsekuensi positif (penghargaan) ataupun negatif (hukuman).
Konsekuensi : Harus diciptakan sistem evaluasi dan akuntabilitas yang dapat dioperasikan secara tepat dan akurat. Setiap jenis kegiatan penyuluhan harus jelas dan terukur tujuannya, biaya penyuluhan harus dipertimbangkan dengan hasil dan dampak dari penyuluhan itu.
9. Memuaskan Petani
Apapun yang dilakukan dalam penyuluhan pertanian haruslah membuah-kan rasa puas pada para petani yang bersangkutan dan bukan sebaliknya kekece-waan. Petani akan merasa puas bila penyuluhan itu memenuhi sebagian ataupun semua kebutuhan dan harapan petani. Ini berarti kegiatan penyuluhan haruslah di-rencanakan untuk memenuhi salah satu atau beberapa kebutuhan dan harapan petani. Sebagian besar prinsip yang telah dikemukakan di atas sebenarnya bisa diartikan untuk memuaskan petani juga, tetapi rangkuman dari semua prinsip itu haruslah tetap bernuansa memuaskan petani. Karena itulah prinsip memuaskan petani itu dikemukakan di sini sebagai prinsip tersendiri.
Konsekuensi : Pendidikan, pelatihan dan keteladanan yang tepat dapat mengha-silkan tenaga-tenaga penyuluh yang mampu menyuluh dengan sepenuh hati. Untuk itu lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan untuk para penyuluh harus disiapkan untuk dapat mengemban misi semacam itu. Selain itu fasilitas yang memadai di lembaga-lembaga penyuluhan pertanian seperti perpustakaan, internet dan jaringan kerjasama dengan instansi-instansi terkait juga akan sangat membantu para penyuluh untuk dapat memberi pelayanan penyuluhan sepenuh hati itu.
Kesembilan prinsip tersebut di atas membentuk paradigma (pola pikir, pola pandang, pola pelaksanaan) penyuluhan pertanian di era mendatang, dalam situasi baru yang sudah serba berubah dan yang mengandung tantangan-tantangan baru yang lebih komplek. Tidak semua prinsip tersebut merupakan prinsip baru dalam penyuluhan pertanian, tetapi karena di masa lalu belum sempat dilaksanakan dengan semestinya, maka di masa depan perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar. Sebaliknya banyak prinsip-prinsip lain yang tidak disarankan di sini karena prinsip-prinsip itu telah diadopsi secara baik di masa lalu sampai sekarang. 6 Falsafah Pendidikan yg dikembangkan dalam falsafah penyuluhan, sebagai berikut:
Falsafah mendidik
Falsafah demokrasi
Falsafah pentingnya individu
Falsafah Membantu diri sendiri
Falsafah kerjasama
Falsafah Kontinu (terus menerus)
Prinsip Penyuluhan Pertanian
Prinsip merupakan suatu pernyataan mengenai kebijaksanaan yang dijadikan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan dilaksanakan secara konsisten. Dalam kegiatan penyuluhan, prinsip menurut Leagans (1961) menilai bahwa setiap penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
Mardikanto (1993) menyatakan bahwa merujuk pada pemahaman penyuluhan pertanian sebagai proses pembelajaran, maka prinsip-prinsip dalam penyuluhan pertanian sebagai berikut:
Mengerjakan,
artinya, kegiatan penyuluhan harus seba-nyak mungkin melibatkan masyarakat untuk mengerjakan/ menerapkan sesuatu. Karena melalui "mengerjakan" mereka akan mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan ketrampilannya) yang akan terus diingat untuk jangka waktu yang lebih lama.
Akibat,
artinya, kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik atau bermanfaat.
Sebab, perasaan senang/puas atau tidak senang/kecewa akan mempengaruhi semangatnya untuk mengikuti kegiatan belajar/penyuluhan dimasa-masa mendatang.
Asosiasi,
artinya, setiap kegiatan penyuluhan harus dikait-kan dengan kegiatan lainnya. Sebab, setiap orang cende-rung untuk mengaitkan/menghubungkan kegiatannya dengan kegiatan/peristiwa yang lainnya. Misalnya, dengan melihat cangkul orang ingat penyuluhan tentang persiapan lahan yang baik; melihat tanaman yang kerdil/subur, akan mengingatkannya kepada usahaa-usaha pemupukan.
Lebih lanjut, Dahama dan Bhatnagar (1980) meng-ungkapkan prinsip-prinsip penyuluhan yang lain yang mencakup:
Minat dan Kebutuhan,
artinya, penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan kebutuhan masya-rakat. Mengenai hal ini, harus dikaji secara mendalam: apa yang benar-benar menjadi minat dan kebutuhan yang dapat menyenangkan setiap individu maupun segenap warga masyarakatnya, kebutuhan apa saja yang dapat dipenyui sesuai dengan tersedianya sumberdaya, serta minat dan kebutuhan mana yang perlu mendapat prioritas untuk dipenuhi terlebih dahulu.
Organisasi masyarakat bawah,
artinya penyuluhan akan efektif jika mampu melibatkan/menyentuk organisasi masyarakat bawah, sejak dari setiap keluarga/kekerabatan.
Keragaman budaya,
artinya, penyuluhan harus memperha-tikan adanya keragaman budaya. Perencanaan penyuluhan harus selalu disesuaikan dengan budaya lokal yang beragam. Di lain pihak, perencanaan penyuluhan yang seragam untuk setiap wilayah seringkali akan menemui hambatan yang bersumber pada keragaman budayanya.
Perubahan budaya,
artinya setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya. Kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan bijak dan hati-hati agar perubahan yang terjadi tidak menimbulkan kejutan-kejutan budaya. Karena itu, setiap penyuluh perlu untuk terlebih dahulu memperhatikan nilai-nilai budaya lokal seperti tabu, kebiasaan-kebiasaan, dll.
Kerjasama dan partisipasi,
artinya penyuluhan hanya akan efektif jika mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan program-program penyuluhan yang telah dirancang.
Demokrasi dalam penerapan ilmu,
artinya dalam penyu-luhan harus selalu memberikan kesempatan kepada masyarakatnya untuk menawar setiap ilmu alternatif yang ingin diterapkan. Yang dimaksud demokrasi di sini, bukan terbatas pada tawar-menawar tentang ilmu alternatif saja, tetapi juga dalam penggunaan metoda penyuluhan, serta proses pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh masyarakat sasarannya.
Belajar sambil bekerja,
artinya dalam kegiatan penyuluh-an harus diupayakan agar masyarakat dapat "belajar sambil bekerja" atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu yang ia kerjakan. Dengan kata lain, penyuluhan tidak hanya sekadar menyampaikan informasi atau konsep-konsep teoritis, tetapi harus memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk mencoba atau memperoleh pangalaman melalui pelaksanaan kegiatan secara nyata.
Penggunaan metoda yang sesuai,
artinya penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan metoda yang selalu disesuaikan dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosialbudaya) sasarannya. Dengan kata lain, tidak satupun metoda yang dapat diterapkan di semua kondisi sasaran dengan efektif dan efisien.
Kepemimpinan,
artinya, penyuluh tidak melakukan kegi-atan-kegiatan yang hanya bertujuan untuk kepenting-an/kepuasannya sendiri, dan harus mampu mengembang-kan kepemimpinan.
Dalam hubungan ini, penyuluh sebaiknya mampu menum-buhkan pemimpin-pemimpin lokal atau memanfaatkan pemimpin lokal yang telah ada untuk membantu kegiatan penyuluhannya.
Spesialis yang terlatih,
artinya, penyuluh harus benar-benar orang yang telah memperoleh latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh.
Penyuluh-penyuluh yang disiapkan untuk menangani kegiatan-kegiatan khusus akan lebih efektif dibanding yang disiapkan untuk melakukan beragam kegiatan (meskipun masih berkaitan dengan kegiatan pertanian).
Segenap keluarga,
artinya, penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial.
Kepuasan,
artinya, penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan.
Adanya kepuasan, akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada program-program penyuluhan selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berbagai ahli dan lembaga memberikan berbagai definisi tentang Falsafah dan prinsip Penyuluhan Pertanian. Dari berbagai pengertian yang dikemukakan di atas, dapat ditarik suatu hal yang mendasar Falsafah dan Prinsip Penyuluhan Pertanian, yaitu Falsafah Penyuluhan Pertanian merupakan Landasan atau dasar2 pemikiran dalam penyuluhan, sebagai pengarah dan pedoman dalam memberikan kegiatan penyuluhan dengan benar . beberapa Paradigma baru Penyuluhan pertanian adalah sebagai berikut: (1) Jasa Informasi, (2) lokalisasi, (3) Berorientasi Agribisnis, (4) Pendekatan kelompok, (5) Fokus Pada Kepentingan petani, (6) Pendekatan humanistik, (7) Profesionalisme, (8) Akuntabilitas , (9) memuaskan petani. Sedangkan 6 Falsafah Pendidikan yg dikembangkan dalam falsafah penyuluhan, sebagai berikut:
Falsafah mendidik
Falsafah demokrasi
Falsafah pentingnya individu
Falsafah Membantu diri sendiri
Falsafah kerjasama
Falsafah Kontinu (terus menerus)
Prinsip merupakan suatu pernyataan mengenai kebijaksanaan yang dijadikan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan dilaksanakan secara konsisten. Pemahaman terhadap pengertian dan makna falsafah dan prinsip penyuluhan secara lengkap dan menyeluruh, diharapkan eksistensi dan esensi penyuluhan dapat diakui dan dikembangkan lagi semata-mata untuk mencapai perubahan perilaku masyarakat yang tidak akan pernah berkesudahan.
Daftar Pustaka
Asngari, Pang S. 2001. Peranan Agen Pembaruan/Penyuluh Dalam Usaha
Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agribisnis, Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Peternakan, IPB. (dibacakan pada Tanggal, 15 September 2001)
Mardikanto, Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Lembaga
Pengembangan Pendidikan UNS dan UNS Press : Surakarta.
Mardikanto, Totok. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas
Maret University Press : Surakarta.
P3P UNRAM, 2007. Kinerja Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Lombok Timur.
Laporan Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdesaan (P3P) Universitas Mataram: Mataram
Samsuddin, U, 1987. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian.,
Binacipta : Bandung.
Sastraatmadja, Entang, 1986, Penyuluhan Pertanian, Alumni : Bandung.
Van Den Ban dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Agnes Dwina Herdiastuti (Pent). Judul Asli : Agricultural Extention (Second Edition). Kanisius. Jogjakarta
Yustina, Ida dan Sudrajat, Adjat (Penyt.), 2003, Membentuk Pola Perilaku
Manusia Pembangunan : Didedikasikan Kepada Prof. Dr. H.R. Margono Slamet, IPB Press : Bogor.