FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES BELAJAR MENGAJAR: SUATU KAJIAN
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Dodi Ilham
Abstrak: Pendidikan dasar adalah pendidikan wajib belajar (WAJAR) selama
9 tahun, artinya setiap warga negara harus dapat merasakan dan
menyelesaikan pendidikan minimal di bangku SD (6 tahun) dan SMP (3
tahun), bahkan pemerintah sudah mencanangkan wajib belajar 12 tahun
sampai SMA. Namun realitas yang terjadi ternyata berbeda, harapan
setiap warga negara untuk dapat mengenyam pendidikan secara luas
hanya sebatas angan-angan saja. Sehingga, kewajiban bagi pemerintah
untuk dapat menyelenggarakan pendidikan seperti menyediakan sarana
dan prasarana penunjang pendidikan maupun menyiapkan beasiswa bagi
anak-anak putus sekolah sehingga hak-hak mereka untuk mendapat
pendidikan bisa terpenuhi secara layak, adil dan merata.
I. PENDAHULUAN
Lembaga pendidikan formal seperti sekolah adalah suatu sub sistem
dari sistem sosial. Jika terjadi perubahan dalam sistem sosial, maka
lembaga pendidikan formal tersebut juga akan mengalami perubahan maka
hasilnya akan berpengaruh terhadap sistem sosial. Oleh karena itu suatu
lembaga pendidikan mempunyai beban yang ganda yaitu melestarikan nilai-
nilai budaya tradisional dan juga mempersiapkan generasi muda agar dapat
menyiapkan diri menghadapi tantangan kemajuan jaman.
Motivasi yang mendorong perlunya diadakan inovasi pendidikan jika
dilacak biasanya bersumber pada dua hal yaitu: (a) kemauan sekolah (lembaga
pendidikan) untuk mengadakan respon terhadap tantangan kebutuhan
masyarakat, dan (b) adanya usaha untuk menggunakan sekolah (lembaga
pendidikan) untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Antara
lembaga pendidikan dan sistem sosial terjadi hubungan yang erat dan saling
mempengaruhi. Misalnya suatu sekolah telah dapat sukses menyiapkan tenaga
yang terdidik sesuai denagn kebutuhan masyarakat, maka dengan tenaga
terdidik berarti tingkat kehidupannya meningkat, dan cara bekerjanya juga
lebih baik. Tenaga terdidik akan merasa tidak puas jika bekerja yang tidak
menggunakan kemampuan inteleknya, sehingga perlu adanya penyesuaian dengan
lapangan pekerjaan. Dengan demikian akan selalu terjadi perubahan yang
bersifat dinamis, yang disebabkan adanya hubungan interaktif antara lembaga
pendidikan dan masyarakat.
Agar kita dapat lebih memahami tentang perlunya perubahan pendidikan
atau kebutuhan adanya inovasi pendidikan dapat kita gali dari tiga hal yang
sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan di sekolah, yaitu: (a) kegiatan
belajar mengajar, (b) faktor internal dan eksternal, dan (c) sistem
pendidikan (pengelolaan dan pengawasan).
FAKTOR KEBERHASILAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
Yang menjadi kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan belajar
mengajar ialah kemampuan Pendidik sebagai tenaga profesional. Pendidik
sebagai tenaga yang telah dipandang memiliki keahlian tertentu dalam bidang
pendidikan, diserahi tugas dan wewenang untuk mengelola kegiatan belajar
mengajar agar dapat mencapai tujuan tertentu, yaitu terjadinya perubahan
tingkah laku peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan
tujuan institusional yang telah dirumuskan. Tetapi dalam pelaksanaan tugas
pengelolaan kegiatan belajar mengajar terdapat berbagai faktor yang
menyebabkan orang memandang bahwa pengelolaan kegiatan belajar mengajar
adalah kegiatan yang kurang profesional, kurang efektif, dan kurang
perhatian. Sebagai alasan mengapa orang memandang tugas Pendidik dalam
mengajar mengandung banyak kelemahan tersebut, antara lain dikemukakan
bahwa:
1. Keberhasilan tugas Pendidik dalam mengelola kegiatan belajar
mengajar sangat ditentukan oleh hubungan interpersonal antara Pendidik
dengan peserta didik. Dengan demikian maka keberhasilan pelaksanaan tugas
tersebut, juga sangat ditentukan oleh pribadi Pendidik dan peserta didik.
Dengan kemampuan Pendidik yang sama belum tentu menghasilkan prestasi
belajar yang sama jika menghadapi kelas yang berbeda, demikian pula
sebaliknya dengan kondisi kelas yang sama diajar oleh Pendidik yang berbeda
belum tentu dapat menghasilkan prestasi belajar yang sama, meskipun para
Pendidik tersebut semuanya telah memenuhi persyaratan sebagai Pendidik yang
profesional.
2. Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan kegiatan yang
terisolasi. Pada waktu Pendidik mengajar dia tidak mendapatkan balikan dari
teman sejawatnya. Kegiatan Pendidik di kelas merupakan kegiatan yang
terisolasi dari kegiatan kelompok. Apa yang dilakukan Pendidik di kelas
tanpa diketahui oleh Pendidik yang lain. Dengan demikian maka sukar untuk
mendapatkan kritik untuk pengembangan profesinya. Ia menganggap bahwa yang
dilakukan sudah merupakan cara yang terbaik.
3. Berkaitan dengan kenyataan di atas tersebut, maka sangat minimal
bantuan teman sejawat untuk memeberikan bantuan saran atau kritik guna
peningkatan kemampuan profesionalnya. Apa yang dilakukan Pendidik di kelas
seolah-olah sudah merupakan hak mutlak tanggungjawabnya, orang lain tidak
boleh ikut campur tangan. Padahal apa yang dilakukan mungkin masih banyak
kekurangannya.
4. Belum ada kriteria yang baku tentang bagaimana pengelolaan
kegiatan belajar mengajar yang efektif. Dan memang untuk membuat kriteria
keefektifan proses belajar mengajar sukar ditentukan karena sangat banyak
variabel yang ikut menentukan keberhasilan kegiatan belajar peserta didik.
Usaha untuk membuat kriteria tersebut sudah dilakukan misalnya dengan
digunakannya Alat Penilai Kompetensi Pendidik.
5. Dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar mengajar,
Pendidik menghadapi sejumlah peserta didik yang berbeda satu dengan yang
lain baik mengenai kondisi fisik, mental intelektual, sifat, minat, dan
latar belakang sosial ekonominya. Pendidik tidak mungkin dapat melayani
peserta didik dengan memperhatikan perbedaan individual satu dengan yang
lain, dalam jamjam pelajaran yang sudah diatur dengan jadual dan dalam
waktu yang sangat terbatas.
6. Berdasarkan data adanya perbedaan individual peserta didik,
tentunya lebih tepat jika pengelolaan kegiatan belajar mengajar dilakukan
dengan cara yang sangat fleksibel, tetapi kenyataannya justru Pendidik
dituntut untuk mencapai perubahan tingkah laku yang sama sesuai dengan
ketentuan yang telah dirumuskan. Jadi anak yang berbeda harus diarahkan
menjadi sama. Jika Pendidik tidak dapat mengatasi masalah ini dapat
menimbulkan anggapan diragukan kualitas profesionalnya.
7. Pendidik juga menghadapi tantangan dalam uasaha untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya, yaitu tanpa adanya keseimbangan
antara kemampuan dan wewenangnya mengatur beban tugas yang harus dilakukan,
serta tanpa bantuan dari lembaga dan tanpa adanya insentif yang menunjang
kegiatannya. Ada kemauan Pendidik untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya, mungkin dengan cara belajar sendiri atau mengikuti kuliah
di perguruan tinggi, tetapi tugas yang harus dilakukan masih terasa berat,
jumlah muridnya dalam satu kelas 50 orang, masih ditambah tugas
administratif, ditambah lagi harus melakukan kegiatan untuk menambah
penghasilan karena gaji pas-pasan, dan masih banyak lagi faktor yang lain.
Jadi program pertumbuhan jabatan atau peningkatan profesi Pendidik
mengalami hambatan.
8. Pendidik dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar
mengajar mengalami kesulitab untuk menentukan pilihan mana yang diutamakan
karena adanya berbagai macam tuntutan. Dari satu segi meminta agar Pendidik
mengutamakan keterampilan proses belajar, tetapi dari sudut lain dia
dituntut harus menyelesaikan sajian materi kurikulum yang harus
diselesaikan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan, karena
menjadi bahan ujian negara/nasional. Demikian pula dari satu segi Pendidik
dituntut menekankan perubahan tingkat laku afektif, tetapi dalam evaluasi
hasil belajar yang dipakai untuk menentukan kelulusan peserta didik hanya
mengutamakan aspek kognitif.
Dari data tersebut menunjukkan bagaimana uniknya kegiatan belajar
mengajar, yang memungkinkan timbulnya peluang untuk munculnya pendapat
bahwa profesional Pendidik diragukan bahkan ada yang mengatakan bahwa
jabatan Pendidik itu "semi profesional" , karena jika profesional yang
penuh tentu akan memberi peluang pada anggotanya untuk: (a) menguasai
kemampuan profesional yang ditunjukkan dalam penampilan, (b) memasuki
anggota profesi dan penilaian terhadap penampilan profesinya, diawasi oleh
kelompok profesi, (c) ketentuan untuk berbuat profesional, ditentukan
bersama antar sesama anggota profesi.
Dengan berdasarkan adanya kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan
pengelolaan kegiatan belajar mengajar tersebut maka dapat merupakan sumber
motivasi perlunya ada inovasi pendidikan untuk mengatasi kelemahan
tersebut, atau bahkan dari sudut pandang yang lain dapat juga dikatakan
bahwa dengan adanya kelemahan-kelemahan itu maka sukar penerapan inovai
pendidikan secara efektif.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES BELAJAR MENGAJAR
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor
internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
a. Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.
Pertama, keadaan jasmani. Keadaan jasmani pada umumnya sangat memengaruhi
aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan
memberikan pengaruh positif terha¬dap kegiatan belajar individu.
Sebalikrtya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat
tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena keadaan jasmani sangat
memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan
jasmani.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar
berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat memengaruhi
hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik
akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar,
pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan
ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar.
Pancaindra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata
dan telinga. Oleh karena itu, baik Pendidik maupun peserta didik perlu
menjaga pancaindra dengan baik, baik secara preventif maupun yang,bersifat
kuratif, dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan,
memeriksakan kesehat¬an fungsi mata dan telinga secara periodik,
mengonsumsi makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.
b. Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang
dapat memengaruhi proses belajar. Bebera¬pa faktor psikologis yang utama
memengaruhi proses belajar adalah sebagai berikut:
1) Kecerdasan/inteligensi peserta didik
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampu¬an psiko-fisik
dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui
cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan
kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun bila
dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting
dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sendiri sebagai
pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas
manusia. Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya
adalah penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah
direvisi oleh Terman dan Merill sebagai berikut.
Distribusi Kecerdasan IQ menurut Stanford Revision
"Tingkat kecerdasan (IQ) "Klasifikasi "
"140 – 169 "Amat superior "
"120 – 139 "Superior "
"110 – 119 "Rata-rata tinggi "
"90 – 109 "Rata-rata "
"80 – 89 "Rata-rata rendah "
"70 – 79 "Batas lemah mental "
"20 — 69 "Lemah mental "
Dari table tersebut, dapat diketahui ada 7 penggolongan tingkat kecerdasan
manusia, yaitu:
a) Kelompok kecerdasan amat superior (very superior), IQ 140 - IQ 169;
b) Kelompok kecerdasan superior, IQ 120 - Q 139;
c) Kelompok rata-rata tinggi (high average), IQ 110 -IQ 119;
d) Kelompok rata-rata (average), IQ 90 - IQ 109;
e) Kelompok rata-rata rendah (low average) IQ 80 - IQ 89;
f) Kelompok batas lemah mental (borderline defective), IQ 70 - IQ 79;
g) Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective), IQ 20 - IQ 69,
yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain debil, imbisil,
idiot.
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orangtua
dan Pendidik atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan
psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada
tingkat kecerdasan yang mana, amat superior, superior, rata¬rata, atau
mungkin lemah mental. Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang
merupakan hal yang sangat berhar¬ga untuk memprediksi kemampuan belajar
seseorang. ¬Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan
membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada
peserta didik.
2) Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan
belajar peserta didik. Motivasilah yang mendo¬rong peserta didik inginn
melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi
sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan
arah, dan menjaga perilaku setiap saat. Motivasi juga diartikan sebagai
pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah
perilaku seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua,
yairu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motiva¬si intrinsik
adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan
dorongan untuk melakukan sesuatu. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik
memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif
lebih lama dan tidak tergan¬tung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).
Menurut Wood, yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara
lain adalah:
a) Dorongan ingin tahu dan ingin menyelediki dunia yang lebih luas;
b) Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan
untuk maju;
c) Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan
dari orang-orang penting, misal¬kan orangtua, saudara, Pendidik, atau teman-
teman, dan lain sebagainya;
d) Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengeta¬huan yang berguna
bagi dirinya, dan lain-lain.
e) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha
yang baru, baik dengan koperasi maupun kompetisi.
f) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
.
g) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu
tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian,
peraturan, tata tertib, reladan Pendidik orangtua, dan lain sebagainya.
Kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan memengaruhi semangat
belajar seseorang menjadi lemah.
3) Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan
yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber,
minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi disebabkan
ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti
pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan
motivasi, karena memberi penga¬ruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika
seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat
atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di
kelas, seorang Pendidik atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat
peserta didik agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan
dipelajarinya.
Untuk membangkitkan minat belajar peserta didik tersebut, banyak cara yang
bisa digunakan. Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan
dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku
materi, desain pembelajaran yang membebaskan peserta didik untuk
mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar peserta
didik (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga peserta didik menjadi
aktif, maupun performansi Pendidik yang menarik saat mengajar. Kedua,
pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika
jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh peserta didik sesuai dengan
minatnya.
4) Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memeng¬aruhi keberhasilan proses
belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun
negatif. Sikap peserta didik dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan
senang atau tidak senang pada performan Pendidik, pelajaran, atau
lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengan tisipasi munculnya sikap yang
negatif dalam belajar, Pendidik sebaiknya berusaha untuk menjadi Pendidik
yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya.
Dengan profesionalitas, seorang Pendidik akan berusaha membe¬rikan yang
terbaik bagi peserta didiknya; berusaha mengembangkan kepribadian sebagai
seorang Pendidik yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha
untuk menyajikan pelajar¬an yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga
membuat peserta didik dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak
menjemukan; meyakinkan peserta didik bahwa bidang srudi yang dipelajari
bermanfaat bagi diri peserta didik.
5) Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara
umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang
dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
Berkaitan dengan belajar, Widodo mendefinisi¬kan bakat sebagai kemampuan
umum yang dimiliki seorang peserta didik untuk belajar. Dengan demikian,
bakat adalah kemam¬puan seseorangyang menjadi salah satu komponen yang
diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai
dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung
proses belajarnya sehingga kernungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai
prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu,
bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melaku¬kan
tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang
telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap segala informasi
yang berhubung¬an dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya, peserta didik
yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa
lain selain bahasanya sendiri.
c. Rasa Percaya Diri Peserta didik
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan
berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat
adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa
unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian " perwujudan diri" yang diakui
oleh Pendidik dan rekan sejawat peserta didik. Makin sering berhasil
menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh pengakuan umum, dan
selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat. Begitupun sebaliknya kegagalan
yang berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila rasa
tidak percaya diri sangat kuat, maka diduga peserta didik akan menjadi
takut belajar.
d. Cita-Cita Peserta didik
Dalam rangka tugas perkembangan, pada umumnya setiap anak memiliki suatu
cita-cita dalam hidup. Cita-cita merupakan motivasi intrinsik. Tetapi
adakalanya "gambaran yang jelas" tentang tokoh teladan bagi peserta didik
belum ada. Akibatnya, peserta didik hanya berperilaku ikut-ikutan. Cita-
cita sebagai motivasi intrinsik perlu dididikkan. Didikan memiliki cita-
cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan
pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah semakin terarah. Cita-cita
merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri peserta didik. Didikan
pemilikan dan pencapaian cita-cita sebaiknya berpangkal dari kemampuan
berprestasi, dimulai dari hal sederhana ke yang semakin sulit.
2. Faktor faktor eksogen/eksternal
Selain karakteristik peserta didik atau faktor-faktor endogen, faktor-
faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar peserta didik. Dalam
hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor faktor eksternal yang
memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor
lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
a. Lingkungan sosial
1) Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi
kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi
keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak
terhadap aktivitas belajar peserta didik. Hubungan antara anggota keluarga,
orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu peserta didik
melakukan aktivitas belajar dengan baik.
2) Lingkungan sosial sekolah, seperti Pendidik, administrasi, dan teman-
teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang peserta didik.
Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi peserta
didik untuk belajar lebih baik di sekolah. maka para pendidik, orangtua,
dan Pendidik perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimili¬ki oleh
anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut
mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak
sesuai dengan bakat¬nya.
3) Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masya¬rakat tempat
tinggal peserta didik akan memengaruhi belajar peserta didik. Lingkungan
peserta didik yang kumuh, banyak pengang¬guran dan anak telantar juga dapat
memengaruhi aktivitas belajar peserta didik, paling tidak peserta didik
kesulitan ketika memer¬lukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-
alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
b. Lingkungan nonsosial.
Faktor faktor yang termasuk lingkung¬an nonsosial adalah:
1) Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan
tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu
lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut
merupa¬kan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar peserta
didik. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses
belajar peserta didik akan terhambat.
2) Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan
dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,
fasilitas belajar, lapang¬an olahraga. Contohnya, letak sekolah atau tempat
belajar harus memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang tidak terlalu
dekat kepada kebisingan atau jalan ramai, lalu bangunan itu harus memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan. Kedua, software, seperti kurikulum
sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain
sebagainya.
3) Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke peserta didik). Faktor ini
hendaknya disesuaikan dengan usia perkembang¬an peserta didik, begitu juga
dengan metode mengajar Pendidik, disesuaikan dengan kondisi perkembangan
peserta didik. Karena itu, agar Pendidik dapat memberikan kontribusi yang
positif terhadap aktivitas belajar peserta didik, maka Pendidik harus
mengua¬sai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat
diterapkan sesuai dengan kondisi peserta didik.
4) Faktor pendekatan belajar. Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai
segala cara atau strategi yang digunakan peserta didik dalam menunjang
keefektifan dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Strategi
dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yan direkayasa
sedemikianrupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar
tertentu. Di samping faktor-faktor internal dan eksternal peserta didik,
faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan
proses belajar peserta didik tersebut. Seseorang peserta didik yang
terbiasa mengaplikasikan pendekatan belajar deep misalnya, bepeluang sekali
untuk meraih prestasi belajar yang bermutu daripada peserta didik yang
menggunakan pendekatan belajar surface atau repfroductive.
5) Bimbingan. Di dalam belajar, anak membutuhkan bimbingan. Bimbingan
ini perlu diberikan untuk mencegah usaha-usaha yang membuta, hingga anak
tidak mengalami kegagalan, melainkan dapat membawa kesuksesan. Bimbingan
dapat menghindarkan kesalahan dan memperbaikinya. Bimbingan dapat diberikan
sebelum ada usaha-usaha belajar atau sewaktu-waktu setelah ada usaha-usaha
yang tidak terpimpin. Keefktifan bimbingan ini tergantung dari macam-macam
tugas dan kebutuhan dari orang yang belajar. Karena ini dapat mencegah
kesalahan yang bisa timbul dan mengakibatkan adanya putus asa. Karena
apabila pada permulaannya sudah mengalami kegagalan ini akan berakibat
bermacam-macam antara lain kebencian terhadap Pendidik yang memberikan mata
pelajarannya, hingga dapat menghambat keefektifan belajar.
6) Ulangan. Didalam belajar, perlu adanya ulangan-ulangan. Hal ini
adalah elemen vital dalam belajar. Adanya ulangan-ulangan ini dapat
menunjukkan pada orang yang belajar kemajuan-kemajuan dan kelemahan-
kelemahan nya. Dengan demikian orang yang belajar akan menambah usah nya
untuk belajar. Penting diperhatikan tentang memberitahukan hasil ulangan,
supaya anak tahu hasil nya. Dan perlu pula memperbincangkan kesalahan-
kesalahan yang diperbuat, supaya kesalahan baru tidak diperbuat lagi.
PENUTUP.
Yang menjadi kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan belajar
mengajar ialah kemampuan Pendidik sebagai tenaga profesional. Pendidik
sebagai tenaga yang telah dipandang memiliki keahlian tertentu dalam bidang
pendidikan, diserahi tugas dan wewenang untuk mengelola kegiatan belajar
mengajar agar dapat mencapai tujuan tertentu, yaitu terjadinya perubahan
tingkah laku peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan
tujuan institusional yang telah dirumuskan. Secara umum faktor-faktor yang
memengaruhi proses belajar mengajar dibedakan atas dua kategori, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal Kedua faktor tersebut saling
memengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas
hasil belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Amri Sofan dan Khoiru Ahmadi Iif, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran,
Jakarta, Mitra Kencana. 2010.
Aunurrahman, Belajar Dan Pembelajaran, Cet. IV; Jakarta: PT. RajaGrafindo,
2010.
Dirdjosoemarto dkk. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : FPMIPA UPI
dan JICA IMSTEP.
Margono. Strategi Belajar-Mengajar Buku I Cetakan V; Surakarta: Sebelas
Maret University Press. 1996.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran. Bandung: Kencana. 2006.
Asnawir, dan Usman Basyiruddin, Media Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Pers,
2002.
Supriyono Widodo dan Abu Ahmadi, Psikologi Belajar, Solo: Rineka Cipta,
2003.
Mustaqim, Psikiologi Pendidikan, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang, 2007.
Derek Wood dkk, Kiat Mengatasi Gangguan Belajar, Jogjakarta: KATAHATI,
2007.
Subroto B. Suryo, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, Edisi Revisi, Cetakan
II; Bandung, 2009.
Nasution, Berbagai Pendekatan dalam proses Belajar dan Mengajar, Jakarta:
Pustaka Cipta: 2010.