BAB III FAKTOR-FAKT FAKTOR-FAKTOR OR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR Dan PEMBELAJARAN
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar Belaja r
Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi hasil Wajar dibedakan atas dua kategori, kategori, yaitu yaitu faktor faktor internal internal dan faktor faktor eksternal eksternal Kedua faktor terseb tersebut ut saling memeng memengaruhi aruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan menentukan kualitas hasil belajar. a. Faktor internal Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruh memengaruhii hasil belajar individu. individu. Faktor-fak Faktor-faktor tor internal ini meliputi faktor faktor fisiologis dan psikologis. 1) Faktor fisiologis Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebalikrtya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani. Cara untuk menjaga kesehatan Jasmani antara lain adalah: 1) menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu, dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar; 2) rajin berolahraga agar tubuh selalu bugat dan sehat; 3) istirahat yang cukup dan sehat. Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fungsi fisiolo fisiologi gi pada pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar. Pancaindra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga pancaindra dengan baik, baik secara preventif maupun yang ,bersifat kuratif, dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodik, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.
30
2) Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat. -
Kece Kecerd rdas asan an/i /int ntel elig igen enssi sis siswa Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam
mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sendiri sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia. Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menenentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi tingkat inteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orangtua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya. Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orangtua dan guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan kecerdasan yang mana, amat superior, superior, ratarata, atau mungkin lemah mental. Informasi tentang taraf kecerdasan kecerdasan seseorang seseorang
merupa merupakan kan
hal hal
yang yang
sangat sangat
berharga berharga
untuk
mempre memprediksi diksi
kemampuan kemampuan belajar belajar seseorang. seseorang. Pemahaman Pemahaman terhadap terhadap tingkat tingkat kecerdasan kecerdasan peserta peserta didik akan akan membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan di berikan kepada siswa. - Motivasi Motivasi Motivasi adalah salah satu faktor faktor yang memengaruh memengaruhii keefektifan keefektifan kegiatan belajar belajar siswa. siswa. Motivasilah Motivasilah yang mendorong mendorong siswa inginn melakukan melakukan kegiatan kegiatan belajar. belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua, yairu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal
31
dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik). Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain adalah: 1. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelediki dunia yang lebih luas; 2. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju; 3. Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orangorang penting, misalkan orangtua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebagainya; 4. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, reladan guru orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.
- Minat Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan. Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dipelajarinya. Untuk membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang dipelajari,
32
melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya. - Sikap Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengan tisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang srudi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa. - Bakat Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorangyang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kernungkina n besar ia akan berhasil. Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap segala informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya, siswa yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasabahasa lain selain bahasanya sendiri.
33
b. Faktor faktor eksogen/eksternal Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor faktor eksternal yang memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial. 1) Lingkungan sosial a. Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya. b. Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
c. Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
2) Lingkungan nonsosial. Faktor faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah: a. Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.
b. Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahragd dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, sil abi, dan lain sebagainya.
34
Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
B. KONSEP PEMBELAJARAN
1. Makna Pembelajaran Istilah Pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukan kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya, kita menggunakan istilah proses belajar mengajar dan Pengajaran”. Istilah pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction”. Kondisi saat ini telah banyak orang memilih istilah Pembelajaran karena mengacu pada segala kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar, sedangkan Pengjaran hanya pada konteks tatap muka guru-siswa di dalam kelas. Menurut Gagne, Briggs, dan vager (1992), pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Dalam kamus Bahasa Indonesia Pembelajaran menekankan pada proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan menurut Winartapura “Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi dan memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik. Lebih lanjut ia ungkapkan bahwa pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistemik untuk menginisiasi, memfasilitasi dan meningkatkan proses belajar. Pembelajaran dalam konteks pendidikan formal terumuskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi antara Guru dan Peserta Didik dengan Sumber Belajar pada suatu Lingkungan Belajar. Dalam konsep tersebut terkandung lima unsur utama yakni, kata Interaksi yang mengandung arti “Pengaruh Timbal Balik; Saling Mempengaruhi Satu Sama Lain. “Peserta Didik” sebagai anggota
masyarakat
yang
berusaha
mengembangkan
potensi
diri
melalui
proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. “Pendidik” adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain sesuai kekhususannya, serta berpartisipasi aktif dalam menyelenggarakan pendidikan. “ Sumber Belajar” segalah sesuatu yang dapat digunakan oleh peserta didik dan pendidik dalam proses belajar dan pembelajaran, berupa sumber belajara tertulis/cetakan, terekam, tersiar, jaringan, dan lingkungan (alam sosial, budaya dan spritual). “Lingkungan Belajar adalah lingkungan yang
35
menjadi latar terjadinya proses belajar seperti di kelas, perpustakaan, sekolah, tempat kursus, warnet, keluarga, masyarakat dan alam semesta. Dari
pengertian
pembelajaran
tersebut
di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
Pembelajaran adalah proses atau kegiatan yang dirancang dengan sengaja oleh guru untuk terjadinya interaksi yang menyenangkan dalam proses belajar melalui interigritas dan optimalisasi sumber daya yang sistemik (materi, metode, media, kegiatan dan evaluasi ) sehingga peserta didik lebih paham dan aktif dalan meningkatkan cara, gairah dan hasil belajarnya.
Karena itu pembelajaran harus menghasilkan belajar meskipun tidak semua
proses belajar terjadi karena pembelajaran. Proses belajar terjadi juga dalam konteks interaksi sosial-kultural dalam lingkungan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, kita dapat mengetahui ada beberapa ciri-ciri dalam pembelajaran : 1. 2. 3. 4.
Inisiasi, Fasilitasi, dan peningkatan proses belajar Adanya interaksi yang sengaja diprogram Adanya Kompenen yang Saling berkaitan (Tujuan, materi, kegiatan dan evaluasi) Adanya Intensistas dan Peningkatan Hasil Belajar
2. Perspektif Pembelajaran Menurut hemat saya bahwa awalnya kita manusia tidak menyadari memiliki potensi yang sangat besar dan berharga bagi diri, masyarakat dan lingkungannya. Tentu potensi tersebut tidak akan keluar tanpa adanya penggu Andrias Harefa mengungkapkan bahwa proses pembelajaran bergerak di antara empat matra yang dilalui tiga perspektif. Seperti yang digambarkan di bawah ini, Gambar I Matriks Pembelajaran PEMBELAJARAN
PH E A
Sadar Tak Kompeten
Sadar Kompeten
Tak sadar Tak Kompeten
Taraf Profesional
Gambar II Matriks Pembelajaran PEMBELAJARAN
36
Pada tahap pertama, kita bergerak dari matra ketidaksadaran atas ketidakmampuan diri (unconscious-incompetent) menuju matra kesadaran atas ketidakmampuandiri (consciousincompetent). Kita harus mengalami proses penyadaran dari dalam diri kita sendiri, tidak bisa dan memang tidak mungkin dipaksakan dari luar, dari siapa atau apa saja yang bukan diri kita. Proses ini saya namakan pencerahan atau penyadaran (enlightening /awakening). Pertanda tumbuhnya kesadaran atas ketidakmampuan diri ini adalah munculnya cara pandang yang sama sekali baru (paradigm repetance atau a shift of mind) dalam memahami realitas kehidupan sehari-hari. Ini berarti mulai berfungsinya mata bathin dan hati nurani kita (eye of spirit and conscience). Proses ini memerlukan pendekatan dialog yang jujur dan r efklesi diri.
Tahap kedua, kita bergerak dari matra kesadaran atas ketidakmampuan diri menunju matra kesadaran atas kemampuan diri . pergerakan atau proses ini saya namakan pembelajaran. Jadi kita dimungkinkan belajar dalam arti sesungguhnya, kalau sudah sadar atas ketodakmampuan kita. Jika kita masih belum sadar atas ketidakmampuan kita, maka kita tidak mau belajar. Perta dimulainya proses pembelajaran pada tahap ini adalah kesediaan menderita, disiplin, dan komitmen untuk tekun mengerjakan sesuatu hal. Ini berarti mulai diasahnya mata budi kita. Proses ini memerlukan pendekatan berbagi tukar yakni berbagi pengetahuan, bertukar ide, dan berbagi keterampilan.
Tahap ketiga, kita dimungkinkan untuk bergerak lagi dari matra kesadaran atas ketidakmampuan diri menuju matra ketidaksadaran atas kemampuan diri. Pergerakan atau proses ini saya namakan pembiasaan. Inilah tahap profesional sejati (true profesional) seseorang hanya dapat disebut profesional jika mampu mengerjakan sesuatu dengan kualitas tinggi tanpa sadar bahwa untuk dapat bekerja dengan cara yang demikian diperlukan kemampuan yang luar biasa. Proses ini memerlukan pendekatan acting atau doing. Disamping,
matriks
pembelajaran
tersebut
di
atas,
ada
juga
ahli
lain
yang
mengungkapkan konsepnya tentang Pembelajaran. Diantaranya Dave Meier dalam bukun The Accelerated Learning, ia mengungkapkan bahwa seluruh kegiatan belajar manusia berjalan melalui siklus Pembelajaran empat tahap, yakni: 1. Persiapan Timbulnya Minat 2. Penyampaian (Perjumpaan Pertama dengan Pengetahuan dan atau keterampilan Baru) 3. Pelatihan (Integrasi Pengetahuan atau Keterampilan Baru) 4. Penampilan Hasil
37
(Penerapan Pengetahuan dan Keterampilan baru pada situasi dunia-nyata) Jika keempat siklus tersebut ada dalam satu kesatuan bentuk, maka proses pembelajaran yang sebenarnya akan berlangsung. 1) Tahap Persiapan Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan pembelajar untuk belajar. Ini langkah penting delam belajar. Tanpa itu, pembelajaran akan lambat dan bahkan bisa berhenti sama sekali. Karen kadang terlalu bernafsu untuk merampungkan materi, kita sering lupa atau mengabaikan tahap ini sehingga mengganggu pembelajaran yang baik. Persiapan pembelajaran itu seperti mempersiapkan tanah untuk ditanami benih. Jika kita melakukannya dengan benar, niscaya kita menciptakan kondisi yang baik untuk bertumbuhan yang sehat. Tahap Persiapan Bertujuan; menimbulkan minat pembelajar, memberi mereka perasaan positif mengenai pengelaman belajar yang akan datang dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Kita dapat melakukannya dengan jalan
-
Memberi sugesti positif Memberi pernytaan yang memberi manfaat bagi pembelajar Memberikan tujuan yang jelas dan bermakna Membangkitkan dam merangsang rasa ingin tahu Menciptakan lingkungan fisik dan emosional, sosial yang positif Menenangkan rasa takut banyak bertanya dan mengemukakan banyak masalah Mengajak Pembelajara terlibat sejak awal
2) Tahap Penyampaian Ini adalah siklus pembelajaran yang mempertemukan pembelajar dengan materi belajar yang mengawali proses belajar secara positif dan menarik. Tahap penyampaian ini disebut juga tahap presentasi. Presentasi ini dimaknai untuk mengawali proses belajar bukan untuk dijadikan fokus utama karena itu penyampaiannya bukan sesuatu yang dilakukan guru, melainkan sesuatu yang secara aktif melibatkan pembelajar dalam menciptakan pengetahuan disetiap langkahnya. Bertujuan; Membantu pembelajar menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan melibatkan pancaindra, dan cocok untuk semua gaya belajar. Kegiatan ini dilakukan dengan cara;
-
Uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan Pengamatan berbagi fenomena Presentasi interaktif Grafik dan Sarana presentasi lebih berfariatif Mampu menyesuaikan kedalam berbagai macam gaya belajar Proyek belajar berdasarkan kemitraan dan tim Menumukan dan Memecahkan sendiri, berpasangan dan kelompok Contoh yang kontekstual
38
3) Tahap Pelatihan Tahap ini dalam siklus pembelajaran berpengaruh terhadap 70 % atau lebih pengalaman belajar secara keseluruhan. Dalam tahap inilah pembelajaran yang sebenarnya berlangsung.
Bagaimanapun,
apa
yang
dipikirkan
dan
dikatakan
serta
dilakukan,
pembelajarlah yang menciptakan pembelajaran dan bukan apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan oleh guru atau instruktur. Sebab peranan guru ataupun instruktur hanyalah memprakarsai proses belajar lalu menyingkir. Dengan kata lain hanya bertugas menyusun konteks atau materi yang akan dibahas. Guru senantiasa mengajak pembelajar berpikir, berkata dan berbuat. Bertujuan; Membantu pembelajar mengitegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Antara lain;
-
Usaha aktif, umpan balik, renungan Simulasi dunia-nyata Gaming Pelatihan aksi Aktivitas pemecahan masalah Refleksi dan artikulasi individu Diologis Pengajaran dan Tinjauan kolaboratif Aktifitas praktis membangun kerjasama.
4) Tahap Penampilan Hasil Setelah kita mengalami tiga tahap tersebut, kita harus melihat apakah pembelajaran tetap melekat dan berhasil diterapkan, karena itu kita senantiasa memastikan bahwa orang melaksankan (dan terus menerus mengembangkan) pengetahuan dan keterampilan baru mereka pada pekerjaan dengan menciptakan nilai nyata bagi diri mereka sendiri, organisasi dan klien organisasi. Bertujuan; Membantu pembelajar menerpakan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Kegiatan ini dilakukan dengan cara;
-
Penerapan di dunia nyata dalam tempo segera Penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi Aktivitas penguatan penerapan Penguatan dan pelatihan terus menerus Umpan balik dan evaluasi kinerja Perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.
Keempat tahap di atas, harus dipastikan bahwa tidak ada gangguan atau saya bisa katakan bahwa empat siklus tersebut ibarat kenderaan beroda empat, sehingga salah satu bannya tidak boleh kempes sebab kondisi ini akan memperlambat jalannya mobil, mungkin mobil tersebut akan berhenti. Dalam konteks pembelajaran Jika Tahap Persiapan Lemah,
39
maka pembelajaran akan terganggu. Gangguan ini diantaranya pembelajar tidak terbuka dan tidak siap untuk belajar, tidak menyadari manfaat belajar untuk dirinya, tidak memiliki minat, atau terhambat rintangan belajar (perasaan takut, stres, materi dianggapnya membosankan dan tidak relevan, taku gagal, dan lain-lain). Jika kondisi di atas tidak diatasi maka belajar cepat dan efektif akan terhenti tepat sebelum dimulai. Jika tahap Penyampaian Lemah, Pembelajaran akan terganggu jika orang tidak memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru dalam cara yang berarti bagi mereka dan melibatkan diri mereka sepenuhnya. Jika mereka diperlakukan sebagai konsumen pasif dan bukan kreator aktif dalam proses belajar, kegiatan belajar mereka akan berjalan pincang atau malah terhenti. Jika Tahap Pelatihan Lemah, Pembelajaran akan terganggu jika orang tidak diberi cukup waktu untuk menyerap pengetahuan dan keterampilan baru kedalam struktur diri mereka saat itu. Karena itu mengajar bukanlah memerintah dan konsumsi melainkan produksi di pihak pembelajar. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap oleh pembelajar, akan tetapi pengetahuan adalah sesuatu yang diciptakan pembelajar. Karena itu pembelajar harus diberi waktu untuk beritegrasi. Tahap Penempilan Hasil Lemah, Pembelajaran akan terganggu jika orang tidak punya kesempatan untuk segera menerapkan apa yang telah mereka pelajari. Jika tidak segere menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang baru mereka pelajari ke dunia-nyata, sebagian besar akan menguap. Blass! Hilaang!. Belajar gaya menyimpan dalam kulkas tidak akan berhasil akan tetapi dengan penerpan segera dan bimbingan serta dukungan yang tepat, 90% pelajaran akan tetap melekat.
2. Model Sembilan Peristiwa pembelajaran
Sembilan peristiwa pembelajaran ini tidak lain adalah aktivitas-aktivitas belajar yang menurut Gagne perlu diterapkan sebagaimana dalam fase-fase belajar. Dengan penerapan model ini diharapkan hasil belajar dapat ditingkatkan dan dipertahankan. Peristiwa pembelajaran diasumsikan sebagai cara-cara yang perlu diciptakan oleh guru dengan tujuan untuk mendukung proses-proses belajar (internal) di dalam diri siswa. Hakikat suatu peristiwa pembelajaran untuk setiap pembelajaran berbeda-beda, bergantung kepada kapabilitas yang diharapkan atau harus dicapai sebagai hasil belajar. Kesembilan peristiwa Pembelajaran yang ada pada setiap fase belajar dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Membangkitkan perhatian. Kegiatan paling awal dalam pembelajaran adalah menarik perhatian siswa agar mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir pelajaran. Perhatian siswa dapat ditingkatkan dengan memberikan berbagai rangsangan sesuai dengan kondisi yang ada, misalnya dengan perubahan gerak badan (berjalan, mendekati siswa, dan lain-lain), perubahan suara, menggunakan berbagai media belajar yang
40
dapat menarik perhatian dan menunjukkan atau menyebutkan contoh-contoh yang ada di dalam kelas atau di luar kelas, dan lain-lain. 2. Memberitahukan tujuan pembelajaran pada siswa. Agar siswa mempunyai pengharapan dan tujuan selama belajar maka kepada siswa perlu dijelaskan tujuan apa saja yang akan dicapai selama pembelajaran, manfaat materi yang akan dipelajari bagi siswa, dan tugas-tugas yang harus diselesaikan selama pembelajaran. Keuntungan menjelaskan tujuan adalah agar siswa dapat menjawab sendiri pertanyaan apakah ia telah belajar? Apakah materi yang dipelajari telah dikuasai? Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat membangkitkan harapan dalam diri siswa tentang kemampuan dan upaya yang harus dilakukan agar tujuan tercapai. 3. Merangsang ingatan pada materi prasyarat. Bila siswa telah memiliki perhatian dan pengharapan yang baik pada pelajaran, guru perlu mengingatkan siswa pada materi apa saja yang telah dikuasai sehubungan dengan materi yang akan diajarkan. Dengan pengetahuan awal yang ada pada memori kerjanya diharapkan siswa siap untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang lama dengan pengetahuan baru yang akan
dipelajari.
mengingatkan
siswa
Ada pada
banyak cara yang materi
yang
telah
dapat
dilakukan
dipelajari,
guru
misalnya
untuk dengan
mengingatkan siswa pada topik-topik yang telah dipelajari dan meminta siswa untuk menjelaskannya secara singkat. 4. Menyajikan bahan perangsang. Peristiwa pembelajaran keempat adalah menyajikan bahan kepada siswa berupa pokok-pokok materi yang penting yang bersifat kunci. Sebelum itu guru sudah harus menentukan bahan apa yang akan disajikan, apakah berupa informasi verbal. keterampilan intelektual, atau belajar sikap. Berdasarkan jenis kemampuan/bahan ini maka dapat dipilih bentuk kegiatan apa yang akan disajikan sehingga proses pembelajaran berjalan lancar. Misalnya
bila akan
mengajarkan sikap, pilihlah bahan yang berupa model-model perilaku manusia. Bila akan mengajarkan keterimpilan motorik. demonstrasikan contoh bahan keterampilan tersebut dan tunjukkan caranya seeara tepat. 5. Memberi bimbingan belajar. Bimbingan belajar diberikan dengan tujuan untuk membantu siswa agar mudah mencapai tujuan pelajaran atau kemampuankemampuan yang harus dicapainya pada akhir pelajaran. Misalnya, bila siswa harus menguasai konsep-konsep kunci, berilah cara mengingat konsep-konsep tersebut misalnya dengan menjelaskan karakteristik dari setiap konsep. Bila siswa harus menguasai suatu keterampilan tertentu maka bimbinglah dengan cara menjelaskan langkah-Iangkah yang harus ditempuh untuk menguasai keterampilan tersebut. Dalam hal ini bimbingan belajar harus diberikan sesuai dengan apa yang dibutuhkan siswa beserta kesulitan-kesulitannya.
41
6. Menampilkan unjuk kerja. Untuk mengetahui apakah siswa telah mencapai kemampuan yang diharapkan, mintalah mereka untuk menampilkan kemampuannya dalam bentuk tindakan yang dapat diamati oleh guru. Misalnya, bila ingin mengetahui kemampuan informasi verbal siswa, beri siswa pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengukur tingkat penguasaannya atau bila ingin mengetahui keterampilan siswa maka mintalah mereka melakukan suatu tindakan tertentu. Jawaban yang diberikan siswa
hendaklah
sesuai
dengan
kemampuan
yang
diminta
dalam
tujuan
pembelajaran. 7. Memberikan umpan balik. Memberikan umpan balik merupakan fase belajar yang terpenting. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik umpan balik diberikan secara informatif dengan cara memberikan keterangan tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai siswa. Misalnya, jelaskan jawaban yang sudah lengkap dan yang perlu dilengkapi atau dipelajari kembali oleh siswa dengan cara "sudah baik", "pelajari kembali", atau "lengkapi ", dan lain-lain. 8. Menilaia Unjuk Kerja. Merupakan peristiwa pembelajaran yang bertujuan untuk menilai apakah siswa sudah mencapai tujuan atau belum. Untuk iu perlu dibuat alat penilaian yang relevan dengan tujuan sehingga dapat untuk mengukur tingkat percapaian siswa. 9. Meningkatkan retensi. Peristiwa pembelajaran terakhir yang harus dilakukan oleh guru adalah upaya untuk meningkatkan retensi dan alih belajar. Guru perlu memberikan latihan-latihan dalam berbagai situasi agar siswanya dapat mengulangi dan menggunakan pengetahuan barunya kapan saja jika diperlukan. Menurut Gagne : Pembelajaran adalah menciptakan suatu kondisi pembelajaran (eksternal) yang dirancangk untuk mendukung terjadinya proses belajar yang bersifat internal.
Namun apapun bentuknya kita semua adalah pembelajar yang terus
menerus mengasah diri dalam meningkatkan kualitas, oleh karena itu kita semua senantiasa memperhatikan : beberapa konsep belajar yang sering terjadi pada lingkungan belajar kita yang perlu dihindari yaitu laihirnya: Masalah Ketegangan dan Stress Kebosanan Individulisme yang terasing Militerisme Resimentasi Suasana Steril Kontrol Otoriter Motivasi dari Luar Perasaan Terkurung Belajar Terasa Berat
Solusi Bangkitkan ketenangan Minat Kerjasama Kesan Manusiawi Kebebasan Pribadi Kegairahan Rasa Hormat Kepada Orang Lain Motivasi dari Dalam Kelegaan Belajar Terasa Menyenangkan.
42
C. GAYA DAN PENDEKATAN BELAJAR = KECERDASAN
1. Mengenali Gaya Belajar Orang suka bicara soal life style, gaya atau cara hidup, tetapi sangat jarang membicarakan gaya atau cara belajar, learning style. Dalam perspektif pembelajaran, karena hidup adalah belajar, maka gaya hidup yang dominan dalam sebuah masyarakat kiranya dapat dipahami sebagai pencerminan gaya belajar masyarakat tersebut. Masyarakat Indonesia, misalnya. Pragmatisme, materialisme, dan konsumerisme yang begitu kasat mata telah membuat sebagian besar anggota masyarakat hanya belajar kalau akan dapat "hadiah" atau karena "dipaksa" oleh kenyataan hidup. Belajar untuk dapat "hadiah" adalah gaya belajar "sarimin", si topeng monyet yang mau disuruh menari ke sana kemari agar diberi kacang kesukaannya; atau gaya belajar lumbalumba, yang bersedia menyundul bola dan menerobos lingkaran api agar diberi makanan oleh pelatihnya seperti di Taman-Taman pusat kota; atau gaya belajar kekanakkanakan, yang harus dibujuk dengan permen atau mainan supaya mau mengerjakan PR sekolahnya. Celakanya, gaya belajar model "sarimin", "lumba-lumba", dan "kekanak-kanakan" itu masih dianut oleh sebagian besar anggota masyarakat usia dewasa, bahkan kaum elite yang bercokol di puncak-puncak kekuasaan negeri ini. Kalau tidak diiming-imingi sesuatu, entah itu uang, jabatan, atau popularitas, banyak orang tidak mau helajar sungguh-sungguh, tidak terus-menerus menambah pengetahuan, tidak meningkatkan keterampilan secara berkesinambungan, tidak berusaha menarik sebanyak mungkin pelajaran dari pengalaman hidup sehari-hari, dan tidak berupaya memperbaiki kinerja-prestasi secara serius. Di samping gaya belajar "sarimin" dan "lumba-lumba", gaya belajar kedua vang donunan dalam masyarakat pragmatis dan mate rialistis adalah gaya belajar "kepepet" atau "terpaksa". Kalau sudah dipaksa oleh keadaan, orang baru mulai belajar. Paksaan itu bisa datang dari orangtua, pengajar atau atasan, tetahi juga bisa dari peristiwa vang tidak menyenangkan seperti di-PHK atau dipensiundinikan secara tiba-tiha, dirampok karena terlalu sering memamerkan kekavaan secara mencolok ketika masyarakat sedang susah, ditingk;al mati oleh penopang hidup keluarga, dilanda musibnh kebakaran atau banjir yang menelan hasil kerja bertahun-tahun dalam sekejap mata, clan sebogainya. Singkatnva, banvak orang baru sadar bahwa ia masih perlu banyak belajar kalau ia sudah kepepet oleh keadaan, kalau sudah dipaksa untuk berubah, kalau pilihannya sudah ekstrem seperti "belajar/berubah atau mati". Gaya belajar "sarimin" atau gava belajar kepepet" di atas lebih merupakan dramatisasi dari kenyataan vang menunjukkan bahwa masyarakat kita didominasi oleh
43
orang-orang yang "susah belajar" (kata lain dari "antibelajar"). Ibarat orang yang masih dalam taraf "susah hidup" tidak sempat memikirkan "gaya hidup", maka demikianlah orang yang "susah belajar" tidak sempat memikirkan soal gaya belajarnya. Belajar saja susah, apalagi memikirkan soal gaya" . Umumnya dapat dikatakan bahwa orang yang tidak tahu gaya belajarnya adalah mereka yang masih sangat bergantung kepada "orang lain" dalam soal belajar. Mereka menanti dicekoki, diberi tahu, dilatih, entah oleh orangtua, atasan, pengajar, atau pelatihnya. Tidak ada pengetahuan diri yang cukup memadai dan kurang sekali inisiatif unhtk belajar secara mandiri, tanpa disuruh-suruh, tanpa ditunggui, tanpa diawasi, tanpa diiming-imingi "hadiah". Kalau orang yang belum mampu belajar secara mandiri ini menjadi pejabat/manajer, maka ia akan menjadi pejabat/manajer yang selalu menunggu petunjuk dari bos/atasannya, atau yang sekadar Asal Bapak Senang (ABS). Hemat saya, soal gaya belajar ini perlu dikenali oleh setiap orang yang ingin menjadi pembelajar mandiri (independent learner), yang ingin menjadi "manusia bebas" dalam arti terbebas dari kttngkungan pengajar clan pelatili formalnya (entah di sekolah, universitas, ataupun di perusahaan dan dunia kerja lainnva). Sebab dengan mengetahui gaya belajarnya, seseorang dapat mengambil inisiatif mempelajari sesuatu yang sesuai dengan
minat,
bakat,
potensi,
dan
talentanya.
Dengan
demikian,
ia
dapat
mengembangkan dirinya terus-menerus, baik ketika masih duduk di bangku sekolah formal, terutama dalam kehidupan sehari-hari di luar lembaga-lembaga pengajaran dan pelatihan itu. Singkatnya, mengenali gaya belajar pribadi merupakan sesuatu yang perlu, meski belum mencukupi untuk dapat memanusiawikan diri sendiri secara terus menerus. kita dapat mengenali sedikitnya ada tiga gaya belajar, yakni: (1) gaya visual, yakni pembelajar yang dapat belajar secara lebih efektif jika mempergunakan penglihatan fisiknya,misalnya dengan membaca, mengamati, menonton video/film, dan segala cara yang melibatkan indra penglihatannva; (2) gaya auditori, yakni pembelajar yang lebih cepat belajar dengan cara berbicara clan mendengarkan (termasuk membaca dengan bersuara keras), atau berdialog dengan orang lain (termasuk wawancara), dan cara lain yang intinya melibatkan telinga secara aktif; (3) gaya kinestetik, yakni pembelajar yang belajar dengan cara menggerakkan tubuhnya, mengalami secara langsung, aktif secara fisik, terjun ke lapangan, mencicipi dan merasakan, dsb. (4) gaya belajar intelektual-belajar dengan berpikir dan membayangkan, menciptakan model mental, merenung, dan sebagainya.
44
Honey dan Mumford dalam The Manual of Learning Style (1986) menawarkan empat gaya belajar yang patut diduga dikaitkan dengan empat bentuk dasar kepribadian manusia (sanguin, flegmatik, kolerik, dan melankolik), yakni: (1) gaya belajar aktivis yang ditandai dengan keterbukaan pikiran dan antusiasme yang tinggi; (2) gaya belajar pragmatis yang mengutamakan pemecahan masalah secara "membumi"; (3) gaya belajar teoretis yang mengutamakan logika dan analisis; serta (4) gaya belajar reflektif, suka memerhatikan, menyimak, dan mengamati untuk direnung-renungkan. Untuk lebih memantapkan efektifnya gaya belajar maka seharus para pembelajar juga harus memilih atau mencari waktu yang tepat dan tempat yang menyenangkan untuk menerapkan gaya belajar yang menjadi favorit. SmartorKids mengidentifikasi tujuh gaya atau pendekatan belajar yang berguna bagi orangtua maupun pengajar sckolah, yakni: (1) pendekatan dengan sentuhan fisik. Pada intinya gaya belajar model ini sangat mengandalkan gerak tubuh. Orang atau anak-anak yang suka bermain sambil belajar, menggerakkan anggota tubuhnya, tak bisa duduk diam adalah mereka memiliki gaya belajar ini. Kelak mereka mungkin lebih baik memilih karier yang dalam praktiknya memerlukan gerak tubuh seperti penari, olahragawan/wati, dan dunia seni rupa. (2) pendekatan intrapersonal. Orang atau anak-anak yang memiliki kecenderungan belajar intrapersonal umumnya lebih suka menyendiri, meski mereka tidak antisosial. Mereka bisa berhubungan dengan orang lain, hanya saja dalam soal belajar mereka lebih suka menyendiri. Mereka cenderung memecahkan persoalamya secara mandiri, tanpa melibatkan orang lain. (3) pendekatan
interpersonal.
Orang
atau
anak-anak
yang
suka
berkelompok,
memecahkan masalah temannva bersamasama, adalah mereka yang belajar dengan cara ini. Pendekatan belajarnya adalah kooperatif. Kelak anak-anak yang senang belajar dengan cara interpersonal ini dimungkinkan untuk berhasil dalam karier sebagai konsultan, pengajar, politisi, pelatih, pengelola bisnis, dan entertainer. (4) pendekatan bahasa. Orang atau anakanak yang sangat menyukai kegiatan membaca buku dan menulis menunjukkan gaya belajar. Dongeng, cerita, penjelasan verbal sangat mereka sukai. Kelak mereka mungkin akan sangat berhasil dalam karier sebagai jurnalis, penyunting, dosen, atau penulis naskah. (5) pendekatan matematis. Orang atau anak-anak yang menyukai segala sesuatu yang memerlukan perhitungan, angka, garis, dan logika, adalah mereka yang belajar dengan cara ini.
45
(6) pendekatan musik. Orang atau anak anak yang belajar dengan cara ini menunjukkan respons spontan bila mendengarki, suara musik atau iwanvian. Mereka menyukai suasana riang. (7) pendekatan visual. Orang atau anakanak vang belajar dengan cara ini menyukai tampilan dalam bentuk gambar, tontonan, yang tampak secara visual. Pemahaman mengenai gaya belajar secara langsung dihubungkan dengan potensi pembelajar itu sendiri. Karena itu gaya belajar jangan dipaksakan, tetapi harus dikenali agar dapat dikembangkan secara baik. Dari penjelasan mengenai bermacam-macam gaya belajar di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa gaya belajar seseorang sangit dipengaruhi oleh kepekaan indranva (rnata, telinga, kulit, lidah, hidung), corak kepribadian yang mencakup minat dan bakatnya, juga aspirasi atau cita-cita hidupnya, serta persepsinya tentang makna belajar. Sementara dalam konteks masyarakat, gaya belajar "kolektif" yang dominan boleh jadi sangat ditentukan oleh kebudayaan, sistem sosial politik, serta struktur sosial ekonomi yang ada (model "sarimin" dan "kepepet" adalah contohnya yang negatif). Saya kira setiap orang bisa belajar dengan berbagai macam gaya tersebut, namun salah satu atau beberapa gaya akan lebih dominan ketimbang lainnya. Orang lain atau teman, misalnya, lebih mudah belajar dengan pendekatan auditorikinestetik atau gaya pragmatis, sementara sebagian orang lebih suka visual-auditori dan aktivis-reflektif. Atau adik kita, lebih awal menunjukkan kecenderungan untuk belajar dengan pendekatan sentuhan fisik-musikinterpersonal; sementara adiknya lebih cenderung intrapersonal-matematis-bahasa. Pada titik ini mungkin perlu ditegaskan pu la bahwa tidak ada gaya yang lebih baik di an tara semua gaya itu. Semua gaya belajar itu pada dasarnya baik. Yang penting, si pembelajar memahami gaya belajarnya masing-masing sehingga dapat belajar secara lebih efektif dan lebih sesuai dengan keunikan dirinya sebagai anak. 2. Kecerdasan
Sama seperti "belajar" memiliki begitu banyak pengertian dan definisi yang ditawarkan, demikian juga halnya dengan kecerdasan atau intelligence. Di antaranya adalah: Cerdas berarti sempurna perkembangan akal budinya (pandai, tajam pikiran, dsb.); sempurna pertumbuhan tubuhnya (seperti sehat, kuat, dsb.).WJS Poerwadnrmintn Kecerdasan adalah kualitas bawaan sejak lahir, sebagai hal yang berbeda dari kemampuan yang diperoleh melalui pengalaman individual. Encyclopedia Britannica Kecerdasan adalah kekuatan dari persepsi, pembelajaran (learning), pengertian, dan pengetahuan; suatu kemampuan mental. -A.S. Hornby Kecerdasan adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan yang sudah ada untuk memecahkan masalah-masalah baru; tingkat kecerdasan diukur berdasarkan. Donald
46
Kecerdasan adalah kemampuan untuk melakukan pemikiran abstrak. Lewis M. errnnn Kecerdasan adalah kualitas bawaan sejak lahir, sebagai hal yang berbeda dari kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar. -Herbert Spencor Kecerdasan adalah kecakapan untuk bertindak secara sengaja, berpikir secara rasional, dan berhubungan secara efektif dengan lingkungan. -D. Weclvsler Kecerdasan adalah kemampuan untuk menghadapi masalah dengan sikap yang tak terprogram (kreatif). -Stephen J. Gould Kecerdasan
adalah
kemampuan
untuk
mengambil
sikap
yang
tepat
dalam
menghadapi situasi lingkungan.-Robert Franklin Tujuh jenis kecerdasan, dalam buku Intelligence Refrntrud (1999) : (1) kecerdasan verbal-linguistik, terutama berhubungan dengan bahasa, aktivitas membaca dan menulis. Kita menyaksikan jenis kecerdasan ini pada penulis, penyair, dramawan, ahli pidato, dsb; (2) kecerdasan matematis-logis, terutama diasosiasikan dengan kemampuan berpikir "ilmiah", logis, dan runtut, sebagaimana didemonstrasikan antara lain oleh mereka yang menekuni profesi sebagai ilmuwan, akuntan, bankir, ahli hukum, ahli matematika, dsb; (3) kecerdasan visual-spasial, terutama berhubungan dengan seni-seni visual seperti melukis, menggambar, memahat, membuat peta, merancang desain interior, arsitektur, dsb; (4) kecerdasan kinestetik-jasmani, terutama ditunjukkan lewat kemampuan olah tubuh/otot dan ketangkasan fisik seperti yang didemonstrasikan oleh para penari, atlet renang, lari, bela diri, sepeda, dsb; (5) kecerdasan musikal-ritmik, terutama ditandai oleh kepekaan terhadap bunvibunyian, pola nada dan irama, yang antara lain dimiliki oleh musisi, penyany_ i, dan pekerja musik lainnya; (6) kecerdasan intrapersonal, terutama berhubungan dengan pengetahuan diri, intuisi, kesadaran diri, refleksi, sebagaimana patut diduga dimiliki oleh ahli filsafat, rohaniwan, psikiater, dsb; (7) kecerdasan interpersonal atau "sosial", terutama berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan banyak orang, memahami dan berempati atau berkomunikasi dengan orang lain, seperti yang mungkin dimiliki oleh politisi, pemasar/ penjual, dsb;
47
(8) kecerdasan naturalis, yakni kemampuan membedakan atau mengelompokkan jenis jenis flora dan fauna serta bangunbangun alam dan awan, seperti yang dimilik ahli biologi, zoology dan pawang Sedangkan menurut Goleman kecerdasan atau kecakapan terbagi dari dua yakni kecapan pribadi dan kecakapan sosial. Kecakapan pribadi terdiri dari tiga unsur: Pertama, kesadaran diri-mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya, dan intuisi. Orang yang memiliki kesadaran diri tinggi adalah mereka yang memiliki (a) kesadaran emosi, mengenal emosi diri sendiri dan efeknya; (b) penilaian diri secara teliti, mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri; (c) percaya diri, memiliki keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri; Kedua, pengaturan diri-mengelola kondisi, impuls, dan sumber daya diri sendiri. Kemampuan mengatur diri ini terutama ditandai oleh (a) pengendalian diri, mengelola emosi-emosi dan desakandesakan hati yang merusak; (b) sifat dapat dipercaya, memelihara norma kejujuran dan integritas; (c) kewaspadaan, bertanggung jawab atas kinerja pribadi; (d) adaptabilitas, keluwesan dalam menghadapi perubahan; dan (e) inovasi, mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasiinformasi baru; Ketiga, motivasi-kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan proses pencapaian sasaran. Motivasi mencakup (a) dorongan prestasi, yakni dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan; (b) komitmen, menvesuaikan diri dengan
sasaran
kelompok
atau
perusahaan;
(c)
inisiatif,
yakni
kesiapan
untuk
memanfaatkan kesempatan/peluang; dan (d) optimisme, kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan. Sementara apa yang disebut Goleman sebagai kecakapan sosial terdiri dari dua unsur lainnya, yakni: Pertama, empati-kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain. Empati mencakup (a) memahami orang lain, mengindra perasaan dan perspektif orang lain, dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka; (b) orientasi pelayanan,
mengantisipasi,
mengenali,
dan
berusaha
memenuhi
kebutuhan
pelanggan; (c) mengembangkan orang lain, merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka; (d) mengatasi keragaman, menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang; dan (e) kesadaran politis, mampu membaca arus-arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.
48
Kedua, keterampilan sosial-kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain. Keterampilan sosial ini mencakup (a) pengaruh, taktiktaktik untuk meyakWkan orang; (b) komunikasi, mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan; (c) kepemimpinan, membangkitkan inspirasi clan memandu kelompok dan orang lain; (d) katalisator perubahan, memulai clan mengelola perubahan; (e) manajemen konflik, negosiasi dan pemecahan silang pendapat; (f) kolaborasi dan kooperasi, kerja sama dengan orang lain demi tujuan bersama; dan (g) kemampuan tim, menciptakan sinergi keiompok dalam memperjuangkan tujuan bersama.
49