Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan COPD: Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis zat berbeda dari partikel yang terinhalas terinhalasi. i. Jika yang terinhalas terinhalasii secara secara berlebihan berlebihan adalah partikel-par partikel-partikel tikel yang berbahaya berbahaya dan mengiritasi saluran pernapasan, maka dapat berisiko mendapatkan penyakit COPD ini. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda. Faktor Faktor resiko resiko COPD bergantung bergantung pada jumlah keseluruhan keseluruhan dari partikel-pa partikel-partik rtikel el iritatif iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya. 1. Merokok Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Menurut buku Report of The WHO Expert Comitte on Smoking Control Control,, rokok rokok adalah adalah penyeba penyebab b utama utama timbu timbulny lnyaa COPD. COPD. Secara Secara fisio fisiolog logis is rokok rokok berhu berhubung bungan an langsu langsung ng dengan dengan hiperf hiperflas lasia ia kelenj kelenjar ar mukusa mukusa bronku bronkuss dan metapl metaplasi asiaa skua skuamo mosa sa
epi epitel tel
salur aluran an
per pernapa napassan. an.
Asap Asap
rokok okok
juga uga
dapa dapatt
menye enyeba babk bkan an
bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Douglas merokok juga dapat menimbulkan inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan. (Sumber: Ilmu Penyakit Dalam, 1996. hal.755) Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok. Enviromental Tobacco Smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD karena partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru “terbakar”. Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut.
2. Lingku gkungan Pekerjaan (polusi tempat kerja, seperti bahan kimia, zat iritan, gas beracun), polusi udara
(gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan), dan alergen dapat mempengaruhi perkembangan CPOD. Terpapar oleh jamur, nitrogen atau gas sulfur, asbestos, bulu binatang, hairspray, dan debu rumah tangga dapat memicu serangan asma. Indoor Air Pollution (polusi di dalam ruangan) memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. Penggunaan batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya juga dapat berpengaruh. Pada saat serangan akut, terjadi spasme pada jalan napas yang menyebabkan sulit bernapas dan menimbulkan perasaan sesak napas yang luar biasa. Peningkatan sel-sel goblet mukosa, penebalan dan hipertrofi jalan napas, dan sekresi mukus yang banyak dan kental adalah ciri dari bronkhitis asmatik kronik.
3. Keluarga Banyak penyakit, termasuk penyakit sistem pernapasan, cenderung berasal dari keluarga. Genetik predisposisi, juga kebiasaan membersihkan rumah secara turun-temurun, dapat mengakibatkan timbulnya suatu penyakit. Oleh karena itu, mengetahui riwayat kesehatan dari keluarga merupakan suatu hal yang penting. Meskipun emfisema merupakan penyakit yang penyebab utamanya adalah merokok, tetapi emfisema dapat juga disebabkan oleh faktor genetik, yaitu defisiensi alpha-antitrypsin (AAT). AAT merupakan enzim antiproteolitik nonspesifik, atau dengan kata lain ATT merupakan inhibitor sirkulasi utama d ari protease serin. Biasanya menekan pelepasan protease, yang merupakan enzim yang dapat menghancurkan dan melisiskan jaringan paru-paru. Protease dilepaskan oleh leukosit, makrofag alveolar, dan bakteri sebagai bagian dari respon inflamasi. Jika tidak ditahan, protease akan menghancurkan struktur elastin dari jaringan paru, serta kehilangan fungsi elastik rekoil d ari jalan napas yang lebih kecil. Pembesaran dari saluran napas distal ke terminal bronkiolus berkembang. Setelah kehilangan elastisitas rekoil, saluran napas cenderung kolaps saat ekshalasi. Overinflasi dan udara yang terperangkap dapat menyebabkan dinding alveolar yang menggembung menjadi ruptur. Kantung besar berisi udara yang tersendat, yang disebut bulae, akan terbentuk. Karena menurunnya beberapa alveoli yang fungsional,
maka dispnea akan meningkat.
Klien dengan COPD biasanya memiliki bronkitis kronis, emfisema pulmonal, dan asma dalam perjalanan penyakitnya. Manifestasi utama berupa napas yang pendek, yang biasanya menjadi fokus utama dari perawatan.
Referensi: Rice, Robyn. (1996). Home Health Nursing Practice: Concept & Application 2nd Edition. Missouri: Mosby. Bayu. “COPD”. http://bayuaslilow.multiply.com/journal/item/2 (diakses pada tanggal 26 September 2010; pukul 22.00 WIB) GOLD. “Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention”. http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989 (diakses pada tanggal 26 September 2010; pukul 23.34 WIB) GOLD. “Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease”. http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1 =2&l2=1&intId=1116 (diakses pada tanggal 26 September 2010; pukul 23.40 WIB)