LAPORAN PENDAHULUAN COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Diseases)
1. Definisi
Penyakit paru obstruksi adalah penyakit atau gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa gangguan obstruksi saluran napas (Smeltzer & Bare, 2002). Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) atau chronic obstructive pulmonary diseases (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Irman, 2008). PPOK/COPD merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner & Suddarth, 2002). PPOK/COPD
merupakan obstruksi saluran pernafasan p ernafasan yang progresif dan
ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003). 2.
Etiologi
Menurut Arif Muttaqin, (2008: 156 ) penyebab dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah : a. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronkhitis kronik dan
emfisema. b. Adanya infeksi : Haemophilus influenzae dan streptococcus pneumonia. c. Polusi oleh zat- zat pereduksi. d. Faktor keturunan. e. Faktor sosial- ekonomi : keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk.
3.
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala sebagai berikut: a. Batuk b. Sesak napas c. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi d. Ekspirasi yang memanjang e. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut. f.
Penggunaan otot bantu pernapasan
g. Suara napas melemah h. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal i.
Edema kaki, asites dan jari tubuh.
4. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas. Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan. 5. Pathway (terlampir) 6. Komplikasi PPOK/COPD:
a. Hipoksemia b. Asidosis respiratorik c. Infeksi saluran pernapasan d. Gagal jantung (gagal jantung kanan akibat penyakit paru-paru) e. Disritmia jantung f. Status asmatikus: komplikasi utama yang berhubungan dengan asma bronkhial 7.
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya kematian. Risiko kematian dari eksaserbasi sangat berhubungan dengan terjadinya asidosis respiratorik, adanya komorbid, dan kebutuhan akan alat ventilasi (GOLD, 2009). Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit
dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di poliklinik rawat jalan, ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau ruang ICU (PDPI, 2003). a. Bronkodilator b. Kortikosteroid c. Antibiotik d. Terapi Oksigen e. Ventilasi Mekanik 8. Pemeriksaan Fisik:
a. Dipnea/sesak napas b. Batuk kronik c. Adanya sputum kental d. Sianosis e. Bunyi wheezing, mengi f. Pemakaian otot bantu pernapasan g. Takikardi h. Gelisah i.
Anoreksia
j.
Berkurangnya ekspansi paru, pengembangan dinding thorax
k. Lemah 9. Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik/Penunjang
a. Peningkatan Hb (empisema berat) b. Peningkatan eosinofil (asma) c. Penurunan alpha 1-antitrypsin d. PO2 menurun dan PCO2 normal atau meningkat (bronkhitis kronis dan emfisema) e.
Chest X-ray: dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma mendatar
f.
EKG: deviasi aksis kanan; gelombang P tinggi (pada pasien asma berat dan atrial disritmia/bronkhitis); gel.P pada Leads II, III, AVF panjang dan tinggi (brinkhitis dan emfisema); dan aksis QRS vertikal (emfisema).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian :
Identitas : a. Nama pasien. b. Umur. c. Jenis kelamin. d. Suku /Bangsa. e. Pendidikan. f.
Pekerjaan.
g. Alamat. 2. Keluhan utama:
a. Keluhan utama yang sering muncul adalah sesak nafas b. Riwayat Penyakit Sekarang. PPOK/COPD merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru f.
Riwayat Penyakit Dahulu. Seseorang dengan PPOK/COPD karena sering merokok, adanya infeksi : Haemophilus influenzae dan streptococcus pneumonia, Polusi oleh zat- zat pereduksi
c. Riwayat Penyakit Keluarga : Secara patologi PPOK/COPD dapat di turunkan namun bisa juga karena pola hidup yang tidak baik. 3. Pemeriksaan Fisik :
a.
Sistem pernafasan (B1) : Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan.
b.
Sistem kardiovaskuler (B2) : akral : dingin, basah, dan pucat.
c.
Sistem Persarafan (B3) : Klien dengan PPOK/COPD tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan kesadaran.
d.
Sistem Perkemihan (B4) : Terjadi penurunan produksi urin.
e.
Sistem Pencernaan (B5) : Klien akan mengalami anoreksia.
f.
Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6) : Penderita mengalami letih
4. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul:
a. Ketidakefektifan jalan nafas b.d kelemahan, upaya batuk yang buruk, sekresi yang kental atau berlebihan. b. Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, ketidaksamaan ventilasi perfusi c. Intoleransi aktivitas b.d penggunaan energi untuk pernafasan meningkat. d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia. 5. Intervensi Keperawatan dan Rasional
a. Ketidakefektifan jalan nafas b.d kelemahan, upaya batuk yang buruk, sekresi yang kental atau berlebihan. Tujuan: mempertahankan jalan nafas efktif Kriteria hasil :
Pasien mampu mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Pasien memperlihatkan perilaku/upaya mempertahankan bersihan jalan nafas
Pasien berpartisipasi dalam program pegobatan
Intervensi : 1) Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas, mis: mengi, krekels, ronki. R/Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas. 2) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diagframatik dan batuk efektif. R/Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi tanpa menyebabkan sesak napas dan keletihan. 3) Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inheler dosis terukur. R/Tindakan ini menimbulkan air ke dalam percabangan bronkial dan pada sputum, menurunkan kekentalannya, sehingga mudah evakuasi sekresi. 4) Lakukan drainase postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi dan malam hari sesuai yang diharuskan. R/Menggunakan gaya gravitasi untuk membantu membangkaitkan seksresi dapat lebih mudah dibatukkan atau di uap.
5) Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim dari asap. R/Iritan
bronkial
menyebabkan
bronkokonstriksi
dan
meningkatkan
pembentukkan lendir yang kemudian mengganggu klirens jalan napas. 6) Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi pernapasan yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera. R/Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan konsekuensi pada individu dengan paru-paru yang normal dapat menyebabkan gangguan fatal. b. Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, ketidaksamaan ventilasi perfusi. Tujuan : Hilang atau menurunnya dispnea. Kriteria hasil :
Tidak terjadi dispnea.
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
GDA dalam rentang normal.
Bebas dari gejala distres pernapasan.
Intervensi: 1) Monitoring dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan. R/Weezing atau mengi indikasi akumulasi sekret atau ketidak mampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat. 2) Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku. R/Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ vital dan jaringan. 3) Anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir
disiutkan, terutama pada
pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim. R/Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas. 4) Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan. R/Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi. 5) Berikan oksigen sesuai indikasi R/Membantu
mengoreksi
hipoksemia
yang
terjadi
hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
sekunder
terhadap
6) Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien dengan pernapasan diafragmatik dan batuk efektif. R/Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas dan sputum. c. Intoleransi aktivitas b.d penggunaan energi untuk pernafasan meningkat. Tujuan: Intoleransi aktivitas teratasi. Kriteria hasil:
Klien mampu melakukan aktivitas secara perlahan
Mendemonstrasikan kemampuan beraktivitas.
Intervensi: 1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan & perubahan tanda vital setelah aktivitas. R/Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan memudahkan dalam menentukan pilihan intervensi keperawatan yang sesuai untuk pasien. 2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. R/Menurunkan stres dan rangsangan yang berlebihan, serta meningkatkan istirahat pasien. 3) Jelaskan
pentingnya
istirahat
dalam
rencana
pengobatan
dan
perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat. R/Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan. 4) Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat atau tidur. R/Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur dikursi, atau menunduk. 5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. R/Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia. Tujuan: status nutrisi optimal dapat dipertahankan Kriteria hasil:
Menunjukkan peningkatan berat dan bebas tanda malnutrisi.
Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi: 1) Monitoring pola diet pasien yang disukai dan yang tidak. R/Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien. 2) Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB). R/Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi. 3) Anjurkan bedrest R/Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik. 4) Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat. R/Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster. 5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet. R/Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
Daftar Pustaka
Alsagaff, Hood, dkk. (2005). Dasar-dasar ilmu penyakit paru cetakan ketiga.Surabaya: Airlangga University Press. Burke, L. (2000). Medical surgical nursing: critical thinking in client care 2nt ed. USA: PrenticeHall. Doenges, M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC. Irman, S. (2008). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. PDPI. (2003). PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik),Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Diambil dari http://www.klik pdpi.com/konsensus/konsensus-ppok /ppok .pdf tanggal 26 mei 2013 Price, Sylvia. A & Wilson, L. M. (2002). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit ed: 6. Jakarta : EGC. Sherwood, L. (2001). Fisiologi manusia: dari sel ke sistem, Ed: 2. Jakarta: EGC Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medical-bedah Brunner & Suddarth, vol:1. Jakarta: EGC.