Furqon Adimas Yudistira 0811310018 PKH UB ‘08
EKSTRAK TANAMAN SIRIH MERAH (PIPER CROCATUM) UNTUK MENGOBATI MASTITIS
I. Pend Pendah ahul ulua uan n 1.1 Latar Latar Belakan Belakang g
Usaha peternakan peternakan di Indonesia Indonesia mempunyai mempunyai potensi potensi berkembang berkembang pesat, mengingat cukupnya ketersediaan pakan dan keragaman jenis ternak yang ada. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang nilai gizi serta kebutuhan konsumsi masyarakat akan protein hewani, juga turut mendukung berkembangnya usaha peternakan rakyat. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan konsumsi pro prote tein in hewan hewanii bagi bagi pend pendud uduk uk Indo Indone nesi siaa adal adalah ah deng dengan an meng mengem emba bang ngka kan n petern peternaka akan n sapi sapi perah perah (Tuasi (Tuasikal kal,, 2003). 2003). Petern Peternaka akan n sapi sapi perah perah merupa merupakan kan komo komodi dita tass yang yang pali paling ng pent pentin ing, g, namu namun n prod produk ukti tifi fita tasn snya ya belu belum m menc mencap apai ai maksimum. maksimum. Penyakit radang ambing merupakan salah satu kendala dalam usaha usaha peningkatan produktifitas sapi perah tersebut. Penyakit radang ambing atau yang dikenal dikenal sebagai sebagai mastitis mastitis merupakan merupakan masalah utama dalam peternakan peternakan sapi perah karena karena menyeb menyebabk abkan an kerugi kerugian an yang yang besar besar akibat akibat penuru penurunan nan produk produksi si susu, susu, penurunan penurunan kualitas susu, biaya perawatan perawatan dan pengobatan pengobatan yang mahal. Penyakit Penyakit ini berhubung berhubungan an langsung langsung pada kerugian peternak peternak karena mastitis menyebabk menyebabkan an terj terjad adin inya ya penu penuru runa nan n prod produk uksi si dan dan kual kualit itas as susu susu yang yang akan akan meni menimb mbul ulka kan n konsekuensi tertentu dalam proses pengolahan susu selanjutnya. Perubahan fisik air susu akibat mastitis meliputi warna, bau, rasa dan konsistensi. Warna yang biasanya putih kekuningan akan berubah menjadi putih pucat atau agak kebiruan. Rasa yang agak manis berubah menjadi getir atau agak asin. Bau yang harum berub berubah ah menjad menjadii asam. asam. Konsis Konsisten tensi si yang yang biasan biasanya ya cair cair dengan dengan emulsi emulsi yang yang merata akan berubah menjadi pecah, lebih cair, dan kadang disertai jonjot atau endapa endapan n fibrin fibrin dan gumpal gumpalan an protei protein n yang yang lain. lain. Perubah Perubahan an secara secara kimiawi kimiawi melipu meliputi ti penuru penurunan nan jumlah jumlah kasein kasein,, sehing sehingga ga apabil apabilaa dibuat dibuat keju keju kualit kualitasn asnya ya menuru menurun. n. Protein Protein total total air susu susu juga juga menuru menurun n dengan dengan mening meningkat katnya nya jumlah jumlah
albumin dan globulin dan terjadi penurunan gula susu dan laktosa sehingga nilai kalori yang dikandungnya menurun (Jasper, 1980). Penyebaran penyakit mastitis dapat melalui pemerahan yang tidak mengindahkan kebersihan, alat pemerahan, kain pembersih puting, dan pencemaran dari lingkungan kandang yang kotor. (Mellenberger, 1997). Mastitis didefinisikan sebagai radang jaringan interna kelenjar ambing (Jamilah 2001). Istilah mastitis berasal dari kata ”mastos” yang artinya kelenjar ambing dan ”itis” untuk inflamasi (Swartz 2007). Mastitis merupakan salah satu penyakit yang sangat merugikan peternak sapi perah karena sapi penderita mastitis mengalami penurunan produksi susu. Mastitis dapat disebabkan oleh beberapa bakteri, antara lain adalah Streptococcus sp, Staphylococcus sp, dan E. Coli. Beberapa patogen yang tidak biasa (unusual pathogens) antara lain adalah Pseudomonas
aeruginosa,
Arcanobacterium
(Actinomyces)
pyogenes,
Mycoplasma spp, dan Nocardia asteroides (Erskine 2007). Mastitis merupakan inflamasi pada jaringan ambing yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen. Mikroorganisme yang biasa menyebabkan mastitis adalah bakteri yang masuk dalam ambing, berkembangbiak dan memproduksi toksin dalam glandula ambing seperti Staphylococcus aureus dan E. Coli. Kejadian mastitis 95 – 98% merupakan mastitis subklinis, sedangkan 2 – 3% merupakan mastitis klinis yang terdeteksi (Sudarwanto, 1999). Mastitis merupakan salah satu penyakit penting yang terjadi pada sapi perah yang dapat mengakibatkan penurunan roduksi susu hingga 20% (Jasper, 1980). Mastitis sub klinis merupakan kasus yang paling banyak dan sering terjadi di lapangan pada peternakan sapi perah Sudarwanto (1999). Kejadian mastitis subklinis pada sapi perah di Indonesia sangat tinggi (95-98%) dan menimbulkan banyak kerugian. Streptococcus agalactiae dan Staphylococcus aureus merupakan 2 bakteri utama penyebab mastitis subklinis. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa S. agalactiae dan S . aureus yang mempunyai hemaglutinin, mempunyai kemampuan adesi pada sel epitel ambing jauh lebih besar dari pada yang tidak mempunyai hemaglutinin. Mastitis merupakan penyakit yang sering terjadi pada sapi perah dan menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi peternakan sapi perah di
seluruh dunia (Bannerman and Wall, 2005). Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh mastitis, terutama mastitis subklinis, meliputi penurunan produksi dan mutu susu, peningkatan biaya perawatan dan pengobatan, pengafkiran ternak lebih awal serta pembelian sapi perah baru (Subronto, 2003). Fenomena kejadian Penyakit mastitis subklinis layaknya seperti gunung es, hanya sedikit data yang diketahui (mastitis klinis) dan sisanya tidak dapat diketahui (mastitis subklinis). Hal itu sangat berbahaya, bayangkan saja jika penyakit mastitis subklinis tersebut tidak bisa dipantau terutama di peternakan rakyat maka berapa liter susu yang terbuang karena tidak bisa tertampung koperasi dengan alasan mengandung jumlah bakteri yang banyak. Parahnya yang tidak terdeteksi inilah yang diyakini jumlahnya sangat besar. Sungguh memprihatinkan jika sebagian besar peternak kita sapinya menderita mastitis subklinis, karena itu berarti peluang susu yang dihasilkan peternak sapi perah kita untuk memasuki pasar nasional ataupun internasional akan tertutup. Untuk mengatasi hal tersebut maka ca ra satu-satunya adalah dengan mencegah atau mengobati mastitis subklinis tersebut. Maka atas dasar itulah perlu penanganan yang tepat terhadap kasus mastitis subklinis (Franes, 2009). Tanaman sirih merah (Piper crocatum) termasuk dalam famili Piperaceae, tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, yang tumbuh berselang-seling dari batangnya serta penampakan daun yang berwarna merah keperakan dan mengkilap. Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fito-kimia yakni alkoloid, saponin, ta-nin dan flavonoid. Sirih merah sejak dulu telah digunakan oleh masyarakat yang berada di Pulau Jawa sebagai obat untuk meyembuhkan berbagai jenis penyakit dan merupakan bagian dari acara adat. Penggunaan sirih merah dapat digunakan dalam bentuk segar, simplisia maupun ekstrak kapsul. Secara empiris sirih merah dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti diabetes mi-litus, hepatitis, batu ginjal, me-nurunkan kolesterol, mencegah stroke, asam urat, hipertensi, ra-dang liver, radang prostat, radang mata, keputihan, maag, kelelahan, nyeri sendi dan memperhalus kulit. Hasil uji praklinis pada tikus dengan pemberian ekstrak hingga dosis 20 g/kg berat badan, aman dikonsumsi dan tidak bersifat toksik. Sirih merah banyak di-gunakan pada klinik herbal center sebagai ramuan atau terapi bagi penderita yang tidak dapat disembuhkan dengan obat kimia. Potensi sirih merah sebagai tanaman obat multi
fungsi sangat besar sehingga perlu ditingkatkan dalam penggunaannya sebagai bahan obat modern (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, 2008).
I.2Rumusan Masalah
1. Apakah pengaruh ekstrak daun sirih merah terhadap mastitis? 2. Seberapa besar pengaruh ekstrak daun sirih merah dalam penyembuhan mastitis?
I.3 Tujuan
1. Menegetahui pengaruh ekstrak daun sirih merah terhadap mastitis 2. Mengetahui pengaruh ekstrak daun sirih merah terhadap penyembuhan mastitis.
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, P.J. 2003. Kasus mastitis subklinis pada kambing perah di PT Taurus Dairy Farm Sukabumi menggunakan pereaksi IPB-1 dan metode breed. Skripsi. Wahyuni, et al. 2005. Characterization Of Haemagglutinin Of Streptococcus agalactiae and Staphylococcus aureus On Subclinical Mastitis In Dairy Cows. J. Sain Vet. Vol. 23 No. 2 Th. 2005 Arimbi, drh., M.Kes.,; Koestanti E. S., drh., M.Kes, 2005, Aplikasi Daun Sambiloto Sebagai Bahan Aktif Dipping Dalam Program Kontrol Mastitis Pada Sapi Perah, Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat,
Universitas
Airlangga,
Surabaya.
http://www.lppm.unair.ac.id/search.view.php?id=705&c=2. Abrar, drh.; Fakhurrazi, drh., M.P.; Erina A., drh., 2003, Isolasi Dan Karakterisasi Hemaglutinin Staphlococcus
aureus, UNSYIAH
Digital
Library,
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh,
[email protected],
[email protected]. Agus, M., 1991. Mastitis study in dairy cattle inBaturraden. Salasia O.I.S, Wibowo M.H., Khusnan, 2005, Karakterisasi Fenotipe
Isolat Staphylococcus aureus Dari Sampel Susu Sapi Perah Mastitis
Subklini s, Jurnal Sain Vet. Vol. 23 No. 2, Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Yogyakarta. Aksan dan C. Pahlevi. 2006. Hasil Validasi Data dan Survei Parameter Statistik Peternakan. Dinas Peternakan dan Kehewanan Kabupaten Pasuruan. Pasuruan. Bannerman, D. D. and R. J. Wall. 2005. A Novel Strategy for the Prevention of Staphylococcus aureus-Induced Mastitis in Dairy Cows. Information Systems for Biotechnology News Report. Virginia Tech University. USA. 1 - 4. Franes P., S.Pt., 2009, “Penggunaan Ekstrak Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Green-antiseptik Untuk Penanganan Mastitis Subklinis Sebagai Titik Tolak Perbaikan Management Kesehatan Pada Peternakan Sapi Perah Rakyat ”, WordPress.com. Hidayat A., drh., 2008, Buku Petunjuk Praktis untuk Peternak Sapi Perah tentang, Manajemen Kesehatan Pemerahan, Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat. Mellenbenger, R.W. 1997. Vaccination against mastitis . Jurnal. Dairy Sci. 60(6): Poeloengan M., 2005, Efektivitas Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn) Terhadap Mastitis Subklinis, Jurnal Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Balai Penelitian Veteriner, Bogor. Rahmawati, 2008, Deterjen Sebagai Pereaksi Alternatif Untuk Mendeteksi Mastitis Subklinis Pada Sapi Perah, Airlangga University Library. Surabaya, Email:
[email protected];
[email protected]. Salasia O.I.S., Wibowo H.M., Khusnan, 2005, Karakterisasi Fenotipe Isolat Staphylococcus aureus Dari Sampel Susu Sapi Perah Mastitis Subklinis, 1Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Jurnal Sain Veteriner. Vol. 23 No. 2, Yogyakarta. Tuasikal; Sugoro B.J.I.; Tjiptosumirat ; Lina M., 2003, Pengaruh Iradiasi Sinar
Gamma pada Pertumbuhan Streptococcus agalactiae sebagai Bahan Vaksin Penyakit Mastitis pada Sapi Perah . Jurnal. Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia, Vol IV. ed-2. P3TIR- Batan. Jakarta.
Swart, R., Jooste, P.J. and Novello, J.C., 1984. Prevalence and types of bacteria
associated subclinical mastitis in Bloem Fonte in dairy herds . Vet. Assoc. 51, 61. Sudarwanto M. 1999. Mastitis subklinis dan cara diagnosa. Makalah dalam Kursus Kesehatan Ambing dan Program Pengendalian Mastitis. IKAIPB (tidak dipublikasikan), Institut Pertanian Bogor, Bogor. Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 309 - 351 Wahyuni A.E.T.H., Wibawan I.W.T., Wibowo M.H, 2005, Karakterisasi Hemaglutinin Streptococcus agalactiae dan Staphylococcus aureus Penyebab Mastitis Subklinis Pada Sapi Perah, Jurnal Sain Veteteriner Vol. 23 No. 2, Bagian Mikrobiologi FKH-UGM, Yogyakarta,