LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI DASAR Pengukuran Faktor Lingkungan Abiotik Terestrial
Nama
: Mega Indriyanti Nuris
NIM
: 1110095000001 1110095000001
Kelompok
: 5 (Lima)
Semester
: 4A
Asisten Dosen
: Angga Restiadi Nugraha
Tanggal Praktikum
:
PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Ekologi adalah kajian ilmiah mengenai interaksi antara organisme dengan lingkungannya. Habitat adalah tempat dimana organisme atau komunitas hidup (Zoer’aini, 1992). Penelitian ekologi berkisar dari adaptasi organisme pada habitatnya sampai ke dinamika ekosistem. Hal ini dikarenakan terdapat banyak tingkatan dan jenis interaksi organisme dan lingkungannya, dalam ekologi pertanyaan yang dikemukakan memiliki kisaran yang luas dan kompleks. Ekologi dapat dibagi menjadi empat tahap kajian yang semakin menyeluruh sifatnya, mulai dari interaksi individu organisme dengan lingkungan abiotik hingga ke dinamika ekosistem. Mempelajari ilmu ekologi seringkali mengalami tantangan yang luar biasa dalam penelitian . Ekologi sangat penting dipelajari untuk meningkatakan kesadaran seseorang terhadap lingkungan . Saat ini, hujan asam, kelaparan lokal yang diperburuk oleh kesalahan penggunaan lahan dan pertumbuhan populasi , peracunan tanah dan aliran sungai dengan limbah beracun dan semakin panjangnya daftar spesies yang terancam punah akibat perusakan habitat hanya merupakan segelintir diantara permasalahan yang mengancam tempat tinggal yang kita huni bersama dengan jutaan bentuk kehidupan lainnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut
perlu
dilakukan suatu penelitian ekologi. Sebelum memulai
suatu penelitian yang besar, kita harus terlebih dahulu mempelajari komponen-komponen
dasar
kehidupan
terlebih,
dimulai
dengan
pengenalan, pemahaman dan pengukuran tentang berbagai macam faktor biotik dan faktor abiotik yang saling mempengaruhi keseimbangan lingkungan.
1.2
Tujuan Praktikum
Mengetahui berbagai macam faktor-faktor abiotik dalam suatu ekosistem
Mengetahui berbagai aspek kimia dan fisika yang mempengaruhi kehidupan biota teresterial.
Mengetahui
bagaimana tekhnik pengukuran faktor abiotik dengan
menggunakan alat-alat pengukuran yang spesifik, seperti Termometer, Sling Psychometer, Lux Meter, dan Soil Tester
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi menyediakan suatu konteks ilmiah bagi evaluasi masalah-masalah lingkungan.
Sehingga ekologi dapat disimpulkan sebagai suatu studi yang
mempelajari struktur dan fungsi ekosistem atau alam, dimana manusia adalah bagian dari alam (Odum, 1971). Struktur disini menunjukkan suatu keadaan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu termasuk kerapatan/kepadatan, biomasa, penyebaran potensi unsur-unsur hara, energy, faktor- faktor fisik dan kimia lainnya yang mencirikan keadaan sistem tersebut. Sedangkan fungsinya menggambarkan hubungan sebab akibat yang terjadi dalam sistem. Di alam terdapat organisme hidup dengan lingkungannya yang tidak hidup, keduanya saling berinteraksi memiliki hubungan erat tak terpisahkan dan saling mempengaruhi satu sama lain yang merupakan bagian dari suatu sistem. Dalam hal ini makhluk hidup biasa disebut dengan biotik dari asal kata bi berarti hidup. Lingkungan yang tak hidup disebut abiotik dari asal kata a dan bi berarti tak hidup. Para ahli ekologi telah lama menyadari adanya pola global dan regional yang mengagumkan dalam persebaran organism di dalam biosfer. Pola ini sebagian besar mencerminkan keadaan perbedaan iklim secara regional dan factor-faktor abiotik lainnya dalam suatu lingkungan (Campbell, 2000). Sebagian besar organisme pada dasarnya memperoleh energi dari cahaya matahari, dan organisme tersebut harus tahan terhadap kisaran suhu, kelembapan, kadar garam, dan cahaya dalam lingkungannya. Faktor – faktor Abiotik :
a. Suhu Suhu lingkungan merupakan faktor penting dalam persebaran organisme karena pengaruhnya pada proses biologis dan ketidakmampuan sebagian organisme untuk mengatur suhu tubuh secara tepat. Sel dapat lisis jika air
0
didalamnya membeku pada suhu dibawah 0 C, dan protein pada sebagian 0
besar organisme akan mengalami denaturasi pada suhu diatas 45 C. Selain itu, sejumlah organisme dapat mempertahankan metabolisme yang cukup aktif pada suhu yang sangat rendah atau pada suhu yang sangat tinggi. Pengukuran suhu, dapat menggunakan thermometer ruangan. Panas akan mengalir dari suhu yang tinggi ke suhu yang lebih rendah (Ryadi, 1981).
b. Air Sifat-sifat air yang unik berpengaruh pada organisme dan lingkungannya. Walaupun demikian, ketersediaan air bervariasi secara dramatis diberbagai habitat.
c. Cahaya matahari Matahari
memberikan
energi
yang
menggerakan
hampir
seluruh
ekosistem, meskipun hanya tumbuhan dan organisme fotosintetik yang menggunakan sumber energi ini secara langsung. Intensitas cahaya bukan merupakan faktor terpenting yang membatasi pertumbuhan tumbuhan di lingkungan darat, tetapi penutupan oleh kanopi hutan membuat persaingan untuk mendapatkan cahaya matahari dibawah kanopi menjadi sangat ketat. Dalam lingkungan akuatik, intensitas dan kualitas cahaya membatasi persebaran organisme fotosintetik. Sebagian besar fotosintesis organisme di lingkungan akuatik terjadi relatif didekat permukaan air. Selain itu, cahaya juga penting bagi perkembangan dan perilaku banyak tumbuhan dan hewan yang sensitif terhadap fotoperiode, yaitu panjang relatif siang dan malam hari. Pengukuran intensitas cahaya dapat menggunakan lux meter.
d. Angin Angin memperkuat pengaruh suhu lingkungan pada organisme dengan cara meningkatkan hilangnya panas melalui penguapan (evaporasi) dan konveksi (factor wind-child atau pendinginan oleh angin). Angin juga menyebabkan hilangnya air di organisme dengan cara meningkatkan laju
penguapan pada hewan dan laju transpirasi pada tumbuhan. Selain itu angin dapat
menyebabkan
pengaruh
yang
sangat
mendasar
pada
bentuk
pertumbuhan tumbuhan, yaitu dengan cara menghambat pertumbuhan anggota tubuh pohon yang terdapat pada sisi arah tiupan angin.
e. Batu dan tanah Struktur fisik, pH, dan kondisi mineral batuan serta tanah akan membatasi persebaran tumbuhan dan hewan yang memakannya, sehingga menjadi salah satu penyebab timbulnya pola mengelompok pada area tertentu yang acak pada ekosistem terrestrial yang sering kita lihat. Pada aliran sungai,komposisi substrat dapat mempengaruhi tumbuhan dan hewan penghuni ekosistem akuatik. Pada lingkungan laut struktur substrat dalam zona pasang surut dan dasar laut menentukan organisme yamg dapat menempel atau meliang dalam habitat seperti itu. Pengukuran struktur fisik seperti kandungan air, organik dan mineral dapat dilakukan dengan uji coba core sampler. Pengukuran pH tanah dapat menggunakan soil tester maupun kertas pH indikator.
f.
Gangguan periodik Gangguan periodik adalah gangguan yang sangat merusak seperti kebakaran, badai, tornado dan letusan gunung berapi dapat menghancurkan komunitas biologis. Setelah adanya gangguan yang merusak, daerah akan dikolonisasi ulang oleh orgaisme yang selamat dari bencana, akan tetapi struktur komunitas akan mengalami suatu suksesi perubahan selama proses pemulihan.
BAB III METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian
pengukuran
faktor
lingkungan
abiotik
terrestrial
dilaksanakan pada hari rabu, 28 september 2011 bertempat di Halaman Fakultas Sains dan teknologi Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta dengan spesifikasi tanah non-vegetasi. Penelitian dimulai pukul 08.00 sampai dengan 12.00 wib.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat
yang
digunakan
pada
penelitian
lingkungan abiotik terrestrial adalah alat gali berupa
pengukuran
faktor
sekup atau pacul,
penggaris, thermometer ruangan, sling psychrometer, lux meter, cawan petri, crusibel, core sampler, anemometer, soil tester, label, tissue, dan timbangan elektrik. Sedangkan bahan yang digunakan adalah tanah dan aquades.
3.3 Cara Kerja Pengukuran suhu udara dan tanah
Siapkan termometer ruangan, pastikan air raksa penunjuk skala o
o
termometer berada pada titik 0 C. Setelah dipastikan pada titik 0 C, pegang termometer pada bagian tali nya kemudian gantungkan dilingkungan udara sekitar dan lihat peningkatan suhunya. Setelah suhunya konstan, catat hasilnya. Untuk suhu tanah, sebelumnya buatlah lubang sedalam 10 cm. Kemudian masukan termometer ruangan kedalam lubang tersebut. Setelah suhunya konstan, catat hasilnya.
Pengukuran kelembaban udara
Siapkan sling psychrometer , pastikan alat dalam keadaan baik. Cara penggunaannya, pertama kain yang terdapat pada salah satu bagian
termometer dibasahi dan termometer pada bagian lain dibiarkan tetap kering. Setelah itu, sling diputar selama 3 menit dengan posisi jauh dari tubuh sehingga termometer dapat membaca suhu lingkungan dengan baik. Setelah tiga menit, hasil pengukuran dibaca pada kedua termometer sebagai suhu kering dan suhu basah. Masukkan nilai suhu kering dan selisih antara suhu basah dan suhu kering tersebut kedalam table sehingga didapat nilai kelembaban relatif.
Pengukuran intensitas cahaya
Pengukuran intensitas cahaya, menggunakan light meter atau lux meter . Siapkan Lux meter, pastikan alat yang digunakan dalam keadaan baik.
Setelah siap, tekan tombol on/off untuk menyalakan alat. Sebelum digunakan, lakukanlah kalibrasi terlebih dahulu. Setelah kalibrasi dilakukan, pengukuran dapat dilakukan dengan menghadapkan sensor pada sumber cahaya yang akan diukur kemudian nilai intensitas cahayanya adalah bacaan yang tertera pada layar Lux meter.
Pengukuran pH tanah
Siapkan soil tester, pastikan alat dalam kondisi baik. Buat lubang sedalam 5 cm pada daerah yang ingin diketahui tingkat keasamannya. Setelah itu, masukkan soil tester kedalam lubang kemudian timbun dengan tanah. Diamkan alat dan perhatikan skala pH yang tertera pada soil tester. Hasilnya kemudian dicatat. Untuk memastikan keasaman tanah dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter atau kertas pH indikator .
Pengukuran kecepatan angin
Pengukuran
kecepatan
angin,
digunakan
anemometer.
Siapkan
anemometer dan stopwatch, pastikan alat dalam kondisi yang baik. Sebelum anemometer digunakan, dilakukan kalibrasi terlebih dahulu. Kemudian, gantung anemometer pada tempat yang ingin diketahui kecepatan anginnya. Geser lock pada bagian atas anemometer, dan stopwatch pun mulai berjalan.
Hitung kecepatan angin selama 1 menit, setelah 1 menit kunci anemometer dengan menggeser lock . Kemudian catat hasilnya.
Pengukuran Bobot Isi tanah
Siapkan alat berupa core sampler . Hitung terlebih dahulu volume dari core sampler tersebut, kemudaian dicatat. Core sampler diletakkan diatas permukaan tanah. Buatlah lingkaran dengan pusat sama dengan core sampler dan jari-jarinya dua kali jari-jari core sampler. Pada lingkaran tersebut dibuat lubang mengelilingi core sampler sedalam 10 cm, agar pada saat core sampler dimasukkan mudah ditekan masuk kedalam tanah. Core sampler ditekan dengan hati-hati dan tetap dalam posisi vertical. Bila tanah cukup keras core sampler dipukul perlahan. Setelah itu, tanah disebelah bawah core sampler dipotong menggunakan sekup atap pisau. Ratakan tanah sejajar dengan mulut core sampler. Cuplikan tanah utuh disimpan dalam plastik sampel. Di laboratorium, berat segar segera ditimbang . Kemudian cuplikan tersebut ditaruh dalam cawan petri dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105
0
C
selama 24 jam dan ditimbang berat kering konstan.
Pengukuran kandungan air, organik dan mineral tanah
Gunakan alat gali untuk membuat lubang sedalam 10 cm. Ambil kurang lebih 10 gram tanah untuk diambil samplingnya. Di laboratorium, cuplikan tanah tersebut ditimbang sebanyak 5 gram. Masukkan cuplikan tanah tersebut kedalam crucible yang telah diketahui beratnya dan masukan ke 0
dalam oven dengan suhu 105 C selama 24 jam. Setelah itu, proses berlanjut pada tahap pengabuan yang dilakukan dengan tungku pembakaran dengan 0
suhu tinggi (1000 – 1200 C)
1.3
Analisis Data
Peghitungan bobot isi tanah : Bulk density
= berat kering tanah Volume core sampler
Penghitungan kandungan air tanah : Kandungan air tanah (%)= berat segar tanah – berat kering tanah x 100% Berat segar tanah
Penghitungan kandungan mineral tanah : Kandungan mineral tanah (%)= berat abu tanah x 100% berat kering tanah
Penghitungan kandungan organic tanah : Kandungan organik tanah (%) = berat kering tanah – berat abu tanah x 100 % berat kering tanah
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel Data 1
NO 1
Faktor abiotik
Jenis
Hasil 0
Suhu
Suhu udara 30 C 0
Suhu tanah 25 C 2
Kelembapan udara
0
Suhu basah 25 C
61 %
0
Suhu kering 31 C 3
Inensitas cahaya
data 1 = 3,02 kilolux rata – rata = 3,57 kilolux
data 2 = 3,71 kilolux
data 3 = 3,93 kilolux 4
pH tanah
5
kecepatan angin
pH soil tester = 7 (asam)
pH indicator = 6 (asam)
data 1 = 14 m/s data 2 = 13 m/s
rata-rata = 20 m/s
data 3 = 33 m/s
Tabel Data 2 NO
Objek
Hasil
1
Bulk Density
1,4382 gem
2
Kandungan air tanah
21.34 %
3
Kandungan organik tanah
30,34 %
4
Kandungan mineral tanah
69.65 %
-1
Pembahasan
Suhu udara lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tanah. Hal ini dikarenakan kerapatan molekul udara lebih renggang dibandingkan kerapatan molekul tanah. Perbedaan kerapatan molekul tersebut, berpengaruh pada perambatan panas dari cahaya matahari. Semakin tinggi kerapatan molekul yang dilewati semakin sulit panas itu sampai, sehingga suhu tanah akan lebih rendah dibandingkan suhu udara.
Kelembaban udara suatu tempat menandakan sejumlah uap air yang terkandung di udara atau atmosfer. Pada pengukuran kelembaban udara yang 0
kami lakukan, didapati hasil selisih sebesar 6 C, dengan memasukan suhu kering dan selisih antara suhu basah dan suhu kering tersebut kedalam table, dengan demikian kelembapan udara pada daerah tersebut adalah 61%. Nilai kelembapa suatu daerah dapat menentukan bobot isi dari tanah tersebut
Intensitas cahaya pada daerah praktikum memiliki rata-rata 3,57 kilolux, dimana intensitas tersebut tidak terlalu tinggi untuk pengukuran intensitas cahaya di siang hari. Intensitas cahaya yang rendah, disebabkan pada daerah tersebut ditutupi oleh kanopi pohon pohon besar yang berada disekitarnya. Dengan adanya kanopi-kanopi tersebut, mengakibatkan jalur masuknya cahay tertutupi.
Kadar pH tanah yang kami temui pada praktikum ini berkisar 6 atau asam. Besarnya nilai pH tanah dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya jenis batuan induk, tipe vegetasi dan aktifitas pemupukan. pH tanah menentukan juga kelarutan unsur-unsur hara bagi tumbuhan disekitarnya.
kecepatan angin yang didapat dalam pengukura di lapangan adalah 20 m/s, kecepatan angin yang ada dapat berpegaruh pada suhu lingkungan organisme berada. Bobot isi atau bulk density adalah perbandingan massa tanah pada keadaan kering konstan volumenya. Dengan diketahuinya bobot isi tanah pada
daerah percobaan sebesar 1,4382 gem
-1
maka kita dapat menjadikannya sebagai
indikator penetrasi akar dan aerasi tanah pada lapisan tanah. Sehingga , pengukuran bobot isi dapat sangat bermanfaat untuk proses pengklasifikasian tnaman apa yang dapat hidup pada daerah tersebut.
Kandungan air yang ada pada daerah percobaan sebesar 21,34 % hal ini menandakan kandungan air pada daerah tersebut sedikit. Keadaan tanah lebih cenderung kering, tekstur tanahnya pun tanah pasir. Tekstur tanah pasir adalah butiran terasa kasar dan lepas satu sama lain, tidak dapat dibentuk dalam keadaan kering, dan partikel-partikelnya terlepas,
Pengukuran kandungan organik tanah percobaan adalah sebesar 30,34 %, hal ini menandakan kandungan organic tanah sedikit sehingga hanya beberapa tumbuhan saja yang dapat bertahan hidup pada daerah tersebut. Tetapi pada pengukuran kandungan minerl tanah di dapat 69,65 % , menandakan mineral yang tersimpan pada daerah tersebut cukup banyak.
BAB V KESIMPULAN
Faktor lingkungan atau abiotik sangat mempengaruhi persebaran organisme pada ekosistemnya.
Faktor – faktor abiotik tersebut dapat terlihat seberapa besar pengaruhya terhadap organisme atau biotik yang ada dengan melakukan pengukuran parameter lingkungan dengan menggunakan alat – alat khusus yang bersesuaian dengan fungsinya, seperti soil tester digunakan untuk mengukur pH tanah, sling psychrometer digunakan untuk mengukur kelembaban udara, anemometer digunakan untuk mengukur kecepatan angin.
BAB VI DAFTAR PUSTAKA
A . L . Slamet Ryadi . 1981 . Ekologi , ilmu lingkungan , dasar dasar dan Pengertiannya . Usaha Nasional. Surabaya - Indonesia
Campbell , Neil A . Reece, jane B. Mitchell, Lawrenc G. 2000. Biologi : edisi kelima jilid 3.Penerbit Erlangga. Jakarta
Irwan , Zoer’aini Djamal . 2007. Prinsip - prinsip Ekologi dan Organisasi
– Ekosistem Komunitas dan Lingkungan . Penerbit Bumi Aksara . Jakarta
Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Saunders Company
LAMPIRAN
Penghitungan Bulk Density
Volume core sampler =
Bulk Density
2
πr t 2
=
3,14 (2,55) 4,8
=
3,14 x 6,5 x 4,8
=
98 cm
=
berat kering tanah
3
volume core sampler = 140, 9456
= 1,4382 gem
-1
98
Kandungan air, organik dan mineral tanah
Berat crucible
= 50,6205 gram
Berat segar tanah
= 5,0030 gram
0
Pemanasan 105 C selama 24 jam Berat kering tanah
= 54,5557 - 50,6205 = 3,9352 gram
0
Pengabuan 1010 C Berat abu tanah
= 53,3617 – 50,6205 =
2,7412 gram
a. Kandungan air tanah (%)
= berat segar tanah – berat kering tanah x
100% berat segar tanah = 5,0030 – 3,9352 x 100 % 5,0030 = 21,34 %
b. Kandungan organik tanah (%) = berat kering tanah – berat abu tanah x 100 % berat kering tanah = 3,9352 – 2,7412 x 100 % 3,9352 =
30,34 %
c. Kandungan mineral tanah (%) = berat abu tanah
x 100 %
berat kering tanah = 2,7412 x 100 % 3,9352 = 69,65 % Foto penelitian
anemometer
Core sampler
Lux meter
Soil tester
termometer
Sling pshycrometer