DASAR PENGUKURAN DAN KETIDAKPASTIAN Herayanti, Lisna, Arsyam Basri, Rafika Rahmatia, Ridwan Syawal PENDIDIKAN FISIKA 2014 Abstrak Telah dilakukan suatu praktikum tentang dasar pengukuran dan ketidakpastian dengan tujuan mampu menggunakan alat-alat ukur dasar, mampu menentukan ketidakpastian pada pengukuran tunggal dan berulang, mangerti atau memahami penggunaan angka berarti. Pengukuran yang dilakukan ada tiga, yaitu pengukuran panjang, massa, serta waktu dan suhu. Pengukuran panjang menggunakan alat ukur mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Pengukuran massa menggunakan tiga alat ukur neraca ohauss 2610 gram, neraca ohauss 311 gram, dan neraca ohauss 310 gram. Pengukuran waktu dan suhu menggunakan termometer. Masingmasing alat ukur yang digunakan memiliki NST dan ketidakpastian tersendiri. Ketidakpastian merupakan kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengukuran. Pengukuran tunggal hasil pengukuran sementara mengikut pada kesalahan mutlak. Sedangkan pada pengukuran berulang kesalahan mutlak yang mengikut pada hasil pengukuran sementara. Selain kesalahan mutlak, ada pula kesalahan relatif yang digunakan untuk menentukan angka penting yang digunakan dalam penulisan hasil laporan. Untuk mencari besar ketidakpastian pengukuran volume kubus dan bola, massa jenis, dari setiap pengukuran maka digunakan analisis rambat ralat.
Kata kunci: kesalahan mutlak , kesalahan relatif, pengukuran
RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana cara menggunakan alat-alat ukur dasar ? 2. Bagaimana cara menentukan ketidakpastian pada pengukuran tunggal dan berulang ? 3. Bagaimana cara penggunaan angka berarti ?
TUJUAN 1. Mampu menggunakan alat-alat ukur dasar. 2. Mampu menentukan ketidakpastian pada pengukuran tunggal dan berulang. 3. Mengerti atau memahami penggunaan angka berarti.
METODOLOGI EKSPERIMEN Teori Singkat Pengukuran merupakan bagian dari keterampilan Proses Sains yang merupakan pengumpulan informasi baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Dengan melakukan pengukuran , dapat diperoleh besarnya atau nilai suatu besaran atau bukti kualitatif. Dalam pengukuran ada yang dikatakan ketepatan dan ketelitian pengukuran. Ketepatan adalah jika suatu besaran diukur beberapa kali
(pengukuran berulang) dan menghasilkan angka-angka yang
menyebar di sekitar harga yang sebenarnya maka pengukuran dikatakan “akurat”. Pada pengukuran ini, harga rata-ratanya mendekati harga yang sebenarnya. Sedangkan, ketelitian adalah jika hasil-hasil pengukuran terpusat di suatu daerah tertentu maka pengukuran disebut presisi (harga tiap pengukuran tidak jauh berbeda).[2] Suatu pengukuran selalu disertai oleh ketidakpastian. Beberapa penyebab ketidakpastian tersebut antara lain adanya Nilai Skala Terkecil (NST), kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan paralaks, fluktuasi parameter pengukuran, dan lingkungan yang saling mempengaruhi serta tingkat keterampilan pengamat yang berbeda-beda. Dengan demikian sangan sulit untuk mendapatkan nilai sebenarnya suatu besaran melalui pengukuran. Beberapa panduan bagaimana cara memperoleh hasil pengukuran seteliti mungkin diperlukan dan bagaimana cara melaporkan ketidakpastian yang menyertainya.[4] Kita mengukur setiap besaran fisik dalam satuannnya masing-masing, menggunakan perbandingan terhadap suatu standar. Satuan adalah nama unik yang kita tetapkan untuk mengukur besaran tersebut. Misalnya, meter (m) untuk besaran panjang.[1] Dalam pengukuran terdapat besaran pokok yaitu besaran yang satuannya telah didefinisikan terlebih dahulu yang terdiri dari panjang, masssa, waktu, suhu, kuat arus listrik, intensitas cahaya dan jumlah zat dan besaran turunan yaitu besaran yang satuannya diperoleh dari besaran pokok yang terdiri dari luas, volume, massa jenis, kecepatan, percepatan, gaya, usaha, daya, tekanan dan momentum.[4]
Bentuk ketidakpastian pengukuran terdiri atas ketidakpastian bersistem dan ketidakpastian acak (rambang). Ketidakpastian bersistem terdiri atas : kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kerusakan komponen alat, gesekan, kesalahan paralaks. Ketidakpastian rambang (acak) merupakan kesalahan yang bersumber dari gejala yang tidak mungkin dikendalikan atau diatasi berupa perubahan yang berlangsung sangat cepat sehingga pengontrolan dan pengaturan di luar kemampuan.[2] Ketidakpastian berbeda antara pengukuran tunggal dengan pengukuran berulang. a. Ketidakpastian pengukuran tunggal Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang hanya dilakukan satu kali saja. Keterbatasan skala alat ukur dan keterbatasan kemampuan mengamati serta banyak sumber kesalahan lain, mengakibatkan hasil pengukuran selalu dihinggapi ketidakpastian. Nilai X sampai goresan terkhir dapat diketahui dengan pasti, namun bacaan selebihnya adalah terkaan atau dugaan belaka sehingga patut diragukan. Inilah yang ketidakpastian yang dimaksud dan diberi lambang ∆X. Lambang ∆X merupakan ketidakpastian mutlak. ∆X =
1 NST Alat 2
Dimana ∆X adalah ketidakpastian pengukuran tunggal. Angka 2 pada persamaan di atas menunjukkan satu skala (nilai antar dua goresan terdekat) masih dapat dibagi 2 bagian secara jelas oleh mata. Nilai ∆X merupakan hasil pengukuran dilaporkan dengan cara yang sudah dibakukan sebagai berikut : X = |X ± ∆X| satuan b. Ketidakpastian pengukuran berulang Pengukuran berulang merupakan pengukuran yang dilakukan lebih dari satu kali, akan tetapi dapat dibedakan anta pengukuran yang dilakukan beberapa kali (2 atau 3 kali) dengan pengukuran yang cukup sering (10 kali atau lebih. Nilai pengukuran rata-rata dapat dilaporkan sebagai { ̅ } sedangkan deviasi (penyimpangan) terbesar atau deviasi rata-rata dilaporkan sebagai ∆X. Deviasi adalah selisih antara tiap hasil pengukuran dari nilai rata-ratanya. [2]
Pelaporan ketidakpastian pengukuran berbeda antara pengukuran tunggal dengan pengukuran berulang. Pada pengukuran tunggal, ketidakpastiannya diberi lambang ∆x. Lambang ∆x merupakan ketidakpastian mutlak. Semakin kecil ∆x, semakin tepat hasil pengukuran. Selain, ketidakpastian mutlak ada pula ketidakpastian relatif. Makin tinggi ketidakpastian relatif, makin tinggi ketelitian yang dicapai pada pengukuran.[2] Saat menghitung jawaban dari beberapa hasil pengukuran, yang masingmasing memiliki ketepatan tertentu, kita harus memberikan hasil jawaban dengan jumlah angka penting yang benar. Secara umum, angka penting dalam pengukuran adalah digit yang telah diketahui dan dapat diandalkan (selain angka nol yang digunakanuntuk menentukan titik desimal) atau perkiraan digit pertama. Saat mengalikan beberapa besaran, jumlah angka penting dalam jawaban akhir harus sama dengan jumlah angka penting dalam besaran yang angka pentingnya paling sedikit.[3] Selain angka penting ada juga massa jenis (kerapatan) suatu zat. Massa jenis didefinisikan sebagai massa per satuan volume. Zat yang berbeda juga memiliki massa jenis yang berbeda karena perbedaan massa dan susunan atom. [3] Hukum-hukum fisika menyatakan hubungan antara besaran-besaran fisik, seperti panjang, waktu, gaya, energi, dan suhu. Jadi, kemampuan untuk mendefinisikan besaran-besaran tersebut secara tepat dan mengukur secara teliti merupakan suatu syarat dalam fisika. Pengukuran setiap besaran fisik mencakup perbandingan besaran tersebut dengan beberapa nilai satuan besaran tersebut, yang telah didefinisikan secara tepat. [4] Semua besaran fisik dapat dinyatakan dalam beberapa satuan-satuan pokok. Sebagai contoh, kelajuan dinyatakan dalam satuan panjang dan satuan waktu, misalnya meter per sekon atau mil per jam. Banyak besaran seperti gaya, momentum, kerja, energi, dan daya, dapat dinyatakan dalam tiga besaran pokok– panjang, waktu dan massa. Pemilihan satuan standar untuk besaran-besaran pokok ini mengahasilkan suatu sistem satuan. Sistem satuan yang digunakan secara universal dalam masyrakat ilmiah adalah Sistem Internasional (SI). Dalam SI,
standar satuan untuk panjang adalah meter, satuan untuk waktu adalah sekon dan standar satuan untuk massa adalah kilogram. [1] Alat ukur yang digunakan dalam pengukuran panjang : 1. Jangka sorong Jangka sorong mempunyai dua rahang dan satu penduga. Rahang dalam digunakan untuk mengukur diameter dalam atau sisi dalam suatu benda. Rahang luar untuk mengukur diameter luar atau sisi luar suatu benda. Sedangkan penduga digunakan untuk mengukur kedalaman. Skala utama pada jangka sorong memiliki skala dalam cm dan mm. Sedangkan skala nonius pada jangka sorong memiliki panjang 9 mm dan di bagi dalam 10 skala, sehingga beda satu skala nonius dengan satu skala pada skala utama adalah 0,1 mm atau 0,01 cm. Jadi, skala terkecil pada jangka sorong adalah 0,1 mm atau 0,01 cm. Jangka sorong tepat digunakan untuk mengukur diameter luar, diameter dalam, kedalaman tabung, dan panjang benda sampai nilai 10 cm. 2. Mikrometer Skrup Mikrometer sekrup digunakan untuk mengukur panjang benda yang memiliki ukuran maksimum sekitar 2,50 cm, Benda yang akan diukur panjangnya dijepit diantara bagian A dan B. Untuk menggerakan bagian B anda harus memutar sekrup bagian C. Pada micrometer sekrup dalam 0,5 mm pada skala utama terbagi atas 50 skala putar, dan pada setiap penunjukan tidak selalu terdapat skala utama yang berimpit dengan skala putar. Mikrometer sekrup memiliki ketelitian 0,01 mm atau 0,001 cm. Mikrometer sekrup dapat digunakan untuk mengukur benda yang mempunyai ukuran kecil dan tipis, seperti mengukur ketebalan plat, diameter kawat, dan onderdil kendaraan yang berukuran kecil. Bagian-bagian dari mikrometer adalah rahang putar, skala utama, skala putar, dan silinder bergerigi. Skala terkecil dari skala utama bernilai 0,1 mm, sedangkan skala terkecil untuk skala putar sebesar 0,01 mm.
3. Mistar Penggaris atau mistar berbagai macam jenisnya, seperti penggaris yang berbentuk lurus, berbentuk segitiga yang terbuat dari plastik atau logam, mistar tukang kayu, dan penggaris berbentuk pita (meteran pita). Mistar mempunyai batas ukur sampai 1 meter, sedangkan meteran pita dapat mengukur panjang sampai 3 meter. Mistar memiliki ketelitian 1 mm atau 0,1 cm. Posisi mata harus melihat tegak lurus terhadap skala ketika membaca skala mistar. Hal ini untuk menghindari kesalahan pembacaan hasil pengukuran akibat beda sudut kemiringan dalam melihat atau disebut dengan kesalahan paralaks. Mistar digunakan untuk mengukur panjang, lebar, dan tinggi sesuai dengan batas ukur dari mistar itu sendiri.[4] Alat ukur yang digunakan pada pengukuran massa : 1. Neraca Ohauss 2610 gram Pada neraca ini terdapat 3 (tiga) lengan dengan batas ukur yang berbeda-beda. Pada ujung lengan dapat digandeng 2 buah beban yang nilainya masing-masing 1000 gram dan 1000 gram. Sehingga kemampuan atau batas ukur alat ini menjadi 2610 gram. Untuk pengukuran dibawah 610 gram, cukup menggunakan semua lengan neraca dan diatas 610 gram sampai 2610 gram ditambah dengan beban gantung. Hasil pengukuran dapat ditentukan dengan menjumlah penunjukan beban gantung dengan semua penunjukan lengan-lengan neraca. 2. Neraca Ohauss 311 gram Neraca ini mempunyai 4 lengan dengan nilai skala yang berbedabeda, masing-masing lengan mempunya batas ukur dan nilai skala yang berbada-beda. Untuk mengggunakan neraca ini terlebih dahulu tentukan nilai skala masing-masing lengan NST dari Neraca Ohauss 311 gram, diambil dari NST dari empat lengannya. Hasil pengukuran ditentukan dengan menjumlahkan penunjukan semua lengan neraca yang digunakan. 3. Neraca Ohauss 310 gram Neraca ini mempunyai 2 lengan dengan nilai skala yang berbedabeda dan dilengkapi dengan sebuah Skala Putar (skala utama) dan skala
nonius. NST neraca Ohauss 310 gram dapat ditentukan dengan cara yang sama dengan jangka sorong. Hasil pengukuran ditentukan dengan menjumlahkan penunjukan semua lengan neraca ditambahkan dengan nilai pengukuran dari skala putar dan noniusnya.[2] Adapun pengukuran suhu dan waktu menggunkan alat ukur : 1. Termometer Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur temperatur suatu zat. Ada dua jenis termometer yang umum digunakan dalam laboratorium, yaitu termometer air raksa dan termometer alkohol. Keduanya adalah termometer jenis batang gelas dengan batas ukur minimum-10 0C dan batas ukur maksimum +110 0C. NST untuk kedua jenis termometer tersebut dapat ditentukan seperti halnya menentukan NST mistar biasa, yaitu dengan mengambil batas ukur tertentu dan membaginya dengan jumlah skala dari nol sampai pada batas ukur yang diambil tersebut. 2. Stopwatch Stopwatch merupakan salah satu alat ukur waktu yang paling sering digunakan di laboratorium. Alat ukur ini dilengkapi dengan tombol untuk menjalankan, mematikan, dan mengembalikan jarum ke posisi nol. Terdapat beberapa bentuk stopwatch dengan NST yang berbeda-beda. Cara menentukan NST stopwatch sama dengan menentukan NST alat ukur tanpa nonius.[2] Alat dan Bahan 1. Alat a. Penggaris/Mistar
1buah
b. Jangka sorong (skala 20)
1buah
c. Mikrometer Sekrup (skala 50)
1buah
d. Stopwatch
1buah
e. Termometer
1buah
f. Neraca Ohauss 2610 gram
1buah
g. Neraca Ohauss 311 gram
1buah
h. Neraca Ohauss 310 gram
1buah
i. Gelas ukur
1buah
j. Kaki tiga dan kasa
1buah
k. Pembakar Bunsen
1buah
2. Bahan a. Balok besi
1buah
b. Bola (kelereng)
1buah
c. Air
secukupnya
Identifikasi Variabel Kegiatan 1 1. Panjang 2. Lebar 3. Tinggi 4. Diameter Kegiatan 2 1. Massa balok kubus 2. Massa bola (kelereng) Kegiatan 3 1. Suhu 2. Waktu Definisi Operasional Variabel Kegiatan 1 1. Panjang adalah pengukuran yang dilakukan pada salah satu rusuk balok dengan cara mengukur dimulai dari titik atas hingga bawah (rusuk) yang diukur menggunakan mistar dengan satuan cm. 2. Lebar adalah pengukuran yang dilakukan pada rusuk balok yang lain dan pada umumnya lebih pendek dari panjang, kecuali pada kubus karena semua rusuknya sama panjang. Lebar diukur menggunakan alat ukur mistar dengan satuan cm.
3. Tinggi adalah pengukuran yang dilakukan pada salah satu rusuk balok yang ditandai, selain rusuk yang telah ditandai sebagai panjang dan lebar. Tinggi diukur dengan mistar dengan satuan cm. 4. Diameter adalah jarak yang diukur dari suatu titik ketitik sebelanya dengan tetgak lurus. Bisa pula dikatakan bahwa diameter adalah dua kali dari jarak titik pusat suatu benda (kelereng) ke pinggir terluarnya diukur menggunakan alat ukur mistar dengan satuan mm. Untuk lebih akuratnya digunakan alat ukur jangka sorong atau mikrometer sekrup dengan satuan cm. Kegiatan 2 1. Massa balok kubus merupakan berat balok yang diukur dengan menggunakan neraca ohauss 2610 gr, 311 gr, dan 310 gr dengan satuan gram. 2. Massa bola (kelereng) merupakan berat bola (kelereng) yang diukur dengan menggunakan neraca ohauss 2610 gr, 311 gr, dan 310 gr dengan satuan gram. Kegiatan 3 1. Suhu merupakan besaran pokok dengan satuan standar kelvin tapi dalam praktikum ini menggunakan satuan celcius. Suhu yang diukur adalah suhu air yang dipanasi diukur setiap interval waktu 1 menit. 2. Waktu digunakan sebagai pengontrol dan batas pengukuran suhu pada air yang sedang dipanasi untuk mengetahui kenaikan suhu setiap interval waktu 1 menit dengan satuan sekon. ProsedurKerja Kegiatan 1 1. Mengambil mistar, jangka sorong dan micrometer sekrup kemudian menentukan NST. 2. Mengukur masing-masing sebanyak 3 kali untuk panjang, lebar, dan tinggi balok berbentuk kubus yang disediakan dengan menggunakan ketiga alat ukur tersebut. Catat hasil pengukuran anda pada tabel hasil pengamatan dengan disertai ketidakpastiannya. 3. Mengukur masing-masing sebanyak 3 kali untuk diameter bola (ukur ditempat berbeda) yang disediakan dengan menggunakan ketiga alat ukur tersebut.
Catat hasil pengukuran anda pada tabel hasil pengamatan dengan disertai ketidakpastiannya. Kegiatan 2 1. Menentukan NST masing-masing neraca. 2. Mengukur massa balok kubus dan bola (yang kamu gunakan dipengukuran panjang) sebanyak 3 kali secara berulang. 3. Mencatat hasil pengukuran anda yang dilengkapi dengan ketidakpastian pengukuran. Kegiatan 3 1. Menyiapkan gelas ukur, bunsen pembakar lengkap dengan kaki tiga dan lapisan asbesnya dan sebuah termometer. 2. Isi gelas ukur dengan air hingga ½ bagian dan letakkan di atas kaki tiga tanpa ada pembakar. 3. Mengukur temperaturnya sebagai temperatur mula-mula (To). 4. Menyalakan bunsen pembakar dan tunggu beberapa saat hingga nyalanya terlihat normal. 5. Meletakkan bunsen pembakar tadi tepat di bawah gelas kimia bersamaan dengan menjalankan alat pengukur waktu. 6. Mencatat perubahan temperatur yang terbaca pada termometer tiap selang waktu 1 menit sampai diperoleh 10.
HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS DATA Hasil Pengamatan 1. Pengukuran panjang NST Mistar
1 cm
= batas ukur/jumlah skala = 10 skala = 0,1 cm/skala =1 mm
NST Jangka Sorong =
20 SN = 39 SU 1SN
= 1,95mm
2-1,95 = 0.05 = 0,05mm NST
= 2 x 0,05 = 0,1mm
NST Mikrometer Sekrup
NST = NSM/NSP = 0,5/50 = 0,01mm
Benda NO
yang diukur
1.
Tabel 1. Hasil pengukuran panjang Hasil pengukuran (mm) Besaran yang diukur
Balok Panjang
Lebar
Tinggi
2.
Mistar
Bola Diameter
Jangka Sorong
Mikrometer Sekrup
|20,00 ± 0,05|
|19,10 ± 0,05|
|20,470 ± 0,005|
|20,00 ± 0,05|
|20,30 ± 0,05|
|20,070 ± 0,005|
|20,00 ± 0,05|
|20,10 ± 0,05|
|20,060 ± 0,005|
|20,00 ± 0,05|
|20,10 ± 0,05|
|20,140 ± 0,005|
|20,00 ± 0,05|
|20,20 ± 0,05|
|20,105 ± 0,005|
|20,00 ± 0,05|
|20,30 ± 0,05|
|20,245 ± 0,005|
|20,00 ± 0,05|
|20,20 ± 0,05|
|20,155 ± 0,005|
|20,00 ± 0,05|
|20,00 ± 0,05|
|20,190 ± 0,005|
|20,00 ± 0,05|
|20,20 ± 0,05|
|20,205 ± 0,005|
|15,00 ± 0,05|
|16,10 ± 0,05|
|16,060 ± 0,005|
|16,00 ± 0,05|
|15,00 ± 0,05|
|16,100 ± 0,005|
|15,00 ± 0,05|
|16,50 ± 0,05|
|16,185 ± 0,005|
2. Pengukuran Massa Tabel 2. Hasil pengukuran massa dengan Neraca Ohauss 2610 gram Penunjukan Penunjukan Penunjukan Beban Benda Massa benda (g) Lengan 1 Lengan 2 Lengan 3 Gantung Balok Kubus
Bola
1. 20
1. 0,0
1. 7,2
1. 0,0
1. |27,20 ± 0,05|
2. 20
2. 0,0
2. 7,2
2. 0,0
2. |27,20 ± 0,05|
3. 20
3. 0,0
3. 7,2
3. 0,0
3. |27,20 ± 0,05|
1. 0,0
1. 0,0
1. 5,35
1. 0,0
1. |5,35 ± 0,05|
2. 0,0
2. 0,0
2. 5,40
2. 0,0
2. |5,40 ± 0,05|
3. 0,0
3. 0,0
3. 5,40
3. 0,0
3. |5,40 ± 0,05|
Tabel 3. Hasil pengukuran massa dengan Neraca Ohauss 311 gram Penunjukan Penunjukan Penunjukan Penunjukan Benda Massa (g) lengan 1 lengan 2 lengan 3 lengan 4 Balok kubus
Bola
0,0
20,0
7 ,0
0, 29
|27,290±0,005|
0,0
20,0
7 ,0
0, 29
|27,290 ±0,005|
0,0
20,0
7 ,0
0, 28
|27,280±0,005|
0,0
0,0
5,0
0, 35
| 5,350 ± 0,005|
0,0
0,0
5,0
0, 36
| 5,360 ± 0,005|
0,0
0,0
5,0
0, 34
| 5,340 ± 0,005|
Neraca Ohauss 310 gram Nilai Skala lengan 1 = 200 gram Nilai Skala lengan 2 =100 gram Nilai Skala Putar
=1,9 gram
Jumlah Skala Nonius =10 NST Neraca Ohauss 310 gram = 19SU =10SN 1SN
= 1,9 gram
0,20-0,19 = 0,01
Benda
Balok kubus
Bola
Tabel 4. Hasil pengukuran massa dengan neraca Ohauss 310 gram Penunjukan Penunjukan Penunjukan Penunjukan massa benda lengan 1
lengan 2
skala putar
skala nonius (g)
0,0
20,0
7,1
0,07
|27,17±0,01|
0,0
20,0
7,2
0,04
|27,24±0,01|
0,0
20,0
7,2
0,03
|27,23±0,01|
0,0
0,0
5,2
0,06
|5,26 ± 0,01|
0,0
0,0
5,2
0,04
|5,24 ± 0,01|
0,0
0,0
5,3
0,01
|5,31 ± 0,01|
NST termometer
= |1,0 ± 0,5| oC
Temperatur mula-mula (To) = 31 oC NST stopwatch
= 0,1
Tabel 5. Hasil pengukuran waktu dan suhu NO.
Waktu (s)
Temperatur (oC)
Perubahan Temperatur (oC)
1
| 60,00 ± 0,05 |
31
| 0,0 ± 0,5 |
2
| 120,00 ± 0,05 |
32
| 1,0 ± 0,5 |
3
| 180,00 ± 0,05 |
33
| 2,0 ± 0,5 |
4
| 240,00 ± 0,05 |
34
| 3,0 ± 0,5 |
5
| 300,00 ± 0,05 |
35
| 4,0 ± 0,5 |
6
| 360,00 ± 0,05 |
36
| 5,0 ± 0,5 |
ANALISIS DATA A. Nilai rata-rata dan ketidakpastian 1. Pengukuran Panjang a. Balok Kubus 1) Mistar a) Panjang rata-rata X=
(20,00+20,00+20,00) mm 3
1 = |20,0 – 20,0| mm = 0 mm 2 = |20,0 – 20,0| mm =0 mm 3 = |20,0 – 20,0| mm = 0 mm maks = 0 mm maks = ∆X = 0 mm
= 20,00 mm
Maka : ∆X = ½ NST = ½ .1mm = 0,5 mm KR = =
∆x x
. 100%
0,5 20,00
. 100%
= 2,5% (3AB) PF
= |X ± ∆X| = |20,0 ± 0,5| mm
b) Lebar rata-rata L = 20 mm 1 = 0 mm 2 = 0 mm 3 = 0 mm maks = 0 mm maks = ∆L = 0,5 mm KR
= 2,5% (3AB)
PF
=|L ± ∆L| =|20,0 ± 0,5| mm
c) Tinggi rata-rata T = 20 mm 1 = 0 mm 2 = 0 mm 3 = 0 mm maks = 0mm maks = ∆T = 0,5 mm KR
= 2,5% (3AB)
PF
=|T ± ∆T| =|20,0 ± 0,5| mm
2) Jangka Sorong a) Panjang rata-rata X=
(19,10+20,10+20,30)mm 3
= 19,83mm
1 = |19,10 –19,83 |mm = 0,73mm 2 = |20,10 – 19,83|mm = 0,27mm 3 = |20,30 – 19,83|mm = 0,47mm maks = 0,73 mm maks = ∆X = 0,73 mm KR = =
∆x x
. 100%
0,73 19,83
. 100%
= 3,68% (3AB) PF =|X ± ∆X| =|19,8 ± 0,7| mm b) Lebar rata-rata L = 20,20 mm 1 = 0,10 mm 2 = 0 mm 3 = 0,10 mm maks= 0,10 mm maks = ∆L = 0,10 mm KR
= 0,49% (4AB)
PF
=|L ± ∆L| =|20,20 ± 0,10| mm
c) Tinggi rata-rata
T = 20,13 mm 1 = 0,07 mm 2 = 0,13mm 3 = 0,07 mm maks= 0,13mm maks = ∆T = 0,13mm KR
= 0,64% (4AB)
PF
=|T ± ∆T| =|20,13 ± 0,13| mm
3) Mikrometer sekrup a) Panjang rata-rata X =
(20,470+20,140+20,060 )mm 3
1 = |20,470 –20,22 | mm = 0,25 mm 2 = |20,140 – 20,22| mm = 0,08 mm 3 = |20,060 – 20,22| mm = 0,16 mm maks= 0,25 mm maks = ∆X = 0,25 mm KR
= =
∆x x
. 100%
0,25 20,22
. 100%
= 1,23% (4AB) PF
=|X ± ∆X| =|20,22 ± 0,25| mm
b) Lebar rata-rata L = 20,16 mm 1 = 0,020 mm 2 = 0,055 mm
= 20,22 mm
3 = 0,085 mm maks= 0,085 mm maks = ∆L = 0,085 mm KR
= 0,425% (4AB)
PF
=|L ± ∆L| =|20,16 ± 0,08| mm
c) Tinggi rata-rata T = 20,18 mm 1 = 0,025 mm 2 = 0,01mm 3 = 0,025 mm maks= 0,025mm maks = ∆T = 0,025mm KR
= 0,12% (4AB)
PF
=|T ± ∆T| =|20,18 ± 0,02| mm
b. Bola (kelereng) 1) Mistar a) Diameter rata-rata d =
(15,0+16,0+15,0)mm 3
=15,3mm
1 = |15,0 – 15,3|mm = 0,3mm 2 = |16,0 – 15,3|mm = 0,7mm 3 = |15,0 – 15,3|mm = 0,3mm maks = 0,7 mm maks = ∆d = 0,7 mm KR =
∆d d
. 100%
=
0,7 15,3
. 100%
= 4,6% (3AB) PF =|d ± ∆d| =|15,3 ± 0,7| mm 2) Jangka sorong a) Diameter rata-rata d = 15,8 mm 1 = 0,3mm 2 = 0,8mm 3 = 0,7mm maks = 0,8 mm maks = ∆d = 0,8 mm KR
= 5,06% (3AB)
PF
=|d ± ∆d| =|15,80 ± 0,80| mm
3) Mikrometer sekrup a) Diameter rata-rata d = 16,12 mm 1 = 0,06mm 2 = 0,02mm 3 = 0,065mm maks = 0,065 mm maks = ∆d = 0,065 mm KR
= 0,4% (4AB)
PF
=|d ± ∆d|
=|16,12 ± 0,065| mm 2. Pengukuran Massa a. Balok Kubus 1) Neraca Ohauss 310 gram m = 27,21 gram
1 = 0,04 gram 2 = 0,03 gram 3 = 0,02 gram maks = 0,04 gram maks = ∆m = 0,04 gram KR
= =
∆m m
. 100%
0,04 27,21
. 100%
= 0,14% (4AB) PF
=|m ± ∆m| =|27,210 ± 0,040| gram
b. Bola (kelereng) 1) Neraca Ohauss 310 gram m = 5,27 gram 1 = 0,01 gram 2 = 0,03 gram 3 = 0,04 gram maks = 0,04 gram maks = ∆m = 0,04 gram KR
= 0,76% (4AB)
PF
=|m ± ∆m| =|5,270 ± 0,040| gram
B. Nilai Volume Rambat Ralat a. Volume balok kubus 1) Mistar V = p . l . t̅ V = (20,00 x 20,00 x 20,00) mm3 = 8000 mm3 = 8 cm3 dV =
∂V ∂p
dp+
∂V ∂l
dl+
∂V ∂t
dt
dV = dV = dV V dV V dV V ∆V V
= = = =
∆V = ∆V =
∂(p.l.t)
∂(p.l.t)
l.t.dp
dp p ∆p p
∆p
∆l
0,5mm 20,00mm
∂(p.l.t) ∂t
dt dt
p.l.dt V p.l.dt p.l.t
∆t t ∆t
+
l
∂t
t
+
l
∂(p.l.t)
dt
+
∆l
+
p
+
p.l.t
l
+
+
p.t.dl
dl
+
dl+
∂l
V
+
p.l.t
∂(p.l.t)
p.t.dl
+
V
dl+
∂l
dp+
∂p l.t.dp
∂(p.l.t)
dp+
∂p
+
V
t
0,5mm 20,00mm
+
0,5mm 20,00mm
8000 mm3
∆V = 600 mm3 ∆V
KR = V .100% =
600 8000
.100%
= 7,5 % (2 AB) DK = 100%-KR = 100%-7,5% = 92,5% PF = |V ± ∆V| cm3 = |8,0 ± 0,6| cm3 2) Jangka sorong V = 8063 mm3 = 8,063 cm3 ∆V = ∆V =
∆p p
+
∆l l
0,73mm 19,83mm
+ +
∆t t
V
0,10mm 20,20mm
∆V = 381,4 mm3 KR = 4,7 % (3 AB) DK = 95,3% PF = |8,06 ± 0,38| cm3
+
0,13mm 20,13mm
8063 mm3
3) Mikrometer sekrup V = 8226 mm3 = 8,226 cm3 ∆p
∆V =
∆l
+
p
l
0,25mm
∆V =
20,22 mm
+ +
∆t t
V
0,085mm 20,16mm
+
0,025mm 20,18mm
∆V = 143,1mm3 KR = 1,73 % (3AB) DK = 98,27% PF = |8,22 ± 0,14| cm3 b. Volume bola (kelereng) 1) Mistar 4
1
V = 3π.( 2 d)3 V = 4/3 x 22/7( 1/8 x 15,33) V = 1876 mm3 V =
1
πd3
6
V = d3 dV = dV =
∂V
dd
∂d
∂(d3 )
dd
∂d
dV = 3d2 dd ∆V = 3d2 ∆d ∆V V ∆V V ∆V V
= =
3d2 ∆d V 3d2 ∆d d3
=3
∆V = 3 ∆V = 3
∆d d ∆d d , 15,3
V 1876 mm3
∆V = 257,4 mm3
8226 mm3
KR =
∆V V
.100%
257,4
=
1876
.100%
= 0,1372 % (4AB) DK = 100% - KR = 100%- 0,137 % = 99,86% =|V± ∆V| cm3
PF
=|1,876 ± 0,257| cm3 2) Jangka sorong V= 2066 mm3 ∆V=3 ∆V=3
∆d V d 0,8 15,8
2066 mm3
∆V= 313,8 mm3 KR = 15,18 % (3 AB) DK = 98,27% PF = |V± ∆V| cm3 = |2,06 ± 0,31| cm3 3) Mikrometer sekrup V= 2194,2 mm3 ∆V=3 ∆V=3
∆d V d , ,
2194,2 mm3
∆V= 26,5 mm3 KR = 1,20 % (3 AB) DK = 98,80% PF = |V± ∆V| cm3 = |2,19 ± 0,02 | cm3
c. Massa jenis balok kubus dan bola 1) Balok kubus a) Mistar ρ=
m V
ρ=
,
= 3,40 gr/cm3
ρ = m.v-1 dρ = dρ =
∂ρ
dm+
∂m
∂(m.v-1 )
∂ρ
dV
∂V
∂(m.v-1 )
dm+
∂m
∂V
dρ = v-1 .dm + -v-2 .m.dV dρ ρ dρ ρ ∆ρ ρ
= = =
∆ρ = ∆ρ =
-2
v-1 .dm m.v-1 dm
∆m
V ∆V
+
m
∆m m
m.v-1
dV
+
m
-v .m.dV
+
V ∆V
+
, 27,21
V
+
ρ
0,6 8
3,40
∆ρ = 0,25 gr/cm3 KR
=
∆ρ ρ
.100%
0,25
= 3,40 . 100% = 7,35 % (2AB) PF
= |3,4 ± 0,2|gr/cm3
DK
= 100%-KR = 100%-7,35 % = 92,65%
dV
b) Jangka sorong ρ = 3,37 gg/cm3 ∆m
∆ρ = ∆ρ =
m
+
,
∆V V
0,3814
+
27,21
ρ 3,37
8,063
∆ρ = 0,16 gr/cm3 KR
= 4,7 % (3AB)
PF
=|3,37±0,16|gr/cm3
DK
= 100%-KR = 100%-4,7 % = 95,3%
c) Mikrometer sekrup ρ = 3,30 gr/3 ∆m
∆ρ = ∆ρ =
m
+
, 27,21
∆V V
ρ
0,1431
+
3,30
8,226
∆ρ = 0,06gr/cm3 KR
= 1,8 % (4AB)
PF
= |3,300±0,060|gr/cm3
DK
= 100%-KR =100%-1,8 % = 98,2%
2) Bola (kelereng) a) Mistar m
ρ=V
5,27
ρ = 1,876 =2,80 gr/cm3 ρ =m.v-1 dρ = dρ =
∂ρ ∂m
dm+
∂(m.v-1 ) ∂m
∂ρ ∂V
dm+
dV ∂(m.v-1 ) ∂V
dV
dρ = v-1 .dm + -v-2 .m.dV dρ
=
ρ dρ ρ ∆ρ ρ
= =
∆ρ = ∆ρ =
-2
v-1 .dm m.v-1 dm
∆m
V ∆V
+
m
∆m m
m.v-1
dV
+
m
-v .m.dV
+
V
+
, 27,21
+
∆V V
ρ
0,1431 8,226
3,30 gr/cm3
∆ρ = 0,06 gr/cm3 KR
=
∆ρ ρ
.100%
0,06
= 3,30 . 100% = 1,8 % (4AB) PF
=|3,300 ± 0,060|gr/cm3
DK
= 100%-KR =100%-1,8 % = 98,2%
b) Jangka sorong ρ = 2,80 gr/cm3 ρ = m.v-1 ∆m ∆V + ρ m V 0,04 0,1431 ∆ρ= + 3,30 27,21 8,226 ∆ρ=
∆ρ= 0,06gr/cm3 KR
= 1,8 % (4AB)
PF
= |3,300±0,060|gr/cm3
DK
= 100%-KR = 100%-1,8 % = 98,2%
c) Mikrometer sekrup ρ=
, ,
=2,40gr/cm3
ρ = m.v-1 ∆m ∆V + ρ m V 0,04 0,1431 ∆ρ = + 3,30 27,21 8,226 ∆ρ =
∆ρ = 0,06gr/cm3 KR= 1,8 % (4AB) PF =|3,300 ± 0,060|gr/cm3 DK= 98,2% PEMBAHASAN Pengukuran adalah kegiatan membandingkan besaran antara alat ukur dengan yang diukur. Pengukuran yang dilakukan pada praktikum ini adalah pengukuran penjang, pengukuran massa dan pengukuran waktu dan suhu. Dalam pengukuran pasti menggunakan alat ukur yang berbeda untuk setiap pengukuran. Pada pengukuran panjang digunakan 3 alat ukur yaitu : mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Sesuai dengan teori bahwa setiap alat ukur memiliki ketidak pastian dan tingkat ketelitian yang berbeda antara alat ukur yang satu dengan yang lainnya. Mistar memiliki tingkat ketelitian sebesar 1mm = 0,1cm dan memiliki ketidakpastin sebesar 0,05 cm = 0,5mm. Jangka sorong mimiliki tingkat ketelitian sebesar 0,1 mm = 0,01 cm dan ketidakpastian sebesar 0,05mm. Jangka sorong tepat digunakan untuk mengukur diameter luar, diameter dalam, kedalaman tabung, dan panjang benda sampai nilai 10 cm. Dan mikrometer sekrup memiliki tingkat ketelitian sebesar 0,01 mm dan ketidakpastian sebesar 0,005mm. Berdasarkan besar tingkat ketelitian masing-masing alat ukur panjang diatas maka dalm teori dikatakan bahwa mikrometer sekrup merupakan alat ukur yang memiliki tingkat ketelitian paling tinggi diantara mistar dan jangka sorong. Sesuai dengan hasil praktikum didapatkan hasil pengukuran tinggi balok menggunakan mistar sebesar 20,00 mm, menggunakan jangka sorong sebesar
20,13 mm dan menggunakan mikrometer sekrup sebesar 20,18 mm. Pada pengukuran diameter bola diperoleh diameter menggunakan mistar sebesar 15,3 mm, menggunakan jangka sorong sebesar 15,8mm, dan menggunakan mikrometer sekrup sebesar 16,12 mm. Sesuai dengan teori bahwa mikrometer sekrup lebih teliti kurang sesuai dengan hasil praktikum, karena pada teori mengatakan bahwa makin kecil kesalahan mutlak semakin bagus ketelitiannya akan tetapi didapat hasil bahwa kesalahan mutlak pada mistar sebesar 0,7 pada jangka sorong sebesar 0,8 dan pada mikrometer sekrup 0,065. Terjadi kesalahan pada jangka sorong karena kesalahan mutlaknya lebih besar dibanding mistar. Mungkin ini di sebabkan oleh kesalahan-kesalahan dalam praktikum yang telah dibahas pada teori singkat dan mungkin juga karena kurang teliti dalam pembacaan hasil. Akan tetapi terbukti bahwa mikrometer sekrup paling teliti diantara mistar dan jangka sorong karena memiliki kesalahan mutlak lebih kecil sebesar 0,065. Pengukuran yang kedua adalah pengukuran massa balok dan bola (kelereng) menggunakan alat ukur Neraca Ohausss 2610 gr, 311 gr, dan 310 gr. Pada hasil pengukuran balok diperoleh hasil yang berbeda dengan alat ukur yang berbeda pula. Pada Neraca ohauss 2610gr diperoleh hasil 27,2 gr. Pada Neraca ohauss 311gr diperoleh 27,28. Pada Neraca ohauss 310gr diperoleh 27,21 gr. Diantara neraca tersebut yang paling teliti adalah neraca 310 gr dan 311 gr karena memiliki skala nonius. Akan tetapi pada Neraca ohauss 311gr memiliki kesalahan mutlak 0,005, Neraca ohauss 310gr memiliki kesalahan mutlak 0,01 sehingga Neraca ohauss 311gr yangpaling teliti. Pada pengukuran suhu diperoleh NST termometer sebesar |1±0,5|0C. Sedangkan NST stopwatch sebesar 0,1 sekon. Pengukuran suhu dilakukan sebanyak 6 kali dalam interval waktu 1 menit dihitung kenaikan suhunya. Diperoleh kenaikan suhu setiap menit sebesar 10C. Dari hasil analisis dapat ditentukan jenis bahan yang digunakan pada balok dan bola (kelereng). Dari hasil perhitungan massa jenis masin-masing benda menggunakan alat ukur yang berbeda diperoleh hasil : a. Massa jenis balok menggunakan mistar sebesar = 3,40 gr/cm3 b. Massa jenis balok menggunakan jangka sorong sebesar = 3,37 gr/cm3
c. Massa jenis balok menggunakan mikrometer sekrup sebesar = 3,30 gr/cm3 d. Massa jenis bola (kelereng) menggunakan mistar sebesar =2,80 gr/cm3 e. Massa jenis bola(kelereng)menggunakan jangka sorong sebesar=2,55 gr/cm3 f. Massa jenis bola (kelereng) menggunakan mistar sebesar = 2,40 gr/cm3 Dari hasil diatas dapat diketahui jenis bahan masing-masing benda. Untuk bahan balok diperkirakan menggunakan bahan antara titanium dengan aluminium karena massa jenis titanium sebesar 4,5 gr/cm3 sedangkan aluminium sebesar 2,7 gr/cm3. Sedangkan ntuk bahan bola (kelereng) diperkirakan menggunakan bahan kaca karena massa jenis kaca sebesar 2,60 gr/cm3. Meskipun tidak persis mungkin disebabkan oleh ketidaktelitian dalam pengukuran.
SIMPULAN DAN DISKUSI 1. Pengukuran panjang, menggunakan alat ukur mistar dengan NST 1 mm/0,1 cm, jangka sorong memiliki NST 0,05 mm, mikrometer sekrup memiliki NST 0,005mm. Sedangkan pengukuran massa menggunakan alat ukur Neraca Ohauss 2610 gr, Neraca Ohauss 311 gr, Neraca Ohauss 310 gr. Kemudian pada pengukuran waktu dan suhu menggunakan alat ukur termometer dan stopwatch yang secara berturut-turut memiliki NST sebesar 10C dan 0,1 sekon. 2. Ketidakpastian pada pengukuran tunggal ditentukan dengan persamaan : 1 NST 2 Ketidakpastian pada pengukuran berulang ditentukan dari besar kesalahan ∆X=
relatif dan diperoleh dari deviasi maksimum. 3. Penggunaan angka berarti digunakan untuk menentukan penulisan hasil pengukuran berulang, banyak angka berati yang digunakan ditentukan dari besarnya kesalahan relatif.
DAFTAR RUJUKAN [1].Halliday, Resnick, Walker. 2010. Fisika Dasar Jilid 1. Ciracas: Erlangga [2].Herman, asisten LFD. 2014. Penuntun Praktikum Fisika Dasar 1. Makassar: Unit Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Fisika FMIPA UNM [3].Serway, Jewett. 2009. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jagakarsa, Jakarta : Salemba Teknika [4].Sesaafajar.
2014.
Laporan
Praktikum
Fisika
Dasar,
http://sesaafajar29.blogspot.com/2011/11/laporan-praktikum-fisika-dasartentang.html. Makassar (24 Oktober 2014)