1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terapi dengan menggunakan obat terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas atau mempertahankan hidup pasien. Namun ada hal-hal yang tidak dapat disangkal dalam pemberian obat yaitu kemungkinan terjadinya hasil pengobatan tidak seperti yang diharapkan (Drug Related Problem). Problem) . Drug Related Problems (DRPs) didefinisikan sebagai suatu kejadian atau situasi yang melibatkan terapi obat yang secara aktual atau potensial menganggu hasil terapi yang optimal untuk pasien tertentu. Menurut WHO sejak tahun 2008, penyakit tidak menular (PTM) 3,4 kali meningkat lebih pesat dari sebelumnya. Dilaporkan terjadi kasus kematian sebanyak 57 juta jiwa, (36 %) diantaranya disebabkan karena penyakit tidak menular. Diprediksi kasus kematian karena penyakit tidak menular ini meningkat 15% secara global antara tahun 2010 sampai dengan 2020. Kasus kematian akibat penyakit tidak menular terbanyak disebabkan oleh penyakit kardiovaskular (WHO,2014). Saat ini di Indonesia terjadi perubahan epidemiologi, dimana terjadi peningkatan epidemik penyakit penyakit tidak menular. Hipertensi merupakan penyakit yang tidak menular, namun kita juga tidak bisa
menganggapnya
sepele
dan
selayaknya
kita
harus
senantiasa
waspada.Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan
2
prevalensinya hampir sama besar besa r di negara berkembang maupun di negara ne gara maju.1 Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular. Dislipidemia sebagai salah satu faktor resiko penting kardiovaskuler nampaknya perlu juga mendapatkan perhatian khusus. Tentunya tetap dengan memperhatikan masalah lain seperti diabetes, obesitas dan hipertensi. Kadar kolesterol darah yang tinggi (dislipidemia) merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya PJK dan stroke disamping hipertensi, merokok, abnormalitas glukosa darah, dan inaktifitas fisik. Terdapat hubungan antara hipertensi dengan dislipidemia. Hipertensi merupakan keadaan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistolik (TDS) maupun tekanan darah diastolik (TDD) ≥140/90 mm Hg. Sementara dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida dan penurunan kadar kolesterol HDL. Maka untuk meningkatkan keberhasilan terapi pasein dengan hipertensi dan dislipidemia, diperlukan partisipasi aktif para Apoteker yang melaksanakan praktek profesinya pada setiap tempat pelayanan kesehatan. Dengan adanya analisa DRP terhadap pasien dengan hipertensi dan dislipidemian diharapkan seorang apoteker menjalankan perannya dengan melakukan screening resep untuk mengetahui ada atau tidaknya DRP, serta melakukan konseling pada pasien
3
tersebut agar masalah terkait penggunaan penggunaan obat dapat dapat diatasi dan pasien pasien dapat mengerti tentang pengobatannya yang bermuara pada meningkatnya kepatuhan pasien dalam pengobatan yang teratur untuk meningkatkan kualitas atau mempertahankan hidup pasien.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana patofisiologi penyakit hipertensi dan dislipidemia? 2. Bagaimana
pedoman
pengobatan
pada
penyakit
hipertensi
dan
dislipidemia? 3. Bagaimana mekanisme kerja obat hipertensi dan dislipidemia? 4. Apakah dapat terjadi Drug Related Promblems pada Promblems pada kasus pasien dengan hipertensi dan dislipidemia? 5. Bagaimana penyelesaian kasus Drug Related Promblems Promblems pada kasus pasien dengan hipertensi dan dislipidemia? 6. Bagaimana rekomendasi terapi yang tepat pada pasien dengan hipertensi dan dislipidemia?
4
C. Tujuan
1. Mengetahui patofisiologi penyakit hipertensi dan dislipidemia 2. Mengetahui
pedoman
pengobatan
pada
penyakit
hipertensi
dan
dislipidemia 3. Mengetahui mekanisme kerja obat hipertensi dan dislipidemia 4. Mengetahui kejadian Drug Related Promblems pada kasus pasien dengan hipertensi dan dislipidemia 5. Mengetahui penyelesaian kasus Drug Related Promblems pada kasus pasien dengan hipertensi dan dislipidemia 6. Mengetahui rekomendasi terapi yang tepat pada pasien dengan hipertensi dan dislipidemia
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005). Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial
2. Patofisiologi Hipertensi Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam millimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi.
6
Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah (Vasan dkk,2001): a. Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik, berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial b. Produksi
berlebihan
hormon
yang
menahan
natrium
dan
vasokonstriktor c. Asupan natrium (garam) berlebihan d. Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium e. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosteron f.
Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik
g. Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal h. Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal i.
Diabetes mellitus
j.
Resistensi insulin
k. Obesitas l.
Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
m. Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vas kular n. Berubahnya transpor ion dalam sel
7
3. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis2 (Tabel 2). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mm Hg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mm Hg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cendrung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi , dan semua pasien pada kategori ini harus diberi terapi obat.
4. Komplikasi hipertensi Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain (tabel 3), maka akan
8
meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung.
5. Penatalaksanaan Hipertensi a. Terapi nonfarmakologi Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium, aktifitas fisik dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi, mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat badan secara perlahanlahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai pembatasan pemasukan
9
natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.
b. Terapi Farmakologi Kelas
obat
antihipertensi
yakni;
d3409iuretik,
penyekat
beta,
penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin
(ARB),
dan
antagonis
kalsium
dianggap
sebagai
obat
antihipertensi utama. Obat-obat ini baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati mayoritas pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini. Beberapa dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan antagonis kalsium) mempunyai subkelas dimana perbedaan yang bermakna dari studi terlihat dalam mekanisme kerja, penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat alfa, agonis alfa 2 sentral, penghambat adrenergik, dan vasodilator digunakan sebagai obat alternatif pada pasien-pasien tertentu disamping obat utama. Evidence-based medicine adalah pengobatan yang didasarkan atas bukti terbaik yang ada dalam
10
mengambil keputusan saat memilih obat secara sadar, jelas, dan bijak terhadap masing-masing pasien dan/atau penyakit. Praktek evidence-based untuk hipertensi
termasuk
memilih
obat
tertentu
berdasarkan
data
yang
menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular atau kerusakan target organ akibat hipertensi. Bukti ilmiah menunjukkan kalau sekadar menurunkan tekanan darah, tolerabilitas, dan biaya saja tidak dapat dipakai dalam seleksi obat hipertensi. Dengan mempertimbangkan faktorfaktor ini, obat-obat yang paling berguna adalah diuretik, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), penyekat beta, dan antagonis kalsium (CCB). Golongan obat hipertensi, yaitu antara lain.
Diuretik
Mekanisme kerja: menghambat absorbsi garam dan air sehingga volume darah dapat menurun akibatnya tekanan darah ikut turun. Diuretik ini dibagi menjadi 3 tebagi menjadi 3 yaitu: -
Golongan thiazid yang bekerja pada tubulus distal dengan kerja meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl-. Contoh: HCT dan indapamid
-
Golongan diuretik kuat yang bekerja di ansa henle bagian assendens dengan kerja menghambat kotranspor Na+, K+, Cl-, dan menghambat resorpsi air dan elektrolit. Contoh: furosemid, torasemid, asam etakrinat dan bumetamid.
11
-
Golongan diuretik hemat kalium, contohnya : triamteren, amilorid, dan spironolakton.
Alfa blockers
Mekanisme kerja: memblok reseptor alfa adrenergik yang ada pada oto polos pembuluh. Dibedakan menjadi -
Alfa blockers nonselektif, contoh : fentolamin
-
Alfa
1
blockers
selektif,
contoh
:
prazosin,
terazosin.
Doksazosin dll.
Beta blockers Mekanisme kerja: menempati reseptor beta adrenergik. Blokade reseptor ini menyebabkan penurunan aktifitas adrenalin dan noradrenalin. Contoh: atenolol, metoprolol, labetolol dll.
Agonis alfa 2 Mekanisme kerja: menstimulasi reseptor alfa 2 yang berdaya vasodilatasi. Contoh: klonidin
Antagonis kalsium Mekanisme kerja : menghambat pemasukan ion Ca ke dalam sel sehingga penyaluran impuls dan kontraksi dinding pembuluh. Contoh : nifedipin, nikardipin, verapamil, dll.
Panghambat RAS (Renin Angiotensin Sysem) Mekanisme kerja : mencegah pengubahan angiotensin I menjadi angiotensin II yang berdaya vasokonstriksi kuat. Selain itu
12
menghambat pembentukan aldosteron yang bersifat retensi garam dan air. Contoh : kaptopril, losartan, benazepril, dll.
Vasodilator Mekanisme kerja :
berkhasiat vasodilatasi langsung terhadap
pembuluh darah sehingga tekanan darah turun. Contoh : hidralazin dan monoksidil.
B. Dislipidemia
1. Pengertian Dislipidemia Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma, yaitu peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, serta penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah (Almatsier, 2005). Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko utama aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Dislipidemia adalah sal ah satu komponen dalam trias sindrom metabolik selain diabetes dan hipertensi. Dari total serum kolesterol, K-LDL berkontribusi 60-70 %, mempunyai apolipoprotein yang dinamakan apoB-100 (apo B). Kolesterol LDL merupakan lipoprotein aterogenik utama, dan dijadikan target utama untuk penatalaksanaan dislipidemia.
13
2. Patofisiologi Dislipidemia a. Jalur Metabolisme Eksogen Makanan berlemak yang kita makan terdiri atas trigliserid dan kolesterol. Selain kolesterol yang berasal dari makanan, dalam usus juga terdapat kolesterol dari hati yang diekstresi bersama empedu ke usus halus. Baik lemak di usus halus yang berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati disebut lemak eksogen. Trigliserid dan kolesterol dalam usus halus akan diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus. Trigliserid akan diserap sebagai asam lemak bebas sedang kolesterol sebagai kolesterol. Di dalam usus halus asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi trigliserid, sedang kolesterol akan
mengalami esterifikasi
menjadi kolesterol
ester
dan
keduanya
bersama dengan fosfolipid dan apoloprotein akan membentuk lipoprotein yang dikenal dengan kilomikron. Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya melalui duktus torasikus akan masuk ke dalam aliran darah. Trigliserid dalam kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari endotel menjadi asam lemak bebas free tatty acid (FFA) nonesterified fatty acid (NEFA). Asam lemak bebas dapat disimpan sebagai trigliserid kembali dijaringan lemak (adiposa), tetapi bila terdapat dalam jumlah yang banyak sebagian akan diambil oleh hati menjadi bahan untuk pembentukan trigliserid hati. Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserid akan menjadi kilomikron remnant yang mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke hati (Anonim 2010).
14
b. Jalur Metabolisme Endogen Trigliserid dan kolesterol yang disintesis di hati disekresi ke dalam sirkulasi sebagai lipoprotein B100. Dalam sirkulasi, triglisirid di VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL), adan VLDL berubah menjadi IDL yang juga akan mengalamihidrolisis dan berubah menjadi
LDL.
Sebagian
dari
VLDL,
IDL
dan
LDL
akan
mengangkutkolesterol ester kembali ke hati. LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandungkolesterol. Sebagian dari kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan jaringan steroidogenik lainnya seperti kelenjar adreal, testis, dan ovarium yang mempunyai reseptor untuk kolesterol – LDL. Sebagian lagi dari kolesterol – LDL akan mengalami oksidasi dan ditangkap olehreseptor seavebger – A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell). Makin banyak kadar kolesterol-LDL dalam plasma makin banyak yang akan mengalami oksidasidan ditangkap oleh sel makrofag. Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung darikadar kolesterol yang terkandung di LDL. Beberapa keadaan mempengaruhi tingkat oksidasi seperti:
Meningkatnya jumlah LDL seperti pada sindrom metabolic dan diabetes militus
Kadar kolesterol – HDL, makin tinggi kadar HDL maka HDL bersifat protektif terhadap oksidasi LDL (Anonim 2010).
15
c. Jalur Reverse Cholesterol Transport HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang mengandung apoliprotein (apo) A, C, dan E: dan disebut HDLnascent. HDL nascent berasal dari usushalus dan hati, mempunyai bentuk gepeng dan mengandung apoliprotein A1. HDL nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag. Setelah mengambil kolesterol dari makrofag. HDLnesecant berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat. Agar dapat diambil oleh HDLnescent , kolesterol (kolesterol bebas) dibagian dalam dari mikrofag harus dibawa kepermukaan membran sel mekrofag oleh suatu transporter yang disebut adenosine triphosphate-binding cassette transporter-1 atau disingkat ABC-1. Setelah mengambil kolesterol bebas dari sel makrofag, kolesterol bebas akan diesterfikasi menjadi kolesterol ester enzim lecithin choles-trol acyltransferase (LCAT). Selanjutnya sebagian kolesterol ester yang dibawa oleh HDL akan mengambil dua jalur. Jalur pertama ialah ke hati dan ditangkap oleh scavenger receptor class B type 1 dikenal denganSR-B1. Jalur kedua dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP). Dengan demikian fungsi HDL sebagai “penyiap” kolesterol dari makrofag mempunyai dua jalur yaitu langsung ke hati d an jalur tidak langsung melalui VLDL danIDL untuk membawa kolesterol kembali ke hati (Anonim 2010).
16
3. Klasifikasi Dislipidemia Berbagai klasifikasi dapat ditemukan dalam kepustakaan, tetapi yang mudah digunakan adalah pembagian dislipidemia dalam bentuk dislipidemia primer dan dislipidemia sekunder. Dislipidemia sekunder diartikan dislipidemia yang terjadi sebagai akibat suatu penyakit lain. Pembagian ini penting dalam menentukan pola pengobatan yang akan diterapkan. a. Dislipidemia primer Dislipidemia primer adalah dislipidemia akibat kelainan genetik. Pasien dislipidemia sedang disebabkan oleh hiperkolesterolemia poligenik dan dislipidemia kombinasi familial. Dislipidemia berat umumnya karena hiperkolesterolemia familial, dislipidemia remnan, dan hipertrigliseridemia primer.
b. Dislipidemia sekunder Pengertian sekunder adalah dislipidemia yang terjadi akibat suatu penyakit lain misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes melitus, dan sindroma metabolik. Pengelolaan penyakit primer akan memperbaiki dislipidemia yang ada. Dalam hal ini pengobatan penyakit primer yang diutamakan. Akan tetapi pada pasien diabetes mellitus pemakaian obat hipolipidemik sangat dianjurkan, sebab risiko koroner pasien tersebut sangat tinggi. Pasien diabetes melitus dianggap mempunyai risiko yang sama (ekivalen)dengan
pasien
penyakit
jantung
koroner.
Pankreatitis
merupakan menifestasi umum hipertrigliseridemia yang berat.
akut
17
Kadar lemak darah dalam
Kisaran Ideal
tubuh
(mg/dl)
Kolesterol Total
120-200
LDL
60-160
HDL
35-65
Perbandingan LDL/HDL
<3,5
Trigliserida
<200
4. Komplikasi Dislipidemia Aterosklerosis,penyakit jantung koroner, strok, pankreatitis akut.
18
5. Penatalaksanaan Dislipidemia Tatalaksana dislipidemia secara sederhana dibagi menjadi dua: tatalaksana pasien
dengan
hiperkolesterolemia
hipertrigliseridemia.
Pasien
dan
tatalaksana
pasien
dislipidemia
dengan campuran
(hiperkolesterolemia+hipertrigliseridemia) akan mendapatkan kombinasi terapi tersendiri. a. Terapi nonfarmokologi Terapi nutrisi medis dapat diberikan, dengan:
Mengurangi asupan lemak jenuh daan lemak trans tidak jenuh sampai < 7-10% total energi
Mengurangi asupan kolesterol sampai <250 mg/hari
Menggantikan makanan sumber kolesterol dan lemak jenuh dengan makanan alternatif lainnya (misal produk susu rendah lemak, kabohidrat dengan indeks glikemik rendah)
Mengkonsumsi makanan padat gizi dan kardioprotektif (sayuran, kacang-kacangan, buah, ikan, dsb)
Menghindari makanan tinggi kalori (makanan berminyak, soft dink)
Mengkonsumsi suplemen yang dapat menurunkan kadar lipid (seperti asam lemak omega3, makanan tinggi serat, dan sterol sayuran)
Mengurangi berat badan dan meningkatkan aktivitas fisik
19
Respon perbaikan diet terlihat dalam 3-4 minggu, namun penyesuaian diet sebaiknya diperkenalkan bertahap. Aktivitas fisik dapat dioptimalisasi dengan diperbanyak atau rutin olahraga. Konsumsi rokok dan alkohol harus diberhentikan. Menurunkan berat badan adalah strategi yang efektif untuk mengendalikan dislipidemia
Pendekatan
non-farmakologis
diutamakan
sebelum
menerapkan
tatalaksana farmakologis. Bila setelah 6 bulan berikutnya terapi nonfarmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis mulai diberikan, dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan latihan jasmani.
b. Terapi farmokologis hiperkolesterolemia
Golongan statin: -
Simvastatin 5-40mg
-
Lovastatin 10-80 mg
-
Pravastatin 10-40 mg
-
Fluvastatin 20-80 mg
-
Atorvastatin 10-80 mg
-
Rosuvastatin 10-40 mg
-
Pitavastatin 1-4 mg
Golongan bile acid sequestrant -
Kolestiramin 4-16 mg
20
Golongan nicotinic acid - Nicotinic acid (immediate release) 2x100 mg s.d. 1,5-3 g
Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai dengan statin atau bile acid sequestrant atau nicotinic acid. Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di atas), pemantauan setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi, target belum tercapai: intensifkan atau naikkan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain. Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi farmakologis diintensifkan. Pasien dengan PJK, kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner, diberi terapi obat saat pulang dari RS jika kolesterol LDL > 100 mg/dL.
c. Terapi farmakologis hipertrigliseridemia Penatalaksanaan pasien dengan hipertigliseridemia hampir sama dengan
pasien
dengan
hiperkolesterolemia
dalam
pendekatan
non--
farmakologis. Perbedaan yang jelas ada pendekatan farmakologis pasien dengan hipertrigliseridemia. Target terapi pasien dengan hipertrigliseridemia sangat ditentukan klasifikasi klinis pasien yang digambarkan dari profil lipid. Pasien dengan trigliserida borderline tinggi: tujuan utama terapi adalah mencapai target kolesterol LDL. Pasien dengan trigliserida tinggi: target sekunder adalah kadar kolesterol non-HDL, yakni sebesar 30 mg/dL lebih tinggi dari target kadar kolesterol LDL.
21
Pendekatan terapi obat:
Obat penurun kadar kolesterol LDL, atau
Ditambahkan obat fibrat atau nicotinic acid. Golongan fibrat terdiri dari -
Gemfibrozil 2x600 mg atau 1x900 mg
-
Fenofibrat 1x200 mg
22
BAB III PEMBAHASAN
A.
Analisa DRP’s
1. Kasus Tn Jn usia 65 tahun berobat ke PKM sebagai pasien rawat jalan dengan keluhan sakit kepala, leher terasa kaku dan nafas terasa berat. •
Vital sign : BP 180/90 mmHg, RR = -, N = -
•
Pemeriksaan lab : kolesterol total 320
•
Diagnosa : Hipertensi grade II, dislipidemia
•
Resep : Amlodipine 10 mg, 2 x tab 1, 20 tablet Simvastatin 10 mg, 1 x tab 1, 10 tablet Vitamin B12, 2 x tab 1, 20 tablet
2. Identifikasi DRP’s
23
DRP’s pada pasien dengan hipertensi dan dislipidemia, meliputi:
Improper drug selection : pemilihan obat pada pasien tidak tepat atau buka pilhan terbailk, karena pasien didiagnosa dengan hipertensi grade II maka seharusnya pasien mendapatkan 2 macam kombinasi terapi obat. Amlodipin digantikan dengan pemberian kombinasi 2 macam obat, bisa antara obat antihipertensi golongan diuretic dan ACEi atau ARB atau BB atau CCB.
Overdosage : pasien diberikan terapi obat Amlodipin 10 mg dengan interval pemberian yang lebih yakni 2 x 10 mg, seharusnya 1 x 10 mg.
Drug use without indication : pasien mendapatkan Vitamin B12 yang sebenarnya indikasinya tidak jelas.
Untreated indication : Pasien dengan keluhan sakit kepala, leher terasa kaku tapi tidak mendapatkan terapiobat, terapi obatdapat diberikan analgetik.
24
B. Pembahasan
Pasien Tn Jn berdasarkan hasil diagnose mengidam penyakit hipertensi grade 2, maka berdasarkan klasifiksi dari hipertensi yang diderita pasien, maka terapi obat yang dianjurkan dengan menggunakan kombinasi 2 obat yaitu diuretik (Thiazide) dan ARB. Klasifikas
TDS*
TDD*
Modifikas
i
mmH
mmH
i
Tekanan
g
g
Gaya
Darah
Obat Awal Tanpa
Dengan
Indikasi
Indikasi
Hidup
Normal
< 120
< 80
Anjuran
Pre-
120-
80-89
Ya
Hipertensi
139
Tidak Perlu
Gunakan
menggunakan obat
obat yang
antihipertensi
spesifik dengan indikasi (resiko). ‡
Hipertensi
140-
Stage 1
159
90-99
Ya
Untuk semua kasus
Gunakan
gunakan diuretik
obat yang
25
Hipertensi
>160
>100
Stage 2
Ya
jenis thiazide,
spesifik
pertimbangkan
dengan
ACEi, ARB, BB,
indikasi
CCB, atau
(resiko).‡
kombinasikan
Kemudian
Gunakan kombinasi
tambahkan
2 obat (biasanya
obat
diuretik jenis
antihipertens
thiazide dan
i (diretik,
ACEi/ARB/BB/CC
ACEi, ARB,
B
BB, CCB) seperti yang dibutuhkan
Diuretik bekerja meningkatkan eksresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah, selain mekanisme tersebut, diuretic juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Disini dipilih diuretiknya adalah golongaan thiazid yakni HCT (Hydroclortiazide), dosis HCT 12,5 mg dengan frekuensi 1 kali sehari. HCT merupakan obat antihipertensi lini pertama pada pasien lansia, Mekanisme kerja ARB adalah memblokade reseptor AT1 sehingga menyebabkan vasodilatasi, peningkatan eksresi natriumdan cairan (mengurangi volume plasma), menurunkan hipertropi vascular. ARB memiliki efek yang mirip
26
dengan ACEi, perbedaannya adalah ARB tidak mempengaruhi metabolism brodikini sehingga ARB tidak memiliki efek samping batuk kering. ARB (Angiotensin Reseptor Block ) yang dipilih adalah Valsartan . Valsartan dengan dosis 80 mg dengan frekuensi 1 kali sehari. Valsartan merupakan alternative yang berguna untuk pasien yang harus menghentikan ACEi akibat batuk yang persisten.
Untuk hasil diagnose dislipidemia pada pasien Tn Jn, dapat diberikan terapi obat hipolipidemik yakni golongan statin. Statin adalah penghambat kompetitif HMG-CoA reduktase, suatu enzim yang mengkontrol biosintesis kolesterol tersebut merupakan analog struktural dari HMG-CoA (3-hydroxy-3methylglutarylcoenzyme. Ada beberapa penghambat HMG-CoA reduktase yang dikenal, yaitu: Lovastatin, Atorvastatin, Fluvastatin,Pravastatin, Simvastatin, dan Rosuvastatin. Pemilihan terapi obat untuk pasien Tn Jn yakni Simvastatin, dosis 20 mg dengan frekuensi 1 kali sehari. Sebaiknya diberikan pada malam hari, dan absorbsinya
dapat
ditingkatkan
dengan
penggunaanyabersamaan
dengan
27
makanan. Simvastatin sangat efektif dalam menurunkan kadar LDL kolesterol plasma.Penghambat
HMG-CoA
reduktase
berfungsi
menghambat
sintesis
kolesterol dihati dan mengakibatkan penurunkan kadar LDL plasma. Penghambat reduktase menginduksi suatu peningkatan reseptor LDL dengan afinitas tinggi. Efek tersebut meningkatkan baik kecepatan katabolisme fraksional LDL maupun ekstraksi precursor LDL oleh hati (VLDL sisa), sehingga mengurangi simpanan LDL plasma. Penurunan yang sedikit dalam trigliserida plasma dan sedikit peningkatan dalam kadar kolesterol HDL terjadi pula selama pen gobatan. Obat ini mengakibatkan penurunan kolesterol dengan cara meningkatkan jumlah reseptor LDL, sehingga akanterjadi penurunan kadar kolesterol (LDL). Sedangakan untuk meringankan sakit kepala yang diderita pasien Tn Jn, maka dapat diberikan terapi obat analgetik yakni Paracetamol jika perlu. Paracetamol
bekerja
menghambat
sintesis
prostaglandin
sehingga
dapt
mengurangi nyeri. Dosis maksimum Paracetamol adalah 4000 mg, untuk dosis perkalinya dapat diberikan 500 mg- 1000 mg. Vitamin B12 sebaiknya tidak perlu diberikan untuk pasien Tn Jn, karena tidak ada indikasi bahwa pasien Tn Jn mengalami defisiensi Vitamin B12.
28
C. Terapi Nonfarmakologi
Pada pasein dengan hipertensi dan dislipidemia dapat disarankan terapi non farmakologi atau tanpa menggunakan obat dengan cara antara lain sebagai berikut 1. Mengurangi asupan lemak jenuh daan lemak trans tidak jenuh sampai < 710% total energi 2. Mengurangi asupan kolesterol sampai <250 mg/hari 3. Menggantikan makanan sumber kolesterol dan lemak jenuh dengan makanan alternatif lainnya (misal produk susu rendah lemak, kabohidrat dengan indeks glikemik rendah) 4. Mengkonsumsi makanan padat gizi dan kardioprotektif (sayuran, kacangkacangan, buah, ikan, dsb) 5. Menghindari makanan tinggi kalori (makanan berminyak, soft dink) 6. Mengkonsumsi suplemen yang dapat menurunkan kadar lipid (seperti asam lemak omega3, makanan tinggi serat, dan sterol sayuran) 7. Mengurangi berat badan dan meningkatkan aktivitas fisik
29
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Klasifikasi penyakit hipertensi yakni prehipertensi (120/80 mmHg), hipertensi grade I (160/ 100 mmHg) dan hipertensi grade II(>160/>100 mmHg). Pada hipertensi grade 2 terapi farmakologi yang diberikan yakni kombinasi dari golongan diuretic (Thiazid) dan ACEi/ARB/BB/CCB. 2. Terapi farmokologis pada penyakit dislipidemia yakni dapat diberikan obat golongan statin, fibrat, inhibitor absorbsi kolesterol, asam nikotinat, atauapun nile acid sequestrant. Statin adalah obat penurun lipid paling efektif untuk menurunkan kolesterol LDL dan aman tanpa efek samping yang berarti. 3. Pada peresepan pasien Tn Jn ditemukan Drug Related Problem (DRPs) meliputi Untreated indication (pasien mempunyai masalah medis yang memerlukan terapi obat tetapi tidak mendapatkan obat untuk indikasi terebut) , (pasien mendapatkan obat sesuai dengan indikasi tetapi pasien mendapatkan obat yang salah atau mendapatkan obat bukan yang paling tepat sesuai dengan keadaan pasien tertentu), overdosage (Pasien mempunyai masalah medis, yang telah diobati dengan terlalu banyak dari pengobatan yang benar) dan drug use without indication (pasien mendapatkan obat yang secara medis tidak diperlukan).