48
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Semakin tingginya jumlah permintaan konsumen akan produk menuntut perusahaan harus lebih meningkatkan jumlah produksinya. Proses produksi harus didukung oleh mesin yang handal dan siap bekerja setiap saat, dimana hal itu harus selalu dilakukan perawatan yang teratur secara terencana.
Kegiatan perawatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam beroperasinya suatu sistem secara lancar sesuai yang dikehendaki. Selain itu, kegiatan perawatan juga dapat meminimalkan biaya atau kerugian-kerugian yang ditimbulkan akibat adanya kerusakan mesin. Perawatan dapat dibagi menjadi beberapa macam, tergantung dari dasar yang dipakai untuk menggolongkannya. Pada dasarnya terdapat dua pokok dalam perawatan yaitu perawatan preventif dan perawatan korektif.
Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan adalah penentuan jadwal perawatan yang optimal dan tidak berdampak terhadap output produksi. Penentuan interval perawatan dapat membantu perusahaan dalam menetapkan waktu perawatan, sehingga kehilangan sumber daya akibat terhentinya proses dapat diantisipasi secara dini. Hal ini dilakukan untuk menentukan interval waktu yang optimum pada perawatan preventif terhadap mesin produksi berdasarkan biaya perawatan terendah.
Reliability Centered Maintenance (RCM) merupakan landasan dasar untuk perawatan fisik dan suatu teknik yang dipakai untuk mengembangkan perawatan pencegahan (preventive maintenance) yang terjadwal (Ben-Daya,2000). Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa keandalan dari peralatan dan struktur dari kinerja yang akan dicapai adalah fungsi dari perancangan dan kualitas pembentukan perawatan pencegahan yang efektif akan menjamin terlaksananya desain keandalan dari peralatan (Moubray, 1997).
PT Semen Padang adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan semen sering mengalami permasalahan breakdown mesin yang tinggi. Hal teresbut menghambat jalannya proses produksi yang berdampak pada penurunan kapasitas produksi. Pada saat dilakukan penelitian, PT Semen Padang menerapkan sistem pemeliharaan corrective maintenance, yaitu melakukan perbaikan ketika terjadi kerusakan. Selain itu juga dibantu dengan planned maintenance, yaitu dijadwalkan setiap dua minggu dilakukan pemeliharaan mesin dan sekitarnya secara keseluruhan.
Dengan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul " Usulan Manajemen Perawatan Mesin Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance pada Mesin Vertical Mill Indarung IV PT. Semen Padang.
Batasan Masalah
Penelitian yang akan dilakukan ini memiliki batasan-batasan agar fokus dalam menjawab permasalahan penelitian. Batasan-batasan tersebut adalah sebagai berikut :
Mesin produksi yang akan menjadi obyek penelitian adalah mesin penggiling Vertical Mill pabrik Indarung IV di PT Semen Padang.
Kegiatan perawatan berupa cara perbaikan, pembongkaran, penggantian, dan pemasangan peralatan tidak dibahas dalam penelitian ini.
Data kerusakan yang diamati adalah data tahun 2015, yaitu mulai dari 26 Februari 2015 hingga 26 Maret 2015.
Penelitian yang dilakukan untuk menentukan selang waktu perawatan yang optimal berdasarkan pendekatan Total Minimum Downtime.
Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Berapakah interval waktu perawatan yang optimum pada tiap-tiap peralatan yang sering mengalami kerusakan pada mesin Vertical Mill ?
Apa saja penyebab kegagalan yang mengakibatkan kegagalan fungsi serta dampak yang ditimbulkan dari kegagalan fungsi tersebut pada setiap peralatan di mesin Vertical Mill ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan diatas penelitian bertujuan untuk :
Untuk mengatahui interval waktu perawatan yang optimum pada setiap peralatan yang ada pada mesin Vertical Mill.
Untuk mengetahui penyebab kegagalan serta dampak yang ditimbulkan dari kegagalan fungsi pada setiap peralatan di mesin Vertical Mill.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
Bagi peneliti
Penelitian yang dilakukan merupakan penerapan teori-teori yang telah diperoleh di bangku kuliah ke dalam praktik yang sebenarnya, serta sebagai pengalaman praktik dalam menganalisis suatu masalah secara ilmiah dan mengasah ketajaman berpikir dalam analisis.
Bagi perusahaan
Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terutama yang berkaitan dengan upaya pencapaian kondisi peralatan maupun mesin yang harus siap dalam keadaan operasi tanpa harus sering mengalami kerusakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Perkembangan Perawatan
Perawatan (maintenance) pertama kali dikembangkan di Jepang pada tahun 1950 dengan menggunakan sistem PM (Preventive Maintenance). Sebelum mengenal PM (Preventive Maintenance),perawatan peralatan di Jepang menggunakan cara lama/metode klasik, yaitu dengan memakai sistem Breakdown Maintenance (BM), dimana perawatan dilakukan setelah timbul kerusakan.
Sebelum mengenal PM (Preventive Maintenance), industri-industri mendapatkan kesulitan dengan kerusakan yang diharapkan, sehingga perawatan hanya akan segera dilakukan setelah mesin/peralatan mengalami kerusakan, hal ini juga menyebabkan para insinyur perawatan tidak punya waktu untuk memberikan ide-ide yang baik bagi pengembangan dasar dalam usaha meminimalkan kerusakan tersebut karena kesibukan dengan pekerjaan memperbaiki. Namun dengan semakin bertambahnya produksi saat ini, maka sejarah Breakdown Maintenance telah ditinggalkan, sehingga industri di Jepang maupun diseluruh dunia pada saat ini telah melakukan perlakuan perawatan dengan sistem Preventive Maintenance.
Pengertian perawatan (maintenance) menurut JIS adalah semua pengaturan dan kegiatan yang diperlukan untuk menjaga/memlihara suatu peralatan pada kondisi siap pakai/siap operasi atau dengan memperbaikinya sehingga bebas dari kerusakan. Sedangkan tujuan perawatan mengandung beberapa tujuan, yaitu :
Berdasarkan pengertiannya, tujuan perawatan dibagi atas :
Tujuan peralatan dalam arti sempit
Tujuannya adalah suatu kegiatan untuk menunjang dan menjaga peralatan/mesin dalam kondisi dapat beroperasi dengan kestabilan produksi dan bebas dari penurunan mutu baik dalam peralatan/mesin maupun produk yang dihasilkan.
Tujuan perawatan dalam arti luas
Tujuannya adalah semua kegiatan yang dibutuhkan untuk menunjang kelancaran produksi dan meningkatkan produktivitasnya yaitu dengan cara:
Menyempurnakan peralatan/mesin
Menyempurnakan mutu produk
Penyerahan dan penyelesaian tepat waktu
Meningkatkan efisiensi dan biaya perawatan yang ekonomis
Mengurangi kecelakaan dan meningkatkan moral kerja
Tujuan perawatan bila ditinjau dari segi teknis
Memelihara keberadaan peralatan dan mesin agar siap pakai dalam kurun waktu tertentu (Availability)
Menjaga kemampuan peralatan dan mesin demi melaksanakan fungsinya dalam keadaan dan waktu tertentu (Realibility).
Menyempurnakan bagian peralatan dan mesin agar mudah dipelihara dalam kondisi perawatan yang spesifik dan jangka waktu tertentu (Maintainability).
Dasar Rencana Perawatan
Dasar rencana kerja perawatan merupakan rencana pokok (master plan) yang terdiri dari dasar strategis perawatan jangka panjang, yaitu :
Rencana kerja perawatan untuk jangka waktu 10 tahun, yang meliputi:
Rencana kerja perawatan pencegahan (Preventive Maintenance).
Rencana kerja untuk penyempurnaan (improvement).
Rencan kerja pembelian material dalam skala besar (refactory material).
Rencana pembaharuan peralatan (renewal equipmen).
Rencana kerja perawatan untuk jangka waktu ssatu ampai tiga tahun, yang meliputi :
Rencana kerja perawatan pencegahan yang diambil dari rencana kerja jangka panjang (time based).
Rencana kerja yang dibuat untuk perhitungan biaya/estimasi anggaran untuk satu tahun fiskal.
Rencana pembaharuan (renewal plan) dan rekondisi peralatan.
Rencana kerja yang dikontrakan
Rencana pembelian material seperti spare part, minyak pelumas, dll.
Rencana kerja perawatan bulanan, yang meliputi :
Rencana kerja perawatan berdasarkan kondisi peralatan (condition based).
Rencana pekerjaan perawatan yang tertunda pada bulan lalu.
Rencana perbaikan peralatan dari hasil kordinasi seksi operasi dengan seksi perawatan.
Rencana kerja perawatan harian dan mingguan, yang meliputi :
Rencana kerja perawatan berdasarkan kondisi (condition based).
Rencana kerja perawatan dari hasil koordinasi seksi operasi dan seksi perawatan yang dilakukan sebelum memulai pekerjaan.
Pembagian Sistem Perawatan
Sistim perawatan secara garis besar terdiri dari beberapa macam, yaitu :
Sistim Perawatan Rutin (Preventive Maintenance)
Prinsip kerja dari sistim perawatan ini adalah melakukan perawatan untuk mencegah atau mengurangi laju penurunan mutu mesin/peralatan sebelum mengalami kerusakan yang dilakukan dengan metode :
Perawatan secara berkala (time based)
Perawatan peramalan dengan pengukuran (condition based)
Biaya perbaikan ini akan mampu dapat diminimalkan apabila kita telah mengetahui kerusakan secara dini. Tipe pemeriksaan dan perawatan preventive ini dibuat dengan mempertimbangkan ketersediaan tenaga kerja, suku cadang, bahan untuk perbaikan, dan factor lainnya. Keuntungan melakukan perbaikan dan pemeriksaan secara periode pada mesin-mesin adalah dapat diramakannya total perbaikan pada seluruh equipment disuatu pabrik oleh para insinyur perawatan. Selanjutnya, kesalahan atau kerusakan dapat diramalkan lebih awal dengan melihat fenomena kenaikan getaran mesin, kenaikan suhu, suara, perbaikan, dan lainnya. Dalam hal ini perbaikan dapat dilakukan segera sebelum terjadi kerusakan yang lebih fatal.
Pendeteksian keadaan yang tidak normal dari mesin/peralatan sedini mungkin dilakukan oleh grup inspeksi yang berada dibawah bagian perawatan. Bantuan dan laporan dari orang produksi sangat membantu bagian perawatan, sehingga dapat dibuat perencanaan perawatan yang maksimal. Grup perencanaan atau inspeksi adalah merupakan bagian dari sistem perawatan rutin. Grup ini melakukan pemeriksaan rutin pada mesin-mesin dan pada saat terjadinya pembongkaran mesin seperti menyiapkan rancana inspeksi dan membuat rencana perbaikan atau penggantian, termasuk pengontrolan biaya dan pengembangan pengembangan teknis dari peralatan tersebut. Pengurangan kemungkinan kerusakan mesin dan peralatan merupakan tujuan yang paling penting dari sistem Preventive Maintenance. Bila perawatan rutin dilakukan dengan baik, maka beberapa mesin cadangan yang ada akan tidak terpakai, sehingga umur mesin akan bertambah panjang hingga perbaikan hanya perlu dilakukan pada saat dilakukannya pembongkaran mesin-mesin berskala besar dipabrik tersebut, maka mesin-mesin cadangan boleh ditiadakan yang artinya mengurangi biaya perawatan.
Data-data dan informasi sehubungan dengan kerusakan dan perbaikan mesin/peralatan akan tersimpan dengan sistematis dan ini merupakan data dasar untuk merumuskan rencana-rencana perawatan selanjutnya dan peningkatan fasilitas yang dilakukan oleh bagian perawatan dan bagian inspeksi. Data ini merupakan masukan yang sangat akurat untuk bagian pergudangan yang mengurusi suku cadang dan bahan untuk perawatan rutin.
Sistem Perawatan setelah rusak (Breakdown Maintenance)
Pada mulanya semua industri menggunakan sistem ini. Prisip kerjanya yaitu jika ada mesin/peralatan yang sudah rusak, baru perawatan dilakukan sesegera. Jka industri memakai sistem ini maka kerusakan mesin akan berulang berkali-kali dan frekuensi kerusakannya sama setiap tahunnya. Industri yang mengunakan sistem ini dianjurkan menyiapkan cadangan mesin (stand by machine) bagi mesin-mesin yang vital. Sifat lain dari sistem ini adalah data dan file informasi, dimana data dan file informasi perbaikan mesin/peralatan harus tetap dijaga. Pada sistem ini untuk pembongkaran tahunan tidak ada karna pada saat dilakukan penyetelan dan perbaikan, uni-unit cadanganlah yang dipakai. Sistem Breakdown Maintenance ini sudah banyak ditinggalkan oleh industri-industri karena sudah ketinggalan zaman karena tidak sistematik secara keseluruhannya dan banyak mengeluarkan biaya.
Sistem Perawatan ulang (Corrective Maintenance)
Kemajuan sistem perkembangan bahan tidak sejalan dengan perkembangan perawatan sistem preventive. Selain perawatan ulang ini dianjurkan untuk mengatasi masalah tersebut. Setelah beberapa tahun perawatan rutin dilaksanakan dipabrik, dari data-data inpeksi yang dilakukan rutin maka bisa diperoleh umur dan biaya perawatan dari masing-masing mesin/peralatan.Dari informasi ini kita dapat menetukan prioritas unit mana yang harus diperbaiki. Bagian inspeksi dan perencanaan, bekerja sama dengan bagian produksi dan pekerja lapangan akan menginformasikan kondisi masing-masing mesin dengan cara sebagai berikut :
Bagaimana perencanaan aslinya dan apakah kinerja berubah setelah masa perawatan yang lama, suku cadang mana yang mudah rusak.
Adakah cara lain untuk mencgah kerusakan tersebut.
Mencari dimana letak permasalahan dari sistem tersebut.
Menetapkan umur dari masing-masing mesin dan peralatan untuk menangal munculnya masalah yang lebih besar.
Selanjutnya data-data perbaikan dan pemeriksaan rutin akan memungkinkan kita mendeteksi kemungkinan terjadinya kerusakan dan dan mempersiapkan kerja untuk jenis pekerjaan tersebut. Ini akan menghasilakan prosedur perbaikan yang tepat dan dapat meminimalkan waktu yang dipakai untuk pekerjaan tersebut. Sifat-sifat yang menonjol dari sistem perawatan ulang adalah efisien dan erat hubungan diantara bagian perencanaan, bagian inspeksi, dan para pekerja seperti ahli bahan, insinyur mesin, kimia, dan lain-lain. Disini maalah yang muncul dilapangan dapat diatasi berkat adanya kerja sama dari seluruh bagian-bagian yang ada dipabrik. Meminimalkan rekuensi kerusakan pabrik setiap bulan dapat dilakukan dengan cara menjaga kualitas bahan, memodifikasi rancangan mesin, proses, dan lain-lain.
Informasi dari penyediaan barang (supplier) mengenai barang/bahan yang terbaru akan sangat membant perencanaan selanutnya, tetapi pemakaian bahan-bahan ini harus kita mengerti benar dan disesuaikan dengan keperluan pabrik. Tugas dari seorang insinyur perawatan tidak hanya sebatas merawat mesin dan peralatan saja. Tugasnya adalah memaksimumkan keuntungan pabrik dengan mengurangi jumlah kerusakan mesin/peralatan dan juga mengurangi biaya perawatan. Hal ini dilakukan dengan mempelajari/mengembangkan teknologi yang terbaru. Konsep pembiayaan pada pengembangan bahan baku untuk suku cadang mesin/peralatan sangatlah penting dan orang yang ahli bahan harus bekerja sama dengan bagian perawatan. Awalnya pada perawatan ulang tenaga kerja tambahan dan penanaman modal diperlukan, tetapi modal tersebut akan kembali dalam waktu singkat dengan dinaikannya pelayanan, berkurangnya kerusakan, terjadinya penurunan biaya perbaikan, dan bertambah panjangnya umur fasilitas-fasilitas tersebut. Disini kondisi masing-masing mesin/peralatan sudah terjamin, ini disebabkan karena perawatan ulang dijalankan.
Sistem Perawatan Produktif (Produktive Maintanance)
Sistem perawatan yang baik adalah berbeda untuk masing-masing pabrik. Hal ini disebabkan masing-masing pabrik berbeda pemakaian bahan dan energinya. Sistem perawatan dimulai dengan mengoptimumkan sistem perawatan itu sendiri berkait dengan beberapa kondisi yang dialami pabrik tersebut, ini adalah konsep perawatan produktif. Pengurangan kerusakan yang tidak diinginkan merupakan elemen yang sangat penting bagi semua sistem perawatan, pengurangan ini dapat diperoleh dengan teknologi yang dapat mengidentiikasi umur mesin dan peralatan tanpa harus membongkar mesinnya. Kerja sama yang baik diantara bagian perencanaan, bagian inspeksi, dan bagian produksi harus dijaga untuk mengoptimumkan sistem yang dipakai pada perawatan produktif. Tujuan dari perawatan lain adalah untuk merencanakan perawatan masing-masing fasilitas yang ada sesuai dengan umur masa pakainya, dan dengan mengurangi biaya perawatan tahunan, dengan cara pendekatan inspeksi dan pekerjaan perbaikan pada waktu yang diadakannya pembongkaran mesin tahunan atau perawatan lain-lain.
Optimasi perencanaan biaya perawatan untuk pekerjaan lapangan pada saat pembongkaran mesin dan pekerjaan perawatan harian dapat dievaluasi langsung melalui sifat-sifat dari mesin. Keperluan memasang mesin cadangan ditentukan oleh hasil dari konsep perawatan produktif. Biaya tambahan untuk unit-unit cadangan dapat dilakukan dengan membandingkan biaya investasi dengan uang yang kembali bila kiat memakai sistem perawatan rutin untuk seluruh mesin yang ada dalam pabrik tersebut. Secar umum, mesin-mesin/peralatan yang besar dan mahal diharapkan berjalan secara rutin pada masa-masa perawatan tersebut, hingga mesi/peralatan cadangan dapat ditiadaka.
2.1.2 Keandalan (Reliability)
Kendalaan (reliability) didefenisikan seabgai propabilitas bahwa suatu komponen atau sistem akan melakukan fungsi yang diinginkan sepanjang suautu periode waktu tertentu bilamana digunakan pada kondisi-kondisi pengoperasian yang telah ditentukan. Atau dalam perkataan yang lebih singkat, keandalan merupakan propabilitas dan ketidak-gagalan terhadap waktu.
Menentukan keandalan dalam pengertian operasional mengharuskan definisi diatas dibuat lebih spesifik :
Harus ditetapkan definisi yang jelas dan dapat diobservasi dari suatu kegagalan ini harus didefinisikan relative terhadap fungsi yang dilakukan oleh komponen atau sistem.
Unit waktu yang menjadi frekuensi dalam menentukan keandalan harus diidentifikasikan dengan tegas.
Komponen atau sistem yang diteliti harus diobservasi pada peformansi normal. Ini mencangkup beberapa faktor seperti beban yang didesain, lingkungan, dan berbagai, dan berbagai kondisi pengoperasian.
2.2 Reliability Centered Maintenance
Reliability Centerd Maintenance (RCM) merupakan suatu proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk menjamin agar suatu asset fisik dapat berlangsung terus memenuhi fungsi yang diharapkan dalam konteks operasinya saat ini atau suatu pendekatan pemeliharaan yang mengkombonasikan praktek dan strategi dari Preventive Maintenance (PM) dan Corrective Maintenance (CM) untuk memaksimalkan umur (life time) dan fungsi asset/sistem/equipment dengan biaya minimal (minimum cost). Pemikiran dari RCM adalah semua mesin yang digunakan memiliki batas umur, dan jumlah kegagalan yang umumnya terjadi mengikuti "kurva bak mandi (bath-up curve)" seperti terlihat dari gambar berikut ini :
Gambar 2.1 Hubungan antara Jumlah Kegagalan mesin
dan waktu pengoperasian
Ada tujuh pertanyaan dasar yang harus diajukan agar implementasi dari RCM dapat berlangsung secara efektif :
Apa funsi-fungsi dan standar-standar prestasi dan kaitannya dengan asset dalam konteks operasinya saat ini ?
Dengan jalan apa saja asset ini dapat gagal untuk memenuhi fungsi-fungsinya ?
Apa yang menyebabkan masing-masing kegagalan fungsi ?
Apa yang terjadi apabila setiap kegagalan timbul ?
Apa saja yang dipengaruhi oleh setiap kegagalan ?
Apa yang harus dilakukan untuk mencegah setiap kegagalan ?
Apa yang harus dilakukan apabila suatu cara pencegahan tidak dapat ditemukan ?
2.2.1 Tujuan Reliability Centered Maintenance
Adapun tujuan dari reliability centered maintenance (RCM) diantaranya adalah :
Untuk mengembangkan prioritas hubungan desain yang dapat mempersiapkan preventive maintenance untuk sub-assembly rem.
Untuk medapatkan informasi yang berguna dalam pengembangan desain dari item terutama yang berhubungan dengan konsunen, berdasarkan reliability.
Untuk mengembangkan Preventive Maintenance related task yang dapat menerima reliability lagi dan tingkat keamanan berdasarkan pada system deterioration.
Tujuan diatas dapat tercapai ketika jumlah biaya (total cost) yag dikeluarkan untuk melakukan perawatan adalah minimal.
2.2.2 Prinsip-prinsip Reliability Centered Maintenance
Dalam reliability centered maintenance memiliki prinsip-prinsip yang diantaranya adalah :
RCM difokuskan pada sistem atau peralatan. RCM berhubungan dengan fungsi sistem perawatan sebagai perlawanan pada perawatan dari fungsi komponen secara individual.
Safety and economics drive RCM. Keamanan adalah faktor yang sangat penting, hal itu harus dipastikan pada berbagai harga / pengeluaran dan efektifitas pengeluaran menjadi criteria.
RCM is function-oriented. RCM memainkan sebuah peranan penting dalam pemeliharaan fungsi sistem atau peralatan.
Design limitation are knowledged by RCM. Tujuan dari RCM adalah untuk merawat berdasarkan reliability dari desain peralatan atau sistem dan pada saat yang bersamaan mengetahui bahwa perubahan berdasarkan reliability hanya dapat dibuat melalui desain dari pada perawatan. Perawatan pada saat yang terbaik hanya dapat mendapatkan dan merawat tingkat reliability yang telah didesain.
2.2.3 Langkah Implementasi RCM
Secara umum ada beberapa langkah implementasi RCM, antara lain :
Pemilihan sistem dan pengumpulan informasi.
Dalam pemilihan sistem, sistem yang akan diilih adalah sistem yang mempunyai frekuensi corrective maintenance yang tinggi, dengan biaya yang mahal dan berpengaruh besar terhadap kelancaran proses pada lingkungannya.
Defenisi batasan sistem.
Definisi batasan sistem dilakukan untuk mengetahui apa yang termasuk dan tidak termasuk ke dalam sistem yang diamati.
Deskripsi sistem dan Functional Block Diagram.
Setelah sistem dipilih dan batasan sistem telah dibuat, maka dilakukan pendeskripsian sistem. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendokumentasikan detail penting dari system.
Penentuan fungsi dan kegagalan funsional.
Funsi dapat diartikan sebagai apa yang dilakukan oleh suatu peralatan yang merupakan harapan pengguna. Fungsi berhubungan dengan masalah kecepatan, output, kapasitas dan kualitas produk. Kegagalan (failure) dapat diartikan sebagai ketidakmampuan suatu peralatan untuk melakukan apa yang diharapkan oleh pengguna. Sedangkan kegagalan funsional dapat diartikan sebagai ketidakmampuan suatu peralatan untuk memenuhi fungsinya pada peformasi standar yang dapat diterima oleh pengguna. Suatu fungsi dapat memiliki satu ataupun lebih kegagalan fungsional.
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).
Mode kegagalan merupakan suatu keadaan yang dapat menyebabkan kegagalan fungsional. Apabila mode kegagalan sudah diketahui maka memungkinkan untuk mengetahui dampak kegagalan yang menggambarkan apa yang akan terjadi ketika mode kegagalan tersebut terjadi, selanjutnya digunakan untuk menentukan konsekuensi dan memutuskan apa yang akan dilakukan untuk mengantisipasi, mencegah, mendeteksi atau memperbaikinya.
Logic Tree Analysis (LTA)
Logic Tree Analysis merupakan suatu pengukuran kualitatif untuk mengklasifikasikan kedalam 4 kategori yaitu :
Safety Problem (kategori A)
Mode kegagalan mempunyai konsekuensi dapat melukai atau mengancam jiwa seseorang.
Outage Problem (kategori B)
Mode kegagalan dapat mematikan sistem.
Minor to Infestigation Economic Problem (kategori C)
Mode kegagalan tidak berdampak pada keamanan maupun mematikan sistem. Dampaknya tergolong kecil dan dapat diabaikan.
Hidden Failure (kategori D)
Kegagalan yang terjadi tidak dapat diketahui oleh operator.
2.3 Biaya Pemeliharaan
Preventive cost merupakan biaya yang timbul karena adanya perawatan mesin yang memang sudah dijadwalkan.
CM = [(BO + BM) + (BT x DT)] (2.1)
Dimana :
CM = Biaya Operasi
BO = Biaya Operasi
BM = Biaya mekanik
BT = Biaya Downtime
DT = Total downtime
Sedangkan failure cost (CF) merupakan biaya yang timbul karena terjadinya kerusakan diluar perkiraan yang menyebabkan mesin produksi berhenti pada saat produksi sedang berjalan.
CF = WK x DT (2.2)
Dimana :
WK = Jumlah waktu kerja
DT = Total Downtime
Jika CF dan CM nilainya hampir sama, maka pelaksanaan perawatan akan menjadi tidak ekonomis.
2.4 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
FMEA (failure mode and effect analysis) adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). FMEA digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.
Terdapat dua penggunaan FMEA yaitu dalam bidang desain (FMEA Desain) dan dalam proses (FMEA Proses). FMEA Desain akan membantu menghilangkan kegagalan-kegagalan yang terkait dengan desain, misalnya kegagalan karena kekuatan yang tidak tepat, material yang tidak sesuai, dan lain-lain. FMEA Proses akan menghilangkan kegagalan yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam variabel proses, misal kondisi diluar batas-batas spesifikasi yang ditetapkan seperti ukuran yang tidak tepat, tekstur dan warna yang tidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat, dan lain-lain. Penelitian tugas akhir ini menggunakan metode FMEA Proses.
2.4.1 Tujun FMEA
Terdapat banyak variasi didalam rincian failure modes and effect analysis (FMEA), tetapi semua itu memiliki tujuan untuk mencapai :
Mengenal dan memprediksi potensial kegagalan dari produk atau proses yang dapat terjadi.
Memprediksi dan mengevalusi pengaruh dari kegagalan pada fungsi dalam sistem yang ada.
Menunjukkan prioritas terhadap perbaikan suatu proses atau sub sistem melalui daftar peningkatan proses atau sub sistem yang harus diperbaiki.
4. Mengidentifikasi dan membangun tindakan perbaikan yang bisa diambil untuk mencegah atau mengurangi kesempatan terjadinya potensikegagalan atau pengaruh pada sistem.
Mendokumentasikan proses secara keseluruan.
2.4.2 Langkah-langkah Dasar FMEA
Terdapat langkah dasar dalam proses FMEA yang dilakukan oleh tim desain for six sigma (DFSS) adalah :
Membangun batasan proses yang dibatasi oleh struktur proses.
Membangun proses pemetaan dari FMEA yang mendiskripsikan proses produksi secara lengkap dan alat penghubung tingkat hirarki dalam struktur proses dan ruang lingkup.
Melihat struktur proses pada seluruh tingkat hirarki dimana masing-masing parameter rancangan didefinisikan.
Identifikasi kegagalan potensial pada masing-masing proses.
Mempelajari penyebab kegagalan dari pengaruhnya.
Pengaruh dari kegagalan adalah konsekuensi langsung dari bentuk kegagalan pada tingkat proses berikutnya, dan puncaknya ke konsumen. Pengaruh biasanya diperlihatkan oleh operator atau sistem pengawasan. Terdapat dua hal utama penyebab pada keseluruhan tingkat, dengan diikuti oleh pertanyaan seperti :
Apakah variasi dari input menyebabkan kegagalan ?
Apakah yang menyebabkan proses gagal, jika diasumsikan input tepat dan sesuai spesifikasi ?
Jika proses gagal, apa konsekuensinya terhadap kesehatan dan keselamatan operator, mesin, komponen itu sendiri, proses berikutnya, konsumen dan peraturan ?
Pengurutan dari bentuk kegagalan proses potensial menggunakan risk priority number (RPN) sehingga tindakan dapat diambil untuk kegagalan tersebut.
Mengklasifikasikan variabel proses sebagai karakteristik khusus yang membutuhkan kendali seperti keamanan operator yang berhubungan dengan parameter proses, yang tidak mempengaruhi produk.
Menentukan kendali proses sebagai metode untuk mendeteksi bentuk kegagalan atau penyebab. Terdapat dua tipe kendali, yaitu :
Rancangan yang digunakan untuk mencegah penyebab atau bentuk kegagalan dan pengaruhnya.
Kegiatan tersbut dilakukan untuk mendeteksi penyebab dalam tindakan korektif.
Identifikasi san mengukur tindakan korektif. Menurut nilai risk priority number (RPN), tim melakukannya dengan :
Mentranfer resiko kegagalan pada sistem diluar ruang linkup pekerjaan.
Mencegah seluruh kegagalan.
Meminimumkan resiko kegagalan dengan :
Mengurangi severity.
Mengurangi occurance.
Meningkatkan kemampuan deteksi.
Analisa, dokumentasi dan memperbaiki FMEA. Failure modes and effect analysis (FMEA) merupakan dokumen yang harus dianalisa dan diurus secara terus-menerus.
2.5 Menentukan Severity, Occurrence, Detection
Untuk menetukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka tim FMEA harus mendefenisikan terlebih dahulu tentang Severity, Occurrence, dan Detection serta hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number.
2.5.1 Severity
Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko yaitu menghitung seberapa besar dampak/intensitas kejadian mempengaruhi output proses. Dampak tersebut diranking mulai skala 1 sampai 10, dimana 10 merupakan dampak terburuk. Proses sistem peringkat yang dijelaskan pada tabel 2.1 sesuai dengan standar AIAG (Automotive Industry Action Group) dibawah ini :
Tabel 2.1 Kriteria Evaluasi dan Sistem Peringkat untuk Severity of Effect Process
Effect
Severity of Effect for FMEA
Rating
Tidak Ada
Bentuk kegagalan tidak memiliki pengaruh
1
Sangat Minor
Gangguan minor pada lini produksi
Fit & finish atau squeak & rattle produk tidak sesuai
Sebagian kecil produk harus dikerjakan ulang ditempat
Pelanggan yang jeli menyadari defect tersebut
2
Minor
Ganguan minor pada lini produksi
Sebagian produk harus dikerjakan secara on-line ditempat
Fit & finish atau squek & rattle tidak sesuai
Sebagian pelanggan menyadari defect tersebut
3
Tabel 2.1 Kriteria Evaluasi dan Sistem Peringkat untuk Severity of Effect Process (lanjutan)
Effect
Severity of Effect for FMEA
Rating
Sangat Rendah
Ganguan minor pada lini produksi
Produk harus dipilah dan sebagian dikerjakan ulang
Fit & finish atau squeak & rattle tidak sesuai
Sebagian pelanggan menyadari defect tersebut
4
Rendah
Gangguan minor pada lini produksi
100% produk harus dikerjakan ulang
Produk dapat beroperasi, tetapi sebagian item tambahan tidak dapat berfungsi
5
Sedang
Gangguan minor pada lini produksi
Produk harus dipilah dan sebagian dibongkar ulang (tanpa ada pemilihan)
Produk dapat beroperasi, peformansinya berkurang
6
Tinggi
Gangguan Major pada lini produksi
Produk harus dipilah dan sebagian dibongkar ulang
Produk dapat beroperasi, peformansinya berkurang
7
Sangat Tinggi
Gangguan major pada lini produksi
100% produk harus dibongkar
Produk tidak terdapat dioperasikan dan kehilangan funsi utamanya
8
Berbahaya dengan peringatan
Dapat membahayakan operator mesin
Kegagalan dapat mempengaruhi keamanan operasional produk atau tidak sesuai dengan peraturan
Kegagalan akan terjadi dengan didahului peringata
9
Berbahaya tanpa adanya peringatan
Dapat membahayakan operator mesin
Kegagalan dapat mempengaruhi keamanan operasional produk atau tidak sesuai dengan peraturan pemerintah
Kegagalan akan terjadinya tanpa adanya peringatan terlebih dahulu.
10
2.5.2 Occurance
Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan produk. Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1 sampai 10. Pada tabel 2.2 berdasarkan standar AIAG mendeskripsikan proses sistem peringkat. Karena peringkat kegagalan jatuh antara dua angka skala. Standar menilai dengan cara interpolasi dan pembulatan nilai Occurrence.
Tabel 2.2 Occurance Rating
Probability of Failure
Occurance
Rating
Sangat tinggi
1 in 2
10
Kegagalan hamper tidak bias dihindari
1 in 3
9
Tinggi
1 in 8
8
Umumnya berkaitan dengan proses terdahulu yang kadang mengalami kegagalan
1 in 20
7
Sedang
1 in 80
6
Umumnya berkaitan dengan proses terdahulu yang kadang mengalami kegagalan tapi tidak dalam jumlah besar
1 in 400
5
1 in 2000
4
Rendah : Kegagalan terisolasi berkaitan proses serupa
1 in 15,000
3
Sangat rendah : Hanya kegagalan terisolasi yang berkaitan dengan proses hamper indentik
1 in 150,000
2
Remote : Kegagalan mustahil. Tak pernah ada kegagalan terjadi dalam proses yang identik
1 in 1,500,000
1
2.5.3 Detection
Nilai Detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini. Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan / mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Proses penilaian ditunjukkan pada tabel 2.3 berdasarkan standar AIAG adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3 Detection Rating
Detection
Likelihood of Detection
Rank
Hampir tidak mungkin
Tidak ada alat pengotrol yang mampu mendeteksi
10
Sangat jarang
Alat pengontrol saat ini sangat sulit mendeteksi bentuk atau penyebab kegagalan
9
Jarang
Alat pengontrol saat ini sulit mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan
8
Sangat rendah
Kemampuan alat control untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan sangat rendah
7
Rendah
Kemampuan alat control untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan rendah
6
Sedang
Kemampuan alat control untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kagagalan sedang
5
Agak tinggi
Kemampuan alat control untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan sedang sampai tinggi
4
Tinggi
Kemampuan alat control untuk mendeteksi bentuk dan peneyebab kegagalan sangat tinggi
3
Sangat tinggi
Kemampuan alat control untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan sangat tinggi
2
Hampir Pasti
Kemampuan alat control untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan hampir pasti
1
2.6 Risk Priority Number (Angka Prioritas Resiko)
RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effects (severity), kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effects (occurrence), dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi pada pelanggan (detection). RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :
RPN = S x O x D (2.3)
Dimana :
S = Severity
O = Occurance
D = Detection
Angka ini digunakan untuk mengidentifikasikan resiko yang serius, sebagai petunjuk ke arah tindakan perbaikan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Semen Padang pada pabrik Indarung IV dibagian Raw Mill khususnya mesin Vertical Mill III C, mulai dari tanggal 26 Januari 2015 sampai dengan 26 Maret 2015.
3.2 Jenis Penelitian
Untuk memudahkan penulis dalam mengumpulkan data, maka penulis menggunakan jenis penelitian Ex-pos Facto yaitu penelitian yang dilakukan dengan mencari informasi melalui pengamatan maupun data yang telah tersedia dilapangan.
Variabel Penelitian
Adapun data yang diperlukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
Data mesin dan peralatannya.
Data kerusakan, waktu antar kerusakan dan perbaikan.
Data penyebab kegagalan beserta efek yang ditimbulkan akibat adanya kegagalan.
Biaya kegagalan yang terdiri dari :
Biaya yang kehilangan produksi akibat kerusakan dan biaya tenaga kerja.
Biaya penggantian karena program perawatan yaitu peralatan, upah tenaga kerja dan biaya keuntungan yang hilang akibat perbaikan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data yang diperlukan penulis menggunakan beberapa metode sebagai berikut :
Metode Wawancara, yaitu melakukan pengumpulan data dengan cara wawancara langsung kepada kepala produksi ataupun operator yang ada dilapangan.
Metode Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung kelantai produksi dan mencatat setiap proses kegiatan produksi.
Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan informasi secara teoristis yang bersumber dari buku-buku kepustakaan, makalah dan buku-buku kuliah serta buku yang berkaitan dengan judul penelitian.
3.5 Pengolahan Data dan Analisa
Pengolahan data bertujuan untuk melakukan penyelesaian dan pembahasan dari masalah yang sedang dianalisis. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data meliputi :
Penentuan peralatan kritis pada mesin Vertical Raw Mill III C, ini dilakukan berdasarkan pada data downtime dengan frekuensi terbesar. Pemilihan peralatan kritis ini menggunakan gafik batang agar lebih memudahkan dalam menentukan frekuensi yang terbesar diantara alat yang satu dengan yang lainnya.
Function Block Diagram digunakan untuk mendeskripsikan sistem kerja dari mesin seperti proses produksinya.
Penyusunan table Failure Modes and Effect Analysis dilakukan berdasarkan data fungsi alat dan laporan perawatan yang kemudian dapat ditentukan berbagai penyebab kegagalan yang mengakibatkan kegagalan fungsi serta efek atau dampak yang ditimbulkan dari kegagalan fungsi.
Penentuan interval perawatan yang optimal pada tiap alat, maka diperlukan parameter distribusi selang waktu yang sesuai. Rumus yang digunakan untuk menentukan interval perawatan adalah :
TM = CMCF x MTTR (3.1)
Dimana :
TM : Interval waktu perawatan
CM : Perawatan preventive
CF : Failure Cost
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang telah ada di lapangan atau data yang di dapatkan oleh peneliti dari peruhasaan baik itu dari bagian produksi maupun bagain kantor.
Mesin dan Peralatan
Definisi dari peralatan pabrik adalah semua peralatan pabrik baik peralatan utama ataupun peralatau penunjang yang erat kaitannya dengan pembuatan semen. Bila ditinjau dari fungsinya maka peralatan pabrik dapat dibagi menjadi beberapa kelompok antara lain :
Peralatan pemecah material
Yang dimaksud dengan kelompok ini antara lain "crusher" yang mana fungsinya adalah memperkecil dimensi material sesuai dengan yang dikehendaki. Misalnya pada area penambangan batu kapur hasil peledakan diumpankan kedalam crusher sebelum transportasi kedalam pabrik sesuai kemampuan penggilingan.
Peralatan penggilingan dan pemanasan
Tujuan dari penggilingan yaitu untuk memperbesar luas permukaan benda padat, hal ini penting karena kecepatan reaksi suatu padat berbanding lurus memperbesar luas permukaan benda padat, yang termasuk dalam kelompok ini adalah :
Raw Mill
Fungsi dari Raw mill adalah menghancurkan raw material sampai pada tingkat kehalusan tertentu. Material akan digiling kedalam silinder (mill) dan berputar. Dengan danya putaran mill maka akan terjadi tumpukan dan juga gesekan antara material dan grinding media sehingga dimensi material tersebut akan berubah. Matrial hasil penggilingan pada raw mill disebut raw mix.
Coal Mill
Funsi dari coal mill adalah untuk menghancurkan batu bara dengan perantara adanya grinding media, linear, dan putaran mill sampai mencapai kehalusan tertentu. Hasil dari coal mill disebut fine coal.
Kiln Mill
Fungsi dari kiln mill adalah sebagai tempat pembakaran material raw mix menjadi klinker dengan bahan baku batu bara. Suhu pada proses pembakaran ini mencapai 14500C.
Cement Mill
Cement mill berfungsi sebagai tempai penggilingan klinker dan pencampuran dengan gypsum. Hasil dari pengolahan cement mill adalah produk semen yang siap dipakai dengan kehalusan tertentu.
3. Peralatan Transportasi
Belt Conveyor, digunakan sebagai alat transportasi batu kapur dari bukit karang putih menuju pabrik, alat transportasi material menuju raw mill, transportasi gypsum, dsb.
Apron Conveyor, digunakan sebagai alat transportasi kilinker menuju domesilo.
Alat transportasi udara tekan, digunakan sebagai penyalur material raw mix. Alat ini tertutup dan menyalurkan raw mix dengan memanfaatkan kemiringan dan udara tekan yang keluar dari bawah alat transport.
Elevator, digunakan pada proses pengangkutan raw mix menuju silo raw mix dan pada proses pengangkutan raw mix menuju preheater.
Peralatan penangkap debu.
Didalam proses pembuatan semen dimulai dari pengilingan bahan mentah sampai dengan penggilingan akhir selalu akan menimbulkan polusi debu, oleh karena itu untuk mengurangi produksi tersebut dan juga untuk efisiensi diperlukan peralatan pemisah, yaitu jet pulse filter, electrostatic precipitator, dan dedusting cyclone.
Jet Pulse Filter
Alat penangkap debu ini menggunakan prinsip jet pulse filter. Debu disedot oleh fan lalu menempel pada bagian luar bag. Udara yang tersaring oleh bag filter akan keluar melalui outlet. Dalam tempo yang sudah diatur, maka nada udara tekan yang keluar dari plaster, sehingga bag akan terkejut dan merontokan debu-debu yang menempel pada bag. Debu tersebut jatuh kedalam hopper dan dikembalikan lagi kedalam proses. Pada setiap alat transportasi material, tempat penyimpanan material, tempat jatuhan material dipasang jet pulse filter.
Electrostatic Precipitator (EP)
Merupakan alat pengendali debu terbesar dan utama pada pabrik PT Semen Padang. Alat ini selalu ada pada setiap unit proses. Sampling emisi debu dilakukan pada stuck dari EP. Sebab udara yang dihasilkan dari EP bepeluang melas kedaerah sekitar pabrik.
Dedusting Cyclone
Dedusting cyclone pada PT Semen Padang, berfungsi sebagai alat pengendali emisi debu awal, untuk meringankan kerja dari EP. Outlite dari dedusting cyclone akan masuk kedalam inlet EP.
Ruang Kontrol
Pada setiap pabrik PT Semen Padang mempunyai satu ruang control yang disebut Central Cotrol Panel (CCP). Ruang ini berfungsi sebgai pemantau segala kegiatan yang terjadi pada proses produksi semen. Jika terjadi kerusakan atau penurunan kinerja alat, maka akan terlihat pada layar control monitor, dan karyawan akan memberitahu kepada petugas pabrik mengenai kerusakan tersebut. Selain itu CCP juga berfnugsi sebagai kantor bagi staf-staf pabrik.
Proses Produksi
Dalam memproduksi semen, PT Semen Padang melakukan beberapa tahapan produksi. Mulai dari pengabambilan bahan baku, penggilingan awal, pemanasan, pencampuran, dan pengemasan.
4.1.2.1 Pengambilan Bahan Baku
Berikut ini akan dijelaskan satu-persatu bahan baku utama dalam pembuatan semen :
Batu kapur
Batu kapur merupakan sumber utama oksida yang mempunyai rumus CaCO3 (Calsium Carbonat) pada umumnya tercampur MgCO3 dan MgSO4. Batu kapur yang baik dalam penggunaan pembuatan semen memiliki kadar air ± 5%, dan pengguaan batu kapur dalam pembuatan semen itu sendiri diperlukan ±81%. Pengambilan bahan baku batu kapur dilakukan dengan cara menggunakan bahan peledak
Tanah Liat
Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen SiO2Al2O3.2H2O. Tanah liat yang baik untuk digunakan memiliki kadar air ± 20%, dan pengunaan tanah liat pada pembuatan semen ± 9%. Penambangan tanah liat hampir sama dengan penambangan batu kapur hanya saja tanpa proses pengeboran dan peledakan.
Batu Silika
Material ini merupakan sumber Silika Oksida (SiO2) dan Alumunium Oksida (AL2O3 ). Material ini ditambang dibukit Ngalau. Proses penambangan dilakukan tanpa menggunakan bahan peledak tapi diruntuhkan dengan excavator dan di bawa ke crusher dengan menggunakan whel loader atau dump truck dan kebutuhannya adalah sekitar 9 – 10% dari kebutuhan bahan mentah.
Pasir Besi
Pasir besi mempunyai Oksida utama berupa Fe2O3 (Oksida Besi), yang kebutuhannya hanya 1 – 2 % dari total kebutuhan bahan mentah. PT Semen Padang tidak mempunyai area tambang pasir besi sendiri, oleh karena itu material dibeli dari luar, dan biasanya diambil dari PT. Aneka Tambang Cilacap.
4.1.2.2 Proses Produksi
Proses pembuatan semen teridiri dari beberapa tahapan sebagai berikut :
Tahapan Penggilingan Bahan Mentah
Pada tahapan ini bahan baku yang telah dipersiapkan dalam komposisi yang cocok digiling sampai mencapai kehalusan tertentu. Proses ini dilakukan menggunakan mesin raw mill. Fungsi raw mill yaitu menggiling bahan mentah, proses pencampuran awal (belnding), proses pengeringan raw mix dan proses homogenitas raw mix.
Komposisi dari Raw Materal adalah sebagai berikut :
Clay/Limestone Mix : 84,46% atau 507 MT
Corrective Limestone : 13,51% atau 81,10 MT
Silica Sand : 1,59% atau 9,54 MT
Irond Sand : 0,44% atau 2,64 MT
Ada dua tipe mesin raw mill yang dipakai oleh PT Semen Padang untuk penggilngan bahan baku menjadi raw mix yaitu tipe vertical dan tipe horizontal. Perbedaan ini terletak pada posisi raw mill terhadap aliran arah bahan baku sewaktu penggilingan.
Tahapan Pembakaran
Setelah melewati raw mill, selanjutnya dilakukan pembakaran terhadap material. Tujuan utama proses pembakaran ini adalah menghasilkan reaksi kimia dan pembentukan senyawa diantara oksida-oksida yang terdapat pada bahan mentah. Pembakaran ini dilakukan sampai mencapai suhu maksimum 14500C. Pada pembakaran ini terjadi beberapa proses yaitu pengeringan (untuk proses basah), pemanasan pendahuluan (preheting), kalsinasi (calsination), pemijaran (sintering), dan pendinginan (colling).
Proses pembakaran yang dilakukan dalam sebuah alat yang disebut Kiln ini berbentuk silinder dengan diameter mencapai 5 m dan panjang sampai 80 m dengan kemiringan 3 %. Kiln ini berotasi dengan kecepatan 3 rpm selama pembakaran agar material terbakar merata, bahan bakar untuk pembakaran ini adalah batu bara yang dijadikan serbuk (finecoal) yang dihasilkan dari Coal mill. Didalam kiln dialapisi oleh batu tahan api (firebrick) untuk menjaga temperatur didalam kiln konstan 14500C. Raw mix atau slurry yang telah mengalami pemijaran didalam kiln selanjutnya didinginkan didalam grate cooler, material yang keluar dari dalam grate coller ini disebut klinker. Klinker yang halus jatuh kedalam debu De Bucket Conveyor (DBC), karena didalam grate cooler terdapat grate plat yang digerakan dengan motor dan juga terdapat lubang-lubang kecil yang dapat dilalui oleh klinker yang kecil, sedangkan klinker yang kasar langsung ke crusher dan dihancurkan lagi sebelum bergabung dengan klinker yang halus menggunakan screw conveyor, Klinker yang sudah halus ditransportasikan ke CF Silo Klinker dan domesilo.
Tahapan Penggilingan Akhir
Material yang telah melalui proses pemanasan di kiln selanjutnya akan di bawa ke bagian cement mill untuk proses selanjutnya. Pada cement mill klinker yang dihasilkan oleh kiln akan digiling kembali agar klinker jadi lebih halus dan selanjutnya dicampur dengan bahan-bahan tambahan seperti Gypsun dan Pozzoland. Proses pada cement mill adalah tahapan terakhir dari pembuatan semen dan output dari cement mill sudah dapat dikatakan sebagai produk.
Tahap Pengantongan
Sistem pengantongan untuk semen kantong sak diawali dengan pengambilan semen di silo semen. Semen melewati pneumatik velve di botton silo masuk ke air slide dan diteruskan ke bucket elevator. Dari elevator semen diteruskan ke control screen untuk dipisahkan dari material asing atau gumpalan semen. Semen yang halus masuk ke Feed Tank.
Feed Tank dilengkapi dengan Nivopilot dan level indikator untuk menjaga agar isi di dalam feed tank selalu terkontrol. Jika feed tank terisi penuh maka pneumatik velve akan tertutup secara otomatis. Dan jika feed tank mencapai level minimum maka pneumatik velve akan kembali membuka. Semen dari feed tank akan diteruskan ke packer tank dan masuk ke kantong dengan dorongan udara tekan dan sistem penimbangan mekanik.
4.1.3 Jam Kerja
Jam kerja operator di PT Semen Padang terdiri dari tiga shift, yaitu shift pagi mulai dari pukul 07.30 s/d 15.00, shift siang mulai dari pukul 15.00 s/d 22.00, dan shift malam mulai dari pukul 22.00 s/d 07.30. Terkecuali pada hari jum'at, sabtu, dan minggu jam kerja operator hanya 2 shift. Pagi mulai jam 07.30 s/d 18.30 dan malam mulai jam 18.30 s/d 07.30. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel.
Tabel 4.2 Waktu Kerja PT Semen Padang
Shift Kerja
Waktu Kerja
Shift Pagi
07.30 s/d 15.00
Shift Siang
15.00 s/d 22.00
Shift Malam
22.00 s/d 07.30
4.1.4 Mesin Vertical Raw Mill IIIC
Pabrik Indarung IV mempunyai dua jenis mesin pada bagian raw mill yaitu terdiri dari mesin Tube Mill dan mesin Vertical Raw Mill III C. Pada penelitian ini peneliti hanya membahas manjemen perawatan pada mesin Vertical Mill III C.
4.1.4.1 Peralatan Utama
Grinding Table
Grinding Table adalah sebuah meja berbentuk bundar yang berfungsi sebagai alas atau landasan tempat penggilingan material. Material yang berada diatas grinding table akan berputar mengikuti arah putaran grinding table tersebut. Selain untuk landasan tempat penggilingan grinding table juga berfungsi untuk menjaga agar penggilingan material merata.
Table Linear
Table linear adalah lampisan dari meja penggilingan. Table linear ini berada di bawah grinding table yang berfungsi untuk menjaga kestabilan putaran grinding table.
Grinding Roller
Grinding roller adalah sebuah media penggiling material yang berbentuk seperti roda baja dan mempunyai bantalan-bantalan pada permukaannya. Mesin Vertical Mill III C terdiri dari empat buah grinding roller yang dibagi menjadi dua sisi yang terdiri dari dua buah grinding table yang akan berputar secara berlawanan pada setiap sisinya.
Dam Ring
Dam ring berfungsi sebagai dam atau batas untuk menjaga ketinggian permukaan material pada grinding table agar ketinggian permukaan material tidak terlalu rendah/tingggi. Apabila damring tinggi maka efek grinding akan menurun, dan sebaliknya damring rendah maka efek grinding bagus dan menghasilkan vibrasi yang tinggi.
Rocker Arm
Rocker Arm merupakan lengan roller yang berfungsi untuk menaikan dan menurunkan grinding roller.
Hydraulic Cylinder
Cylinder ini berfungsi untuk mendorong Arm agar maju sehingga Arm akan naik, Cylinder akan bekerja apabila diberi udara, dengan tekanan udara sebesar 60-70 Psi.
Triple Gate
Tripel Gate ini berfungsi untuk menaburkan material ke permukaan grinding tible, dan untuk mengunci udara panas yang ada di dalam mesin. Triple gate bekerja secara bukak tutup dengan rentang waktu yang di atur oleh operator bagian control.
Clasifier
Clasifier berfungsi untuk memfasilitasi aerodinamis aliran udara agar terjadi distribusi aliran udara yang baik sehingga separasi yang kasar dan yang halus berlangsung sempurna.memisahkan material yang kasar dengan yang halus hasil dari penggilingan.
Louvre Ring
Louvre ring berfungsi sebagai saluran untuk masuknya gas panas ke dalam mesin.
Mill Outlite Duct
Mill outlite duct merupakan saluran pipa tempat keluarnya material yang telah digiling. Selain menjadi pipa aliran material mill outlite duct juga berfungsi untuk menjaga agar udara segar tidak tercampur dengan material.
4.1.4.2 Proses Kerja Mesin Vertical Raw Mill
Material masuk ke Raw Mill IIIC (M01) melalui triple gate valve (R02) yang fungsinya untuk mencegah keluarnya udara panas dari Raw Mill. Udara panas masuk ke Raw Mill IIIC pada suhu 2170C, gas ini berasal dari kiln string B. Material masuk dari inlet di bagian atas Vertical Mill dan diteruskan untuk digiling oleh roller menjadi bagian yang lebih kecil. Keempat roller yang digerakan oleh rocker arm secara naik turun akan mengelinding diatas sebuah table (meja bundar) yang diputar oleh main drive. Diatas meja tersebutlah bahan mentah yang akan digiling berada.
Agar tingi material yang digiling pada bagian atas table tetap pada kapasitas standar, maka bagian atas table tersebut diberi damring. Apabila damring tinggi maka efek grinding akan turun kecepatan putar roller akan berkurang. Apabila damring rendah maka efek dari grinding akan bagus dan menghasilkan vibrasi yang tinggi. Vibrasi yang tinggi tersebut akan diredam oleh accumulator yang berisi nitrogen.
Dibagian bawah raw mill terdapat lobang yang mengelilingi table yang disebut louvering. Louvering dihubungkan dengan pipa yang menyalurkan udara panas dari kiln. Louvering yang mempunyai bentuk seperti kipas berputar dengan cepat sehingga udara panas yang berada didekatnya didorong keatas sambil membawakan debu-debu halus hasil penggilingan maka udara panas tersebut diarahkan dengan armouring table yang terletak disisi sepanjang louvering dengan kemiringan 150 kearah dalam, sehingga udara panas akan terkonsentrasi ketengah mesin raw mill.
Material hasil penggilan di tarik oleh udara berkecepatan tinggi melalui mill fan menuju ruang pemisahan dan bagian yang kasar akan kembali kemeja penggilingan untuk proses penggilingan lebih lanjut. Material yang halus bersama gas panas keluar mill setelah melalui classifier yang ada di dalam mill menuju ke cyclone. Pada cyclone tersebut material dan gas panas dipisahkan, material yang jatuh dari cyclone dialirkan ke cf silo menggunakan elevator sedangkan gas panas di alirkan ke EP dan dibuang ke udara.
4.2 Pengumpulan Data
Data yang diperlukan oleh peneliti dikumpulkan dari hasil pengamatan dan wawancara selama melakukan Kuliah Kerja Praktek di PT Semen Padang.
4.2.1 Data Biaya
Data biaya ini merupakan daftar biaya yang diperlukan untuk perawatan pada mesin Vertical Raw Mill IIIC dalam satu tahun. Biaya ini belum termasuk biaya penggantian komponen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table di bawah ini.
Tabel 4.3 Data Biaya
Biaya
Harga
Biaya Produksi
Rp 5.500.000/bulan
Biaya Mekanik
Rp 2.000.000/bulan
Biaya Kerusakan
Rp 180.000/bulan
Sumber : PT Semen Padang (2015)
4.2.2 Data Jumlah Kerusakan Mesin Vertical Raw Mill
Data jumlah kerusakan ini berguna untuk menentukan peralatan kritis pada mesin Vertical Raw Mill yang dilakukan berdasarkan pada data kerusakan dengan frekuensi terbesar dalam satu bulan. Data di ambil dengan melakukan pengamatan pada 10 buah peralatan utama yang ada di mesin Vertical Raw Mill tersebut.
Tabel 4.2 Jumlah Kerusakan Mesin Vertical Raw Mill
Sumber : PT Semen Padang (2015)
4.3 Pembahasan
Pada pembahasan ini penulis hanya membahas kesalahan fungsi pada peralatan kritis dan interval waktu perawatan yang optimal pada mesin Vertical Raw Mill III C.
Untuk pembahasan penulis menggunakan metode Reliability Centered Maintenance yang terdiri dari tiga tahap yaitu, tahap Failure Mode and Effect Analysis, tahap Logic Tree Analysis, dan tahap perhitungan interval waktu optimal perawatan.
4.3.1 Penentuan Peralatan Kritis
Penentuan peralatan kritis pada mesin Vertical Raw Mill IIIC dilakukan berdasarkan pada data kerusakan dengan frekuensi terbesar. Pemilihan perlatan kritis ini menggunakan diagram pareto agar lebih memudahkan dalam menentukan frekuensi terbesar diantara peralatan yang satu dengan yang lainnya.
Tabel 4.3 Peralatan Mesin Vertical Mill
Sumber : PT Semen Padang (2015)
Sumber : PT Semen Padang (2015)
Gambar 4.1 Grafik Frekuensi Kerusakan Mesin Vertical Raw Mill III C
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa peralatan yang paling sering mengalami kerusakan adalah Triple Gate dengan jumlah kerusakan sebanyak 20 kali dalam sebulan dengan Mean Time To Repair (MTTR) 1,5 jam/bulan, Rocker Arm dengan jumlah kerusakan 17 kali dengan MTTR 1,8 jam/bulan, dan Classifier dengan jumlah kerusakan 15 kali dengan MTTR 2 jam/bulan.
4.3.2 Failure Mode and Effect Analyisis (FMEA)
Penyusunan table Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dilakukan berdasarkan data fungsi peralatan dan laporan perawatan yang kemudian dapat ditentukan penyebab kegagalan yang mangakibatkan kegagalan fungsi serta efek atau dampak yang ditimbulkan dari kegagalan fungsi.
Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka selanjutnya dilakukan pengkajian tentang Severity, Occourance, dan Detection, serta hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number.
4.3.3 Logic Tree Analisys (LTA)
Analisa Logic Tree Analysis ini berguna untuk mengetahui dampak suatu kegagalan terhadap jalannya sistim mesin.
Tabel 4.4 Identifikasi Logic Tree Analysis
Sumber : PT Semen Padang (2015)
Catatan :
A : Safety Problem
B : Outage Problem
C : Minor to Investigation Economic Problem
D : Hidden Failure
Bedasarkan table di atas dapat di analisa bahwa 3 dari 10 peralatan utama di mesin Verical Raw Mill IIIC dapat mematikan sistim mesin apabila mengalami kerusakan dengan kategori B. Sedangkan grinding roller mempunyai dampak yang paling berbahaya apabila mengalami kerusakan.kerusakan pada peralatan dapat mematikan sistem dengan kategori A.
4.3.4 Perhitungan Interval Perawatan
Grinding Table
CM = {(BO + BM) + (BT + DT)}12
= {(5500000 + 2000000) + (180000 x 111)}12
= Rp 229000 / bulan
CF = WK x DT
= 720 x 111
= Rp 79920 / bulan
TM = CMCF x MTTR
= 22900079920 x 3,8
= 108,9 jam
Table Linear
CM = {(BO + BM) + (BT + DT)}12
= {(5500000 + 2000000) + (180000 x 111)}12
= Rp 229000 / bulan
CF = WK x DT
= 720 x 111
= Rp 79920 / bulan
TM = CMCF x MTTR
= 22900079920 x 3,3
= 94,6 jam
Dam Ring
CM = {(BO + BM) + (BT + DT)}12
= {(5500000 + 2000000) + (180000 x 111)}12
= Rp 229000 / bulan
CF = WK x DT
= 720 x 111
= Rp 79920 / bulan
TM = CMCF x MTTR
= 22900079920 x 2,3
= 65,9 jam
Hydraulic Cylinder
CM = {(BO + BM) + (BT + DT)}12
= {(5500000 + 2000000) + (180000 x 111)}12
= Rp 229000 / bulan
CF = WK x DT
= 720 x 111
= Rp 79920 / bulan
TM = CMCF x MTTR
= 22900079920 x 3,3
= 94,6 jam
Rocker Arm
CM = {(BO + BM) + (BT + DT)}12
= {(5500000 + 2000000) + (180000 x 111)}12
= Rp 229000 / bulan
CF = WK x DT
= 720 x 111
= Rp 79920 / bulan
TM = CMCF x MTTR
= 22900079920 x 1,8
= 56,6 jam
Grinding Roller
CM = {(BO + BM) + (BT + DT)}12
= {(5500000 + 2000000) + (180000 x 111)}12
= Rp 229000 / bulan
CF = WK x DT
= 720 x 111
= Rp 79920 / bulan
TM = CMCF x MTTR
= 22900079920 x 2,1
= 60,2 jam
Triple Gate
CM = {(BO + BM) + (BT + DT)}12
= {(5500000 + 2000000) + (180000 x 111)}12
= Rp 229000 / bulan
CF = WK x DT
= 720 x 111
= Rp 79920 / bulan
TM = CMCF x MTTR
= 22900079920 x 1,5
= 43 jam
Clasifier
CM = {(BO + BM) + (BT + DT)}12
= {(5500000 + 2000000) + (180000 x 111)}12
= Rp 229000 / bulan
CF = WK x DT
= 720 x 111
= Rp 79920 / bulan
TM = CMCF x MTTR
= 22900079920 x 2
= 57,3 jam
Lovre Ring
CM = {(BO + BM) + (BT + DT)}12
= {(5500000 + 2000000) + (180000 x 111)}12
= Rp 229000 / bulan
CF = WK x DT
= 720 x 111
= Rp 79920 / bulan
TM = CMCF x MTTR
= 22900079920 x 8
= 229 jam
Mill Outlite Duct
CM = {(BO + BM) + (BT + DT)}12
= {(5500000 + 2000000) + (180000 x 111)}12
= Rp 229000 / bulan
CF = WK x DT
= 720 x 111
= Rp 79920 / bulan
TM = CMCF x MTTR
= 22900079920 x 15
= 429,8 jam
Dari hasil perhitungan diatas maka kita dapat membuat jadwal perawatan peralatan mesin yang optimal setiap bulannya dengan interval waktu yang telah ditentukan. Dengan adanya jadwal perawatan rutin tersebut diharapkan dapat memperpanjang usia pemakaian peralatan dan mempertahankan keandalan fungsi dari masing-masing peralatan tersebut.
4.4 Analisa
Berdasarkan tujuan tujuan penulisannya, karya tulis akhir ini akan menghitung interval waktu perawatan yang optimal dan mencari penyebab kegagalan fungsi yang terjadi pada mesin produksi dengan menggunakan tahapan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Mesin yang jadi objek penelitian adalah mesin Vertical Raw Mill III C.
Berdasarkan data kerusakan peralatan pada mesin Vertical Raw Mill yang didapatkan melalui pengamatan selama satu bulan dapat lihat bahwa peralatan yang paling sering mengalami kerusakan adalah triple gate dengan jumlah kerusakan sebanyak 20 kali dalam satu bulan. Hal itu dapat juga dilihat pada diagram pareto. Dengan demikian berarti Triple Gate merupakan peralatan kritis pada mesin Vertical Raw Mill IIIC.
Dari table Failure Mode and Effect Analysis dapat dilihat bahwa kerusakan yang terjadi pada triple gate yaitu gate tidak dapat tertutup secara otomatis karena oli pada hydraulic gate habis dan kerusakan tersebut dapat mengakibatkan kapasitas material yang masuk ke dalam mesin jadi tidak terkontrol dan udara luar akan bercampur dengan gas panas yang ada di dalam mesin. Sehinga setelah dilakukan pengkajian mengenai severity, occourance, dan detection berdasarkan jenis kerusakan tersebut maka triple gate mempunyai nilai RPN yang paling tinggi dibandingkan dengan peralatan lain dengan nilai 180.
Sementara berdasarkan tabel Logic Tree Analysis dapat dilihat bahwa Grinding Roller diberi kategori A karna dapat menimbulkan masalah keselamatan dan mematikan sistim mesin apabila mengalami kerusakan. Sedangkan Grinding Table, Table Linear, dam Ring, Hydraulic Cylinder, Triple Gate, dan Classifier diberi kategori B karna apabila mengalami kerusakan hanya mematikan sistim mesin, dan Louvering dan Mill Outlite Duct diberi kategori C karna tidak mempunyai dampak yang begitu besar terhadap mesin apabila mengalami kerusakan.
Untuk perhitungan waktu interval perawatan jumlah downtime yang terjadi pada setiap alat sangat mempengaruhi waktu interval perawatan masing-masing alat. Sehingga semakin sering sebuah alat mengalami kerusakan maka semakin dekat juga rentang waktu perawatan alat tersebut, sebaliknya semakin sedikit jumlah downtime sebuah alat maka semakin jauh juga rentang waktu perawatan mesin tersebut.
4.5 Usulan Interval Waktu Perawatan
Besarnya kapasitas produksi yang ditargetkan oleh perusahaan membuat mesin produksi beroperasi terus menerus. Untuk menjaga agar mesin tetap dapat beroperasi maka diperlukan sebuah perawatan yang terjadwal dengan interval waktu perawatan yang optimal. Sehingga kemungkinan kerusakan yang akan terjadi pada mesin dapat diatasi sedini mungkin dan memperpanjang usia pemakaian mesin tersebut. Berikut ini adalah usulan interval waktu perawatan yang optimal pada mesin Vertical Raw Mill III C seperti yang terlihat pada tabel.
Tabel 4.5 Usulan Interval Waktu Perawatan
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diambil bahwa kesimpulan sebagai berikut :
Dari deskripsi hasil penelitian disimpulkan bahwa interval perawatan berdasarkan hasil perhitungan pada mesin Vertical Raw Mill untuk peralatan yang memiliki jumlah kerusakan terbanyak diantaranya adalah Triple Gate dengan interval waktu perawatan 43 jam, Rocker Arm dengan interval perawatan 51,6 jam dan Clasifier dengan interval perawatan 57,3 jam.
Berdasarkan pada Failure Mode and Effect Analysis dan nilai RPN tertinggi, maka diperoleh penyebab kegagalan potensial adalah material yang masuk ke dalam mesin tidak terkontrol dan udara luar bercampur dengan gas panas dalam mesin karna triple gate tidak dapat tertutup secara otomatis hingga mengganggu proses produksi dengan nilai RPN 210. Dan berdasarkan Logic Tree Analysis Grinding Roller adalah paling berbahaya jika mengalami kerusakan dengan kategori A.
5.2 Saran
Pihak perusahaan diharapkan mendata atau mengakses secara lengkap seluruh kerusakan yang terjadi sehingga dapat dibuatkan program keandalan, jadwal perawatan, dan pengantian komponen.
Pihak perusahaan hendaknya melakukan tindakan perawatanpencegahan secara intensif untuk menghindari terjadinya kerusakan yang dapat mempengaruhi biaya perawatan dan perbaikan.
Diperlukan pencatatan secara berkala pada setiap kegiatan perawatan yang dilakukan. Pelaksanaan kegiatan perawatan ini dapat dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan kondisi komponen serta biaya yang diperlukan untuk perbaikan maupun penggantian komponen. Hal ini sanagat penting untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan potensial.
DAFTAR PUSTAKA
Asisco, Hendro. (2012). Usulan Perencanaan Perawatan Dengan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM). S-1 Teknik Industri, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Corder, A. S. (1996). Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta : Erlangga.
Kurniawan, Fajar, Ir., M.Si., RQP. (2013). Manajemen Perawatan Industri. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Kusumoningrum, L. (2010). Perencanaan Perwatan Mesin Induction Furnance dengan Pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM). S-1 Teknik Industri, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta.
Lockyer, K, Muhleman, A, & Oakland, J. (1990). Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Lampiran 1
ALIRAN PROSES PRODUKSI PT SEMEN PADANG
& GAMBAR MESIN VERTICAL RAW MILL
Diagram Proses Produksi PT Semen Padang
Mesin Vertical Raw Mill III C
Peralatan Utama Mesin Verical Raw Mill III C
LAMPIRAN 2
DATA KERUSAKAN MESIN VERTICAL RAW MILL
PABRIK PRODUKSI INDARUNG IV
Data Kerusakan Mesin Vertical Raw Mill Pabrik Produksi Indaring IV
Lanjutan
Lanjutan
Lanjutan
Lanjutan
Lampiran 3
FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA)