BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam suatu pelaksanaan analisis anorganik secara kualitatif maupun kuantitatif digunakan reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan senyawa kompleks. Suatu ion atau molekul kompleks terdiri atas satu atom (netral atau bermuatan) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom atau ion pusat tersebut. Jumlah relatif dari komponen-komponen ini dalam suatu sistem kompleks yang stabil nampaknya mengikuti suatu Stoikiometri t ertentu. Ion kompleks terdiri dari atom atau ion pusat dan sejumlah ligan. Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam kompleks stabil mengikuti ketentuan stoikiometri, walaupun ini tidak diinterpretasikan dengan konsep klasik valensi. Atom pusat dapat dikarakterkan oleh bilangan koordinasi yang menunjukkan jumlah ligan (monodentat) yang dapat membentuk kompleks stabil dengan satu atom pusat. Ligan adalah molekul atau ion yang terikat pada kation logam t ransisi. Contoh ion kompleks adalah [Cu(NH 3)4]2+. Pembuatan dari logam kompleks dilakukan dengan mereaksikan garamgaram dengan molekul-molekul atau ion-ion tertentu. Penelitian-penelitian selalu memakai amoniak dan zat yang terjadi disebut logam ammine. Kemudian ternyata, bahwa anion-anion seperti CN-, NO2-, Cl-, Cu2+, juga membentuk kompleks dengan logam-logam.
Hanya sedikit ion logam seperti tembaga, kobalt, nikel, cadmium, dan air raksa (II) yang membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan ligan nitrogen seperti ammonia dan trien. Beberapa ion logam tertentu lainnya (seperti aluminium, timah, dan bismuth) lebih bagus menjadi kompleks dengan ligan yang mengandung atom oksigen sebagai donor electron. B. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan rumus molekul kompleks ammin-tembaga (II). C. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan dari praktikum ini berdasarkan pada larutan amonia berlebih ditambahkan kedalam larutan garam Cu(II) yang telah diketahui jumlahnya maka akan terbentuk kompleks. Penentuan rumus molekul komplek ammin-tembaga (II) berdasarkan koefisien distribusi amonia dalam pelarut air dan kloroform.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia melebur pada 1038ºC. Karena potensial elektrode standarnya positif (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu 2+), ia tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut sedikit. Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan dari tembaga(I) oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion tembaga(I), Cu +. Senyawa-senyawa ini tak berwarna, kebanyakan garam tembaga(I) tak larut dalam air, perilakunya mirip senyawa perak(I). Mereka mudah dioksidasi menjadi senyawa tembaga(II), yang dapat diturunkan dari tembaga(II) oksida, CuO, hitam. Garam-garam tembaga(II) umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat, maupun dalam larutan air. Garam-garam tembaga(II) anhidrat, seperti tembaga(II) sulfat anhidrat CuSO4, berwarna putih (atau sedikit kuning). Dalam larutan air selalu terdapat ion kompleks tetraakuo. Tembaga memiliki elektron s tunggal di luar kulit 3d yang terisi. Ini agak kurang umum dengan golongan alkali kecuali stoikiometri formal dalam tingkat oksidasi +1. Kulit d yang terisi jauh kurang efektif daripada kulit gas mulia dalam melindungi elektron s dalam muatan inti, sehingga potensial pengionan pertama Cu lebih tinggi daripada golongan alkali. Karena elektronelektron pada kulit d juga dilibatkan dalam ikatan logam, panas penyubliman dan titik leleh tembaga juga jauh lebih tinggi daripada alkali. Faktor-faktor ini
bertanggung jawab bagi sifat lebih mulia tembaga. Pengaruhnya adalah membuat lebih kovalen dan memberi energi kisi yang lebih tinggi (Syabatin : 2010). Jika NH3(aq) ditambahkan pada larutan mengandung Cu 2+, terdapat perubahan warna yang mendadak dari biru pucat menjadi biru gelap. Reaksi yang terjadi adalah penggantian ligan H 2O oleh molekul NH 3. [Cu(H2O)4]2+ + 4NH3 (Biru pucat)
[Cu(NH3)4]2+ + 4H2O (biru gelap)
Reaksi ini terjadi sangat cepat, segera setelah penambahan reaksi. Penambahan HCl (aq) pada larutan Cu2+ menyebabkan perubahan warna yang mendadak dari biru pucat menjadi hijau atau bahkan kuning. Bila HCl(aq) yang digunakan cukup pekat. Ion kompleks dimana ligan dapat diganti secara disebut bersifat tak mantap (labil) (Petrucci : 1987). Salah satu bahan penyebab pencemaran air adalah logam berat. Pencemaran logam berat terhadap lingkungan air merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam berat tersebut oleh manusia. Logam berat tembaga (Cu) merupakan salah satu logam berat yang mencemari lingkungan perairan. Logam berat Cu dapat menyebabkan pengaruh negatif atau bersifat toksit terhadap organisme air dan manusia pada batas konsentrasi tertentu. Gejala-gejala yang nampak akibat toksikasi logam Cu pada manusia adalah hawa mulut berbau, kerongkongan dan perut kering, rasa ingin muntah dan diare terus menerus selama berhari-hari, terdapat darah pada kotoran (feces), pusing-pusing dan demam ( Imaratul, 2002).
Hanya sedikit ion logam seperti tembaga, kobalt, nikel, cadmium, dan air raksa (II) yang membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan ligan nitrogen seperti ammonia dan trien. Beberapa ion logam tertentu lainnya (seperti aluminium, timah, dan bismuth) lebih bagus menjadi kompleks dengan ligan yang mengandung atom oksigen sebagai donor electron. Bahan pengkelat tertentu mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam ( Ray: 2002). Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam berat yang banyak dimanfaatkan dalam industri, terutama dalam industri elektroplating dan industri logam (alloy). Keberadaan tembaga dalam jumlah kecil sangat berguna bagi mahluk hidup karena merupakan logam berat essensial , tapi dalam jumlah besar dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan karena sifatnya yang toksik. Ion logam tembaga dapat terakumulasi di otak, jaringan kulit, hati, pankreas dan miokardium. Dengan demikian penanganan limbah logam Cu harus dilakukan (Triani: 2006)
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu sebagai berikut: -
Buret 50 mL
1 buah
-
Corong pisah 50 mL
2 buah
-
Erlenmeyer
2 buah
-
Pipet gondok 25 mL
1 buah
-
Gelas kimia 50 mL dan 500 mL
1 buah
-
Statif dan klem
1 buah
-
Pipet volume 50 mL
1 buah
-
Spatula
1 buah
-
Batang pengaduk
1 buah
-
Botol semprot
1 buah
-
Botol timbang
1 buah
-
Pipet tetes
1 buah
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu sebagai berikut: -
Larutan standar asam oksalat
0,1 M
-
Larutan ammonia
1M
-
Larutan Cu2+
0,1 M
-
Larutan HCL
0,555 M
-
Larutan NaOH
0,1 M
-
Kloroform
-
indikator PP
-
indikator MO
-
Aquadest
B. Prosedur Kerja 1. Standarisasi Beberapa Larutan
a. Larutan NaOH 1) Siapkan buret 50 mL dan diisi dengan larutan NaOH yang akan distandarisasi. 2) Siapakan 2 buah Erlenmeyer dan diisi masing-masing 10 mL larutan standar asam oksalat dan ditambah dengan 2 tetes indikator PP, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH. 3) Hitung konsentrasi NaOH. b. Larutan HCl
1) Dilakukan standarisasi larutan HCl dengan menggunakan larutan standar NaOH hasil standarisasi langkah a. c. Larutan NH3 1) Dilakukan standarisasi larutan NH3 dengan menggunakan larutan standar HCl (hasil standarisasi b dengan indikator MO). 2. Penentuan Koefisien Distribusi Ammonia antara Air dan Kloroform
a. Ditambahkan 10 mL larutan NH 3 1 M (hasil standarisasi) dan 10 mL air kedalam corong pisah 50 mL. Kocok homogen. b. Ditambahkan 25 mL kloroform kedalam corong pisah 50 mL dan kocok selama 5-10 menit (perhatikan cara mengocok). c. Diamkan sebentar sehingga nampak dua lapisan. Kemudian pisahkan kedua lapisan tersebut. d. Pindahkan 10 mL larutan kloroform kedalam Erlenmeyer yang berisi 10 mL air dan tambahkan indikator MO. e. Titrasi secara perlahan-lahan larutan ini dengan menggunakan HCl standar 0,055 M menggunakan buret. Titik ekivalen ditandai dengan perubahan warna. f.
Ulangi titrasi untuk 10 mL kedua dan kemudian untuk sisanya.
g. Hitung koefisien distribusi ammonia dengan menggunakna persamaan: Kd =
() ()
3. Penentuan Rumus Kompleks Cu-ammin
a. Tambahkan 10 mL larutan NH 3 1 M (hasil standarisasi) dan 10 mL larutan Cu2+ larutan 0,1 M kedalam corong pisah 50 mL. kocok agar homogen. b. Tambahkan 25 mL kloroform ke dalam corong pisah dan kocok selama 5-10 menit (perhatikan cara mengocok). c. Diamkan sebentar sehingga nampak jelas ada dua lapisan. Kemudian pisahkan kedua larutan tersebut. d. Pindahkan 10 mL larutan kloroform kedalam Erlenmeyer yang berisi 10 mL air dan tambahkan indikator MO. e. Titrasi secara perlahan larutan ini dengan menggunakan larutan HCl standar 0,055 M menggunakan buret 5 mL. Titik ekivalen ditandai dengan terjadinya perubahan warna. f.
Ulangi titrasi untuk 10 mL kedua dan kemudian untuk sisanya.
g. Dari langkah ini dengan menggunakan harga koefisien distribusi, dapat dihitung jumlah amoni yang dalam air dan kloroform. h. Banyak
ammonia
yang
terkompleks
dapat
dihitung
dengan
mengurangi jumalah ammonia dalam kloroform dan air dari jumlah total ammonia awal. Dengan membandingkan jumlah mol ino Cu 2+ dengan ammonia terkompleks dapat ditentukan rumus kompleks.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Pengamatan 1. Standarisasi beberapa larutan a.
Larutan NaOH No. 1.
2.
Perlakuan 10 mL H2C2O4 2H2O dimasukkan dalam erlenmeyer + 2 tetes indicator PP Larutan dititrasi dengan NaOH 0.1 M
Pengamatan Tidak berwarna (bening)
Larutan berwarna ungu Volume titrasi 1 = 21 mL Volume titrasi 2 = 22 mL Volume titrasi 3 = 22,5 mL
b. Larutan HCl No. 1. 2.
c.
Perlakuan NaOH 0.1 M + 2 tetes indicator PP Larutan dititrasi dengan HCl 0.055 M
Pengamatan Berwarna ungu Larutan tidak berwarna (bening) Volume titrasi 1 = 6,5 mL Volume titrasi 2 = 6,5 mL Volume titrasi 3 = 6,5 mL
Larutan NH3 No. 1. 2.
Perlakuan HCl 10 mL + 2 tetes indicator metil orange (MO) Larutan dititrasi dengan NH3
Pengamatan Larutan berwarna merah Larutan berwarna orange Volume titrasi 1 = 3 mL Volume titrasi 2 = 4 mL Volume titrasi 3 = 3,5 mL
2. Penentuan Koefisien Distribusi Amonia Antara Air dan Kloroform No. 1. 2.
3.
4.
Perlakuan Pengamatan 10 mL NH3 1 M + 10 mL air Homogen kedalam corong pisah 10 mL NH3 1 M + 10 mL air + Terbentuk dua lapisan, lapisan 25 mL CCl4 dan dikocok 5-10 bawah CCl4 dan lapisan air air menit didalam corong pisah -Diambil 10 mL larutan CCl4 pada Larutan berwana bening lapisan atas corong pisah -Dimasukan kedalam erlenmeyer Larutan berwarna kuning + beberapa tetes indikator MO bening Dititrasi dengan larutan standar Larutan berwarna merah HCl 0,005 M Volume titrasi 1 = 1 mL Volume titrasi 2 = 2,5mL
3. Penentuan Rumus Kompleks Cu-ammin No. 1.
Perlakuan 10 mL NH3 1 M + 10 mL larutan Cu2+ kedalam corong pisah
2.
10 mL NH3 1 M + 10 mL larutan Cu2+ + 25 mL CCl4 dan dikocok 5-10 menit didalam corong pisah serta didiamkan sampai terbentuk dua lapisan -Diambil 10 mL larutan CCl4 pada lapisan atas corong pisah -Dimasukan kedalam erlenmeyer + beberapa tetes indikator MO Dititrasi dengan larutan standar HCl 0,005 M
3.
4.
B.
PERHITUNGAN
1. Standarisasi beberapa larutan
1) Standarisasi beberapa larutan a.
Larutan NaOH
Volume H2C2O4 yangdipakai =
10 ml
[H2C2O4]
0,1M
=
Pengamatan Homogen Larutan berwarna merah biru tua Terbentuk dua lapisan, lapisan bawah CCl4 berwarna bening dan lapisan atash air yang berwarna biru Larutan berwana bening Larutan berwarna kuning bening Larutan berwarna merah Volume titrasi 1 = 2 mL Volume titrasi 2 = 2 mL
Volume NaOH yang dipakai =
22 ml
Jika V1 dan M1 adalah volume dan konsetrasi H 2C2O4 sedangkan V2 dan M2 adalah volume dan konsetrasi NaOH M1 × V1 = M2 × V2 M2 = M2 =
M1 × V1 2 0,1× 10 22
M2 = 0,045 M [NaOH] baku b.
= 0,045 M
Larutan HCl
Volume NaOH yang dipakai =
10 mL
[NaOH] baku
=
0,045M
Volume HCl yang dipakai
=
6,5 mL
Jika V1 dan M1 adalah volume dan konsetrasi NaOH sedangkan V2 dan M2 adalah volume dan konsetrasi HCl M1 × V1 = M2 × V2 M2 = M2 =
M1 × V1 2 0,045× 10 6,5
M2 = 0,069 M [HCl] bakuawal c.
= 0,069 M
Larutan NH3
Volume HCl yang dipakai
= 3,5 ml
[HCl]
= 0,069 M
Volume NH3 yang dipakai
= 10 ml
Jika V1 dan M1 adalah volume dan konsetrasi HCl sedangkan V2 dan M2 adalah volume dan konsetrasi NH3 M1 × V1 = M2 × V2 M2 = M2 =
M1 × V1 2 0,069× 10 3,5
M2 = 0,197 M
[NH3] baku
=
0,197 M
2. Penentuan koefisien distribusi ammonia dalam air Volume HCl yang dipakai
= 1,5 ml
[HCl] baku
= 0,069 M
Volume NH3dalam CHCl3 terpakai
= 10 ml
Jika V1 dan M1 adalah volume dan konsetrasi HCl sedangkan V2 dan M2 adalah volume dan konsetrasi NH 3 dalam klorofrom M1 × V1 = M2 × V2 M2 = M2 =
M1 × V1 2 0,069×1,5 10
M2 = 0, 01035M [NH3]kloroform
= 0,01035M
[NH3]air
=
[NH3] - [NH3]kloroform
[NH3]air
=
(0,197 – 0,01035) M
=
0,1866 M
=
[NH3]kloroform
Kd
[NH3]air =
0,01035M 0,1866 M
Kd
= 0,0554
3. Penentuan rumus kompleks Cu 2+ammin Volume HCl yang dipakai
=
2 ml
[HCl] baku
=
0,069 M
Volume NH3dalam CHCl3 terpakai
=
10 m
Jika V1 dan M1 adalah volume dan konsetrasi HCl sedangkan V2 dan M2 adalah volume dan konsetrasi NH 3 dalam klorofrom M1 × V1 = M2 × V2
M2 = M2 =
M1 × V1 2 0,069× 2 10
M2 = 0,0138 M [NH3]kloroform
=
0,0138 M
[NH3]air bebas
=
0,02725 M
[Cu-NH3]
=
(0,02725 -0,0138 ) M
=
0,01345M
MolCu : mol Cu-NH 3 = [NH3]awal - [NH3]kloroform + [NH3]air bebas = 0,197 M - 0,0138 M + 0,02725 M Mol Cu
= 0,21045 M
Mol Cu-NH3 Mol Cu
= (0,21045 (mol Cu-NH 3)
x
= 0,0545
x
=1
mol Cu
= mol Cu-NH3
[Cux NH3]2+
= x =1
Jadi rumus senyawa kompleksnya = [CuNH 3]2+ C. Pembahasan
Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari hubungan kuantitatif antara zat-zat yang bereaksi pada suatu reaksi kimia. Berbagai macam reaksi yang dipelajari dalam ilmu kimia, salah satunya yantu reaksi senyawa kompleks atau senyawa koordinasi. Senyawa koordinasi adalah salah satu senyawa yang
memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia.
Senyawa ini terbentuk karena adanya ikatan antara ligan yang berperan sebagai donor pasangan elektron (basa lewis) dengan ion pusat (logam) yang berperan sebagai akseptor pasangan elektron (asam lewis). Senyawa ion logam yang berkoordinasi dengan yang mana sebagian besar ligan tersebut merupakan zat netral atau anionik tetapi kation, seperti kation tropilium juga dikenal. Ligan netral, seperti amoniak, NH 3, atau karbon monoksida, CO, dalam keadaan bebas pun merupakan molekul yang stabil, sementara ligan anionik, seperti Cl- atau C5H5, distabilkan hanya jika dikoordinasikan ke atom logam pusat. Percobaan ini bertujuan untuk menentuan rumus molekul kompleks ammin-tembaga (II). Tembaga (II) merupakan salah satu bentuk ion logam transisi deret pertama yang mempunyai orbital d yang terisi penuh. Tembaga(II) mempunyai konfigurasi electron 3d 9 dengan satu electron yang tidak berpasangan. Tembaga (II) memiliki stabilitas kompleks yang paling besar jika dibandingkan dengan logam transisi deret pertama yang lain dan paling stabil jika dibandingkan bilangan oksida tembaga lain. Dasar dari percobaan ini adalah apabila amonia berlebih ditambahkan kedalam larutan garam Cu (II) yang telah diketahui jumlahnya maka sebuah kompleks ammin tembaga(II) akan terbentuk, karena menggunakan ammonia berlebih maka kebolehjadian ion kompleks tersebut terdisosiasi kedalam bentuk senyawa lebih sederhana menjadi berkurang. Jika amonia bebas dalam larutan diekstraksi menggunakah pelarut organik misalkan klorofrom (CHCl 3) atau Tetra karbon klorida (CCl 4) kemudian ditentukan konsentrasinya maka
jumlah ammonia bebas dalam larutan kompleks dapat ditentukan dengan mengetahu koefisien distribusinya ammonia dalam kedua pelarut air dan pelarut organik. Apabila jumlah amonia yang terkomplekskan dapat dihitung dan rumus kompleks dapat ditentukan. Dengan demikian metode yang digunakan dalam percobaan ini yaitu dengan ekstraksi pelarut. Ekstraksi merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terdistribusi dalam 2 pelarut yang tidak saling melarutkan. Pada proses ekstraksi pelarut dimana berlaku hukum distribusi yang menyatakan apabila suatu system terdiri dari dua lapisan campuran (solvent) yang tidak saling bercampur satu sama lain, dan ketika ditambahkan senyawa ketiga (zat terlarut), maka senyawa itu akan terdistribusi (terpartisi) kedalam kedua lapisan tersebut seperti yang telah dijelaskan oleh Nerst. Percobaan stoikiometri kompleks Ammin-Tembaga (II) dimulai dari tahapan standarisasi larutan NaOH, HCl dan NH 3. Tujuan dari ketiga larutan tersebut untuk mengeahui konsentrasi sebenarnya dari larutan-larutan tersebut. Cara standarisasi larutan tersebut dilakukan titrasi secara tripo. Pada standarisasi larutan NaOH digunakan asam oksalat sebagai larutan standar primer. Adapun indikator yang digunakan yaitu phenoftalein yang merupakan indikator basa, karena sampel yang distandarisasi bersifat basa. Setelah penambahan indikator akan menunjukan titik ekuivalen antara kedua zat yang terlibat pada proses titrasi, yang ditandai dengan perubahan warna. Larutan primer asam oksalat yang ditambahkan indikator semula berwarna bening setelah dititrasi
dengan NaOH berubah menjadi berwarna ungu muda.
Adapun konsentrasi NaOH setelah distandarisasi yaitu 0,045M. Konsentrasi tersebut cukup rendah dibandingkan dengan konsentrasi yang ingin dibuat yaitu 0,1M. Hal ini terjadi karena pada proses pembuatan larutan menggunakan bahan yang sudah lama dan dilakukan sebuah pengenceran dari larutan NaOH yang tersedia ,sehingga demikian konsentrasi larutan baku NaOH cukup kecil. Selanjutnya standarisasi larutan HCl digunakan larutan standar NaOH yang telah distandarisasi oleh asam oksalat. Sama halnya standarisasi NaOH digunakan indikator
phenoftalien .
standarisasi
dari
yaitu
0,069M
Konsentrasi
konsentrasi
HCl setelah
sebelumnya
0,055M.
Konsentrasinya lebih besar dari yang diharapkan. Setelah diketahui konsentrasi baku dari HCl dilakukan standarisasi larutan NH 3 menggunakan indikator metil orange (MO) dan larutan HCl bertindak sebagai titran. Adapun konstrasi dari NH 3 yaitu 0,197 M. Setelah proses standarisasi larutan dilakukan,dilakukan ekstrasi pelarut untuk menentukan koefisien distribusi dari ammonia dalam air dan didalam CCl4. tahap awal yang dilakukan untuk penentuan koefisien distribusi yaitu 10 mL larutan NH 3 dimasukkan ke dalam corong pemisah bersamaan dengan 10 mL air kemudian dikocok hingga larutan terlihat homogen. 25 mL larutan CCl 4 kemudian ditambahkan pada corong pisah tersebut dan dikocok agar ammonia dapat terdistribusi ke dalam air dan juga CCl4. Selanjutnya campran dalam corong pisah didiamkan agar terbentuk dua lapisan yaitu lapisan air dan lapisan CCl4. Lapisan ini dapat terbentuk karena
adanya perbedaan kepolaran antara air dan CCl4 sehingga keduanya tidak akan saling bercampur. Lapisan air akan berada di atas dan lapisan CCl 4 akan berada di bawah. Hal ini terjadi karena massa jenis kloroform lebih berat jika dibandingkan dengan massa jenis dari air. NH 3 telah terdistribusi pada kedu pelalarut tersebut sesuai dengan hukum distribusi Nerst. Larutan lapisan atas diambilsebanyak 10 mL pada corong pisah yang berupa larutan CCl4 dan dimasukan kedalam erlenmeyer lalu ditambahkan dengan aquades sebanyak 10 mL serta indicator metil orange. Penambahan aquadest ini tidak akan merubah konsentrasi larutan tetapi hanya berfungsi untuk mempercepat titrasi. Selanjutnya dilakukan dititrasi dengan larutan standar HCl agar amonia dapat habis bereaksi dan jumlah amonia dalam kloroform tersebut dapat ditentukan. Nilai koefisien distribusi dari ammonia di dalam air dan kloroform dapat ditentukan dengan membandingkan konsentrasi ammonia di dalam kloroform dan konsentrasi ammonia di dalam air, sehingga nilai koefisien distribusi ammonia adalah sebesar 0,0554. Proses akhir yang dilakukan pada percobaan ini yaitu Larutan NH 3 kemudian diambil sebanyak 10 mL dan ditambahkan dengan Cu 2+ sebanyak 10 mL dan diekstraksi dalam corong pemisah dengan kloroform sehingga Cu2+ terdistribusi kedalam 2 lapisan ini dan kemudian kloroform diambil 10 ml dan ditambakan air dan indicator kemudian ditirasi untuk mengetahui konsentrasi ammonia dalam kloroform. Darn dari perhitungan didapat rumus kompleksnya sama dengan 1.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan disimpulkan bahwa dalam penentuan rumus ion kompleks dengan membandingkan mol Cu dan mol Cu NH3 sehingga diperoleh rumus [CuNH 3]2+ dengan koefisien distribusi 1,76.