LAPORAN LENGKAP PERCOBAAN 4 “
STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN-TEMBAGA
”
Disusun Oleh: Megawati T.H. Romu A 251 14 114 Kelas B ASISTEN I PUTU HENDRA BUDI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2016
PERCOBAAN IV STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN-TEMBAGA
I.
Tujuan
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan rumus molekul kompleks ammin-tembaga.
II.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Sabtu, 10 Desember 2016
III.
Waktu
: 10.30 – Selesai
Tempat
: Laboratorium Kimia FKIP UNTAD
Alat dan Bahan
a. Alat
b. Bahan
1. Pipet tetes
1. Larutan H2C2O4
2. Erlenmeyer
2. Larutan NH4OH
3. Statif dan Klem
3. Larutan CuSO4
4. Botol semprot
4. Larutan HCl
5. Gelas ukur
5. Larutan NaOH
6. Buret
6. Indikator PP
7. Gelas kimia
7. Indikator metil orange
8. Corong pisah
8. Aquades 9. Larutan kloroform 10. Tissue
IV.
Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan yang diperoleh pada percobaan ini adalah sebagai berikut: No 1.
Perlakuan
Hasil pengamatan
Standarisasi larutan
a. 10 mL larutan H2C2O4 0,1 M + 2 tetes indikator PP + dititrasi
Larutan berwarna merah muda V1 = 14,3mL
dengan larutan NaOH
b. 10 mL larutan NaOH + 2 tetes indikator PP + dititrasi dengan
Larutan berwarna merah muda V1 = 14,5 mL
larutan HCl
c. 10 mL larutan HCl + 2 tetes indikator PP + dititrasi dengan
Larutan berwarna jingga V1 = 29,3 mL
larutan NH3 2.
Penentuan koefisien distribusi
a. 10 mL NH 3 + 10 mL aquades
Larutan menyatu dan bening
+ dikocok 15 menit
b. Perlakuan a + 25 mL CHCl 3 + Terbentuk 2 lapisan, bagian atas dikocok
c. Memindahkan 10 mL klroform
aquades dan bagian bawah kloroform
Larutan berwarna kuning
kedalam gelas ukur + 10 mL aquades + 2 tetes metal orange d. Perlakuan c + titrasi dengan HCl 0,05 M
Larutan berwarna jingga V = 38 mL
3.
Penentuan rumus kompleks
a. 10 mL larutan NH 3 + 10 mL larutan
CuSO4 0,1
M
Larutan berwarna biru tua
+
dikocok
b. 10 mL larutan NH 3 + 10 mL larutan CuSO4 0,1 M + 25
Terbentuk 2 lapisan, dibawah bening dan bagian atas berwarna biru tua
kloroform + dikocok
c. 10 mL larutan NH3 dalam Dari bening menjadi berwarna jingga kloroform + 10 mL aquades + 2 tetes indikator metil orange
d. 10 mL NH 3 dalam kloroform + 10 mL aquades + 2 tetes indikator
metil
orange
dititrasi dengan larutan HCl
+
Dari kuning menjadi jingga V = 2,4 Ml
V.
Perhitungan a. Standarisasi larutan NaOH
Diketahui:
[H2C2O4]
= 0,1 M = 0,2 N
V NaOH
= 14,3 mL
V H2C2O4
= 10 mL
Ditanya: N NaOH........?
Penyelesaian: N NaOH x V NaOH = N H 2C2O4 x V H2C2O4 N NaOH = N H2C2O4 X V H2C2O4 V NaOH = 0,2 N x 10 ml 14,3 ml = 0,139 N
b. Standarisasi larutan HCl
Diketahui:
[NaOH]
= 0,145 N
V HCl
= 14,5 mL
V NaOH
= 10 mL
Ditanya: N HCl........? Penyelesaian: N NaOH x V NaOH = N H 2C2O4 x V H2C2O4 N NaOH = N H2C2O4 X V H2C2O4 V NaOH = 0,145 N x 10 ml 14,5 ml = 0,1 N
c. Standarisasi larutan NH3
Diketahui:
[HCl]
= 0,076 N
V NH3
= 29,3 mL
V HCl
= 10 mL
Ditanya: N NH3........? Penyelesaian: N NaOH x V NaOH = N H 2C2O4 x V H2C2O4 N NaOH = N H2C2O4 X V H2C2O4 V NaOH = 0,076 N x 10 ml 29,3 ml = 0,259 N
d. Penentuan koefisien distribusi amonia antara aquades dan kloroform
Dik : [HCl]
= 0,076
V NH3 dalam kloroform
= 2,4 mL
V HCl
= 38 mL
[NH3] awal
= 0,381
Ditanya : KD.........................? Penyelesaian:
[NH3] dalam kloroform x V NH 3 dalam kloroform = M HCl x V HCl [NH3] dalam kloroform = M HCl x V HCl V NH3 dalam kloroform = 0,076 N x 38 ml 2,4 ml = 1,20 N
[NH3] dalam air = [NH3] awal - [NH3] dalam kloroform = 0,381 N – 1,20 N = - 0,819
KD = [NH3] dalam kloroform [NH3] dalam air = 1,20 N -0,819 = - 1,465
e. Penentuan rumus kompleks tembaga ammin(II)
Dik : [HCl]
= 0,076
V NH3 dalam kloroform
= 38 mL
V HCl
= 10 mL
[NH3] awal
= 0,381
Ditanya : rumus kompleks (Cu-NH3)...................? Penyelesaian : [NH3] dalam kloroform x V NH 3 dalam kloroform = M HCl x V HCl [NH3] dalam kloroform = M HCl x V HCl V NH3 dalam kloroform = 0,076 N x 38 ml 2,4 ml = 1,20 N
mmol NH3 dalam Cu 2+ = [NH3 ] dalam CuSO 4 x V NH 3 = 0,367 M x 10 mL = 3,67 mmol
mmol [Cu 2+ ] = [Cu 2+ ] x V Cu 2+ = 0,1 m x 10 mL = 1 mmol
mmol NH3 dalam Cu 2+ = [NH3 ] dalam CuSO 4 x V NH 3 = 0,367 M x 10 mL = 3,67 mmol
mmol Cu2+
:
mmol NH3
1
:
3,67
1
:
4
Jadi rumus kompleks yang diperoleh yaitu [Cu(NH3)4]2+
VI.
Pembahasan
Tembaga adalah logam merah muda yang lunak, dapat ditempa dan liat. Melebur pada 10380C. Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam yang paling ringan dan paling aktif. Cu + mengalami disproporsionasi secara spontan pada keadaan standar (baku). Hal ini bukan berarti larutan senyawa Cu(I) tidak mungkin terbentuk. Untuk menilai pada keadaan bagaimana mereka ditemukan, yaitu jika kita mencoba membuat (Cu +) cukup banyak pada larutan air, Cu + akan berada pada jumlah banyak (sebab konsentrasinya harus sekitar dua juta dikalikan pangkat dua dari Cu+. Disproporsionasi akan menajdi sempurna. Di lain pihak jika Cu+ dijaga sangat rendah (seperti pada zat yang sedikit larut atau ion kompleks mantap), Cu2+ sangat kecil dan tembaga (I) menjadi mantap (Petrucci, Ralph H, 1987). Pada dasarnya stoikiometri kompleks ammin – Tembaga (II) menggunakan prinsip proses ekstraksi pelarut, dimana dalam prinsip ini berlaku hukum distribusi yang menyatakan apabila suatu system yang terdiri dari dua lapisan campuran (solvent) yang tidak saling bercampur satu sama lain, ditambahkan senyawa ketiga (zat terlarut), maka senyawa itu akan terdistribusi (terpartisi) kedalam dua lapisan tersebut, dengan syarat Nerst bila zat terlarut nya tidak menghasilkan perubahan pada kedua pelarut (solvent) atau zat yang terlarut yang terbagi (terpartisi) dalam dua pelarut tidak mengalami asosiasi, disosiasi atau reaksi dengan pelarut (Nugraheni, 2006). Tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu untuk menentukan rumus molekul kompleks ammin-tembaga (Tim pengajar, 2016). Ada tiga perlakuan pada percobaan ini yaitu standarisasi larutan NaOH, HCl dan NH 3, penentuan koefisien distribusi ammonia dalam air dan kloroform kemudian yang terakhir adalah penentuan rumus molekul kompleks ammintembaga (II). Pada
percobaan
ini
perlakuan
pertama
yang
dilakukan
yaitu
menstandarisasi larutan NaOH, dimana NaOH distandarisasi dengan asam oksalat
karena NaOH merupakan larutan basa jadi untuk standarisasinya adalah dengan menggunakan larutan standar primer yang bersifat asam, seperti pada percobaan ini digunakan larutan asam oksalat. Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah indicator PP karena indikator PP akan berubah warna menjadi merah muda pada larutan yang bersifat basa jadi dapat memberikan tanda pada titik akhir titrasi pada standarisasi larutan NaOH. Pada percobaan ini larutan NaOH dimasukan kedalam buret hal ini dikarenak NaOH mempunyai sifat yang higroskopis, yaitu mudah bereaksi dengan udara. Konsentrasi NaOH sebelum distandarisasi yaitu 0,1 N, dan untuk menstandarisasinya dibutuhkan asam oksalat sebanyak 14,3 ml, dengan konsentrasi H2C2O4 0,2 N, dan volume H 2C2O4 10 ml, maka diperoleh konsentrasi NaOH sebesar 0,13 N atau 0,1 N. dari hasil terlihat bahwa larutan NaOH yang dibuat telah sesuai. Pada perlakuan kedua yaitu standarisasi larutan HCl, larutan standar yang digunakan adalah larutan standar NaOH yang telah distandarisasi sebelumnya oleh asam oksalat. HCl distandarisasi dengan NaOH karena HCl merupakan larutan asam maka harus distandarisasi dengan menggunakan larutan standar yang bersifat basa. Konsentrasi HCl setelah distandarisasi diperoleh 0,1 N, hasil yang diperoleh sama dengan konsentrasi HCl yang dibuat yaitu 0,1 N. Perlakuan ke tiga yaitu larutan NH 3 distandarisasi dengan menggunakan larutan HCl yang sudah distandarisasi sebelummnya. Seperti halnya NaOH, larutan NH3 merupakan larutan basa jadi distandarisasi dengan menggunakan larutan standar yang bersifat asam. Konsentrasi NH 3 yang diperoleh setelah standarisasi diperoleh yaitu 0,2 N. Tujuan dari standarisasi beberapa larutan ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi larutan yang sebenarnya karena beberapa larutan tersebut (NaOH, HCl, dan NH3) bersifat mudah menguap dan mudah bereaksi dengan senyawa lain di udara. Dengan kata lain larutan tersebut bersifat higrokopis, menyerap uap air,
dan
menyerap
CO 2 pada
waktu
proses
penimbangannya,
sehingga
konsentrasinya dapat berubah degan cepat. Oleh karena itu, larutan tersebut
merupakan contoh dari larutan standar sekunder karena tidak dapat dibuat dan ditentukan konsentrasinya hanya dengan melarutkan padatannya dalam sebuah pelarut dikarenakan sifatnya yang mudah bereaksi dengan senyawa lain di udara, sehingga setiap kali ingin digunakan dalam proses titrasi maka harus distandarisasi terlebih dahulu. Pada larutan standar sekunder, konsentrasi pasti ditentukan dengan menitrasi larutan asam tersebut dengan suatu titran tertentu (titran harus berupa larutan standar primer) yang sudah diketahui konsentrasinya (Rilyanti, 2008). Pada percobaan ini pada proses standarisasi digunakan indikator PP (Fenoflaein). Tujuan penggunaan indikator PP yakni dikarenakan pada percobaan ini proses titrasi terjadi antara basa dan asam. Indikator PP merupakan indikator dengan rentang pH antara 8,3 sampai 10,0. Artinya, indikator ini dapat mengidentifikasi perubahan larutan (Rilyanti, 2008). Setelah semua larutan distandarisasi selanjutnya yaitu perlakuan untuk penentuan koefisien distribusi ammonia antara air dan kloroform. Penentuan koefisien distribusi ammonia antara air dan kloroform ini dilakukan dengan ditambahkan 10 ml larutan NH 3 (hasil standarisasi) dan 10 ml air ke dalam corong pemisah, kemudian dikocok selama 15 menit. Penocokan ini bertujuan agar larutan NH3 dapat terdistribusi secara sempurna kedalam kedua jenis larutan lain yang dimasukan. .kemudian menambahkan 25 mL kloroform dikocok selama 510 menit, didiamkan sebentar sehingga tampak ada dua lapisan. Bagian atas aquades dan bagian bawah kloroform. Tujuan pendiaman sebentar yaitu agar larutan terpisah dengan sempurna sehingga dapat dipisah bagian bawah larutannya. Pada bagian atas agak keruh dan bawahnya lebih bening (Anonim, 2010). Kemudian larutan yang bagian bawah diambil dengan mengalirkan lapisan larutan keluar melalui mulut corong pemisah. Larutan tersebut ditambahkan dengan beberapa tetes indikator metil orange hingga. Adapun trayek pH dari indicator metal orange yaitu Setelah itu dititrasi dengan larutan standar HCl 0,05 M. Fungsi larutan HCL yaitu untuk untuk menitrasi larutan hasil ekstraksi agar konsentrasi ammonia bebas dalam senyawa kompleks ammin-
tembaga dapat diketahui atau mengetahui koefisien distribusi ammonia antara airkloroform dan sebagai pengasam larutan. Titrasi dilakukan sebanyak dua kali dimana untuk titrasi 38 ml. Fungsi penggunaan titran HCl dalam titrasi ini adalah sebagai penurun nilai pH larutan sehingga larutan yang pada awalnya bersifat basa menjadi asam dan untuk menentukan konsentrasi NH 3 dalam larutan yang dibuat.. Apabila memperhatikan jumlah volume titran yang digunakan hingga larutan mencapai titik ekivalen yang begitu banyak, maka diketahui bahwa proses berlangsung sangat lambat.
Dari hasil perhitungan didapatkan besarnya
konsentrasi NH3 dalam air yaitu -0,8 N dan konsentrasi NH3 dalam kloroform sebesar 1,20 N. Dari kedua konsentrasi NH 3 dalam masing-masing larutan dapat dihitung koefisien distribusi amonia yaitu sebesar -1,465. Jadi dapat diketahui bahwa hanya sedikit saja larutan NH3 yang terdistribusi dalam larutan kloroform. Kemudian perlakuan selanjutnya yaitu penentuan rumus kompleks ammin-tembaga(II). Percobaan ini dilakukan dengan mencampurkan 10 mL larutan NH3 dengan 10 mL larutan ion Cu 2+ (larutan CuSO4 0,1 M) kemudian memasukkannya ke dalam corong pemisah, dan dikocok. Setelah itu, larutan ini ditambahkan dengan 25 mL larutan kloroform dan dikocok. Fungsi pengocokkan yaitu agar larutan NH3 dapat terdistribusi secara sempurna kedalam 2 larutan lain yang dimasukan. Larutan didiamkan sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan atas adalah larutan Cu2+ dalam ammonia sedangkan lapisan bawah adalah larutan Cu 2+ dalam kloroform. Terbentuknya dua lapisan ini karena adanya perbedaan berat jenis antara kloroform dan ammonia. Dimana berat jenis kloroform lebih besar dari berat jenis NH3, sehingga kloroform berada di lapisn bawah. Kemudian larutan C2+ dalam kloroform dikeluarkan dari mulut corong. Mengambil larutan ini sebanyak 5 mL dan memindahkan ke dalam erlenmeyer dan menambahkan indikator metil orange (mo). Larutan ini ditirasi dengan larutan HCl dan diperoleh volume titrasinya adalah sebesar 2,4 mL. Dari perhitungan diperoleh Normalitas NH3 dalam CU2+ yang dikomplekskan adalah 3,67 mmol. Untuk menentukan rumus kompleks ammin-tembaga dari perhitungan diketahui mol Cu 0,1 N diperoleh 1 mmol dan mol NH 3 dalam Cu2+ adalah 0,461
yaitu mendekati 5, sehingga perbandingan antara mmol Cu 2+ dan mmol NH 3 adalah 1 : 4. Jadi rumus kompleksnya adalah [Cu(NH 3)4]2+ .
VII.
Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan hasil pengamatan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa rumus molekul ammin-tembaga(II) adalah [Cu(NH 3)4]2+.
DAFTAR PUSTAKA
Nugraheni, F.D. (2006). Pengaruh pH terhadap Pembentukan Senyawa Kompleks tembaga(II) Guanin. Jurusan Kimia fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Semarang. Petrucci, Ralph H. (1987). alih bahasa Suminar Ahmadi. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern, Jilid 3. Penerbit Erlangga : Jakarta. Rilyanti, Mita. (2008). Sintesis Senyawa Kompleks Cis-[Co(Bipi)2(CN)2] dan Uji Interaksinya dengan Gas NO2 Menggunakan Metoda Spektrofotometri UVVIS dan IR. Diakses, 23 Desember 2016. Tim Pengajar.(2016). Penuntun Praktikum Kimia Anorganik Fisik .Palu:UNTAD Press.