41
3.10.2 Cara Kerja
1. Pasien (semua golongan umur) yang memiliki karakteristik yang umumnya dimiliki oleh penderita malaria di Kecamatan Lima Puluh. 2. Sebelum dilakukan pemeriksaan, subjek diberi penjelasan tentang apa yang akan dilakukan dan ditanyakan kesediaannya untuk ikut dalam penelitian.
Kesediaan
untuk
ikut
penelitian
ditandai
dengan
penandatanganan informed consent. Setiap pasien diambil darah untuk pemeriksaan dua metode yaitu mikroskopik dan RDT. 3. Dilakukan
pemeriksaan
sediaan
darah.
Pengambilan
darah
dapat
dilakukan dengan penusukan pada jari tengah kemudian teteskan 1 tetes kecil darah (± 2μl) di bagian tengah object glass untuk sediaan darah tipis. Selanjutnya 2-3 tetes kecil darah (± 6μl) di bagian ujung untuk sediaan darah tebal. 4. Kemudian dilakukan pemeriksaan RDT pada waktu yang bersamaan. Darah diletakkan pada port ”A”. Kemudian teteskan clearing buffer 4 tetes pada port ”B”. Hasil dibaca dalam 15 menit. 5. Kedua pemeriksaan diberikan label masing - masing dan diletakkan pada tempat yang berbeda untuk dilakukan pemeriksaan. 6. Dilakukan pewarnaan pada kedua sediaan darah. Sediaan darah tipis untuk menentukan spesies malaria. Sediaan darah tipis difiksasi terlebih dahulu dengan metanol dan kedua sediaan diwarnai dengan Giemsa yang diencerkan 1:20 dengan aquadest. Setelah 20 menit sediaan dibilas dengan air suling, kemudian diletakkan di atas rak kaca objek dengan posisi vertikal agar cepat kering. 7. Sesudah sediaan kering dilakukan pemeriksaan mikroskop pembesaran objektif 100 kali dengan minyak imersi. 8. Sediaan darah yang terkumpul diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopik oleh analis terlatih di Laboratorium Parasitologi FK USU dan pemeriksaan RDT dilakukan oleh peneliti dan paramedis terlatih.
42
9. Pemeriksaan dilakukan secara terpisah dan mandiri, dimana pembacaan hasil mikroskopik tidak dipengaruhi oleh hasil pembacaan RDT (double blind ). 10. Pada pasien dengan hasil mikroskopik dan RDT positif maka diberikan terapi sesuai pedoman nasional.
Pasien dengan hasil negatif diterapi
sesuai klinis. Terapi untuk malaria falsiparum dan vivak serta infeksi campuran dengan pemberian Dehidroartemisinin 2 - 4 mg/kgBB dan Piperaquin 16 - 32 mg/kgBB, masing-masing dosis tunggal selama 3 hari (Kemenkes RI, 2011)
3.11 Alur Penelitian
Semua golongan umur dan sesuai kriteria inklusi dan eksklusi
Dilakukan pemeriksaan Rapid Diagnostic Test
+
-
Dilakukan sediaan darah tebal & tipis (Mikroskopik)
+
-
Gambar 12. Alur penelitian
Keterangan :
- Hasil pemeriksaan RDT (+) dan mikroskopik (+) ; RDT (-) dan mikroskopik (+), maka akan diberikan terapi antimalaria
43
- Hasil pemeriksaan RDT (+) dan mikroskopik (-) ; RDT (-) dan mikroskopik (-), maka akan diberikan terapi sesuai klinis - Hasil pemeriksaan RDT (+) dan mikroskopik (-), maka tidak diberikan terapi
3.11 Rencana Analisa data
Penelitian ini dilaksanakan dengan teknik proportional random sampling . Populasi yang memiliki karakteristik yang umumnya dimiliki oleh penderita malaria dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik dan RDT akan menjadi sampel penelitian. Data hasil pemeriksaan RDT dan mikroskopik akan dianalisa secara deskriptif untuk menjelaskan distribusi karakteristik sampel. Untuk data numerik akan ditampilkan nilai mean dan standard deviasi. Sedangkan data kategorikal akan ditampilkan nilai presentase. Data yang didapat dari kedua pemeriksaan dilakukan pengelompokkan berdasarkan tabel 2 x 2, kemudian akan dilakukan analisis sensitivitas dan spesifisitas,
menentukan
nilai
duga
( Predictive
value),
menentukan
rasio
kemungkinan ( Likelihood ratio) dan penghitungan untuk mencari prevalensi. 3.12. Etika Penelitian
Sebelum dilakukan pengumpulan data terhadap subjek penelitian, peneliti melakukan ethical clearance terlebih dahulu kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
44
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara yaitu di tiga desa yaitu Perupuk, Gambus Laut dan Titi Putih. Penelitian berlangsung selama bulan Desember 2015 sampai Januari 2016 yang diikuti oleh sebanyak 100 orang yang telah memenuhi kriteria sampling. Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria sampling n = 100
Pengisian Kuesioner
Pengambilan darah tepi
Pemeriksaan RDT
Pemeriksaan Mikroskopik
Pembacaan hasil oleh peneliti dan paramedis yang terlatih
Pembacaan hasil oleh laboran (tenaga terlatih)
(-)
Pan
P.f
Pan-P.f
(-)
Pan
P.f
Pan-P.f
n = 21
n = 64
n=1
n = 14
n = 29
n = 60
n=2
n=9
Analisa Sampel
Gambar 4.1 Profil Penelitian
45
Pada gambar 4.1 terlihat bahwa pada pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT) diperoleh hasil yaitu jumlah non P. falciparum (Pan) 64 orang, P. falciparum (P.f) 1 orang, campuran ( P. falciparum dan non P. falciparum) 14 orang dan negatif (tidak ditemukan Plasmodium) 21 orang sedangkan pada pemeriksaan mikroskopik diperoleh hasil yaitu non P. falciparum 60 orang, P. falciparum 2 orang, campuran 9 orang dan negatif sebanyak 29 orang. Penelitian ini dilakukan pada penduduk yang memiliki karakteristik yang umumnya dimiliki oleh penderita malaria di Kecamatan Lima Puluh dengan keluhan demam dengan atau riwayat demam dalam 48 jam.
Gambar 4.2 Diagram Lingkaran Persentase Subjek Berdasarkan Jenis Infeksi Malaria Pada Pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT)
Chart Title
1,41 %
19,72 % Non P. falciparum 64 orang
0 vivak 61 orang
P. falciparum 1 orang falsiparum 2 orang Campuran orang campuran 9 14 orang
90,14 %
Pada gambar 4.2 menunjukkan gambaran Plasmodium malaria yang memiliki hasil positif yang terbesar dengan pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT) adalah Non P. falciparum 64 orang (90,14 %), P. falciparum 1 orang (1,41 %) dan campuran 14 orang (19,72 %).
46
Tabel 4.2 Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik
Jumlah sampel (n = 100)
Jenis Kelamin, n (%) Laki-laki
53 (53,0)
Perempuan
47(47,0)
Umur (tahun) < 5 tahun
9 (9,0)
5 – 14 tahun
63 (65,0)
15 – 20 tahun
28 (26,0)
Umur, rerata (SB), tahun
11,24 (5,11)
Pekerjaan Ayah, n (%) Buruh
5 (5,0)
Nelayan
45 (45,0)
Petani
20 (20,0)
PNS
12 (12,0)
Wiraswasta
18 (18,0)
Pekerjaan Ibu, n (%) IRT
59 (59,0)
Petani
6 (6,0)
PNS
5 (5,0)
Wiraswasta
30 (30,0)
Pendidikan Ayah, n (%) SD
7 (7,0)
SLTP
24 (24,0)
SLTA
60 (60,0)
Perguruan Tinggi
9 (9,0)
Pendidikan Ibu, n (%) SD
15 (15,0)
SLTP
25 (15,0)
SLTA
58 (58,0)
Perguruan Tinggi
3 (3,0)
Riwayat Obat Malaria, n (%) Klorokuin
18 (18,0)
47
DHP
4 (4,0)
Tidak
78 (78,0)
Demam, n (%) Tidak (riwayat demam)
21 (21,0)
Ada
79 (79,0) Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah laki – laki sebesar 53% lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan sebesar 47%. Dari sebaran kelompok umur terbanyak adalah 5 – 14 tahun (65%). Pekerjaan orang tua paling banyak adalah nelayan dimana Ayah (45%) dan Ibu sebagai ibu rumah tangga sebesar (59%), sedangkan pendidikan orangtua paling banyak jenjang SMA/SMU/SLTA dimana ayah (60%) sedangkan Ibu (58%). Pada penelitian ini gejala klinis yang paling banyak dijumpai pada penderita malaria adalah demam (tanpa gejala lain), yaitu 79% dan adanya riwayat demam dalam 48 jam yaitu 21 %.
Tabel 4.3 Gejala klinis demam pada pemeriksaan mikroskopik Diagnosis Mikroskopik
Gejala klinis Total
Demam
Riwayat demam 48 jam
69 (69,0%)
2 (2,0%)
71 (71,0%)
Bukan Malaria
11 (11,0%)
18 (18,0%)
29 (29,0%)
Total
80 (80,0%)
20 (20,0%)
100 (100%)
Malaria
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa gejala demam pada penderita malaria sebesar 69% dan yang memiliki riwayat demam 48 jam sebesar 2%. Sedangkan gejala demam yang bukan penderita malaria sebesar 11% dan riwayat demam 18%.
48
Tabel 4.4 Tabel gejala klinis berdasarkan jumlah parasitemia Gejala klinis
Parasitemia (/mm3 darah)
N
Demam
69
2329,13 (1417,30)
Riwayat demam 48 jam
2
1500 (1329,36)
P
0,444
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa rerata densitas parasit pada kelompok pasien yang mengalami demam adalah 2329,13/mm3 darah sedangkan pada pasien yang tidak demam adalah 1500 /mm3 darah. Hasil analisis menggunakan uji Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata densitas parasit yang signifikan antara subjek yang mengalami demam dan tidak demam (p=0,444). Tabel 4.5 Distribusi umur dan jenis kelamin dengan hasil pemeriksaan RDT dan mikroskopik yang positif Kelompok Umur
RDT Lakilaki
Jumlah
Perempuan
N
%
Mikroskopik Lakilaki
Perempuan
< 5 tahun
4 (50)
4 (50)
8
10,1
3 (42,9)
4 (57,1)
5-14 tahun
34 (68)
16 (32)
50
63,6
29 (65,9)
15 (34,1)
15-20 tahun
5 (23,8)
5 (23,8)
21
26,6
5 (25)
15 (75)
Total
43
25
79
100
37
24
Jumlah n
7 45 19 71
%
9,9 62 28,2 100
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa laki-laki pada pemeriksaan RDT yang positif sebanyak 43 orang. Sementara pada pemeriksaan mikroskopik sebanyak 37 orang. Pada perempuan jumlah yang positif dengan RDT 25 orang dan mikroskopik sebanyak 24 orang. Apabila dilihat dari segi umur disini terlihat, umur 5 – 14 tahun lebih banyak yang positif baik pada pemeriksaan RDT maupun mikroskopik
49
(63,6% : 62%). Kemudian diikuti umur 15 – 20 tahun (21% : 28,2%) dan umur di bawah 5 tahun (10,1% : 9,9%).
Tabel 4.6 Sensitivitas RDT Berdasarkan Jumlah P arasitemia (Mikroskopik) Parasitemia (/mm3darah)
RDT
Mikroskopik
Sensitivitas, %
9
1
11,11
100 - 499
3
3
100
500 - 999
7
7
100
1000 - 4999
56
56
100
+ 5000
4
4
100
0
- 99
Pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa sensitivitas terhadap RDT berdasarkan jumlah parasitemia disini terlihat, jumlah parasitemia 0 – 99 parasit/mm3 darah didapatkan sensitivitasnya 11,11%. Sensitivitas biasanya mencapai > 90% pada level parasitemia > 100 /mm3 darah, tetapi akan menurun pada parasitemia yang rendah. Sedangkan parasitemia antara 100 sampai > 5000 parasit/mm3 darah, sensitifitas RDT mencapai 100%.
Tabel 4.7 Perbandingan Kepadatan Parasit Kepadatan Parasit (/ml) Mean
SD
RDT (+) dan mikroskopik (+)
2305,77
1412,68 (96 – 8120)
RDT (-) dan mikroskopik (+)
2072,28
1510,32 (0 – 8120)
Tabel 4.7 menunjukkan sensitivitas Rapid Diagnostic Test (RDT) pada penelitian ini sangat dipengaruhi oleh kepadatan parasit. Umumnya, kepadatan parasit pada pemeriksaan RDT (+) dan mikroskopik (+) relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan RDT (-) dan mikroskopik (+).
50
Mikroskopik
Gambar 4.5 Grafik Boxplot Kepadatan Parasit berdasarkan Jenis Parasit dari Pemeriksaan Mikroskopik
Tabel 4.8 Perbandingan Hasil Akurasi Pemeriksaan RDT dan Mikroskopik RDT
Mikroskopik (+)
(-)
(+)
71
8
(-)
0
21
Sensitivitas
Spesifisitas
PPV
NPV
100%
72,4%
89,9%
100%
LR (+)
(-)
27,6%
0%
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa akurasi pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT) dan mikroskopik dalam mendiagnosis malaria diperoleh dengan mentabulasi data dan dimasukkan ke dalam tabel 2 x 2. Maka nilai sensitivitas yang diperoleh adalah 100%, spesifisitas 72,4%, nilai duga positif (PPV) 89,9%, nilai duga negatif (NPV) 100%, rasio kemungkinan (LR) (+) 27,6% dan LR (-) yaitu 0% dan prevalensi 71%.
51
BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Propinsi Sumatera Utara pada bulan Desember 2015 sampai Januari 2016. Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara memiliki luas wilayah 23955 Ha dan terdiri dari 34 desa dengan total jumlah penduduk menurut data tahun 2014 sebesar 86.517 jiwa. Dengan ketinggian 0 – 51 meter di atas permukaan laut (BPS, 2014) yang cocok untuk vektor malaria yaitu nyamuk berkembang biak serta tempat yang relatif susah terjangkau tenaga kesehatan sehingga malaria masih menjadi salah satu masalah kesehatan penduduk setempat dan menjadi salah satu daerah endemis di Sumatera Utara (Laporan Riskesdas, 2013). Berdasarkan penelitian ini, diperoleh hasil bahwa jumlah penderita malaria lebih banyak terdapat pada laki – laki sebesar 53% dibandingkan dengan perempuan sebesar 47%. Hal ini berbeda dengan penelitian Desrinawati (2003) di Mandailing Natal (Sumatera Utara) kasus malaria lebih banyak terdapat pada perempuan 58,3% dan laki – laki 41,7%. Dari sebaran kelompok umur terbanyak adalah 5 – 14 tahun (65%) serupa dengan penelitian Siahaan L (2008) subjek penelitian yang paling banyak dijumpai adalah kelompok umur 5-14 tahun di Kabupaten Nias Selatan dan kelompok umur >55 tahun di Kotamadya Sabang. Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan perempuan atau berbagai golongan umur sebenarnya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pekerjaan, tingkat pendidikan, imunitas tubuh dan lain – lain (Garna H, 2012) Pekerjaan orang tua paling banyak adalah nelayan dimana Ayah (45%) dan Ibu sebagai ibu rumah tangga sebesar (59%), sedangkan pendidikan orangtua paling banyak jenjang SMA/SMU/SLTA dimana ayah (60%) sedangkan Ibu (58%). Jenis pekerjaan memberikan perbedaan pada status sosial. Perbedaan status sosial dapat mempengaruhi keluarga dalam memperhatikan kebutuhan kesehatan keluarganya.
52
Friaraiyatini, dkk (2006) menemukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan (berkebun, nelayan dan buruh yang bekerja pada malam hari) dengan kejadian malaria. Gambaran Plasmodium malaria yang dijumpai pada tempat penelitian ini adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivak . Infeksi yang terjadi dapat saja berupa infeksi tunggal ataupun infeksi gabungan keduanya (campuran). Kasus yang terbanyak muncul di Kecamatan LimaPuluh Kabupaten BatuBara adalah malaria oleh karena Plasmodium vivak . Hal ini sesuai dengan laporan Dinas Kesehatan (Dinkes, 2014). Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi oleh karena proses skizogoni
(pecahnya
merozoit
atau
skizon),
pengaruh
GPI
(Glycosyl
Phosphatidylinositol ) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya (Harijanto PN, 2000). Penelitian ini didapatkan gejala demam pada penderita malaria sebesar 69% dan riwayat demam sebesar 2%. Penelitian ini hampir sejalan dengan yang dilakukan oleh Anand et al di daerah endemis dengan menggunakan pemeriksaan mikroskopik sebagai gold standard , dimana gejala demam atau riwayat demam adalah 62,7% (Anand et al., 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Siahaan L menunjukkan bahwa gejala klinis yang paling banyak dijumpai pada penderita malaria adalah demam (dengan atau tanpa gejala lain), yaitu 64,7% di Kabupaten Nias Selatan (Siahaan L, 2008). Hal ini disebabkan karena tubuh penderita sudah menyesuaikan dengan penyakit sehingga gejala klinis lainnya tidak selalu dapat terlihat. Kondisi demikian dapat juga terjadi pada penderita yang sebelumnya sudah mengobati dirinya sendiri. Keluhan yang dirasakan hanya berupa sedikit demam dan sakit kepala ringan (Kemenkes RI, 2011) Pemeriksaan
RDT
( Rapid
Diagnostic
Test )
menggunakan
metode
Immunochromatography Test (ICT) yang digunakan untuk mendeteksi antigen malaria (Harijanto, 2009). RDT yang digunakan pada penelitian ini adalah Parascreen (Zephyr Biomedical Systems, India) Pan/P.f berbentuk dipstik terdiri dari dua antibodi monoklonal berbentuk dua garis yang terpisah pada permukaan kit tes.
53
Antibodi monoklonal pertama (test line P.f) spesifik terhadap HRP2 P. falciparum, dan antibodi monoklonal kedua (test line Pan) spesifik terhadap lactate dehidrogenase spesies Plasmodium ( falciparum, vivak, ovale, malariae). Berdasarkan penelitan ini Parascreen mempunyai sensitivitas 100% dan spesifisitas 72,4% dengan nilai prediksi positif 89,9% dan nilai prediksi negatif 100%, likelihood ratio negatif adalah 0 dan likelihood ratio positif 27,6. Hasil yang didapat sedikit berbeda dengan penelitian Ginting J dkk (2008) pada 104 sampel di penyabungan (Sumatera Utara) yang menggunakan Parascreen dengan sensitivitas dan spesifisitas masing – masing 76,47% dan 100%. Penelitian mirip dengan Arum I dkk (2005) pada penelitiannya yang membandingkan RDT jenis lain yaitu ICT Pf/Pv dengan pemeriksaan mikroskopik di Nusa Tenggara Barat memperoleh hasil sensitivitas sebesar 100% dan spesifisitas 96,99%. Penelitian lainnya yaitu Batwala dkk (2010) dilakukan di SubSahara Afrika dengan
membandingkan mikroskopik dengan Paracheck diperoleh
hasil sensitivitas 91% sedangkan spesifisitas 86,3%. Penelitian Khabis dkk (2010) membandingkan mikroskopik dengan BIOTEC Pv/Pf di Sistan dan Balouchestan (Iran) dan diperoleh sensitivitas 98,2 % dan spesifisitas 100%. Di Maesod Thailand, Wongsrichanalai C, Iracema, Arevalo dkk menggunakan uji Now® ICT pf/pv dan menemukan sensitivitas dan spesifisitas untuk Plasmodium falciparum masingmasing 100% dan 96,2%; sensitivitas dan spesifisitas untuk Plasmodium vivak adalah 87,3% dan 97,7%. Penelitian ini dilakukan pada 100 sampel dimana didapatkan hasil RDT 79 positif sedangkan pada pemeriksaan mikroskopik didapatkan hasil 71 yang positif. Hal ini disebabkan oleh karena pemeriksaan RDT mampu mengetahui antigenemia dalam bentuk fragmen yang masih berlangsung beberapa hari setelah parasitemia hilang akibat pemberian terapi (Harijanto PN, 2000). Menurut Sutanto, reaksi positif palsu bisa terjadi karena penderita mengandung faktor reumatoid dalam darahnya, karena bereaksi silang dengan monoklonal IgG dalam kit rapid test . Namun hal ini diatasi dengan menggunakan kit yang mengandung monoklonal IgM. Selain itu, adanya stadium gametosit muda dan stadium aseksual P. falciparum yang
54
bersekuestrasi dalam kapiler alat dalam, persistensi antigen setelah pengobatan dan adanya free antigen atau kompleks antigen antibodi pada penderita infeksi kronis di daerah endemis tinggi. Lebih lanjut Sutanto menjelaskan bahwa prosedur penyimpanan kit rapid test juga dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan (Sutanto I, 2010). Di samping itu juga dapat disebabkan karena jumlah parasit yang relatif rendah, sehingga tidak dapat ditemukan pada pemeriksaan mikroskopik dan pemeriksaan RDT positif tidak selalu menunjukkan infeksi malaria aktif (Garna H, 2012). Hal ini disebabkan juga oleh karena ditemukan antibodi terhadap antigen malaria pada tubuh penderita selama masa pengobatan tersebut (Huong NM., 2002). Efektifitas penegakan diagnosis masih tergantung pada banyak faktor yang mempengaruhinya. Adanya empat spesies Plasmodium penyebab malaria yang berbeda morfologinya, perbedaan stadium pada tahapan skizogoni eritrositik (erythrocytic schizogony), sifat endemis dari spesies yang berbeda, hubungan yang terjadi dengan derajat penyebaran malaria dengan imunitas, parasitemia yang tidak bisa terdeteksi dan terdapatnya parasit yang memasuki jaringan organ – organ dalam (Soedarto, 2011) Berdasarkan perhitungan hasil uji diagnosis Rapid Diagnostic Test tersebut, diperoleh hasil kemampuan uji rapid diagnostic test untuk menentukan diagnosis malaria secara benar (sensitivitas) adalah 71/71 (100%), sedangkan kemampuan uji rapid diagnostic test untuk menegakkan diagnosis bukan malaria secara benar (spesifisitas) adalah 21/29 (72,4%). Selain itu, kemampuan untuk memprediksi penderita malaria secara benar atau positive predictive value (PPV) adalah 71/79 (89,9%), sedangkan kemampuan untuk memprediksi bukan penderita malaria secara benar atau negative predictive value (NPV) adalah 21/21 (100%). Dari hasil uji diagnostik yang diperoleh dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan Parascreen memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi.
55
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang perbandingan akurasi Rapid Diagnostic Test (RDT) dan mikroskopik untuk diagnosis malaria di Kecamatan LimaPuluh Kabupaten
Batubara
Provinsi
Sumatera
Utara,
menunjukkan
bahwa
RDT
( Parascreen) memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik pada penelitian ini bila dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik yang selama ini merupakan standar emas dalam mendiagnosis malaria. Didasarai hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa Parascreen dapat dijadikan pilihan (alternatif) sehingga dapat digunakan untuk diagnosis malaria secara dini serta diikuti pemeriksaan mikroskopik lanjutan untuk melihat parasitemia. 6.2 SARAN
Perlu adanya penelitian lanjutan untuk membandingkan Parascreen dengan jenis RDT ( Rapid Diagnostic Test ) yang lain untuk mendapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan harga yang terjangkau (cost effectiveness) sehingga dapat digunakan untuk diagnosis awal malaria agar mendapatkan penanganan penyakit malaria secara cepat, tepat dan rasional guna menurunkan angka kesakitan dan kematian karena malaria.