See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/307587868
Pembuatan dan Karakteristik Briket Arang dari Limbah Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana ) dengan... Article · November 2015
CITATIONS
READS
0
876
2 authors, including:
Budi Utami Universitas Sebelas Maret 11 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Budi Utami on Utami on 03 September 2016.
The user has requested enhancement of the downloaded file. All in-text references underlined in blue are blue are added to the original document and are linked to publications on ResearchGate, letting you access and read them immediately.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KIMIA 2015, JURDIK KIMIA-FMIPA-UNY hal. 59-69 ISBN 978-602-14548-2-4
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk: (1) memanfaatkan limbah tempurung kemiri sebagai bahan dasar pembuatan briket arang, (2) mengetahui pengaruh variasi jenis dan j umlah bahan perekat terhadap karakteristik briket arang tempurung kemiri, (3) mengetahui karakteristik terbaik yang dihasilkan dari pembuatan briket arang limbah tempurung kemiri. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen di laboratorium. Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: persiapan bahan, karbonisasi, penghancuran dan pengayakan arang, pencampuran serbuk arang dengan perekat dan air, pencetakan, pengeringan serta pengujian briket. Penelitian ini menggunakan variasi jenis bahan perekat berupa tepung tapioka dan tepung sagu serta jumlah bahan perekat 5%, 10%, dan 15% dari berat briket yang dibuat. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa: (1) limbah tempurung kemiri dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan briket arang, (2) penggunaan variasi jenis dan jumlah bahan perekat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap karakteristik briket arang tempurung kemiri, (3) pembuatan briket dengan perekat tapioka 5% menghasilkan karakteristik terbaik meliputi kadar air 2,90%, kadar zat menguap 9,60%, kadar abu 4,15%, kadar karbon terikat 83,35% dan nilai kalor 5.922,554 cal/gr.
Kata kunci: Briket, limbah tempurung kemiri, bahan perekat, karakteristik briket.
Pendahuluan Sebagai negara agraris yang terletak di daerah tropis, Indonesia kaya akan sumber energi biomassa. Menurut Supriyatno & Crishna (2010), biomassa merupakan bahanbahan organik yang berumur relatif muda dan berasal dari tumbuhan, hewan, produk dan limbah industri budidaya (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan). Kristanto (2013) menyatakan bahwa biomassa merupakan salah satu sumber energi yang paling umum dan mudah diakses yang dapat diolah menjadi bioenergi. Biomassa memiliki jumlah yang melimpah
karena dihasilkan dari aktivitas manusia ataupun proses alam dan juga memiliki potensi sumber daya energi yang besar. Potensi energi biomassa 50.000 MW akan tetapi hanya 320 MW atau 0,64% yang sudah dimanfaatkan. Hal ini menunjukkan bahwa energi biomassa belum dimanfaatkan secara optimal. Biasanya hanya dibuang begitu saja dan dibiarkan menumpuk sebagai limbah. Salah satu limbah biomassa yang keberadaannya melimpah tetapi belum dimanfaatkan secara optimal adalah limbah biomassa tempurung kemiri.
Seminar Nasional Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA – UNY tahun 2015. Tema: “Peran Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Peningkatan Daya Saing Bangsa M enyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)” . Yogyakarta, 14 November 2015
Tempurung kemiri diperoleh dari hasil pengolahan biji kemiri. Dari setiap kilogram biji kemiri akan dihasilkan 30% inti dan 70% tempurung (Gianyar, Nurchayati & Padang, 2012). Sedangkan prosentase masa buah kemiri menjadi tempurungnya sebesar 64,57% dan tergolong sangat tinggi bila dibandingkan dengan tempurung kelapa dan tempurung kelapa sawit yang tidak lebih dari 30% (Prabarini & Okadyana, 2012). Jumlah tempurung kemiri yang dihasilkan dari tiap pengolahan biji kemiri sangat banyak tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu usaha pemanfaatan tempurung agar tidak menjadi limbah. Paimin (1994) menjelaskan bahwa proses pemisahan tempurung kemiri biasanya dilakukan secara manual. Awalnya biji kemiri direbus sekitar 30 menit, lalu dikeringkan dan dipecahkan dengan dipukul menggunakan palu atau benda keras lain. Tempurung kemiri yang pecah bisa membahayakan pejalan kaki yang tidak menggunakan alas kaki karena teksturnya sangat kaku dan keras. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk mengolah limbah tempurung kemiri menjadi lebih bernilai positif. Tekstur kaku dan keras pada tempurung kemiri ini dikarenakan tempurung kemiri mengandung holoselulosa 49,22% dan lignin 54,46% (Lempang, Syafi’i & Pari, 2011). Kandungan lignin yang tinggi berpotensi untuk dibuat arang yang menghasilkan nilai kalor yang tinggi. Salah satu daerah penghasil limbah tempurung kemiri adalah daerah Nawangan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Ibu Temu, salah seorang pedagang kemiri yang berasal dari Desa Widoro, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur diperoleh informasi bahwa di Pacitan tempurung kemiri biasanya hanya dimanfaatkan sebagai
bahan bakar untuk memasak pengganti kayu, sabut kelapa dan batok kelapa. Melihat potensinya yang dapat digunakan untuk bahan bakar, ini berarti tempurung kemiri dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif. Menurut Saleh (2013) untuk mengatasi limbah dan mengoptimalkan penggunaan bahan bakar alternatif sebagai pengganti minyak tanah perlu adanya optimalisasi dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari bahan bakar alternatif tersebut yaitu dengan cara mengolah limbah menjadi briket arang. Berdasarkan hal tersebut, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian berupa pembuatan briket arang dari limbah tempurung kemiri. Briket merupakan suatu bahan bakar padat dan berasal dari sisa-sisa bahan organik yang telah mengalami pemampatan dengan daya tekan tertentu. Briket adalah bahan bakar yang potensial dan dapat diandalkan untuk rumah tangga. Briket mampu menyuplai energi dalam jangka panjang, harganya relatif murah. Seperti yang kita ketahui, bahwa pemenuhan kebutuhan energi kita sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang berumur jutaan tahun yang tidak dapat diperbarui. Indonesia yang semula adalah net-exporter BBM telah menjadi net-importer BBM sejak tahun 2000. Padahal cadangan minyak bumi Indonesia hanya sekitar 9 miliar barel dan produksi Indonesia hanya sekitar 500 juta barel per tahun. Ini artinya jika terus dikonsumsi dan tidak ditemukan cadangan untuk meningkatkan recovery minyak bumi, diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu dua puluh tiga tahun mendatang (Hambali, dkk., 2007). Salah satu contoh kelangkaan BBM yang terjadi adalah semakin menipisnya minyak tanah dan LPG. Padahal sebagian besar pemenuhan kebutuhan energi rumah tangga berasal dari minyak tanah dan LPG. 60
PROSIDING SNK UNY 2015, hal. 59-69
Berdasarkan hal tersebut, masyarakat harus mulai mencari bahan bakar alternatif yang bersifat renewable , salah satunya dengan pemanfaatan limbah biomassa tempurung kemiri menjadi briket arang. Briket arang merupakan salah satu teknologi untuk memanfaatkan residu biomassa. Purnama, Chumaidi & Saleh (2012) menjelaskan bahwa proses pembriketan meliputi penggerusan, pencampuran bahan, pencetakan dan pengeringan sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia tertentu. Briket arang yang dihasilkan lalu diukur karakteristiknya. Karakteristik briket yang akan diukur meliputi kadar air, kadar abu, kadar zat menguap, kadar karbon terikat dan nilai kalor. Karakteristik briket ini akan menentukan mutu dari briket tersebut. Briket dapat dibuat dengan cara yang mudah dengan teknologi sederhana. Briket dapat dibuat menggunakan alat cetak berbentuk silinder atau kotak dengan perekat tertentu. Keberadaan perekat dalam briket baik jumlah maupun jenisnya dapat mempengaruhi mutu briket yang dihasilkan. Perekat tepung tapioka dan tepung sagu merupakan dua contoh perekat organik yang sering digunakan dalam pembuatan briket. Penggunaan perekat tapioka memiliki beberapa keuntungan, yaitu: harganya murah, mudah pemakaiannya dan memiliki daya rekat kering tinggi. Sedangkan sagu mengandung amilosa 28% dan amilopektin 72% sehingga sangat potensial untuk perekat. Penambahan kedua jenis bahan perekat tersebut akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap sifat dan karakteristik briket yang dihasilkan akibat perbedaan kandungan kimia kedua perekat tersebut (Lestari, dkk., 2010). Selain jenis perekat, faktor jumlah perekat juga dapat mempengaruhi mutu briket. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Patabang (2011)
diketahui bahwa variasi jumlah perekat berpengaruh terhadap mutu briket yang dihasilkan. Pembuatan briket dengan jumlah perekat 7%, 10%, dan 15% dari berat briket memberi pengaruh yang berbeda terhadap nilai kalor, kadar zat menguap, kadar abu, kadar air, kadar karbon terikat, efisiensi termal pembakaran dan emisi gas hasil pembakaran. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) memanfaatkan limbah tempurung kemiri sebagai bahan dasar pembuatan briket arang, 2) mengetahui pengaruh variasi jenis dan jumlah bahan perekat terhadap karakteristik briket arang limbah tempurung kemiri yang dihasilkan, dan 3) mengetahui karakteristik terbaik yang dihasilkan dari pembuatan briket arang limbah tempurung kemiri menggunakan variasi jenis dan jumlah bahan perekat. Hipotesis dari penelitian ini adalah 1) limbah tempurung kemiri dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan briket arang, 2) variasi jenis dan jumlah bahan perekat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap karakteristik briket arang yang dihasilkan, dan 3) briket arang limbah tempurung kemiri dengan karakteristik terbaik memiliki kadar air, kadar abu, dan kadar zat menguap yang paling rendah serta memiliki kadar karbon terikat dan nilai kalor yang paling tinggi. PEMBAHASAN Pembuatan Briket Arang dari Limbah Tempurung Kemiri Persiapan Bahan Baku Tahap persiapan bahan baku meliputi proses pencarian dan pengeringan bahan. Tempurung kemiri diperoleh dari Ibu Temu, seorang pedagang kemiri di Desa Widoro, Kec./ Kab. Pacitan, Jawa Timur. Tempurung kemiri yang digunakan harus kering dan bersih dari kotoran seperti tanah, pasir ataupun serabut, karena kotoran tersebut bisa mempengaruhi proses 61
PROSIDING SNK UNY 2015, hal. 59-69
karbonisasi dan mutu briket. Setelah bahan baku diperoleh lalu dikeringkan di bawah sinar matahari selama dua hari agar kandungan airnya berkurang .
sedangkan jumlah air tiap adonan adalah 15 ml. Perekat yang digunakan adalah tepung tapioka dan tepung sagu dengan jumlah 5%, 10%, dan 15% dari berat briket yang dibuat. Tujuan pencampuran serbuk arang dengan bahan perekat agar briket lebih kuat ikatan antar partikel arangnya sehingga briket menjadi tidak mudah rapuh dan tahan tekanan. Proses pencampuran serbuk arang dengan perekat dan air disertai pemanasan dan diaduk terus sampai kalis.
Karbonisasi (Pengarangan)
Proses karbonisasi pada penelitian ini dilakukan dengan membakar tempurung kemiri di dalam drum bekas tertutup. Bagian tutup drum diberi lubang berdiameter sekitar 10 cm. Bagian bawah drum diberi umpan sabut kelapa dan sekam padi untuk membantu proses pembakaran dalam drum. Proses karbonisasi dihentikan ketika asapnya menipis. Arang hasil karbonisasi disortir, diambil arang yang terbentuk sempurna, bukan arang yang belum terbentuk atau yang sudah menjadi abu. Proses pengarangan bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik bahan baku. Jika bahan baku langsung digunakan sebagai sumber energi panas akan menimbulkan asap saat dibakar. Selain dengan menggunakan drum bekas, karbonisasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan pirolisis dan lubang penimbun tanah.
Pencetakan Adonan Briket
Setelah adonan terbentuk lalu dimasukkan ke dalam alat cetak berbentuk silinder dan dipres dengan pompa hidrolik. Alat cetaknya berdiameter 5 cm dan tinggi 15 cm yang di bagian dindingnya terdapat 5 lubang kecil-kecil. Pemilihan bentuk briket silinder dikarenakan berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Arni, Labania & Nismayanti (2014) disimpulkan bahwa bentuk silinder memiliki kualitas lebih baik daripada briket yang berbentuk kotak ditinjau berdasarkan parameter kadar air, kuat tekan, kerapatan dan uji pembakaran. Fungsi pencetakan untuk memperbaiki penampilan dan tekstur dari briket serta mempermudah dalam penggunaan saat pembakaran maupun pengemasan. Pemberian tekanan akan menyebabkan perekat yang masih dalam keadaan cair akan mulai tersebar secara merata ke dalam celahcelah dan keseluruhan permukaan serbuk arang yang menyebabkan ikatan antar partikel arang semakin kuat sehingga briket arang yang dihasilkan tidak mudah rapuh.
Penggerusan dan Pengayakan Arang
Tahap penggerusan arang dilakukan menggunakan mesin penghancur ( crashing ). Tujuan perlakuan ini untuk memperkecil partikel arang karena ukuran arang mempengaruhi kualitas briket. Arang yang sudah dihancurkan dari bongkahannya lalu diayak menggunakan ayakan ukuran 60 mesh (sesuai SNI 01-6235-2000). Serbuk arang kemudian dicampur dengan perekat dan air untuk dibuat adonan briket.
Pengeringan Briket
Setelah briket selesai dicetak lalu dikeringkan di dalam oven selama 2x24 jam dengan suhu oven 60oC untuk mengurangi kandungan air pada briket. Secara fisik produk briket arang tempurung kemiri yang
Pembuatan Adonan Briket
Adonan cetakan dibuat dengan cara mencampurkan serbuk arang dengan perekat dan air. Jumlah serbuk arang yang digunakan untuk tiap adonan adalah 30 gram, 62
PROSIDING SNK UNY 2015, hal. 59-69
dihasilkan berwarna hitam, tekstur rata, padat, cukup keras, dan memiliki bentuk silinder berdiameter 5 cm dan tinggi 2,5 cm.
D: briket arang tempurung kemiri menggunakan perekat tepung sagu 5%. E: briket arang tempurung kemiri menggunakan perekat tepung sagu 10%. F: briket arang tempurung kemiri menggunakan perekat tepung sagu 15%.
Pengujian Karakteristik Briket
Dari uji pendahuluan berupa uji penyalaan awal diketahui bahwa semua produk briket yang dihasilkan menyala ketika dibakar. Nyala apinya lebih tahan lama daripada arang, tidak berbau, dan tidak mengeluarkan asap. Setelah pengujian secara fisik, lalu dilanjutkan pengujian secara kimia meliputi pengujian kadar air, kadar zat menguap ( volatile matter ), kadar abu, kadar karbon terikat ( fixed carbon ), dan nilai kalor.
Pengaruh Perekat
Variasi
Jenis
dan
A. Uji Kadar Air Kadar air mempengaruhi kualitas briket arang yang dihasilkan. Semakin rendah kadar air maka nilai kalor dan daya pembakarannya akan semakin tinggi, begitupun sebaliknya. Kadar air briket juga dapat menentukan sifat higroskopis dari briket tersebut. Briket yang memiliki kadar air tinggi akan sulit dinyalakan, mudah rapuh dan ditumbuhi jamur (Maryono, Sudding & Rahmawati, 2013).
Jumlah
7 ) 6 % ( 5 r i 4 A r3 a d2 a K1 0
Untuk mengetahui karakteristik kimia briket yang dihasilkan maka dilakukan uji kadar air, uji kadar abu, uji kadar zat menguap, uji kadar karbon terikat, dan uji nilai kalor. Data hasil penelitian kemudian dibandingkan dengan standar briket SNI, Jepang, Inggris dan Amerika. Rangkuman hasil uji karakteristik briket arang tempurung kemiri disajikan pada Tabel 1.
Tepung Tapioka Tepung Sagu 5 10 15 Variasi Jumlah Bahan Perekat (%)
Gambar 1. Grafik Kadar Air Briket Arang Tempurung Kemiri
Tabel 1. Rangkuman Hasil Uji Karakteristik Briket Arang Tempurung Kemiri
Dari grafik pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa jenis dan jumlah bahan perekat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar air briket arang tempurung kemiri. Tepung sagu kandungan airnya 14,10% sedangkan tepung tapioka 9,84% (Anonimous, 1989 dalam Ndraha, 2010). Artinya kandungan air tepung sagu lebih tinggi daripada tepung tapioka sehingga pengaruh kadar air perekat tepung sagu dalam pembuatan briket semakin banyak. Akibatnya kadar air briket dengan perekat
Keterangan: A: briket arang tempurung kemiri menggunakan perekat tepung tapioka 5%. B: briket arang tempurung kemiri menggunakan perekat tepung tapioka 10%. C: briket arang tempurung kemiri menggunakan perekat tepung tapioka 15%. 63
PROSIDING SNK UNY 2015, hal. 59-69
tepung sagu lebih tinggi daripada briket dengan perekat tepung tapioka. Dari grafik pada Gambar 1 juga dapat dilihat bahwa kedua jenis perekat baik tepung tapioka maupun tepung sagu, semakin tinggi jumlah perekat yang digunakan maka kadar airnya juga meningkat. Hal ini dikarenakan adanya penambahan kadar air dari bahan perekat itu sendiri. Dalam penelitian ini, briket arang dengan jumlah perekat 5% memiliki kadar air paling rendah. Penambahan perekat yang semakin tinggi menyebabkan air yang terkandung dalam perekat akan masuk dan terikat dalam pori arang, pori-pori briket semakin kecil dan pada saat dikeringkan air yang terperangkap di dalam pori briket arang sukar menguap. Jadi, kadar air briket arang terendah hasil penelitian ini dihasilkan oleh briket arang dengan tepung tapioka 5% yaitu sebesar 2,90% dan kadar air briket arang tertinggi dihasilkan oleh briket arang dengan perekat tepung sagu 15% yaitu sebesar 6,30%. Semakin tinggi jumlah kadar air briket maka semakin rendah nilai kalor yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan panas yang tersimpan dalam briket terlebih dahulu digunakan untuk mengeluarkan atau menguapkan air yang terperangkap dalam briket sebelum kemudian menghasilkan panas yang digunakan sebagai panas pembakaran (Ismayana & Afriyanto, 2012).
kadar abu maka semakin rendah kualitas briket karena kandungan abu yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor briket arang (Rahmawati, 2013).
10 ) 8 % ( u b 6 A r 4 a d a 2 K 0
Tepung Tapioka Tepung Sagu 5 10 15 Variasi Jumlah Bahan Perekat (%)
Gambar 2. Grafik Kadar Abu Briket Arang Tempurung Kemiri Dari grafik pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa jenis dan jumlah bahan perekat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar abu briket arang tempurung kemiri. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari kadar abu yang dimiliki oleh perekat. Tepung tapioka kandungan kadar abunya sebesar 0,36% sedangkan tepung sagu kandungan kadar abunya sebesar 0,67% (Anonimous, 1989 dalam Ndraha, 2010). Ini berarti kadar abu pada tepung tapioka lebih rendah daripada kandungan abu pada tepung sagu sehingga briket arang yang menggunakan perekat tepung tapioka juga memiliki kadar abu yang lebih rendah daripada briket arang dengan perekat tepung sagu karena pengaruh kadar abu dari perekat tepung tapioka lebih sedikit dari tepung sagu. Dari grafik pada Gambar 2 juga dapat dilihat bahwa untuk kedua jenis perekat baik tepung tapioka maupun tepung sagu, kadar abu briket arang semakin meningkat seiring dengan penambahan jumlah bahan perekat. Kadar abu briket arang dengan jumlah perekat 5% paling rendah. Hal ini
B. Uji Kadar Abu Abu merupakan bagian yang tersisa dari proses pembakaran yang sudah tidak memiliki unsur karbon lagi. Kadar abu briket dapat dipengaruhi oleh kandungan abu dari bahan perekat atau bahan baku. Salah satu unsur utama penyusun abu adalah silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor briket arang yang dihasilkan. Semakin tinggi 64
PROSIDING SNK UNY 2015, hal. 59-69
dikarenakan adanya penambahan abu dari perekat yang digunakan. Semakin tinggi kadar atau jumlah perekat maka semakin tinggi pula kadar abu briket arang yang dihasilkan. Meskipun bahan perekat memberikan penambahan abu pada briket, namun bahan perekat tetap harus digunakan karena briket yang tidak menggunakan bahan perekat kerapatannya rendah sehingga briket akan mudah hancur.
banyak kandungan mineral dari bahan perekat akibatnya kadar zat menguap briket arangnya juga makin bertambah.
D. Uji Kadar karbon Terikat Karbon terikat ( fixed carbon ) adalah fraksi karbon (C) yang terikat di dalam arang selain fraksi air, zat menguap dan abu. Keberadaan karbon terikat di dalam briket arang dipengaruhi oleh kadar air, kadar abu dan kadar zat menguap. Kadarnya akan bernilai tinggi apabila kadar air, kadar abu dan kadar zat menguap pada briket rendah. Karbon terikat berpengaruh terhadap nilai kalor pembakaran briket arang. Nilai kalor briket arang akan tinggi jika nilai karbon terikatnya juga tinggi.
C. Uji Kadar Zat Menguap Kadar zat menguap adalah zat yang menguap sebagai hasil dekomposisi senyawasenyawa yang masih terdapat di dalam arang selain air. Tinggi rendahnya kadar zat mudah menguap pada briket disebabkan oleh kesempurnaan proses karbonisasi, waktu dan suhu. Semakin lama waktu pembakaran dan semakin tinggi suhu karbonisasi maka semakin banyak zat menguap yang terbuang sehingga pada saat pengujian kadar zat menguap akan diperoleh hasil yang rendah.
) 90 80 % ( n70 o b r 60 a C50 40 d e x i 30 F r 20 a d10 a K 0
Tepung Tapioka Tepung Sagu 5
10
15
Variasi Jumlah Bahan Perekat (%)
Gambar 4. Grafik Kadar Karbon Terikat ( Fixed Carbon ) Briket Arang Tempurung Kemiri
Gambar 3. Grafik Kadar Zat Menguap Briket Arang Tempurung Kemiri
Dari grafik pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa jenis dan jumlah bahan perekat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar karbon terikat briket arang tempurung kemiri yang dihasilkan. Briket arang dengan perekat tepung tapioka menghasilkan kadar karbon terikat yang lebih tinggi daripada briket arang dengan perekat tepung sagu untuk semua jumlah perekat. Hal ini dikarenakan kadar air, kadar abu dan kadar zat menguap briket arang
Dari grafik pada Gambar 3 juga dapat dilihat bahwa untuk kedua jenis perekat baik tepung tapioka maupun tepung sagu, semakin tinggi jumlah bahan perekat yang digunakan maka kadar zat menguapnya juga semakin tinggi. Briket arang dengan jumlah perekat 5% memiliki kadar zat menguap paling rendah dibandingkan yang lainnya. Semakin banyak kadar perekat maka semakin 65
PROSIDING SNK UNY 2015, hal. 59-69
dengan perekat tepung tapioka lebih rendah daripada briket arang dengan perekat tepung sagu. Semakin rendah nilai kadar air, kadar abu dan kadar zat menguap yang dihasilkan maka makin tinggi kadar karbon terikatnya. Dari grafik pada Gambar 4 juga dapat dilihat bahwa jumlah perekat 5% menghasilkan kadar karbon terikat lebih tinggi daripada jumlah perekat 10% dan 15%. Hal ini berkaitan dengan kadar air, kadar abu dan kadar zat menguap yang dihasilkan. Semakin rendah nilai kadar air, kadar abu dan kadar zat menguap yang dihasilkan maka makin tinggi kadar karbon terikatnya.
) 100 % ( 80 n o b r 60 a C d e 40 x i F 20 r a d a 0 K
Tepung Tapioka Tepung Sagu 5
10
15
Variasi Jumlah Bahan Perekat (%)
Gambar 4.5. Grafik Nilai Kalor Briket Arang Tempurung Kemiri Briket arang dengan perekat tepung tapioka menghasilkan kadar air, kadar abu dan kadar zat menguap rendah tetapi kadar karbon terikatnya tinggi. Ini menyebabkan nilai kalor yang dihasilkan tinggi. Selain itu, kadar karbon yang terdapat pada perekat juga dapat mempengaruhi nilai kalor briket yang dihasilkan. Kadar karbon pada tepung tapioka (85,20%) lebih tinggi daripada kadar karbon pada tepung sagu (82,70%) (Anonimous, 1989 dalam Ndraha, 2010). Oleh karena itu, jumlah karbon yang digunakan untuk reaksi oksidasi lebih banyak. Akibatnya, briket dengan perekat tepung tapioka nilai kalornya lebih tinggi daripada briket dengan perekat tepung sagu. Dari grafik pada Gambar 5 juga dapat dilihat bahwa nilai kalor briket semakin menurun seiring dengan penambahan jumlah perekat. Hal ini dikarenakan dengan bertambahnya jumlah perekat maka kadar air pada briket makin tinggi karena bawaan dari kadar air perekat tersebut, sehingga panas yang dihasilkan digunakan untuk mengeluarkan atau menguapkan air dulu baru setelah itu untuk proses pembakaran, akibatnya nilai kalornya semakin rendah. Briket arang limbah tempurung kemiri yang dihasilkan ini dapat dijadikan bahan bakar alternatif dikarenakan jumlah nilai
E. Nilai Kalor Penetapan nilai kalor bakar briket merupakan salah satu parameter untuk menentukan kualitas briket dalam penggunaannya, layak atau tidak digunakan sebagai bahan bakar. Nilai kalor merupakan parameter utama pengukuran kualitas bahan bakar, bertujuan untuk mengetahui nilai panas pembakaran yang dihasilkan briket. Semakin tinggi nilai kalor, semakin baik kualitas briket yang dihasilkan dan harga jualnya pun akan tinggi (Rahmawati, 2013). Semakin tinggi kandungan karbon terikat pada briket arang maka semakin tinggi pula nilai kalor briket arang yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena di dalam proses pembakaran membutuhkan karbon yang akan bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan kalor. Dari grafik pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa jenis dan jumlah perekat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai kalor briket arang tempurung kemiri yang dihasilkan. Jenis perekat tepung tapioka menghasilkan nilai kalor lebih tinggi daripada perekat tepung sagu. Hal ini bisa disebabkan karena pengaruh kadar air, kadar abu, kadar zat menguap dan kadar karbon terikat. 66
PROSIDING SNK UNY 2015, hal. 59-69
kalor yang dihasilkan tergolong tinggi yaitu semuanya di atas 5.000 cal/gr di mana angka ini melebihi nilai kalor yang ditetapkan SNI. Selain karena nilai kalornya tinggi, briket tersebut juga ketika dibakar tidak menimbulkan bau, tidak menimbulkan banyak asap, nyala api tahan lama, tidak perlu dikipas terus menerus seperti arang. Pembuatan briket arang dapat dilakukan dengan mudah serta menggunakan alat dan bahan sederhana sehingga masyarakat dapat membuatnya.
3. 4. 5. 6. 7.
Arang hasil karbonisasi Arang hasil penyortiran Arang hasil penggerusan mesin crashing Arang hasil ayakan Serbuk arang untuk pembuatan briket
4,4 4,1 3,95 3,65 3,65
Analisis Biaya
A. Jumlah Produksi Briket Penelitian Serbuk arang = 1080 gr Adonan tiap briket = 30 gr Jumlah briket yang dibuat = 1080/30 = 36 buah Isi briket tiap kemasan = 6 buah briket Jumlah kemasan briket = 36/6 = 6 kemasan
Karakteristik Briket Arang Terbaik
Briket arang limbah tempurung kemiri terbaik dibuat dengan menggunakan perekat tepung tapioka 5% karena karakteristiknya telah sesuai dengan SNI dan karakteristiknya paling baik di antara briket lainnya. Jumlah kadar airnya 2,90%, kadar abunya 4,15%, kadar zat menguapnya 9,60%, kadar karbon terikatnya 83,35% dan nilai kalornya 5.922,554 cal/gr. Jumlah kadar air, kadar abu, kadar zat menguap briket ini paling rendah, sedangkan jumlah kadar karbon terikat dan nilai kalornya paling tinggi di antara briket arang yang lain. Hal ini dikarenakan jenis perekat yang digunakan dalam pembuatan briket akan mempengaruhi karakteristik briket yang dihasilkan.
B. Jumlah Biaya Pengeluaran 1. Alat cetak Rp 75.000,00 2. Bahan a. Tempurung kemiri Rp 5.000,00 b. Tapioka ¼ kg Rp 1.500,00 c. Sagu ¼ kg Rp 1.500,00 d. Sabut kelapa Rp 2.000,00 e. Kayu Rp 3.000,00 Total Pengeluaran Rp 73.000,00 C. Penentuan Harga Briket Harga modal briket tiap kemasan = total pengeluaran / jumlah kemasan = Rp 73.000,00 / 6 kemasan = Rp 12.167,00 Harga jual briket tiap kemasan = Rp 14.000,00 D. Laba Jumlah kemasan briket = 6 kemasan Harga jual tiap kemasan= Rp 14.000,00 Total pemasukan = Rp 14.000,00 x 6 = Rp 84.000,00 Total pengeluaran = Rp 73.000,00 Laba = Rp 84.000,00 – Rp 73.000,00 = Rp 11.000,00
Penggunaan Bahan Baku
Tabel 2. Rangkuman Penggunaan Bahan Baku No Nama Bahan Jumlah (kg) 1. Limbah tempurung kemiri 5 awal 2. Limbah tempurung kemiri 4,7 setelah dikeringkan di bawah sinar matahari dan akan dikarbonisasi 67
PROSIDING SNK UNY 2015, hal. 59-69
83,35%, dan nilai kalor sebesar 5.922,554 cal/gr.
Perbandingan Briket Tabel 3. Perbandingan Briket Arang Kemiri, Tempurung Kelapa Padi No Parameter TKM TK 1 Bahan Limbah Limbah Baku kemiri kelapa 2
Bentuk briket
3
Warna briket Waktu penyalaan awal Jumlah isi tiap kemasan
4
5
6
7
Tempurung dan Jerami
Silinder tanpa lubang Hitam
Silinder tanpa lubang Hitam
JP Limbah jerami padi Silinder tanpa lubang Hitam
1 menit 24 detik
1 menit 5 detik
1 menit 17 detik
6 buah
6 buah
6 buah
Berat 180 gr tiap kemasan Harga Rp tiap 14.000 kemasan
408 gr
408 gr
Rp 22.000
Rp 16.000
Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan saran: 1) pembuatan briket arang tempurung kemiri ini dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah dan BBM yang lebih bersifat renewable , harganya murah, dan mudah didapat, 2) pembuatan briket arang berbahan dasar limbah biomassa ini dapat diterapkan oleh masyarakat, terutama masyarakat Pacitan ataupun industri pengolahan minyak kemiri untuk memanfaatkan limbah tempurung kemiri sehingga lebih bernilai positif dan bernilai ekonomis tinggi, 3) hendaknya dilakukan penelitian lanjutan pembuatan briket arang tempurung kemiri untuk mengetahui karakteristik lain briket, meliputi: kerapatan, laju pembakaran, lama nyala bara api briket, dan ketahanan tempa, 4) perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pembuatan briket arang campuran biomassa dengan penambahan tempurung kemiri, karena briket tempurung kemiri menghasilkan nilai kalor yang cukup tinggi.
I. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan: 1) limbah tempurung kemiri dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk pembuatan briket arang, 2) variasi jenis dan jumlah bahan perekat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap karakteristik briket arang tempurung kemiri yang dihasilkan, di mana tepung tapioka menghasilkan karakteristik briket lebih baik daripada tepung sagu, 3) karakteristik briket arang limbah tempurung kemiri terbaik dihasilkan dari pembuatan briket arang dengan perekat tepung tapioka 5%, yaitu: kadar air 2,90%, kadar zat menguap sebesar 9,60%, kadar abu sebesar 4,15%, kadaar karbon terikat sebesar
DAFTAR PUSTAKA Gianyar, I. B. G., Nurchayati, & Padang, Y. A. (2012). Pengaruh Persentase Arang Tempurung Kemiri terhadap Nilai Kalor Briket Campuran Biomassa Ampas Kelapa – Arang Tempurung Kemiri. Jurnal Teknik Mesin , 2(2), 7-13. Hambali, E., Mujdalipah, S., Tambunan, A. H., Pattiwiri, A. W., & Hendroko, R. (2007). Teknologi Bioenergi . Jakarta: PT AgroMedia Pustaka. Ismayana, A. & Afriyanto, M. R. (2012). Pengaruh Jenis dan Kadar Bahan Perekat pada Pembuatan Briket Blotong sebagai Bahan Bakar Alternatif. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 21(3), 186-193. Kristanto, P. (2013). Ekologi Industri Edisi Kedua . Yogyakarta: ANDI Offset.
68 PROSIDING SNK UNY 2015, hal. 59-69
Lempang, M., Syafii, W., & Pari, G. (2011). Struktur dan Komponen Arang Serta Arang Aktif Tempurung Kemiri. Jurnal Penelitian Hasil Hutan , 29(3), 278-294. Lestari, L., Aripin, Yanti, Zainudin, Sukmawati, & Marliani. (2010). Analisis Kualitas Briket Arang Tongkol Jagung yang Menggunakan Bahan Perekat Sagu dan Kanji. Jurnal Aplikasi Fisika , 6(2), 93-96. Maryono, Sudding & Rahmawati. (2013). Pembuatan dan Analisis Mutu Briket Arang Tempurung Kelapa Ditinjau dari Kadar Kanji. Jurnal Chemical , 14(1), 74-83. Ndraha, N. (2009). Uji Komposisi Bahan Pembuat Briket Bioarang Tempurung Kelapa dan Serbuk Kayu terhadap Mutu yang Dihasilkan. Medan: Universitas Sumatera Utara. Paimin, F. R. (1994). Kemiri Bubidaya dan Prospek Bisnis . Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Patabang, D. (2011). Studi Karakteristik Termal Briket Arang Kulit Buah Kakao. Jurnal Mekanikal , 2(1), 23-31.
Prabarini, N. & Okayadna, D.G. (2012). Penyisihan Logam Besi (Fe) pada Air Sumur dengan Karbon Aktif dari Tempurung Kemiri. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 5(2), 33-41. Purnama, R. R., Chumaidi, A., & Saleh. A. (2012). Pemanfaatan Limbah Cair CPO Sebagai Perekat pada Pembuatan Briket dari Arang Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Kimia , 18(3), 43-53. Rahmawati, S. (2013). Pemanfaatan Kulit Rambutan (Nephelium sp.) untuk Bahan Pembuatan Briket Arang Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013. ISBN 976-602-4-2.
Saleh, A. (2013). Efisiensi Konsentrasi Perekat Tepung Tapioka terhadap Nilai Kalor Pembakaran pada Biobriket Batang Jagung ( Zea mays L .). Jurnal Teknosains, 7(1), 78-89. Supriyatno & Crishna B.M. (2010). Studi Kasus Energi Alternatif Briket Sampah Lingkungan Kampus POLBAN Bandung . Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia ‘’Kejuangan’’. Yogyakarta: UMY.
69 PROSIDING SNK UNY 2015, hal. 59-69